Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM SITOHISTOTEKNOLOGI

Disusun oleh

Nama : Yunita Aristya Cahyaningrum

NIM : 1171021

Kelas : 2A

Program DIII ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL

SURAKARTA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
inayah-nya, penulis dapat menyelesaikan “Laporan Resmi Praktikum Sitohistoteknologi” ini.
Laporan resmi ini dapat penulis selesaikan, berkat adanya bantuan dari berbagai pihak yang
telah mendukung penulis dalam proses penyusunan laporan ini. Oleh sebab itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Wimpy., M Pd Kim. , Bapak Widyasto.,Amd , dan Ibu Nadia selaku dosen
pembimbing mata kuliah Praktikum Sitohistoteknologi.
2. Keluarga dan teman-teman yang telah membantu memberi dukungan baik secara
moral maupun material.

Terima kasih atas segala kebaikan bapak/ibu dosen, keluarga, teman-teman, dan semua
pihak yang telah memberikan andil dalam penyelesaian laporan resmi ini. Dalam penyusunan
laporan resmi ini masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan, dan kelemahan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman.
Semoga laporan resmi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Sukoharjo, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar...........................................................................................................................ii

Daftar Isi...................................................................................................................................iii

Daftar Gambar...........................................................................................................................iv

Daftar Tabel................................................................................................................................v

Potong Makros dan Fiksasi........................................................................................................1

Dehidrasi dan Kliring................................................................................................................ 9

Embedding...............................................................................................................................13

Blocking...................................................................................................................................15

Potong Mikros..........................................................................................................................17

Pengecatan Hematoxyline Eosin..............................................................................................21

Pengecatan Sitologi..................................................................................................................26

Daftar Pustaka

Lampiran

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1…………………..…………………………………………………………..…......31
Gambar 2……………………………………………………………………………..….…...31
Gambar 3……………………………………………………………………………..............32
Gambar 4…………..…………………………………………………….…………….….….32
Gambar 5…………………….…………………………………………….………….……...33
Gambar 6………………………………………………………………….………….………33
Gambar 7………………………………………………………………….………….………34
Gambar 8………………………………………………………………….………….………34
Gambar 9………………………………………………………………….………….………35
Gambar 10……………………………………………………………….…………...………35
Gambar 11……………………………………………………………….………………...…36
Gambar 12……………………………………………………………….…………………...36
Gambar 13……………………………………………………………….…………………...37
Gambar 14……………………………………………………………….…………………...37

iv
DAFTAR TABEL

Tabel……………………………………………………………………………………….....11

v
PRAKTIKUM I
Pemotongan Makros dan Fiksasi

Sampel :
No Registrasi : K1.21.U
Nama Pasien : Syifa Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Asal Jaringan : Uterus
Banyaknya Jaringan : 1 coupe
Dokter Pengirim : dr. Arumi Sp.PA
Rumah Sakir Pengirim: RS STIKES

I. Tujuan
a. Pemotongan Makros : Untuk mendapatkan potongan jaringan yang representatif
b. Fiksasi :
1. Mencegah autolisis
2. Mencegah pembusukan jaringan
3. Memadatkan dan mengeraskan jaringan agar mudah dipotong
4. Mencegah kerusakan struktur jaringan

II. Prinsip
Jaringan diamati dan diukur kemudian dipotong dengan ukuran dan jumlah tertentu pada
bagian yang representatif dan difiksasi dalam cairan fiksatif.

III. Alat dan Bahan

*Pisau makros dan talenan *Wadah bermulut lebar

*Pinset *cassete tissue

*Penggaris besi *Label

*Timbangan *Pensil

*Formalin 10%

1
IV. Cara Kerja
1. Teliti kecocokan pada form permintaan dan sampel jaringan
2. Beri nomor sesuai urutan nomor pada laboratorium
3. Lakukan pengamatan makroskopis, catat
4. Lakukan pemotongan jaringan dengan ukuran 1,5cm x 1,5cm x 0,3-0,5cm
5. Beri nomor lab di dasar cassete tissue menggunakan label, masukkan potongan
jaringan dan tutup cassete tissue
6. Masukkan cassete tissue yang berisi potongan jaringan ke dalam larutan formalin 10%
7. Masukkan cassete tissue yang berisi potongan jaringan nasopharing, gaster, dan
limphonodi ke dalam larutan alkohol 70%
8. Untuk jaringan tulang dimasukkan dalam HNO3 10%

V. Hasil
Asal jaringan : Uterus
Bentuk : Segitiga (seperti buah pear)
Ukuran : Panjang 13cm, Lebar 12cm, Tebal 8cm
Warna : Cream (Krem)
Konsistensi : Agak keras
Permukaan : Rata
Banyaknya jaringan yang dicetak : 1 coupe
Larutan fiksatif : Formalin 10%

VI. Pembahasan

Histologi adalah bidang biologi yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail
menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga
disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. Bidang biologi ini amat berguna dalam keakuratan
diagnosis tumor dan berbagai penyakit lain yang sampelnya memerlukan pemeriksaan
histologis.

Dalam mendiagnosis tumor dari sebuah organ, organ harus dipotong seperlunya pada
bagian yang menjadi suspek tumor. Bagian yang diduga suspek tumor berwarna lebih pucat

2
dari jaringan sekitarnya. Setelah dilakukan pengambilan, untuk mempertahankan struktur
jaringan dan mencegah kerusakan perlu dilakukan proses fiksasi.

FIKSASI (Fixation)

Fiksasi merupakan langkah yang penting dalam pembuatan sediaan utuh maupun sayatan.

Tujuan dari fiksasi adalah

1. Mengawetkan jaringan.
Fiksasi bertujuan untuk mempertahankan susunan jaringan agar mendekati kondisi
seperti sewaktu hidup.

2. Mengeraskan jaringan
Fiksasi bertujuan untuk mengeraskan jaringan terutama jaringan lunak agar
memudahkan pembuatan irisan tipis.

3. Menghambat proses pembusukan dan autolisis

Fiksasi akan menghambat terjadinya pembusukan yang disebabkan oleh kuman-kuman


pembusuk yang berasal dari luar tubuh. Waktu pembusukan untuk setiap jaringan atau
organ berbeda-beda tergantung kepada konsistensi dan kandungan unsur-unsur penyusun
jaringan tersebut. Jaringan usus dan otak sangat rentan terhadap proses pembusukan
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Pembusukan seringkali disertai oleh pembentukan
gas yang berbau.

Autolisis adalah proses perusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh ensim-ensim
proteolitik yang terdapat pada jaringan tersebut. Proses proteolitik ini akan lebih cepat
terjadi pada suhu tropik (24-36C). Proses proteolitik lebih mudah terjadi di Jakarta
dibandingkan dengan negeri-negeri dingin.

