Vincensiana H.K. D Irwanto, Donna Patandiana, Erma Khairunisa, Teresa Berhitu, Ester Cesaria
Claudia Sosomar, Bellavya Pertiwi Samosir, Irene Cicilia, Nor Shahirah
Email: erma.kairunisa@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Schistosomiasis adalah penyakit parasit akut dan kronis yang disebabkan oleh cacing darah
(cacing trematoda) dari genus Schistosoma, yaitu Schistosoma japonicum, Schistosoma
mansoni dan Schistosoma haematobium. Di Indonesia hanya Schistosoma japonicum yang
ditemukan endemik di daerah Sulawesi Tengah. Schistosomiasis dapat didiagnosis dengan
cara menemukan telur dalam tinja (Schistosoma japonicum dan Schistosoma mansoni) dan
dalam urin (Schistosoma haematobium) dengan uji O&P dan pemeriksaan
immunodiagnostic. Pengobatan untuk penyakit schistosomiasis pilihan utama obatnya adalah
prazikuantel.
Abstract
Schistosomiasis is a chronic parasitic disease acute and caused by blood worm (trematode
worms) of the genus Schistosoma, namely Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni and
Schistosoma haematobium. In Indonesia only Schistosoma japonicum found in the endemic
area of Central Sulawesi. Schistosomiasis can be diagnosed by finding eggs in the feces
(Schistosoma japonicum and Schistosoma mansoni) and in the urine (Schistosoma
haematobium) with test O & P and immunodiagnostic examination. Treatment for the
disease schistosomiasis medicine are the main options praziquantel.
Pendahuluan
1
Berbagai jenis penyakit terdapat di dunia. Salah satunya penyakit yang disebabkan
parasit. Parasit yang menyebabkan penyakit juga dibagi-bagi berdasarkan jenis spesies parasit
yang menyerang atau menyebabkan penyakit. Schistosomiasis salah satunya, adalah penyakit
parasit akut dan kronis yang disebabkan oleh cacing darah (cacing trematoda) dari genus
Schistosoma. Estimasi menunjukkan bahwa setidaknya 258 juta orang diperlukan pengobatan
pencegahan pada 2014. Pengobatan pencegahan, yang harus diulang selama beberapa tahun,
akan mengurangi dan mencegah morbiditas. transmisi schistosomiasis telah dilaporkan dari
78 negara. Namun, kemoterapi preventif untuk schistosomiasis, di mana orang-orang dan
masyarakat yang ditargetkan untuk pengobatan skala besar, hanya diperlukan di 52 negara
endemik dengan moderat untuk transmisi tinggi.1 Untuk itu makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk mengenali asal, tanda-tanda infeksi, cara infeksi serta pengobatan dan pencegahan
yang dibutuhkan mengenai schisosomiasis.
Anamnesis
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang dengan keluhan demam sejak 1 bulan
yang lalu. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama demam sejak 1 bulan yang lalu.
Diketahui pasien seorang wesatawan yang punya hobi berenang. Riwayat penyakit sekarang,
keluhan disertai diare, Buang air besar berlendir dan berdarah, berat badan menurun dan
malaise. Keadaan umum tampak pucat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami
hepatomegali, mata anemis, limfadenopati. Pemeriksaan fisik lainnya normal. Pemeriksaan
penunjang, ada pemeriksaan eosinofilia dan permeriksaan tinja ditemukan telur berbentuk
bulat dengan tonjolan di bagian lateral kutub. Diagnosis yang diambil adalah Schistosomiasis
yang disebabkan oleh parasit spesies Schistosoma japonicum. Untuk differential diagnosis
adalah Schistosomiasis yang disebabkan oleh parasit spesies Schistosoma mansoni dan
Schistosoma haematobium.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
2
Pada kasus, ketika pasien melakukan pemeriksaan tinja di dapatkan telur berbentuk bulat
dengan tonjolan kecil pada bagian lateral kutub.
Diagnosis Banding
Ada tiga jenis schistosoma yang dapat menyebabkan penyakit schistosomiasis, yaitu:
(parasit) 1-4
3
Pemukiman (Subdit, P2M&PLP) dengan hasil yang cukup baik. Prevalensi dari 37%
menjadi 1,5% setelah pemukiman.
Schistosoma Mansoni. Hospes definitive nya adalah manusia dan kera baboon di
Afrika sebagain hospes reservoir. Pada manusia menyebabkan schistosomiasis usus.
Distribusi cacing ini terdapat di Afrika, Arab, Amerika Selatan dan Tengah. Pada
badan cacing jantan terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandinkan dengan
S.hematobium dan S.japonica. Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1cm dan
yang betina 1,4cm. tempat hidupnya di vena, kolon, dan rectum. Kelainan dan gejala
yang ditimbulkan sama seperti S.japonica tetapi lebih ringan, dan splenomegaly dapat
menjadi berat sekali.
