Anda di halaman 1dari 6

A.

PENGERTIAN
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak
bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur
hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan seperti selulosa, glukosa, lignin,
protein dan senyawa pati dari organisme lain. Zat-zat nutrisi tersebut biasanya
telah tersedia dari proses pelapukan oleh aktivitas mikroorganisme. Jamur dalam
bahasa Inggris disebut mushroom termasuk golongan fungi. Jamur hidup diantara
jasad hidup (biotik) atau mati (abiotik), dengan sifat hidup heterotrop (organisme
yang hidupnya tergantung dari organisme lain) dan saprofit (organisme yang
hidup pada zat organik yang tidak diperlukan lagi atau sampah) (Dewi, 2009)
Jamur merupakan organisme yang mempunyai inti sel, dapat membentuk
spora, tidak berkrolofil, terdapat benang – benang tunggal atau benang – benang
yang bercabang dengan dinding selulosa atau khitin (Suarnadwipa, et al., 2008).
Jamur benang atau biasa disebut jamur merupakan organisme anggota Kingdom
Fungi dan tubuh jamur berupa benang yang disebut hifa, sekumpulan hifa disebut
miselium. Miselium dapat mengandung pigmen dengan warna merah, ungu,
kuning, coklat, dan abu-abu. Jamur juga membentuk spora berwarna hijau,
biruhijau, kuning, jingga, serta merah muda. Warna-warna tersebut dapat menjadi
ciri khas spesies jamur.
Jamur benang pada umumnya bersifat aerob obligat, pH pertumbuhan
berkisar antara 2 - 9, suhu pertumbuhan berkisar 10 - 35ºC. Jamur memiliki
potensi bahaya bagi kesehatan manusia atau hewan. Organisme ini dapat
menghasilkan berbagai jenis toksin yang disebut mikotoksin. Aflatoksin
merupakan nama sekelompok senyawa yang termasuk mikotoksin, yang bersifat
sangat toksik. Aflatoksin diproduksi terutama oleh jamur Aspergillus sp.
(Handajani & Setyaningsih, 2006).
Jamur dapat membahayakan kesehatan manusia dengan penyebaran
sporadi udara dan terhirup melalui proses inhalasi. Beberapa jenis jamur
dapatbersifat patogen dan menimbulkan efektoksik pada manusia danvertebrata
lainnya (Robbins,et al., 2000). Paparan material berjamur yangberulang sampai
kuantitas tertentu dapat menyebabkan iritasi saluranpernafasan atau alergi pada
beberapa individu (Bush,et al., 2006).