Untuk menghindari proses pembusukan dan autolisis, jaringan harus segera


dimasukkan kedalam cairan fiksasi segera setelah kematian atau segera setelah diambil dari
tubuh. Bila keadaan ini tidak memungkinkan jaringan dapat disimpan sementara di dalam
ruangan dengan temperatur yang sangat dingin (Freezer).

4. Pengawetan
Sel-sel dan jaringan diawetkan mendekati kondisinya seperti sewaktu hidup.

3
5. Pengerasan
Efek pengerasan akan mempermudah penangan jaringan lunak, misalnya otak

6. Pemadatan koloid
Fiksasi akan mengubah konsistensi sel yang setengah cair (Sol) menjadi lebih padat (Gel)

7. Differensiasi optik
Fiksasi akan mengubah indeks refraksi berbagai unsur sel dan jaringan sehingga unsur-
unsur yang belum diwarnai dapat dilihat dengan lebih mudah dibandingkan dengan
jaringan yang belum difiksasi.

8. Pengaruh terhadap pewarnaan


Sebagian besar cairan fiksasi yang ada mempengaruhi reaksi histokimia karena
mengikat bagian reaktif jaringan.

Sifat bahan Fiksatif

1. Memiliki daya Penetrasi yang baik dalam Jaringan


2. Mampu mengkoagulasi isi sel dengan baik
3. Mampu melindungi jaringan terhadap Distorsi (perubahan bentuk)
4. Mampu membuat isi sel menjadi tampak berbeda dan jelas

Faktor-faktor yang berperan dalam memfiksasi:

 Buffer (pH)
 Suhu : rendah akan mencegah aotolysis
 Daya penetrasi: Bila rendah ,maka potongan jaringan harus tipis
 Rasio volume terhadap spesimen (20:1)
 Osmolalitas perubahan Fiksatif: bila Hipotonis maka sel akn mengerut, sebaliknya bila
Hipertonis maka sel akn mengembang.
 Dimensi spesimen

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan jaringan histologis adalah:

1. Tebal irisan jaringan 3-5mm sehingga cairan fiksasi dapat dengan cepat medmfiksasi
seluruh jaringan. Bila irisannya terlalu tebal maka permukaan luarnya saja yang difiksasi
dengan cukup baik, sedangkan bagian tengah jaringan sudah keburu membusuk sebelum
cairan fiksasi sempat merembes ke sana.

4
2. Volume cairan fiksasi sekurang-kurangnya harus 15-20x volume jaringan yang akan
difiksasi. Besarnya volume jaringan menentukan volume fiksasi yang diperlukan
sedangkan tebal jaringan menentukan kecepatan fiksasi. Panjang dan lebar jaringan
umumnya ditentukan oleh jenis mikrotom yang akan digunakan.
3. Jenis cairan fiksasi yang akan digunakan bergantung kepada unsur jaringan yang akan
didemonstrasikan dan kepada jenis pewarnaan yang akan digunakan. Untuk keperluan
praktis cairan fiksasi dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu
A. Micro-anatomical fixation

Fiksasi ini digunakan apabila struktur histologis jaringan hendak dipertahankan dengan
hubungan yang benar antara lapisan jaringan dan kelompok sel. Cairan fiksasi yang
tergolong kelompok ini adalah cairan formalin atau modifikasinya, cairan acetic alkohol
formalin, cairan Heidenhain Susa, cairan Zenker, cairan Bouin

B. Cytological fixatives
Fiksasi ini digunakan apabila struktur intraselular atau badan inklusi hendak
dipertahankan dan di ekspresikan. Untuk mencapai tujuan ini sering di capai dengan
mengurbankan penetrasi cairan yang merata, kemudahan pemotongan dengan mikrotom
dan hilangnya struktur sel lainnya. Fiksasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
fiksasi inti (nuklear) dan fiksasi sitoplasma. Cairan fiksasi yang tergolong dalam
kelompok ini adalah fiksasi inti (larutan Carnov) dan fiksasi sitoplasma (larutan Muller,
formol saline, formol calcium, Zenker formol).
C. Histochemical fixatives
Fiksasi ini digunakan apabila jaringan hendak diwarnai dengan pewarnaan histokimia
Cairan fiksasi yang digunakan tidak boleh mengubah atau sedapatnya mengubah seminim
mungkin unsur-unsur yang akan didemonstrasikan. Fiksasi histokimia yang baik harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Mengawetkan unsur yang akan didemonstrasikan


2. Mengikat atau mengawetkan unsur jaringan khusus, tanpa mempengaruhi gugus
reaktif yang digunakan pada visualisasi.
3. Tidak mempengaruhi reagen yang digunakan pada proses visualisasi, misalnya
fiksatif glutaraldehida memfiksasi protein jaringan sedemikian rupa dengan suatu
coating terdiri atas gugus aldehida reaktif sehingga menghasilkan reaksi PAS atau
Schiff positif.

5
Larutan untuk Fiksasi

A. Larutan Formalin

Larutan formalin merupakan cairan fiksasi yang paling umum digunakan. Laurtan formalin
yang digunakan adalah formalin 10%.

Kelebihan larutan fiksatif formalin adalah

a. merupakan cairan fiksatif umum


b. pH mendekati netral
Pigmen formalin (acid formaldehyde haematin) tidak terbentuk karena
pembentukannya baru terjadi bila ada interaksi antara larutan formalin pada pH asam
dengan hemoglobin atau produknya

c. Potongan jaringan dapat ditinggalkan di dalam cairan formol salin untuk jangka waktu lama
(dapat sampai 1 tahun) tanpa ada perubahan yang berarti
d. Bla diperlukan jaringan yang direndam dalam cairan fiksatif ini dapat di ambil dan
dimasukkan ke dalam cairan fiksatif lainnya bila diperlukan
Kekurangan larutan fiksatif formalin adalah

Jaringan yang difiksasi dengan cara rendam memerlukan waktu sedikitnya 24 jam baru
dapat diproses.

B. Larutan Muller

Cairan fiksasi ini merupakan fiksatif sitologi yang dapat digunakan untuk memfiksasi inti
dan sitoplasma sel. Potassium dikromat yang terdapat di dalam larutan Muller akan memfiksasi
protein tanpa mempresipitasikannya.

