Anda di halaman 1dari 8

MIKOLOGI_PEMBAHASAN PROSEDUR JAMUR RUANG HMJ

Udara merupakan komponen pokok dalam kehidupan, udara dapat dikelompokan


kedalam udara tidak bebas atau dalam ruangan (indoor air) dan udara bebas atau udara luar
ruangan (outdoor air). Sekarang ini perhatian terhadap penelitian tentang lingkungan tidak hanya
ditujukan kepada polusi udara luar saja tetapi juga udara di dalam ruangan. Sejumlah studi
membuktikan bahwa tingkat kontaminan dalam udara di ruangan dapat beberapa kali lipat
dibandingkan kontaminan di udara luar ruangan. Kenyataan ini ditambah dengan adanya fakta
bahwa kebanyakan orang menghabiskan 90% waktunya dalam ruangan yang mengakibatkan
peluang terkontaminasi oleh polutan dalam ruangan sangat dominan (Fithri, dkk., 2016)
Kualitas udara dalam ruang dipengaruhi antara lain kondisi bangunan, elemen interior,
fasilitas pendingin ruangan, pencemar kimia dan pencemar biologi. Menurut Environtmental
Protection Agency (EPA) polusi udara dalam ruang menduduki peringkat ke 5 dalam kaitanya
dengan penyebab masalah kesehatan, serta menurut European Environtmental Gency (EEA)
menyebutkan bahwa polusi udara dalam ruangan adalah masalah utama yang menyebabkan
gangguan kesehatan pada anak-anak (Fithri, dkk., 2016)
Pencemaran udara dalam ruangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi
bangunan, material yang digunakan, pengaruh manusia, pengaruh udara outdoor, serta
pergerakan udara dalam ruangan dan sistem Heat Ventilation and Air Conditioning (HVAC).
Menurut data yang di peroleh dari CDC-NIOSH penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada
umumnya disebabkan oleh kurangnya ventilasi udara (52%), adanya sumber kontaminasi di
dalam ruangan (16%), kontaminasi di luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material
bangunan (4%), lain-lain (Fithri, dkk., 2016; Kusuma, 2017; Fitria, dkk., 2008).
Dalam hal ini, mikroorganisme yang tersebar dalam ruangan dikenal sebagai istilah
bioaerosol. Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang
berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan bakteri. Dalam praktikum
ini, sesuai dengan nama mata kuliah itu sendiri, yakni mikologi, maka focus kami dalam
pengamatan ini adalah pada jamur. Jamur merupakan organisme heterotrof yang berarti
membutuhkan sumber karbon organik dari luar untuk pertumbuhannya. Dalam hal ini, terdapat
dua jenis jamur, yakni khamir dan kapang. Khamir adalah fungi (jamur) bersel satu; berbentuk
bulat, oval, atau silindris; berdiameter 3-5 µm; sebagian berkembang biak dengan membelah diri,
dan sebagian lain berkembang biak dengan membentuk tunas. Habitat khamir umumnya ada
pada makanan. Kapang adalah fungi (jamur) berfilamen. Satu filamen disebut hifa; kelompok
hifa yang tumbuh pada suatu media disebut miselium. Hifa terbentuk dari spora jamur. Spora
berdiameter 3-30 µm. Habitat kapang umumnya pada kayu dan kertas. Dalam hal ini,
sebenarnya, jamur dapat ditemukan di semua tempat dimana terdapat bahan organik. Dapat
tumbuh pada bahanbahan seperti kulit, gabus, rambut, lilin, tinta, bahan bakar jet, bahkan pada
bahan-bahan plastik seperti polyvinyl. Kebanyakan fungi menyukai lingkungan yang lembab
dengan tingkat kelembaban 70% atau lebih, dapat tumbuh pada suhu -60-50 o C (suhu optimal
bagi kebanyakan fungi adalah 20o -35o C) (Fithri, dkk., 2016; Kusuma, 2017; Fitria, dkk., 2008).