Schistosoma Hematobium. Hospes definitifnya adalah manusia. Cacing ini
menyebabkan skistosomiasis kandung kemih. Babon dank era lain dilaporkan sebagai
hospes reservoir. Dapat ditemukan di Afrika, Arab bagian timur; lembah Nil, dan
tidak ditemukan di Indonesia. Cacing dewasa jantan berukuran 1,3cm dan untuk
betina 2,0cm. hidupny di vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih. Telur
ditemukan di urin dan alat dalam lain, juga di alat kelamin dan rectum. Kelainan
terutama ditemukan di dinding kandung kemih. Gejalanya dapat berupa kelainan
kandung kemih, hematuria da dysuria bila terjadi sistitis. Sindrom disentri ditemukan
bila terjadi kelainan di rectum..
Schistosoma merupakan jenis trematoda darah. Kata schistosoma berasal dari kata
“schist” yang berarti suatu alur atau kanal yang panjang. Pada manusia dapat menyebabkan
penyakit schistosomiasis atau bilharziasis. Ada lima jenis schistosoma tapi yang ditemukan
pada manusia ada 3 jenis, yaitu: S.japonicum, S.mansoni, dan S.hematobium. Setiap
schistosoma menimbulkan gejala-gejala pada tubuh manusia, seperti urtikaria (gatal-gatal),
demam, diare, sindrom disentri, gejala pada paru, dan sebagainya. Siklus hidup dari setiap
schistosoma sama hanya berbeda di genus hospes perantaranya yang menyebabkan penyakit
schistosomiasis pada manusia. Penularan dari parasite ini melalui penetrasi kulit, mukosa
mulut, dan saluran cerna.3,5
Etiologi
4
Epidemiologi
Telur yang berisi mirasidium yang sudah terbentuk lengkap akan menetas jika masuk
ke dalam air. Mirasidium berenang aktif untuk menembus keong yang sesuai (Oncomelania,
Biomphalaria, Tropicorbis, Balinus) . sesudah memasuki keong berubah menjadi sporokista,
kemudian membentuk sporokista II dan akhirnya membentuk serkaria. Semua serkaria
Schistosoma mempunyai 2 ekor yang bercabang 2 dan tidak mempunyai faring. Ekor serkaria
lepas pada waktu menembus hospes dan parasit berubah menjadi schistosomula dalam
jaringan hospes. Pertama-tama schistosomula memasuki aliran darah dan menemukan jalan
ke sirkulasi portal. Schistosoma mansoni dan Schistosoma japonicum menjadi dewasa dalam
vena mesenterium dari sirkulasi portal. Schistosoma mansoni dapat ditemukan pada vena
mesenterica inferior, sedangkan Schistosoma japonicum dapat ditemukan pada vena
mesenterica superior. Schistosoma haematobium biasanya tinggal dalam sirkulasi sistemik
dan menjadi dewasa dalam pembuluh darah pleksus vesikalis. Telur Schistosoma mansoni
dan Schistosoma japonicum terutama dikeluarkan bersama tinja dan telur Schistosoma
haematobium terutama dikeluarkan bersama urin (kencing).3-6
Diagnosis
5
Cara diagnosis yang terpenting adalah menemukan telur dalam tinja (Schistosoma
japonicum dan Schistosoma mansoni) dan dalam urin (Schistosoma haematobium) dengan uji
O&P. Pada infeksi ringan, dapat dipakai biopsi rektum pada Schistosoma japonicum dan
Schistosoma mansoni. Sitoskopi juga bermanfaat pada infeksi Schistosoma haematobium.
Pemeriksaan serologi dapat membantu menegakkan diagnosis. Ada berbagai tes
imunodiagnostik seperti tes intradermal, reaksi serkaria Hullen (CHR), tes antibodi fluoresen
yang menggunakan serkaria (FAT) dan reaksi presipitin sirkumavol (COP).7
Schistosomiasis dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu pertama adalah masa tunas
biologik yang menyebabkan gejalah kulit dan alergi, gejalah paru dan gejalah toksemia.