Kelebihan dari larutan Muller adalah

1. Mempunyai daya penetrasi yang cepat dan baik. Jaringan biasanya akan terfiksasi baik
dalam waktu 24 jam.
2. Memfiksasi inti dan sitoplasma sel dengan baik

6
Kekurangan dari larutan Muller adalah

1. Jaringan yang difiksasi dengan larutan Muller harus segera dilakukan proses dehidrasi
setelah 24 jam. Bila jaringan direndam terlalu lama (>24 jam) dapat menyebabkan
kerapuhan pada jaringan sehingga tidak mungkin untuk dipotong dengan mikrotom secara
baik.
2. Tidak dapat dipakai untuk pewarnaan dengan metoda histokimia
3. Harus dicuci dulu dengan air kran mengalir sebelum dilakukan dilakukan proses dehidrasi,
karena dehidrasi langsung dengan menggunakan alkohol dapat menghasilkan oksida yang
tak dapat larut dan tak dapat disingkirkan dari jaringan.

C. Larutan Bouin
Kelebihan dari larutan Bouin adalah

1. Mempunyai daya penetrasi yang cepat dan merata, tetapi dapat menyebabkan terjadinya
sedikit pengerutan.
2. Memberikan warna cemerlang bila diwarnai dengan metoda trichrome.
3. Sangat baik untuk memperlihatkan inti sel seperti pada sel benih di testis dan ovum.
Kekurangan dari larutan Bouin adalah

1. Jaringan yang difiksasi dengan larutan Bouin harus segera dilakukan proses dehidrasi
setelah 24 jam. Bila jaringan direndam terlalu lama (>24 jam) dapat menyebabkan
kerapuhan pada jaringan sehingga tidak mungkin untuk dipotong dengan mikrotom secara
baik.
2. Warna kuning pada jaringan akibat kelebihan pikrat. Untuk menghilangkan warna kuning,
jaringan harus dicelup dalam alkohol atau dengan mencucinya dalam air kran semalam.
Oleh karena terbentuk beberapa ikatan pikrat yang larut dalam air, jaringan harus segera
dipindahkan ke dalam alkohol

D. Larutan Zenker Formol (Cairan Helly)


Kelebihan dari larutan fiksatif Zenker adalah

1. Daya fiksasinya cepat dan kuat, tetapi kecepatan penetrasinya berkurang setelah meresap
sejauh beberapa milimeter pertama
2. Fiksatif ini sangat baik untuk fiksasi sumsum tulang dan limpa serta organ lain yang banyak
mengandung darah seperti jantung dan otot

7
3. Warna sitoplasma jaringan yang difiksasi dengan larutan fiksatif ini akan lebih cemerlang.
Kekurangan dari larutan fiksatif Zenker adalah

Pemaparan jaringan di dalam larutan fiksatif ini yang melebihi waktu yang ditentukan akan
mengakibatkan jaringan menjadi rapuh (keras), overfixed dibagian perifer dan underfixed
ditengahnya.

E. Larutan ethyl alkohol


Fiksasi ini biasanya digunakan untuk sajian hapus dan tidak digunakan untuk fiksasi
jaringan, sebab larutan fiksatif ini mempunyai daya penetrasi yang lambat ke dalam jaringan
dan cenderung untuk mengeraskan jaringan

F. Larutan Asam Asetat-Alkohol-Formalin (Tellyesniczky)


Fiksasi ini digunakan untuk mendemonstrasikan glikogen. Larutan ini akan mencegah
karbohidrat menjadi larut sebelum unsur protein selesai difiksasi.

G. Larutan Heidenhein’s Susa

Larutan ini merupakan larutan fiksatif karbohidrat yang sangat baik.

H. Larutan Carnoy

Larutan ini merupakan larutan fiksatif inti yang mempunyai daya penetrasi yang cepat.
Di samping itu larutan fiksatif ini juga akan mengawetkan substansia Nissl dan glikogen.

8
PRAKTIKUM II

Dehidrasi dan Kliring

Sampel :
No Registrasi : K1.21.U
Nama Pasien : Syifa Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Asal Jaringan : Uterus
Banyaknya Jaringan : 1 coupe
Dokter Pengirim : dr. Arumi Sp.PA
Rumah Sakir Pengirim: RS STIKES

I. Tujuan
a. Dehidrasi : Mengeluarkan air dari dalam jaringan sehingga waktu embedding
parafin dapat menyusup sempurna ke dalam jaringan
b. Kliring : Menggantikan larutan alkohol / aceton dengan larutan yang dapat
melarutkan lilin / parafin yang akan dimasukkan ke dalam jaringan

II. Prinsip
a. Dehidrasi : Air dan cairan fiksatif dikeluarkan dari dalam jaringan menggunakan
larutan alkohol / aceton
b. Kliring : Alkohol / aceton di dalam jaringan digantikan oleh larutan xylol /
benzol pertamax

III. Alat dan Bahan


*Wadah dehidrasi dan kliring
*Aceton
*Pertamax
*Cassete Tissue
*Pinset

9
IV. Cara Kerja
a. Dehidrasi
1. Cassete Tissue yang berisi jaringan dipindahkan dari cairan fiksatif kemudian
dimasukkan ke dalam tabung I dilanjutkan ke tabung 2 yang berisi alkohol 95%
masing-masing selama 20 menit.
2. Setelah dari alkohol 95%, pindahkan Cassete Tissue ke dalam 3 tabung yang
berisi alkohol absolut yang berurutan selama masing-masing 20 menit, 40 menit
dan 60 menit
b. Kliring

Pindahkan Cassete Tissue dari tabung alkohol 95% ke dalam 3 tabung xilol yang
berurutan, masing-masing 30 menit, 30 menit dan 60 menit.

V. Harga Normal
Jaringan dengan konsistensi lebih keras dan berwarna lebih pucat daripada sebelumnya,
dicetak 1 coupe terdehidrasi dan terkliring sempurna.

VI. Hasil
Didapatkan jaringan dengan konsistensi lebih keras dan berwarna lebih pucat daripada
sebelumnya.

VII. Pembahasan

DEHIDRASI (DEHYDRATION)

Tujuan Dehidrasi adalah untuk menarik air yang terdapat dalam jaringan setelah fiksasi.
Dehidrasi juga memiliki fungsi mencuci (washing) dan bias membuat jaringan menjadi kokoh
dan menjadi keras dan rapuh. Reagen yang dapat digunakan untuk dehidrasi adalah Etanol,
Etanol, Aseton, Metanol, Isoprofil alkohol, Butanol, Glikol dan Alkohol terdenaturasi.

Dehidrasi dilakukan secara bertahap (dengan konsentrasi yang meningkat) yang terbaik
adalah dengan alcohol 50% dan meningkat menjadi Alkohol 60%,70%,dan 80%. Pada saat
jaringan berada dalam alcohol 80% dehidrasi dapt dihentikan dalm waktu yang lama hingga
jaringan siap untuk diproses selanjutnya. Jika agen dehidrasi tidak dalam kondisi yang
meningkat konsentrasinya maka akan merusak komponen sel dan menyebabkan jaringan

10
mengkerut. Waktu yang dibutuhkan dalam setiap persentasi alcohol tergantung pada lamanya
waktu keseluruhan proses yang dijalankan.