Jamur ada yang bersifat parasit dan ada pula yang bersifat saprofit, sehingga ada yang
bermanfaat dan merugikan dalam kehidupan manusia. Jamur kontaminan spora biasanya tersebar
dimana-mana dan spora ini akan tumbuh pada substrat atau media tertentu apabila
lingkungannya memungkinkan. Beberapa jenis jamur yang biasa ditemui pada udara dalam
ruang dan menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia adalah Alternaria, Aspergillus,
Cladosporium, Penicillum, dan Stachybotrys. Hanya sebagian kecil yang dapat menginfeksi
manusia, namun banyak yang dapat tumbuh pada bangunan dan mempunyai potensi untuk
mengurangi kualitas udara dalam ruangan. Salah satu jenis kapang patogen yang sering
mencemari udara di dalam ruangan adalah Aspergillus. Kapang tersebut dapat menyebabkan
pulmonary aspergillosis karena menghirup udara yang terkontaminasi kapang Aspergillus..
Aspergillus merupakan mikroorganisme multisel berfilamen. Bersifat heterotrofik, dan dapat
ditemukan pada media organik tak hidup. Kapang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran
udara (Fithri, dkk., 2016; Kusuma, 2017; Fitria, dkk., 2008).
Efek kesehatan yang merugikan yang disebabkan jamur adalah reaksi alergi, efek beracun
iritasi dan infeksi.. Fungi menyebabkan penyakit pada manusia melalui salah satu dari empat
cara berikut:
1) reaksi alergi karena terpapar oleh spora atau sel vegetatif fungi yaitu demam, asma, atau
penyakit pada paru-paru yang berlangsung lama dan parah,
2) keracunan akibat racun yang diproduksi fungi dimonal aflatoksin dapat mengakibatkan
kanker hati,
3) mycoses, yaitu infeksi jamur dalam tubuh seperti histoplasmosis, candidiasis, superfisial
mycoses (rambut, kulit, kuku), intermediate mycoses (saluran nafas, jaringan bawah
kulit), systemic mycoses (jaringan organ dalam);
4) atau fungi merusak persediaan makanan sehingga menyebabkan kelaparan (Fitria, dkk.,
2008)
Salah satu ruangan yang berpotensi tinggi untuk mengalami masalah polusi udara dalam
ruang (memiliki jamur di udranya) adalah Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis (HMJ TLM) dikarenakan kondisi bangunan, posisi bangunan yang sebagian
ruangan tidak mendapat sinar matahari dari luar pengaturan, kurang memadainya sistem ventilasi
ruangan. Sehingga memicu kelembaban udara yang tinggi, yang mana dapat menjadi tempat
yang nyaman untuk tumbuh kembang mikroorganisme udara yang berupa jamur dan bakteri.
Dalam hal ini, di dalam ruangan tersebut banyak terdapat tumpukan buku-buku arsip dan
semacamnya yang cukup penting, selain itu, tak jarang juga ada anggota HMJ yang keluar masuk
ke dalam ruangan tersebut, sehingga perlu dilakukan pengujian terkait jamur pada udara dalam
ruangan tersebut, dikarenakan adanya jamur dapat memberikan 2 efek sekaligus yang
menghambat produktivitas kerja yakni rusaknya arsip-arsip yang ada di dalam ruangan tersebut,
serta terpengaruhinya kesehatan anggota HMJ dan orang-orang lainnya yang menggunakna
ruangan tersebut.
Dalam praktikum ini, pengujian terhadap jamur yang ada dalam ruangan dilakukan
dengan menumbuhkan jamur tersebut dalam suatu media, kemudian mengamatinya secara
mikroskopis dengan menggunakan mikroskop.