Gejalah kulit dan alergi, waktu antara sekaria menembus kulit sampai menjadi dewasa
disebut masa biologik. Perubahan kulit yang timbul berupa eritema dan papula yang disertai
perasaan gatal dan panas.2,3
Bila banyak jumlah serkaria menembus kulit, maka akan terjadi dermatitis. Biasanya
kelainan kulit hilang dalam waktu dua atau tiga hari. Selanjutnya dapat terjadi reaksi alergi
yang dapat timbul oleh karena adanya hasi metabolik skistosomula atau cacing dewasa, atau
dari protein asing yang disebabkan adanya cacing yang mati. manisfestasi klinisnya dapat
berupa urtikaria atau edema angioneurotik dan dapat disertai demam. Kira-kira 22%
penderita menunjukkan utikaria dan 18% manunjukkan edema angioneurotik kira-kira 10 hari
setelah timbul demam.8
Gejalah toksemia, manifestasi akut atau toksik mulai timbul antara minggu ke-2
sampai minggu ke-8 setelah infeksi. Berat gejalah bergantung dari banyaknya serkaria yang
masuk. Pada infeksi berat jika terdapat banyak serkaria yang masuk, terutama infeksi yang
berulang, maka dapat menimbulkan gejalah toksemia yang berat disertai demam tinggi. Pada
stadium ini dapat timbul gejalah seperti: lemah, malaise, tidak nafsu makan, mual dan
muntah, sakit kepala dan nyeri tubuh. Diare disebabkan oleh keadaan hipersensitif terhadap
cacing. pada kasus berat gejalah tersebut dapat bertahan sampai 3 bulan. Kadang-kadang
terjadi sakit perut dan tenesmus. Hati dan limpa membesar serta nyeri pada perabaan.8
6
Kemudian stadium kedua yang merupakan stadium akut. Stadium ini dimuali sejak
cacing betina bertelur. telur yang diletakkan di dalam pembuluh darah dapat keluar dari
pembuluh darah, masuk ke dalam jaringan sekitarnya dan akhirnya dapat mencapai lumen
dengan cara menembus mukosa, biasanya mukosa usus. Efek patologis maupun gejalah klinis
yang disebabkan telur bergantung dari jumlah telur yang dikeluarkan yang berhubungan
langsung dengan jumlah cacing betina. Dengan demikian keluhan/gejalah yang terjadi pada
stadium ini adalah demam, malaise, berat badan menurun. Sindrom disentri biasanya
ditemukan pada infeksi berat dan pada kasus yang ringan hanya ditemukan diare.
Hepatomegali timbul lebih dini dan disusul splenomegali. Ini dapat terjadi dalam waktu 6-8
bulan.8
Stadium ketiga yang merupakan stadium menahun. Pada stadium ini terjadi
penyembuhan jaringan dengan pembentukan jaringan ikat atau fibrosisi. Hepar yang semula
membesar karena peradangan kemudian mengalami pengecilan karena terjadi fibrosis. Hal ini
disebut sirosis. Pada skistosomiasis, sirosis yang terjadi adalah sirosis hipertensi portal karean
bendungan di dalam jaringan hati. Gejalah yang timbul adalah: splenomegali, edema yang
biasanya ditemukan pada tungkai bawah, bisa pula pada alat kelamin. Dapat ditemukan asites
dan ikterus. Pda stadium lanjut sekali dapat terjadi hematemesis yang disebabkan pecahnya
varises pada esofagus.8
Invasi cercaria dikaitkan dengan dermatitis yang timbul dari kulit dan respon
inflamasi subdermal, baik humora maupun diperantarai sel. Sebagai parasit mendekati
kematangan seksual di hati individu yang terinfeksi dan sebagai oviposisi dimulai, acuter
schistosomiasis atau demam Katayama (serum sickness seperti ilnesses) dapat terjadi.9
7
peraturan dan antibodi idiotypic. Subsiquent respon granulomatosa, fibrosis diatur dalam,
sehingga lebih sequenlae penyakit permanen. Karena schistosomiasis juga infeksi kronis,
akumulasi kompleks antigen-antibodi hasil di depsits di glomeruli ginjal dan dapat
menyebabkan penyakit ginjal yang signifikan.7,8
Telur yang dibawa oleh blood Portal embolisasi ke hati. Karena ukuran mereka,
mereka mengajukan di situs presinusoidal, di mana granuloma terbentuk. Granuloma ini
berkontribusi pada hepatomegali diamati pada orang yang terinfeksi. pembesaran hati
schistosomal juga terkait dengan kelas I tertentu dan kelas II antigen leukosit manusia (HLA)
haplotype dan spidol. Presinusoidal Portal bock usia menyebabkan beberapa perubahan
hemodinamik, termasuk hipertensi portal dan pengembangan terkait agunan portosystemic di
persimpangan esofagogastrik dan situs lainnya. varises esofagus yang paling mungkin untuk
istirahat dan menyebabkan episode repeted dari hematemesis. Karena perubahan aliran darah
hati terjadi perlahan-lahan, arterialisasi kompensasi dari aliran darah melalui hati didirikan.
