Anda di halaman 1dari 6

PEMERIKSAAN ASTO

PROBANDUS
Nama : Sampel Lab No 1737 Nama : MONICA CINDY
Umur :-
Kelas : 2A2
Jenis Kelamin :-

METODE : Kualitatif- Semi Kuantitatif

I. TUJUAN :
Untuk mendeteksi penyakit jaringan sendi missal demam rematik
II. PRINSIP :
Berdasarkan reaksi aglutinasi antara Steptolisin O sebagai antigen yang
terikat pada partikel latex polisterene dengan Anti Steptolisin O (ASTO) yang
terdapat dalam serum sebagai antibodi

III. ALAT dan BAHAN :


-Reagen asto
-Kontrol positif
-Kontrol negatif
- Lidi
- Lempeng asto
- mikropipet
- yellow tip
- tissue
- tempat sampah
IV. CARA KERJA :
Cara Kualitatif :
1. Biarkan sampel dan reagen lateks ASTO pada suhu kamar
2. Pipet sampel serum sebanyak 50 ul diatas permukaan slide
3. Homogenkan reagen lateks ASTO
4. Tambahkan reagen lateks ASTO sebanyak 1 tetes
5. Homogenkan dengan lidi hingga rata dan tercampur semua
6. Rotator selama 2 menit, dan baca hasil tepat pada 2 menit
Cara Semi Kuantitatif :
1. Jika pada pemeriksaan kualitatif positif, maka pemeriksaan dilanjutkan
secara semi kuantitatf

2. Siapkan 3 lubang pada slide, beri tanda pengenceran ½,1/4,1/8


3. Masing masing lubang pada slide di tambahkan NaCl sebanyak 50 ul
4. Pada lubang pertama ditambahkan 50 ul sampel, kemudian di
homogenkan.
5. Dari lubang 1diambil 50 ul , lalu di tambahkan pada lubang kedua dan di
homogenkan
6. Dari lubang 2 diambil 50 ul kemudian di tambahkan pada lubang ketiga
homogenkan
7. Dari lubang ketiga di ambil 50 ul lalu dibuang ke tepat sampah /
washtafel
8. Homogenkan reagen lateks ASTO
9. Kemudiann pada masing masing lubang pengenceran ditambahkan reagen
lateks ASTO, homogenkan dengan lidi
10. Rotator selama 2 menit, baca hasil tepat ada 2 menit

V. INTERPRETASI :
 Hasil (+) bila terjadi aglutinasi tepat 2 menit
 Hasil (-) bila tidak terjadi aglutinasi tepat 2 menit.

VI. HASIL :
Kualitatif : (+) terjadi aglutinasi
Semi Kuantitatif : (+) terjadi aglutinasi pada lempeng 1/2

VII. KESIMPULAN :
Dalam pemeriksaan ASTO sampel serum yang diperiksa + terjadi aglutinasi
sampai dengan titer ½ atau setara dengan 400 iu/ ml sampel

VIII. PEMBAHASAN :

Demam rematik (Rheumatic Fever) dan penyakit jantung rematik


(Rheumatic Heart Disease) merupakan penyebab dari 40% penyakit
kardiovaskular di negara-negara berkembang. Demam rematik adalah penyakit
radang imunologi, yang baru menjadi penyakit setelah lama terjadi infeksi
streptokokus. Orang dengan riwayat RF berada pada risiko tinggi infeksi
berulang dan meningkatkan resiko RHD setelah infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri streptokokus (Soha, dkk. 2014).

Demam rematik biasanya disebabkan oleh Grup A streptokokus ß


hemolitik dari saluran pernapasan bagian atas. Grup A Streptococcus (GAS)
merupakan bakteri penyebab dari faringitis akut paling umum, terhitung sekitar
15-30% kasus terjadi pada anak-anak dan 5-10% kasus pada orang dewasa.
Serotipe protein tertentu, seperti M 1, 3, 5, 6, 14,18, 19, dan 24 dari GAS,
ditemukan terkait dengan infeksi tenggorokan dan demam rematik. GAS, yang
menyerang kulit dan menyebabkan impetigo berbeda serotipe protein M dari yang
menyebabkan faringitis. Selain itu, beberapa strain bakteri pada kulit berhubungan
dengan pasca akut streptokokus glomerulonefritis. Selain infeksi supuratif, GAS
juga dapat menyebabkan demam rematik akut dan penyakit jantung rematik
berulang yang menginfeksi pada manusia (Ella,dkk. 2015).