Literatur menyebutkan, bahwa dalam mempelajari sifat mikroorganisme seperti jamur,
diperlukan suatu media pertumbuhan yang dapat mencukupi nutrisi, sumber energi dan kondisi
lingkungan tertentu. Suatu media untuk dapat menumbuhkan mikroorganisme dengan baik
diperlukan persyaratan antara lain: media harus mempunyai pH yang sesuai, media tidak
mengandung zat-zat penghambat, media harus steril, dan media harus mengandung semua nutrisi
yang mudah digunakan mikroorganisme (Jutono, 1980; Aini & Triastuti, 2015). Nutrisi- nutrisi
yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan meliputi karbon, nitrogen, unsur non
logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin,
air, dan energi (Cappucino, 2014; Aini & Triastuti, 2015)
Umumnya, PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media yang digunakan untuk
pertumbuhan jamur di laboratorium karena memiliki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6)
sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang netral dengan
pH 7,0, dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-30 °C (Cappucino, 2014; Aini &
Triastuti, 2015). .Namun, sayangnya media ini terbilang mahal, yakni mencapai Rp 680.000,-
hingga Rp 1.200.000,- setiap 500 g. Selain itu, media ini juga tidak tersedia pada laboratorium
sehingga kami menggunakan alternative lain, yakni media MHA (Mueller Hinton Agar) (media
ini merupakan media universal yang dapat ditumbuhi berbagai jenis mikroorganisme, termasuk
diantaranya jamur (Jubaidah, tt) ) dengan penambahan glukosa (dextrose) 2% sebagai sumber
karbohidrat sehingga akan memiliki nutrisi cukup sehingga memungkinkan untuk digunakan
sebagai media pertumbuhan jamur, juga antibiotic chloramphenicol (0,05 %) untuk menghambat
adanya pertumbuhan bakteri yang dapat menganggu pertumbuhan jamur yang hendak diamati.
Setelah siap, media diletakkan terbuka di dalam ruangan target pengamatan selama 15 menit,
kemudian dibiarkan pada suhu ruangan selama beberapa hari agar jamur tumbuh.
Setelah jamur tumbuh pada media, kemudian diamati secara makroskopis dan
mikroskopisnya untuk membantu dalam perkiraan klasifikasi jamur.
Penilaian secara makroskopis meliputi warna (permukaan dan reverse side, untuk
melihat prbedaan warna antara hifa dan spora), tekstur, bentuk, tetesan eksudat, garis radial, dan
lingkar konsentris (Tim Praktikum Mikologi, 2020).
Sedangkan untuk pengamatan secara mikroskopis dilakukan pengamatan dengan
menggunakan mikroskop pada perbesaran objektif 40 kali sehingga bagian-bagain jamur dapat
terlihat lebih jelas. Dalam hal ini, jamur terlebih dahulu dibuat menjadi preparat dengan diambil
menggunakan bantuan ose untuk meletakkan ke kaca objek. Agar pengamatn dapat leih mudah
dilaukan, preparat diwarnai dengan pewarna. Pewarnaan untuk jamur diantaranya menggunakan
teknik : Lactophenol blue stain, PAS and methenamine silver staining dan Gomori methenamine
silver (GMS) stain. Yang kami gunakan selama praktikum adalah pewarna Lactophenol cotton
blue (LCB), yakni pewarna yang dapat digunakan untuk membuat preparat semi permanen
fungi/kapang. Komposisi LCB diantaranya yaitu a. phenol untuk mematikan organisme hidup,
lactic acid untuk mengawetkan atau menjaga struktur kapang dan cotton blue untuk mewarnai
kitin dan selulosa pada dinding sel kapang sehingga tampak berwarna biru. LCB (Lactophenol
Cotton Blue) (Utami, dkk., 2018).
Pada praktikum yang kami lakukan hari Jumat, 21 Februari 2020 didapatkan hasil yakni
pada media MHA (Mueller Hinton Agar) ditumbuhi 2 jenis jamur yang berbeda yang memiliki
karakteristik secara makroskopis yakni :
1. Jamur 1
 Warna : pada permukaan berwarna putih sedangkan pada belakang (reverse side)
berwarna hitam
 Tekstur: Cottony (koloni dengan hifa arial yang panjang dan padat serta
menyerupai kapas)
 Bentuk : Verrugasa (koloni yang memiliki penampakan kusut dan keriput)
 Tidak ada tetesan eksudat
 Tidak tampak garis radial
 Tidak tampak lingkaran konsentris

2. Jamur 2
 Warna : pada permukaan dan belakang (reverse side) berwarna putih
 Tekstur: Cottony (koloni dengan hifa arial yang panjang dan padat serta
menyerupai kapas)
 Bentuk : Verrugasa (koloni yang memiliki penampakan kusut dan keriput)
 Tidak ada tetesan eksudat
 Tidak tampak garis radial
 Tidak tampak lingkaran konsentris

Setelah melakukan pengamatan secara makroskopis kami melakukan pengamatan secara


mikroskopis dengan pembesaran 40 x didapatkan hasil yakni baik jamur 1 dan jamur 2 sama –
sama memiliki hifa yang berseptat.