B. PENCEMARAN MIKROBIOLOGI JAMUR


Mikroorganisme berikutnya yang dapat menimbulkan permasalahan
dalam hubungannya dengan kesehatan udara dalam ruang adalah pertumbuhan
jamur. Karena dalam pertumbuhannya jamur akan menghasilkan vegetasi,
material organik, mampu menghasilkan mikotoksin, yaitu substansi yang toksik
terhadap manusia apabila terhirup, tertelan dan bersentuhan dengan kulit
(Elsberry, 2007).
Mikroba pencemar udara dapat berupa kapang dan khamir. Khamir: fungi
(jamur) bersel satu; berbentuk bulat, oval, atau silindris; berdiameter 3-5 μm;
sebagian berkembang biak dengan membelah diri, dan sebagian lain berkembang
biak dengan membentuk tunas. Habitat umumnya pada makanan. Kapang: fungi
(jamur) berfilamen. Satu filamen disebut hifa; kelompok hifa yang tumbuh pada
suatu media disebut miselium. Hifa terbentuk dari spora jamur. Spora berdiameter
3-30 μm. Habitat umumnya pada kayu dan kertas (Haisley et al., 2002).
Spora jamur diproduksi oleh jamur secara aseksual dan seksual.
Reproduksi secara aseksual yang membentuk sel tunggal. Spora seksual adalah
hasil rekombinasi dari dua sel. Kebanyakan jamur yang mencemari udara dalam
ruangan berasal dari reproduksi aseksual, dengan adaptasi terhadap lingkungan
yang berubah menjadi hifa yang menyatu. Tahap aseksual dengan cepat
menghasilkan spora yang menjadi koloni jamur. Pada tahap seksual terjadi ketika
kondisinya menguntungkan, dan menghasilkan spora yang lebih tahan lama dan
dapat menyebar ke lingkungan dengan jarak yang sangat jauh (Haisley et al.,
2002).
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN JAMUR
Jamur merupakan organisme heterotrof yang berarti membutuhkan
sumber karbon organik dari luar. Untuk menunjang kelangsungan hidupnya,
jamur seperti halnya organisme lain membutuhkan kondisi-kondisi fisiologis
tertentu yang sesuai dengan keadaannya. Kondisi fisiologis tersebut meliputi
kondisi nutrisi yang harus tersedia dan keadaan fisik yang dapat menunjang
kehidupannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur, yaitu
kebutuhan air, suhu pertumbuhan, kebutuhan oksigen, pH, substrat (media),
komponen penghambat (Srikandi, 1993).
Kebanyakan jamur membutuhkan air lebih sedikit untuk pertumbuhannya
dibandingkan khamir dan bakteri. Air berperan dalam reaksi metabolik didalam
sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi atau bahan buangan kedalam dan
keluar sel, jika air mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara
kimia dalam gula atau garam maka air tersebut tidak dapat digunakan lagi. Jamur
bersifat heterotrofik, memerlukan selapis air disekitar hifanya untuk tumbuh
sehingga jika bersaing dengan mikroorganisme lain maka jamur akan kalah.
Jumlah air dalam makanan disebut aktivitas air (aw) merupakan perbandingan
tekanan uap pelarut (umumnya air), sebanding dengan kelembapan relative (RH)
dari udara atmosfir (Srikandi, 1993).
Kebanyakan jamur bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu
kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan jamur adalah sekitar 25-
30°C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37ºC atau lebih tinggi, misalnya
Aspergillus. Beberapa jamur bersifat psikrotropik, yaitu dapat tumbuh baik pada
suhu almari es dan beberapa bahkan masih dapat tumbuh lambat pada suhu
dibawah suhu pembekuan, misalkan pada suhu -5ºC sampai -10ºC. Beberapa
jamur juga bersifat termofilik, yaitu dapat tumbuh pada suhu tinggi (Srikandi,
1993)
Semua jamur bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas,
yaitu pH 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam
atau pH rendah (Srikandi, 1993).
Pada umumnya jamur dapat menggunakan berbagai komponen makanan
dari yang sederhana sampai komplek. Kebanyakan jamur memproduksi enzim
hidrolitik misalnya amylase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh karena itu
dapat tumbuh pada makanan yang mengandung pati, protein, pectin dan lipid
(Srikandi, 1993).
Beberapa jamur mengeluarkan komponen yang dapat menghambat
organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotik. Beberapa komponen lain
bersifat mikostatik, yaitu penghambat pertumbuhan jamur atau fungisidal
membunuh jamur. Pertumbuhan jamur biasanya berjalan lambat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir. Jika kondisi pertumbuha
memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, jamur biasanya kalah
dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali jamur dapat mulai
tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan miselium dapat
berlangsung dengan cepat (Srikandi, 1993)
D. PENYAKIT AKIBAT JAMUR
Penyakit yang berhubungan dengan bioaerosol dapat berupa penyakit
infeksi seperti flu, hipersensitivitas: asma, alergi, dan juga toxicoses, yaitu toksin
dalam udara di ruangan yang terkontaminasi sebagai penyebab gejala SBS (Sick
Building Syndrome).‘Sick building syndrome’ adalah sindrom penyakit yang
diakibatkan oleh kondisi gedung. SBS merupakan kumpulan gejala-gejala dari
suatu penyakit. Definisi SBS adalah gejala yang terjadi berdasarkan pengalaman
para pemakai gedung selama mereka berada di dalam gedung tersebut. Gejala
SBS antara lain: sakit kepala, kehilangan konsentrasi, tenggorokan kering, iritasi
mata dan kulit. Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS: iritasi
mata dan hidung, kulit dan lapisan lendir yang kering, kelelahan mental, sakit
kepala, ISPA, batuk, bersin-bersin, dan reaksi hipersensitivitas (CIAR, 1996)
Kontak antara manusia dan mikroorganisme tidak dengan sendirinya
secara klinis mengakibatkan perkembangan penyakit. Terjadinya infeksi
tergantung sebagian pada karakterstik mikroorganisme, termasuk ketahanan
terhadap virulensi intrinsik, dan jumlah bahan infektif. Banyak jenis bakteri, virus,
jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi dapat
disebabkan oleh mikroorganisme yang diperoleh dari orang lain di rumah sakit
(infeksi silang) atau mungkin disebabkan oleh flora pasien sendiri. Beberapa
organisme dapat diperoleh dari benda mati atau infeksi dari lingkungan (Fletcher
et al., 2010).
Beberapa jenis jamur yang biasa ditemui pada udara dalam ruang dan
menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia adalah Alternaria, Aspergillus,
Cladosporium, Penicillium, dan Stachybotrys. Hanya sebagian kecil yang dapat
menginfeksi manusia, namun banyak yang dapat tumbuh pada bangunan dan
mempunyai potensi untuk mengurangi kualitas udara dalam ruangan (Fletcher et
al., 2010).
Efek kesehatan yang merugikan yang disebabkan jamur adalah reaksi
alergi, efek beracun iritasi dan infeksi. Penyakit Pulmonary aspergillosis atau
Aspergillosis paru disebabkan oleh terhirupnya spora dari Aspergillus sp di
lingkungan yang diperkirakan memasuki gedung rumah sakit melalui saluran
ventilasi (Fletcher et al., 2010). Akan tetapi, adanya pertumbuhan jamur tidak
selalu orang yang berada di daerah tersebut akan menunjukkan efek kesehatan
yang negatif. Risiko paparan tertentu dapat signifikan dalam jangka panjang
khususnya individu dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti asma,
sistem imun, atau alergi (Eduard, 2009)