Kecacatan dan kematian dari Rheumatic Heart Disease terutama


disebabkan oleh infeksi berulang. Namun, menurut penelitian yang telah
dilakukan selama lima dekade terakhir di negara-negara maju dan berkembang
mengungkapkan bahwa pencegahan dan pengendalian RF dan RHD adalah
mungkin untuk dilakukan. Memberikan penisilin untuk orang-orang ini dapat
mencegah serangan berulang dari RF dan menurunkan resiko mengalami RHD.
Namun, tidak ada kesepakatan tentang metode yang paling efektif dalam
memberikan penicillin (Soha, dkk. 2014).

Anti-streptolysin O (ASO) adalah respon antibodi yang paling sering


dilakukan dalam tes serologi untuk mengkonfirmasi infeksi streptokokus, dan
membantu dalam diagnosis demam rematik. ASO merupakan metode dalam
diagnosis infeksi streptokokus, komplikasi yang terjadi, penetuan tindak lanjut
pasien, serta dalam mengevaluasi efektivitas pengobatan yang telah diberikan.
ASO sangat membantu ketika teknik kultur tenggorokan tidak efektif karena
pasien sudah mengonsumsi antibiotik, atau karena pasien tidak mampu dalam
melakukan kultur swab tenggorokan. Hasil pemeriksaan metode ASO telah
menunjukkan bahwa pengukuran ASO-positif dapat digunakan dalam
hubungannya dengan kultur swab tenggorokan untuk mengidentifikasi Grup A
Streptococcus (GAS) sehingga metode ini dapat dikombinasikan dalam
menegakkan diagnose infeksi streptokokus (Ella,dkk.2015).

Grup A Streptococcus (GAS) merupakan bakteri penyebab dari faringitis


akut paling umum, terhitung sekitar 15-30% kasus pada anak-anak dan 5-10%
kasus pada orang dewasa. GAS juga mampu menyebabkan demam rematik akut

(ARF ) dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit rematik jantung (RHD)


LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI

setelah lama menginfeksi manusia. Penggunaan tes imunologi seperti Anti-


streptolisin O (ASO) akan sangat berguna untuk memberikan diagnosis infeksi
streptokokus dan komplikasi mereka, serta dalam mengevaluasi efektivitas
pengobatan (Ella,dkk. 2015).

Tes ASO adalah suspensi buffered dari partikel lateks polistirena yang
mengikat streptolysin O. Ketika reagen latex dicampur dengan sampel yang
mengandung Anti Sterptolysin O sebagai antibodi dalam serum darah, maka
akan membentuk aglutinasi. Pada uji kualitatif, sensitivitas reagen latex telah
disesuaikan untuk menghasilkan aglutinasi ketika tingkat ASO lebih besar
dari 200 IU / ml (Ella,dkk. 2015).

Tes kualitatif adalah tes skrining untuk menentukan adanya antibodi ASO di
dalam serum. Pertama-tama reagen dan serum diletakkan pada suhu ruang,
kemudian kocok reagen lateks untuk mencampur partikel yang ada di dalamnya,
teteskan 1 tetes reagen lateks didalam lingkaran pada slide dan tambahkan 50
mikron sampel. Kemudian homogenkan reagen dan serum dengan batang
pengaduk atau lidi hingga selebar lingkaran, pastikan menggunakan lidi yang
berbeda untuk setiap sampel. Miringkan slide ke depan dan ke belakang setiap
2 detik selama 2 menit. Lalu amati hasilnya dan bandingkan dengan kontrol
positif dan kontrol negatif. Reaksi dari serum tes untuk ASO kontrol positif dan
negatif digunakan sebagai pembanding dalam pengamatan sampel. Sampel yang
positif dalam uji screening/kualitatif diuji dalam tes semi kuantitatif guna
memberikan verifikasi untuk jumlah titer yang terdapat pada sampel tersebut.

Pemeriksaan semi kuantitatif bisa dilakukan dengan mengencerkan


serum dengan menggunakan NaCl 0,85% misalnya 1:2 ; 1:4 ; 1:8 dan 1:16.
Kemudian lakukan cara kerja seperti uji kualitatif dan amati hasil yang
diperoleh pada masing-masing pengenceran. Jumlah titer dalam sampel dapat
ditentukan dengan hasil pengenceran tertinggi yang masih menunjukan adanya
aglutinasi.