Tabel 1. Waktu pematangan jaringan pada manusia

No Tahapan Larutan Waktu Proses

2 Jam 8 Jam

1 Dehidrasi Alkohol 95% 1 menit 20 menit

2 Dehidrasi Alkohol 95% 1 menit 20 menit

3 Dehidrasi Alkohol absolut 1 menit 20 menit

4 Dehidrasi Alkohol absolut 11 menit 40 menit

5 Dehidrasi Alkohol absolut 30 menit 60 menit

6 Pembeningan Xilol 1 menit 30 menit

7 Pembeningan Xilol 11 menit 30 menit

8 Pembeningan Xilol 25 menit 60 menit

9 Infiltrasi Parafin 3 menit 40 menit

10 Infiltrasi Parafin 5 menit 40 menit

11 Infiltrasi Parafin 15 menit 60 menit

Syarat agen dehidrasi :

hidrofilik (suka air), memiliki kutub yang kuat berinteraksi dengan molekul air dengan
cara mengikat hydrogen.

PENJERNIHAN (CLEARING)

Pembeningan adalah suatu tahap untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dan
menggantinya dengan suatu larutan yang dapat berikatan dengan parafin. Jaringan tidak dapat
langsung dimasukkan ke dalam parafin karena alkohol dan parafin tidak bisa saling melarutkan.

11
Proses mengeluarkan alkohol dari jaringan ini sangat krusial karena bila di dalam jaringan
masih tertinggal sedikit alkohol maka parafin tidak bisa masuk kedalam jaringan sehingga
jaringan menjadi “ matang diluar, mentah di dalam” dan akan menyebabkan jaringan menjadi
sulit untuk dipotong dengan mikrotom.

Bahan atau reagen pembening yang paling sering dipakai adalah sebagai berikut

1. Chloroform
Chloroform merupakan clearing agent yang paling sering dipakai, karena sifatnya yang
“toleran” artinya jaringan tidak menjadi keras dan rapuh. Sifat ini tak dipunyai oleh benzene
dan xylene. Jaringan biasanya dibeningkan dalam waktu semalam. Kekurangan chloroform
adalah titik akhirnya yaitu saat jaringan telah menjadi bening dan transparan yang tak dapat
terlihat dengan jelas oleh mata. Untuk mengatasi hal ini jaringan sebaiknya direndam dalam
chloroform untuk jangka waktu yang lebih panjang dari yang sebenarnya, sehingga seluruh
alkohol diyakini telah keluar dari jaringan dan jaringan telah sempurna diresapi oleh
chloroform. Kekurangan lainnya adalah chloroform harganya ebih mahal dari xylene dan
benzene tetapi lebih murah dari cedarWoodoil.

2. Benzene/benzol dan Xylene


Benzene dan xylene merupakan clearing agent yang cukup cepat. Masa kerja benzene lebih
sedikit lambat dari xylene, tetapi tidak membuat jaringan menjadi serapuh bila menggunakan
xylene.
3. Cedar wood oil
Cedarwood oil merupakan zat pembening termahal dari semua clearing agent tetapi
merupakan clearing agent terbaik, karena sifatnya yang tidak mengeraskan jaringan, sehingga
nantinya jaringan sangat mudah untuk diiris tipis dengan mikrotom.
4. Benzil benzoat
Benzyl benzoat merupakan clearing agent yang lambat penetrasinya sehingga dibutuhkan
waktu inkubasi yang lebih lama

5. Methyl benzoat
Methyl benzoat merupakan clearing agent yang mempunyai dayapenetrasi lebih cepat dari
benzyl benzoat. Kekurangan dari zat clearing ini adalah mudah menjadi rapuh/keras sehingga
menyulitkan pengirisan dengan mikrotom.

12
PRAKTIKUM III

Embedding

Sampel :
No Registrasi : K1.21.U
Nama Pasien : Syifa Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Asal Jaringan : Uterus
Banyaknya Jaringan : 1 coupe
Dokter Pengirim : dr. Arumi Sp.PA
Rumah Sakir Pengirim: RS STIKES

I. Tujuan

Parafin dapat menyusup sempurna ke dalam sel dan celah sel pada jaringan

II. Prinsip

Jaringan direndam dalam parafin cair pada suhu dan waktu tertentu sehingga parafin dapat
menyusup sempurna ke dalam jaringan

III. Alat dan Bahan


*cetakan nastar
*Pinset
*Inkubator
*Kompor listrik
*Mangkok stainless stell
*Timer

IV. Cara Kerja


1. Jaringan yang telah melalui proses kliring dimasukkan ke dalam cetakan nastar
bersama dengan kode nomornya
2. Tambahkan parafin cair (suhu 450 c) ke dalamnya
3. Masukkan ke dalam inkubator dengan suhu 370 c selama kurang lebih 15 jam

13
V. Hasil
Didapatkan blok parafin dengan konsistensi keras dan tidak rapuh

VI. Pembahasan .

Pembenaman (impregnasi) adalah proses untuk mengeluarkan cairan pembening (clearing


agent) dari jaringan dan diganti dengan parafin. Pada tahap ini jaringan harus benar-benar
bebas dari cairan pembening karena sisa cairan pembening dapat mengkristal dan sewaktu
dipotong dengan mikrotom akan menyebabkan jaringan menjadi mudah robek.

Zat pembenam (impregnasi agent) yang dipakai adalah

1. Parafin cairan panas yang mempunyai temperatur lebur (Melting temperature) kira-kira 56-
59 C
2. Parafin histotek khusus (Tissue mat) dengan suhu 56C
3. Paraplast yaitu campuran parafin murni dengan beberapa polimer plastik.
Keuntungan memakai parafin dengan titik lebur rendah adalah jaringan tidak mudah menjadi
rapuh/garing. Parafin dengan titik lebur rendah biasanya dipakai untuk jaringan embrional

Keuntungan memakai paraplast adalah sifat parafinnya lebih elastis sehingga tidak mudah
sobek ketika dipotong dengan mikrotom dan dapat dipotong lebih mudah.