DAFUS
Achmadi, U.F. 2005. Pencemaran Udara dan Gangguan Penyakit
Pernapasan Non Infeksi. Manajemen penyakit berbasis wilayah.
Penerbit Buku Kompas.
Ari Susilowati, Shanti Listyawati. 2001. Keanekaragaman Jenis
Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab.
Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Jurnal Biodiversitas. 2(1)
: 110-114V
Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S.A. 2005 Mikrobiologi
Kedokteran. Terjemahan tim FKUI. Salemba Medika Utama.
Jakarta.
John Webster dan Roland Weber. 2007. Introduction to Fungi.
Cambridge University Press. Cambridge.
Haisley, P. dan G. Wong. 2002. Fungal Colonization of Building Material
and Impact on Occupant Health. Manoa: Departement of
Botany.University of Hawai. Hawai.
Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Relung Rizosfir
Tanaman di Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Biodiversitas. 7(3): 216-220.
Iq, S.F. 2014. Kualitas Udara Ruang Rawat Inap Rumah Sakit dengan
Parameter Jamur (Studi Kasus: Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta Selatan). Skripsi FST UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jakarta.

Crofton J, Douglas A,Wattles.2001. Fungi Infection of the Lung. In:


Respiratory Diseases. Blackwell Scientific Publications. p: 329-45.
David, E., D. Stephen, R. Handke, R. Bartley. 2007. Descriptions of Medical
Fungi. Molecular & Biomedical Science University of Adelaide. Adelaide.

Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan. 2012. Profile beserta Visi dan Misi.
http://dinkes-tangsel.com/p/tentang-dinkes.html Diakses

Chandra, F. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, cetakan 1. EGC. Jakarta

Carol, Y., Roa, A. Harret, Burge. 2012. Quantitative Standards and Guidelines
for Fungi in Indoor Air. Journal of the Air and Waste Management
Assosiation. 46(9): 899-908.

Anda mungkin juga menyukai