Sementara mekanisme kompensasi ini dapat dikaitkan dengan efek samping metabolik
tertentu, retensi hepatosit perfusi memungkinkan maintanence fungsi hati yang normal
selama beberapa tahun.9
Penyebab utama patologi dalam Schistosoma adalah telur. Telur menembus pembuluh
darah dan masuk jaringan hospes dengan mengeluarkan enzim proteolitik, melalui lobang
mikroskopis pada dindingnya. Banyak telur yang terjebak dalam jaringan atau dibawa ke
sirkulasi ke organ lain dalam tubuh. Reaksi hospes terhadap telur bervariasi mulai dari
granuloma yang kecil sampai fibrosisi yang hebat. Adanya kerusakan umumnya berhubungan
dengan jumlah terlur yang masuk ke jaringan.3-6
8
Pengobatan dan Pencegahan
Reaksi sampingan yang ringan dan sementara setelah meminum prazikuantel dan
dapat menetap selama satu hari. Yang paling umum adalah nyeri kepala, pusing bergoyang,
mengantuk dan lesu; yang lain mencakup mual, muntah, nyeri abdomen, tinja cair, pruritus,
urtikaria, artralgia, mialgia, dan demam ringan. Tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak
dibawah 4 tahun.10,11
Prazikuantel. daya sembuh obat ini untuk S.hematobium, S. mansoni dan S. japonica,
63-85% dan dapat menurunkan telur-telur lebih 90% setelah 6 bulan terapi. Obat ini
tidak sensitive pada sistosoma muda (2-5 minggu). Dosis 2x20 mg/mg/kgBB/hari
untuk S.hematobium dan S.mansoni, dan 3x perhari untuk S.japonicum. Efek samping
yang ditimbulkan adalah malese, sakit kepala, anoreksia, pusing, mual, muntah,
urtikaria, diaren, dan lain-lain. Gejala ini mulai dari ringan sampai sedang,
berlangsung beberapa jam sampai satu hari. Menurut WHO obat ini bisa diberikan
pada ibu hamil.
9
Oxamniquine. Obat ini sangat efektif hanya untuk S.mansoni. dosis seklai 12-
15mg/kg/hari. Ada juga yang memberikan 40-60mg/kg/hari dosis terbagi 2 atau 3
selama 2-3 hari, diberikan bersama makanan. Efek samping yang terjadi dalam
beberapa jam berupa pusing, vertigo, mual, muntah, diare, sakit perut, dan sakit
kepala. Walaupun jarang terjadi dapat terjadi perubahan tingkah laku, halusinasi,
kejang-kejang setelah 2 jam obat ditelan. Obat ini mempunyai efek mutagenic dan
teratogenik, sehingga tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
Artemisinin. Obat ini selektif terhadap sistosomula dan mungkin bermanfaat untuk
profilaksis. Pada terapi terhadap S.haematobium, efektifitasnya jauh di bawah
prazikuantel.
Pencegahan degan menghindari mandi dan mencuci dengan air yang mengandung
serkaria, menggunakan jamban yang memenuhi standar kesehatan, hindari tempat habitat
keong penular atau jika beraktifitas di sekitar habitat keong penular sebaliknya memakai
sepatu boot dan menggunakan air yang berasal dari sumber air yang terjamin kualitas
kebersihannya sebagai kebutuhan sehari-hari. Selain itu dengan pemutusan rantai penularan
dengan penemuan dini penderita dengan pemeriksa tinja penduduk dan pengobatan dan
pemberantasan fokus keong penular baik melalui kegiatan lintas sektor maupun swadaya
yang berkelanjutan.12
Komplikasi
10
Prognosis
Kesimpulan
Daftar Pustaka
11
5. Brooks GF, et al. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, & aldelberg. Edisik ke-
25. Jakarta: EGC; 2012. h. 728-30.
6. Elliott T, Warthington T, Osman H, Gill M. Lecture notes: medical microbiology &
infection. Edisi ke-4. USA: Blackwell Publishing Ltd; 2007. h. 113-5.
7. Longo DL, et al. Harrison's: principles of internal medicine. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc; 2007. h. 1752-7.
8. Danso-Appiah A, Olliaro PL, Donegan S, Sinclair D, Utzinger J. Drugs for treating
schistosoma mansoni infection. Cochrane Database Syst Rev. 2013 Feb 28;
2:CD000528. doi: 10.1002/14651858.CD000528.pub2. Diakses pada 30 November
2017
9. Shaker Y, Samy N, Ashour E. Hepatobiliary schistosomiasis. J Clin Transl Hepatol.
2014 Sep; 2(3):212-6. doi: 10.14218/JCTH.2014.00018. Epub 2014 Sep 15. Diakses
pada 30 November 2016.
10. Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Farmakoterapi aplikasi: buku ajar farmakologi. Edisi ke-1. Jakarta: FK Ukrida; 2016.
h. 43.
11. Katzung B, Masters SB, Trevor AJ. Farmakologi dasar & klinik. Edisi ke-12. Jakarta:
EGC; 2013. h. 1061-70.
12. Departemen Kesehatan Indonesia. Program pengendalian schistosomiasis. Diakses
dari
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/program_pengendalian_schistosomiasis.pd
f, 29 November 2017.
12