Proses pembenaman sebagai berikut

1. jaringan dbenamkan ke dalam parafin/paraplast I selama 2 jam


2. jaringan kemudian dipindahkan kedalam parafin/paraplast II selama 1 jam
3. akhirnya jaringan dimasukkan kedalam parafin/paraplast III selama 2 jam.
4. setelah pembenaman proses dapat dilanjutkan dengan pengecoran/bloking

14
PRAKTIKUM IV

Blocking

Sampel :
No Registrasi : K1.21.U
Nama Pasien : Syifa Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Asal Jaringan : Uterus
Banyaknya Jaringan : 1 coupe
Dokter Pengirim : dr. Arumi Sp.PA
Rumah Sakir Pengirim: RS STIKES

I. Tujuan
Agar jaringan dapat dipegang pada pengait mikrotom sehingga mempermudah dalam
pemotongan mikros

II. Prinsip
Jaringan yang telah diembedding ditanam dalam blok parafin, dicetak dengan
menggunakan alat tertentu pada suhu tertentu

III. Alat dan Bahan


*Logam L
*Logam bentuk persegi
*Parafin
*Mangkuk stainless
*Label kode
*Kompor listrik
*Panci

IV. Cara Kerja


1. Keluarkan jaringan yang telah diembedding bersamaan dengan nomor kodenya
dengan menggunakan pinset

15
2. Tata dan tekan jaringan di atas logam persegi
3. Sambungkan 2 logam L disekeliling jaringan sehingga membentuk cetakan blok
kubus
4. Tambahkan parafin cair
5. Setelah agak dingin, tempelkan kode nomor pada permukaann atas blok
6. Lepaskan cetakan logam L jika blok telah dingin dan mengeras
7. Masukkan blok ke dalam air es

V. Hasil
Blok parafin dengan konsistensi keras dan tidak rapuh

VI. Pembahasan

Pengecoran (Blocking) adalah proses pembuatan blok preparat agar dapat dipotong dengan
mikrotom. Untuk membuat blok preparat dapat digunakan 2 macam cara

1. Cara lama yaitu dengan menggunakan potongan besi berbentuk L (Leuckhart)


2 buah potongan besi disusun diatas lembaran logam hingga rapat dan membentuk ruang
seperti kubus. Tuangkan sedikit parafin cair di bagian pinggir tempat pertemuan potongan besi
agar tak bocor. Jaringan kemudian dimasukkan ke dalam ruangan kubus. Selanjutnya parafin
dituangkan kedalam ruangan kubus tersebut. Hal yang harus dicegah adalah jangan sampai
gelembung udara mengisi kedalam blok parafin tersebut. Ketika menggunakan cara lama,
pastikan jaringan benar-benar menempel sempurna pada sisi bawah lembaran logam. Ketika
hasil akhir ketika blok dilepaskan dari logam L dan lembaran logam terdapat gelembung udara
di sisi-sisi jaringan (parafin tidak sempurna melapisi pinggir-pinggir jaringan) maka harus
dilakukan bloking ulang dengan cara yang sama.

2. Cara baru yaitu dengan menggunakan cetakan dari plastik dan piringan logam
Dengan cara ini histoplate dari plastik diletakkan di atas piringan logam (seperti cetakan
membuat es batu). Tuangkan sedikit cairan parafin ke dalam cetakan tersebut. Secepatnya
masukkan jaringan dengan menggunakan pinset yang telah dipanaskan (agar parafin tak beku)
dan diatur posisinya di dalam cetakan. Parafin cair kemudian dituangkan kembali hingga
menutupi seluruh cetakan tersebut. Selama tindakan ini cetakan (histoplate dari plastik) dan
piringan logam harus diletakkan diatas hot plate.

16
PRAKTIKUM V

Potong Mikros

Sampel :
No Registrasi : K1.21.U
Nama Pasien : Syifa Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Asal Jaringan : Uterus
Banyaknya Jaringan : 1 coupe
Dokter Pengirim : dr. Arumi Sp.PA
Rumah Sakir Pengirim: RS STIKES

I. Tujuan
Untuk mendapatkan potongan jaringan yang tipis serta representatif

II. Prinsip
Jaringan yang telah tertanam dalam blok parafin diatur kesesuaiannya pada mikrotom
kemudian dipotong dengan ketebalan 3-5 mikrometer dengan hasil potongan pita
parafin jaringan yang representatif.

III. Alat dan Bahan


*Mikrotom *Spatel
*Pisau mikrotom *Obyekglass dan lem
*Inkubator *Kertas HVS
*Floatingbath *Kuas
*Abrassive bore

IV. Cara Kerja


1. Pasang pisau mikrotom
2. Siapkan floatingbath, masukkan air ke dalamnya kemudian atur pada suhu kurang
lebih 600c
3. Ambil blok jaringan dan pasang pada pengait blok pada mikrotom, kunci

17
4. Siapkan obyekglass yang sudah diberi identitas dengan abrassive bore dan diberi
lem
5. Buka kunci mikrotom, atur ketebalan 15-30 mikrometer kemudian ratakan
permukaan blok hingga terlihat gambaran jaringan yang utuh
6. Kunci mikrotom, lakukan pemotongan jaringan dengan ketebalan 3-5 mikrometer
dengan memutar tuas mikrotom secara cepat dan teratur hingga didapat hasil
potongan berupa pita parafin jaringan yang representatif terhadap blok
7. Renggangkan pita parafin kemudian pindahkan pita parafin ke floatingbath
8. Renggangkan lagi pita parafin dalam floatingbath dengan menggunakan spatel jika
terdapat lipatan
9. Tangkap pita parafin dengan obyekglass yang telah diolesi lem
10. Keringkan dalam inkubator pada suhu 600c - 650c.

V. Hasil
Pita parafin jaringan yang tipis (3-5 mikrometer) dan menggambarkan dari blok yang
dipotong.

VI. Pembahasan

Pemotongan adalah proses pemotongan blok preparat dengan menggunakan mikrotom.


Sebelum melakukan pemotongan serangakaian persiapan yang harus dilakukan adalah

1. Persiapan pisau mikrotom


Pisau mikrotom harus diasah sebelum dipakai agar jaringan dapat dipotong dengan baik
dan tidak koyak sehingga didapatkan jaringan yang baik. Pisau mikrotom kemudian diletakan
pada tempatnya di mikrotom dengan sudut tertentu. Rekatkan blok parafin pada holder dengan
menggunakan spatula atau scalpel. Letakkan tempat duduk blok parafin beserta blok preparat
pada tempatnya pada mikrotom.

2. Persiapan Kaca Objek


Kaca objek yang akan direkatkan preparat harus telah dicoated (disalut) dengan zat perekat
seperti albumin (putih telur), gelatin atau tespa

3. Persiapan Waterbath atau wadah berisi air hangat dengan temperatur 37-400C
4. Persiapan sengkelit atau kuas

18
Blok parafin yang berisi jaringan sebelum disayat dibentuk terlebih dahulu (trimming).
Bentuk blok parafin disesuaikan dengan bentuk serta ukuran pita yang diinginkan karena
bentuk penampang pada blok parafin yang akn disayat merupakan bentuk pita yang diperoleh.

Menyayatan dilakukan khusus yang disebut Mikrotom.