Ada 3 macam morfologi hifa:
1. Aseptat atau senosit, hifa seperti ini tidak mempunyai dinding sekat atau septum.
2. Septat dengan sel-sel uninukleat, sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-
sel berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori ditengah-tengah yang
memungkinkan perpindahan nucleus dan sitoplasma dari satu ruang keruang yang
lain.setiap ruang suatu hifa yang bersekat tidak terbatasi oleh suatu membrane
sebagaimana halnya pada sel yang khas, setiap ruang itu biasanya dinamakan sel.
3. Septat dengan sel-sel multinukleat, septum membagi hifa menjadi sel-sel dengan
lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang (Pelczar & Chan, 2005).
Salah satu parameter yang menentukan kualitas udara dalam ruangan adalah faktor
biologis, terutama keberadaan mikroorganisme. Kualitas udara yang baik adalah tidak ditemukan
adanya mikroorganisme patogen seperti bakteri maupun jamur (0 CFU/m 3) di udara dalam
ruangan (Sedyaningsih, 2011).
Menurut Adan dan Samson (2011), umumnya jamur yang ditemukan di dalam ruangan
merupakan jamur xerophylic karena mampu hidup meskipun pada kondisi sedikit air. Umumnya
jamur udara ditemukan pada fase anamorf, namun ada yang menghasilkan alat reproduksi
seksual pada fase seksual (teleomorf), seperti anggota genus Eurotium yang menghasilkan
ascospora dalam Cleistotecia (ascomata).
Beberapa jenis jamur yang biasa ditemui pada udara dalam ruang dan menimbulkan
dampak bagi kesehatan manusia adalah Alternaria, Aspergillus, Cladosporium, Penicillum, dan
Stachybotrys. Hanya sebagian kecil yang dapat menginfeksi manusia, namun banyak yang dapat
tumbuh pada bangunan dan mempunyai potensi untuk mengurangi kualitas udara dalam ruangan
(Izzah, 2015).
Efek kesehatan yang merugikan yang disebabkan jamur adalah reaksi alergi, efek beracun
iritasi dan infeksi. Penyakit Pulmonary aspergillosis atau Aspergillosis paru disebabkan oleh
terhirupnya spora dari Aspergillus sp. melalui ventilasi ruangan (Handayani, 2016).
Jamur udara dapat menyebabkan penyakit pada manusia melalui salah satu cara dari
empat cara berikut:
1) Reaksi alergi karena terpapar oleh spora atau sel vegetatif jamur yaitu demam, asma,
atau paru – paru
2) Keracunan akibat racun yang diproduksi fungidimonal aflatoksin dapat
mengakibatkan kanker hati.
3) Mycoses, yaitu infeksi jamur dalam tubuh seperti histoplasmosis, candidiasis,
superfisial mycoses (rambut, kulit, kuku), intermediate mycoses (saluran nafas,
jaringan bawah kulit), systemic mycoses (jaringan organ dalam); atau fungi merusak
persediaan makanan sehingga menyebabkan kelaparan (Pelezar, 1986).