Dari praktikum yang telah dilakukan, sampel yang berasal dari RS.
Sanglah positif uji kualitatif, dan setelah dilakukan uji semi kuantitatif
didapatkan hasil positif pada pengenceran 1:2 saja. Dari hasil tersebut dengan

| Laporan Imunoserologi |
LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI

mengalikan jumlah pengenceran dikali 200, maka kadar titer yang terdapat pada
sampel tersebut dapat ditentukan yaitu sebesar 400 IU/ml.

Orang dengan riwayat demam reumatik berada pada risiko tinggi


mengalami infeksi berulang dan berpotensi mengalami penyakit reumatik
jantung setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan. Memberikan penisilin
untuk orang yang menderita penyakit ini dapat mencegah infeksi berulang dari
demam reumatik dan penyakit reumatik jantung. Namun, tidak ada kesepakatan
tentang metode yang paling efektif untuk memberikan penicillin. Profilaksis
sekunder dengan benzatin penisilin G (BPG) adalah satu-satunya metode yang
terbukti secara ilmiah untuk mengontrol RHD (Soha, dkk. 2014).

Dalam penelitian pada anak yang didiagnosis dengan infeksi pertama demam
rematik memiliki titer cukup tinggi sementara anak-anak dengan karditis tapi
didiagnosis kemudian terinfeksi streptokokus memiliki ASO titer relatif lebih
rendah. Sejumlah penelitian telah menunjukkan berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat ASO. Batas normal untuk ASO titer dipengaruhi oleh
lokasi geografis, tempat infeksi dan musim. Namun, ASO tetap metode yang
lebih murah dan lebih mudah untuk diagnosis dan dapat memberikan
informasi dasar untuk digunakan dalam diagnosis di negara berkembang
meskipun belum digunakan di banyak penyedia layanan klinis (Shetty1.2014).

Hasil tes positif Anti-streptolisin O (ASO) adalah ketika tingkat ASO >
200 unit/ml. Hasil bervariasi dengan usia seseorang dan di mana tes dilakukan.
Penyedia layanan kesehatan mengevaluasi hasil tes dengan mempertimbangkan
berbagai faktor. Hasil pengujian dari ASO Test adalah sebagai berikut: Tingkat
ASO naik, hingga mencapai level tertinggi, sekitar 4-minggu setelah
menginfeksi tenggorokan. Setelah itu, tingkat menurun, jika infeksi teratasi atau
dihilangkan. Ini mungkin memakan waktu beberapa bulan untuk menjadi tidak
terdeteksi. Tingkat ASO awal rendah atau negatif, kemudian pada pemeriksaan
selanjutnya hasil tingkat ASO tetap rendah atau negatif, menunjukkan bahwa
tidak ada infeksi yang terjadi. Namun, sejumlah kecil kasus infeksi streptokokus
yang disertai komplikasi mungkin tidak hadir dengan peningkatan ASO tingkat
tinggi, pemeriksaan awal didapat hasil yang rendah namun kemudian terjadi
peningkatan yang lebih tinggi yang menunjukkan adanya infeksi baru.
Meskipun membantu dalam diagnosis, tes ASTO tidak membantu dalam
| Laporan Imunoserologi |
LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI

memprediksi perkembangan komplikasi, setelah infeksi streptokokus (Bradly,


Rosa. 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Ella, dkk. 2015.ANTI-STREPTOLYSIN OTITRE IN COMPARISM TO


POSITIVE BLOOD CULTURE IN DETERMINING THE
PREVALENCE OF GROUP A STREPTOCOCCUS INFECTION IN
SELECTED PATIENTS IN ZARIA, NIGERIA

Bradly, Rosa. 2015.Anti-Streptolysin O (ASO)

Shetty1, Anil.dkk. 2014. THE UTILITY OF A SINGLE ANTI


STREPTOLYSIN O TITER IN THE DIAGNOSIS OF ACUTE
RHEUMATIC FEVER.

Soha , dkk. 2014. Evaluation of the policy of secondary prevention against


rheumatic fever among Egyptian children.

Ani, Purbani Syafitriani. 2012. ASTO Anti-Streptolisin O. Gandhahusada:

Bandung

Nina Miyora Situmorang, Veronica. 2013. Laporan Praktikum Imunologi.

Erlangga : Jakarta

Handojo, Indro. 1982. Serologi Klinik. Surabaya: Fakultas Kedokteran UNAIR.

Nirwana, Ardy Prian. 2012. Streptococcus sp. Widya Husada: Surabaya

| Laporan Imunoserologi |

Anda mungkin juga menyukai