Ada beberap macam Mikrotom:

- Rocking Mikrotome

- Rotary microtome

- Freezing microtome

- Sliding = base sledge microtome

- Ultra Microtome

1. Metode Parafin

Sebelum disayat,parafin terlebih dahulu harus dipangkas (trimming) menjadi berbentuk


kubus atau persegi sampai sebagian besar bagian blok parafin yang tidak berguna di sekitar
jaringan terbuang.blok yang sudah tertempel pada meja mikrotom ini disiapkan untuk disayat
dengan Mikrotom putar (Rotary mikrotome), suatu alt penyayat yang memiliki presisi tinggi.

Kelebihan dan Kekurangan metode Parafin

 Metode parafin adalah metode umum (generasi purpose) yang paling baik untuk
menyayat jaringan yang telah difiksasi.metode ini sangat cocok untuk diadopsi untuk
produksi secara besar-besaran di laboratorium pendidikan ,sangat bagus untuk
membuatkan sayatan serial atau untuk pengamatan dan rekontruksi struktur mikroskops.
 Namun metode ini masih tergolong lambat untuk keperluan pekerjaan pada laboratorium
Patologi di tempat mana pada umumnya hanya dibutuhkan beberapa sayatan saja.

2. Metode Celloidin

Metode Celloidin disayat dengan Mikrotomr geser (slinding mikroteome) , dimana


komponen yang bergerak ketika penyayatan adalh pisau mikrotom (bukan blok parafin yang
mau disayat) pada sudut kemiringan antar 145 sampai 160 derajat. Hasil sayatan tidak melekat
antara satu dengan yang lain,sehingga selama penyayatan tidak akan ditemukan pita sayatan,
tetapi hanya berupa keping individual yang lepas-lepas.

19
3. Metode Kombinasi Celoidin –Parafin

Kombinasi ini dengan menghimpun seluruh kelebihan yang dimiliki oleh masing-
masing metode.

PENEMPELAN (AFFIXING)

Setelah blok disayat,kini pita sayatan siap ditempelkan pada permukaan slide .untuk
sifat konvensional agar pita sayatan dapat menempel dengan erat dibutuhkan albumin (putih
telur) yang berfungsi sebagai lem yang melekatkan pita pada permukann slide.

Cara lain menempel sayatan,terutama jika ingin menempelkan sayatan pada banyak
slide sekaligus,adalah dengan mengembangkan sayatan terlebih dahulu dalam bejana gelas
bersih dengan permukaan data yang telah berisi air yang telah dihangatkan terlebih dahulu
(pada temperatur sedikit di atas titik lebur parafin).

 Penempelan Sayatan beku : Sayatan yang berada dalam bejana berisi air diambangkan pada
permukaan slide yang telah dilapiis sebelumnya dengan albumen dengan cara memasukkan
salah satu ujung slide ke dalam air dalam bejana tersebut.
 Penempelan sayatan Celloidin : Karena sayatan Celloidin biasanya diwarnai sebelum
mereka ditempelkan pada permukaan slide,maka sayatan ini tidak membutuhkan tahap
penempelan seperti dimaksud dalam bagian ini .
 Penempelan sayatan Parafin-Celloidin: Sayatan hasil kombinasi metode ini ditempelkan
dengan cara yang mirip dengan metode parafin yang sudah dubahas sebelumnya. Slide
dilapisi terlebih dahulu dengan albumen, lalu ke atasnya ditetesi air sampai penuh lalu
sayatan dipindahkan ke atas air di permukaan slide tersebut. Slide kemudian dihangatkan
secara perlahan-lahan sampai parafin mengembang, kemudian dikeringkan untuk
selanjutnya siap untuk diwarnai .

20
PRAKTIKUM VI

Pengecatan Hematoxiline Eosin

Sampel :

No Registrasi : K1.21.U
Nama Pasien : Syifa Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Asal Jaringan : Uterus
Banyaknya Jaringan : 1 coupe
Dokter Pengirim : dr. Arumi Sp.PA
Rumah Sakir Pengirim: RS STIKES

I. Tujuan
Untuk menyajikan preparat histologi yang representatif dengan pengecatan
Hematoksilin Eosin
II. Prinsip
Kromatin di dalam inti akan mengikat cat yang bersifat basa (hematoxiline) dan protein
sitoplasma akan mengikat cat yang bersifat asam (eosin) sehingga sel akan berwarna
merah muda dengan inti berwarna biru keunguan.

III. Alat dan Bahan


*Chamber pengecatan *Obyekglass dan Deckglass
*Xylol *Gom damar (Canada balsam)
*Alkohol *Nomor kode / label
*Kertas saring *Cat hematoxiline
*Kapas / Tissue *Cat eosin
*HCl

IV. Cara Kerja


1. Deparafinisasi preparat yang telah kering dalam xylol sebanyak 3x (masing-masing
deparafinisasi 10-15 menit)
2. Celupkan dalam alkohol 96% sebanyak 2x (masing-masing selama 5 menit)

21
3. Cuci dengan air mengalir sampai alkohol hilang
4. Celupkan dalam cat hematoxiline selama 7-10 menit
5. Cuci dengan air mengalir sampai tidak luntur
6. Celupkan dalam HCl 2x celup untuk dekolorisasi
7. Cuci kembali dengan air mengalir
8. Rendam air sebentar sampai warna air menjadi biru
9. Celupkan dalam cat eosin 3-5 menit
10. Cuci dengan air mengalir
11. Cuci dengan alkohol I
12. Cuci dengan alkohol II
13. Cuci dengan air mengalir
14. Press dengan kertas saring hingga kering, lap dengan kapas/tissue
15. Masukkan ke dalam xylol
16. Press dengan kertas saring hingga kering, lap dengan kapas/tissue
17. Lakukan mounting
18. Beri label

V. Hasil
Sel berwarna merah muda dengan inti berwarna biru keunguan.

VI. Pembahasan

Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga
unsur jaringan menjadi kontras dan dapat dikenali / diamati dengan mikroskop. Proses
timbulnya warna terkait dengan terjadinya ikatan antara molekul tertentu yang terdapat pada
daerah dan struktur jaringan yang tertentu. Sinar dengan panjang gelombang tertentu yang
terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau lampu mikroskop yang dipaparkan
pada sajian yang telah diwarnai akan diabsorpsi (diserap) atau diteruskan. Zat warna yan
terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga
jaringan tersebut akan tampak berwarna.