Pencemaran udara dalam ruangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi
bangunan, material yang digunakan, pengaruh manusia, pengaruh udara outdoor, serta
pergerakan udara dalam ruangan dan sistem Heat Ventilation and Air Conditioning (HVAC)
(Merlin, 2012)
DAPUS

Adan, O.C.G., & Samson, R.A. (2011). Fundamentals of mold growth in indoor environments
and strategies for healthy living. Wageningen Academic Publishers. The Netherlands
Aini, Nurul & Triastuti Rahayu. 2015. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS
2015. Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber Karbohidrat
yang Berbed. Surakarta : Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tersedia pada :
https://media.neliti.com/media/publications/175619-ID-none.pdf. Diakses pada : 23
Februari 2019
Cappuccino, J.G. & Sherman N. 2014. Manual Laboratorium Biologi. Jakarta, Indonesia: EGC
Fithri, Nayla Kamilia, Putri Handayani, Gisely Vionalita. 2016. Forum Ilmiah Volume 13 Nomor
1, Januari 2016 : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Jumlah Mikroorganisme Udara
dalam Ruang Kelas Lantai 8 Universitas Esa Unggul. Jakarta Barat : Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Tersedia pada : https://www.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/2019/08/FAKTOR-FAKTOR-YANG-BERHUBUNGAN-DENGAN-
JUMLAH.pdf. Diakses pada : 23 Februari 2019
Fitria, Laila, Ririn Arminsih Wulandari, Ema Hermawati, Dewi Susanna. 2008. MAKARA,
KESEHATAN, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 76-82 : KUALITAS UDARA
DALAM RUANG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ”X” DITINJAU DARI
KUALITAS BIOLOGI, FISIK, DAN KIMIAWI. Depok : Departemen Kesehatan
Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Tersedia pada :
file:///C:/Users/kori/Downloads/306-612-1-SM.pdf. Diakses pada : 23 Februari 2019
Handayani, DN. (2016). Cemaran Jamur Kontaminan Pada Ruang Laboratorium Mikrobiologi
Akademi Analis Kesehatan Borneo Lestari Banjarbaru Juni 2016. Akademi Analis
Kesehatan Borneo Lestari.
Izzah, N. (2015). Kualitas Udara pada Ruang Tunggu Puskesmas Ciputat Timur dan Non-
Perawatan Ciputat didaerah Tangerang Selatan dengan Parameter Jamur. Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakart
Jubaidah, Siti. tt. Artikel Online : Tujuan digunakannya medium mueller hinton agar. Medan :
Universitas Medan. Tersedia pada : https://www.coursehero.com/file/p49m031i/Tujuan-
digunakannya-medium-Mueller-Hinton-agar-seperti-telah-disinggung-dalam/. Diakses
pada : 23 Februari 2019
Jutono. 1980. Pedoman Praktikumn Mikrobiologi Umum. Yogjakarta, Indonesia: Fakultas
Pertanian UGM.
Kusuma, Noor Hadi Riza. 2017. CONTAMINATION FUNGUS CONTAMINANT IN
LECTURE ROOM OF HEALTH ANALYST BORNEO LESTARI BANJARBARU TO
AIR CONDITIONER (AC) March 2017. Banjarbaru : Akademi Analis Kesehatan Borneo
Lestari Banjarbaru. Tersedia pada ; http://repo.stikesborneolestari.ac.id/137/1/JURNAL
%20KTI%20RIZA.pdf. Diakses pada : 23 Februari 2019
Merlin. (2012). Studi Kualitas Udara Mikrobiologis Dengan Parameter Jamur Pada Ruangan
Pasien Rumah Sakit (Studi Kasus: Ruang Rawat Inap Gedung A Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional Dr.Ciptomangunkusumo). Fakultas Teknik Program Studi Teknik
Lingkungan : Depok
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., (2005). “Dasar-dasar Mikrobiologi 1”, Alih bahasa:
Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L., UI Press, Jakarta
Pelezar, MC. (1986). Dasar- dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakartagiri, N. 1994.Kamus Saku
Biologi.Penerbit Erlangga. Jakarta Turangan
Sedyaningsih, E. R. (2011). Pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, nomor 1077/MENKES/PER/V/2011. Jakarta
Tim Praktikum Mikologi. 2020. Penuntun Praktikum Mikologi. Denpadar : Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar.
Utami, Ulfah, Liliek Harianie, Nur Kusmiyati, & Prilya Dewi Fitriasari. 2018. BUKU
PETUNJUK PRAKTIKUM Mikrobiologi Umum. Malang : JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM. Tersedia pada : http://biologi.uin-malang.ac.id/wp-
content/uploads/2018/03/modul-prak.-mikrobiologi.pdf. Diakses pada : 23 Februari 2019

Anda mungkin juga menyukai