22
Sebelum melakukan pewarnaan serangkaian persiapan yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut :

1. Peralatan gelas harus dibersihkan dulu dan dibilas dengan akuades


2. Timbang zat warna dengan cermat dan tepat
3. Larutkan zat warna dalam pelarut yang benar dengan memperhatikan urutan
pencampurannya, misalnya hematoksilin selalu harus dilarutkan dalam alkohol dulu
sebelum ditambahkan bahan lain.
4. Aduk zat warna dengan baik agar seluruh partikel zat warna terlarut dengan baik
5. Tuangkan larutan zat warna ke dalam wadah yang sesuai untuk proses pewarnaan dengan
menyaringnya menggunakan kertas saring
6. Siapkan juga larutan-larutan lain yang diperlukan untuk proses pewarnaan dan tuangkan
dalam wadah yang sesuai
7. Atur urutan larutan-larutan tersebut sesuai dengan prosedur proses pewarnaan
8. Zat warna beralkohol harus ditutup rapat untuk mencegah penguapan alkohol yang akan
menyebabkan presipitasi (pengendapan) zat warna

Pelarut yang umum dipakai dalam proses pewarnaan adalah air dengan derajat keasaman
yang netral (pH 7). Disamping itu juga dapat digunakan cairan pelarut lainnya seperti
etilalkohol (etanol) dengan derajat konsentrasi yang bervariasi. Bila tidak ada keterangan
dalam proses pelarutan yang menggunakan alkohol berarti konsnetrasi alkohol yang digunakan
adalah alkohol absolut dengan konsentrasi 99.9%.

Pengecatan Hematoksilin-Eosin

Pengecatan (pewarna) yang sering digunakan secara rutin adalah pewarnaan yang dapat
digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya yaitu pengecatan
hematoksilin-eosin (HE). Pada pengecatan HE digunakan 2 macam zat warna yaitu
hematoksilin yang berfungsi untuk memulas nti sel dan memberikan warna biru (basofilik)
serta eosin yang merupakan counterstaining hematoksilin, digunakan untuk mengecat
sitoplasma sel dan jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa
yang berbeda.

Hematoksilin merupakan zat warna alami yang pertama kali dipakai tahun 1863.
Hematoksilin akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya

23
seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Senyawaan hematoksilin yang dipakai adalah
bentuk oksidasinya yaitu hematein. Proses oksidasi senyawaan hematoksilin ini dikenal
sebagai Ripening dan dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawaan yang
bertindak sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium
permanganat dan sodium iodat.

Selama proses oksidasi berlangsung kemampuan hematoksilin utuk mewarnai inti sel akan
terus berlangsung dan akan berkurang bila proses oksidasi telah selesai. Untuk memperpanjang
proses ini larutan hematoksilin dapat disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan dalam
ruangan gelap. Dalam kondisi terpapar oleh cahaya sebaiknya larutan diganti sekurangnya
seminggu sekali. Jenis hematoksilin yangsering dipakai adalah mayer, delafied, Erlich, Bullard
dan Bohmer, sedangkan counterstaining yang dipakai adalah eosin, safranin, dan phloxine.

Beberapa larutan hematoksilin yang digunakan adalah

1. Hematoksilin Erlich
Hematoksilin Erlich adalah hematoksilin yang paling tahan lama, mudah berdifferensiasi
dan warnanya relatif tahan lama. Hematoksilin ini baru bisa digunakan setelah 1-2 bulan
dibuat.
2. Hematoksilin Delafield
Larutan zat warna ini tahan bertahun-tahun dalam penyimpanan, bisa digunakan 3 hari
setlah pembuatan,
3. Hematoksilin Mayer
Larutan hematoksilin Mayer merupakan larutan yang dapat disimpan dalam waktu lama
(berbulan-bulan),
4. Hematoksilin Harris
Larutan pewarna yang dapat dipakai segera setelah selesai dibuat

Larutan Counterstaining

Beberapa pulasan yang dipakai sebagai counterstaining larutan hematoksilin adalah eosin,
safranin dan phloxine.

1. Larutan Eosin
Larutan eosin yang digunakan terdiri atas larutan stok (Stock solution) dan larutan kerja
(working solution).

24
2. Larutan Phloxine
Laurtan phloxine terdiri atas larutan stock eosin, stock phloxine, working solution dan
larutan Safran.

Pengecatan rutin yang banyak dipakai adalah pengecatan hematoksilin-eosin. Pengecatan ini
banyak dipakai dengan beberapa pertimbangan

1. Differensiasi warna sangat jelas


2. Mewarnai inti sel dengan baik dan jelas dengan background yang tidak bewarna
3. Hasil konsisten
4. Prosedurnya sederhana
5. Dapat mewarnai preparat yang difiksasi dengan fiksasi apapun juga

Hasil/ Interpretasi adalah


 Inti sel bewarna biru
 Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen
tertentu

25
PRAKTIKUM VII

Pengecatan Sitologi

Sampel :

No Registrasi : 1902200004
Nama Pasien : Diyah Nur Afifah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
Asal Jaringan : Papsmear
Banyaknya Jaringan : 1 coupe
Dokter Pengirim : dr. Rusnita Sp.PA
Rumah Sakit Pengirim: Prodia

I. Tujuan
Untuk menyajikan preparat sitologi yang representatif dengan pengecatan Papanicolou

II. Prinsip
Kromatin dalam sel inti akan mengikat cat yang bersifat basa (hematoksilin) dan protein
sitoplasma akan mengikat cat yang bersifat asam (Orange G) dan nukleolus dalam inti
akan mengikat cat asam (EA50) sehingga sel akan berwarna merah muda dengan inti
dan nukleolus berwarna biru keunguan.

III. Alat dan Bahan

*Chamber pengecatan *Nomor kode

*Xylol dan alkohol *Pipet tetes

*Gom damar (Canada Balsam) *Kertas saring dan kapas

*Objekglass dan deckglass

*Cat: Hematoksilin, EA50, dan Orange G

26
IV. Cara Kerja
1. Sampel dicampur dengan alkohol 70% dengan perbandingan 1 : 1 kemudian
dicentrifuge 3000 rpm selama 10 menit
2. Buang cairan bagian atas, endapan diteteskan 1 tetes diatas objekglass
3. Tutup objekglass dengan dengan objekglass lain, ratakan, putar dan tarik objekglass
sehingga terbentuk seperti apusan
4. Inkubasi selama 20 menit sampai kering
5. Alkohol absolut selama 2 menit
6. Hematoksilin selama 5 menit
7. Cuci dengan air mengalir sampai tidak luntur
8. Celupkan alkohol 5x celup
9. Orange G selama 3-5 menit, cuci dengan air mengalir
10. Celupkan alkohol 5x celup
11. EA50 selama 3-5 menit, cuci dengan air mengalir
12. Celupkan alkohol 5x celup
13. Press dengan kertas saring, lap dengan kapas
14. Masukkan xylol
15. Press dengan kertas saring
16. Lap dengan kapas kemudian lakukan mounting
17. Diagnosa preparat oleh dokter spesialis

V. Hasil
(Terdapat dalam lampiran)

VI. Kesimpulan :-

VII. Pembahasan

Di negara berkembang seperti Indonesia, kanker leher rahim (kanker serviks)


menempati urutan pertama pembunuh wanita terbanyak karena kanker. Untuk negara maju,
penyakit ini menduduki urutan kedua. Sedangkan di negara barat yang maju, kanker serviks
hanya mencapai 4-6 persen dari seluruh penyakit kanker pada wanita. Dari semua itu, jika
dirata-rata, kanker serviks adalah penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia. Kanker
serviks mencapai 15 persen dari seluruh kanker pada wanita.

27
wanita yang tinggal di daerah berkembang cukup rentan terkena penyakit ini ketimbang
yang hidup di negara barat. Bukan karena faktor alam atau ketertinggalan di sektor ekonomi.
Melainkan soal kesadaran massal untuk mendeteksi secara dini keberadaan kanker serviks yang
masih minim. skrining kanker serviks efektif mencegah timbulnya kanker serviks.

Tujuan utama skrining adalah untuk menemukan lesi pra-kanker, jika didapati lesi
tersebut maka dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya kanker leher
rahim. Beberapa jenis skrining untuk mendeteksi lesi pra-kanker serviks antara lain pap smear,
IVA, dan gynescopy. Pap smear dan IVA merupakan 2 pemeriksaan skrining yang cukup
banyak digunakan. Pap Smear merupakan metode skrining yang paling lazim dilakukan, yakni
sebuah tes mikroskopik untuk melihat suatu sel yang diambil dari leher rahim seorang wanita.

Tes yang dilakukan sedari dini akan membantu pasien yang sekiranya mengalami
gangguan di organ reproduksinya tersebut. Jika terdeteksi ada gejala pra-kanker, biasanya akan
segera diberikan pengobatan sehingga cepat membunuh sel kanker yang ada. Jika tidak,
seseorang biasanya diberi vaksinasi kanker serviks guna pencegahan.

Selain pap smear, tes IVA juga dapat digunakan untuk mendeteksi dini kanker rahim.
Namun, tes ini lebih banyak dipakai oleh petugas kesehatan didaerah pinggiran yang memliki
keterbatasan alat tes seperti pap smear. Dengan deteksi dini yang baik, maka dapat dilakukan
pencegahan kanker serviks (pencegahan sekunder). Salah satunya, dengan pengobatan lesi pra-
kanker sebelum berkembang menjadi kanker invasif.

Tindakan pencegahan kanker servik

1. Pencegahan primer.
Hal pertama yang harus dimiliki setiap wanita adalah peningkatan pengetahuan
untuk mengurangi kebiasaan seksual yang beresiko tinggi. Misalnya, tidak berganti-
ganti pasangan seksual. Selain itu, usahakan juga untuk mengurangi paparan virus HPV
dan penyakit menular seksual lainnya. Jangan lupa juga untuk melakukan vaksin HPV.
Sebaiknya, vaksin diberikan pada usia 9-26 tahun atau ketika belum aktif secara
seksual.

2. Pencegahan Sekunder.
Pengobatan lesi pra-kanker sebelum berkembang menjadi kanker invasive.
Karena itu, penderita yang berhasil mendeteksi sejak dini dapat melakukan berbagai

28
langkah untuk mencegah agar tidak tumbuh menjadi kanker serviks. Pap smear, IVA
atau gynescopy adalah jenis tes yang dapat mendeteksi lesi pra-kanker leher rahim. Pap
smear misalnya, sebaiknya dilakukan setidak-tidaknya 3tahun setelah berhubungan
seksual, dan dianjurkan dilakukan satu tahun sekali.
3. Pencegahan Kanker Serviks Dengan Merawat Organ Kewanitaan
Beberapa langkah yang sekiranya dapat membantu antara lain tidak
diperbolehkannya menggunakan pembersih kewanitaan, kecuali ketika sedang
menstruasi. Penggunaan pembersih atau sabun itu dikhawatirkan dapat membunuh
kuman baik yang ada di organ kewanitaan. Sehingga, proteksi dari kuman baik tersebut
berkurang dan kuman jahat yang kemudian berkembang. Selain itu, wanita juga tidak
diperbolehkan terlalu sering memakai pantyliners (pembalut tipis untuk keseharian).
Hal itu dapat membuat area kewanitaan menjadi lembab dan memudahkan timbulnya
jamur. Terakhir, wanita juga tidak dianjurkan berendam di air hangat.

29
Daftar Pustaka

Khristian, Erick ; Inderiyati, Dewi. 2017. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medis
(TLM)

Zhang, Ling ; Kong, Hui ; Chin, Chien T ; Liu, Shaoxiong ; Fan, Xinmin ; Wang,
Tianfu ; Chen, Siping. 2014. “Automation-Assisted Cervical Cancer Screening
in Manual Liquid-Based Cytology With Hematoxylin and Eosin Staining”.
Original Article International Society for Advancement of Cytometry

Kobayashi, Kazuhiro; Matsuyama, Masashi; Etori, Fumimasa; Kawaguchi,


Naomi; Nambu, Kyoko; Sekiya, Asuka; Hiraku, Yuka; Yamamoto,
Kazushige; Watanabe, Naoki; Yamada, Tetsuya; Tanaka, Takuji. 2015.
“Primary Endometrial High Grade Neuroendocrine Carcinoma: A Case
Report with Cytological, Histopathological and Immunohistochemical
Features”. Open Journal of Pathology, 2015, 5, 1-7

Musyarifah, Zulda; Agus Salmiah. 2018. “Proses Fiksasi pada Pemeriksaan

Histopatologik”. Jurnal Kesehatan Andalas.; 7(3)

30
Lampiran Gambar

Gambar 1. Organ uterus

Gambar 2. Jaringan dari organ uterus yang akan di proses

31
Gambar 3. Proses fiksasi jaringan

Gambar 4. Tabung untuk proses dehidrasi dan kliring

32
Gambar 5. Jaringan yang dilah di embeding

Gambar 6 . Alat untuk proses blocking

33
Gambar 7 . Jaringan yang telah di blocking

Gambar 8 . Mikrotom

34
Gambar 9. Floathingbath

Gambar 10. Pengecatan Histologi (Hematoksilin Eosin)

35
Gambar 11 . Hasil pengamatan jaringan uterus yang telah diproses dan dicat HE

Gambar 12 . Pengecatan Sitologi (Hematoksilin Orange G)

36
Gambar 13. Preparat Papsmear seletah dilakukan pengecatan

sitoplasma
Inti sel

Gambar 14. Hasil pengamatan Papsmear yang telah di cat Hematoksilin + Orange G

37
Lampiran Jurnal
Jurnal Uterus

38
39
40
41
42
43
Jurnal Pap smear

44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

Anda mungkin juga menyukai