Anda di halaman 1dari 23

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD)

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) dilakukan untuk evaluasi pertukaran
oksigen
dan
karbon
dioksida
dan
untuk
mengetahui
status
asam
basa.
Pemeriksaan dan Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) ini dapat dilakukan pada
pembuluh darah arteri untuk melihat keadaan pH, paCO2, paO2, dan SaO2.
Indikasi Umum :
1.

2.

Abnormalitas Pertukaran Gas


Penyakit paru akut dan kronis
Gagal nafas akut
Penyakit Jantung
Pemeriksaan Keadaan Pulmoner (rest dan exercise)
Gangguan Asam Basa
Asidosis metabolik
Alkalosis metabolik

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD)


A. Interpretasi Hasil Pemeriksaan pH
Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber ion hidrogen dalam
tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam (seperti asam laktat dan asam keto).

Nilai normal pH serum :


Nilai normal
: 7.35 - 7.45
Nilai kritis
: < 7.25 - 7.55
Implikasi Klinik
1.
Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia (peningkatan pembentukan
asam)
2.
Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan asam)
3.
Bila melakukan evaluasi nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui juga untuk
memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi status asam basa
B. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PaCO2 )
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut dalam plasma. Dapat
digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan keadaan asam basa dalam darah.
Nilai Normal : 35 - 45 mmHg

SI

: 4.7 - 6.0 kPa

Implikasi Klinik :
1.
Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/ nervousness dan emboli
paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu mendapatkan perhatiaan khusus.
2.
Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau penurunan fungsi
pusat pernafasan. Nilai PaCO2 > 60 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
3.
Umumnya peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada hipoventilasi sedangkan penurunan
nilai menunjukkan hiperventilasi.
4.
Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2 sebesar 1.3 mmHg.
C. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen (PaO2 )
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen yang terlarut
dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam menyediakan oksigen bagi
darah.
Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur) ; 75 - 100 mmHg

SI : 10 - 13.3 kPa

Implikasi Klinik
1.
Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atau neoromuskular dan
gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg perlu mendapatkan perhatian
khusus.
2.
Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat
bantu (contoh; nasal prongs, alat ventilasi mekanik) hiperventilasi dan polisitemia
(peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen)
D. Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen (SaO2)
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total oksigen yang
terikat pada hemoglobin.
Nilai Normal : 95 - 99 % O2
Implikasi Klinik
1.
Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan
kecakupan oksigen pada jaringan
2.
tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlah oksigen yang
terikat pada hemoglobin sebagai ion bikarbonat
E. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida (CO2)

Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat, 5% sebagai larutan
gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat,
suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama
bersifat asam dan diatur oleh paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan
konsentrasi bikarbonat.
Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2)

: 22 - 32 mEq/L

SI

: 22 - 32 mmol/L

Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan
diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama yang bersifat asam dan diatur oleh paruparu. oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.
Implikasi

Klinik

1.
Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfisema, dan
aldosteronisme
2.
Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik asidosis dan
hiperventilasi
3.
Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin
F.Anion Gap (AG)
Anion gap digunakan untuk mendiagnosis asidosis metabolik. Perhitungan menggunakan
elektrolit yang tersedia dapat membantu perhitungan kation dan anion yang tidak terukur.
Kation dan anion yang tidak terukur termasuk Ca+ dan Mg2+. Anion yang tidak terukur
meliputi protein, posfat sulfat dan asam organik. Anion gap dapat dihitung menggunakan dua
pendekatan yang berbeda.
Na+ - (Cl-

HCO3) atau Na + K - (Cl + HCO3) = AG

Nilai Normal Pemeriksaan Anion Gap : 13 - 17 mEq/L


Implikasi Klinik
1.
Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan penciutan volume
ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.
2.
Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari keadaan yang
sering dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK" yaitu akibat asupan metanoll, uremia, asidosis
laktat, etilen glikol, paraldehid, intoksikasi aspirin dan ketoasidosis.
3.
Anion gap rendah dapat terjadi pada hipoalbuminemia, dilution, hipernatremia,
hiperkalsemia yang terlihat atau toksisitas litium.

4.
Anion gap yang normal dapat terjadi pada metabolik asidosis akibat diare, asidoses
tubular ginjal atau hiperkalsemia.

Mendiagnose atau mengobati kegagalan pernafasan tanpa pemeriksaan analisa gas darah sama halnya seperti
mengobati
koma
diabetikum
tanpa
penetapan
kadar
gula
darah.(7).
Tanpa pemeriksaan analisa gas darah(AGD) tidak seorangpun anestesiologist secara akurat bisa menetapkan
derajat kegagalan pernafasan.
Kebiasaan dalam tindakan anestesi rutin untuk menetapkan adekuatnya fungsi pernafasan selama atau sesudah
operasi hanya didasarkan pada kembang kempisnya reservoir bag atau dada pasien, warna kulit, mukosa dan darah
dilapangan operasi.
Padahal tanda-tanda tersebut bukanlah tanda-tanda dini terjadinya hipoksemia sebab cyanosis baru terlihat bila
tekanan partiel O2 dalam arteri(PaO2) menurun sampai 50 torr. Apalagi kalau Hb <5 g% cyanosis tidak akan terlihat
walaupun hipoksemia cukup berat. Pada konstrikasi pembuluh darah perifer kelihatan seperti cyanosis padahal tanpa
hipoksemia. Dalam keraguan apakah cyanosis karena hipoksemia atau bukan langkah pertama perlakukan sebagai
hipoksemia sampai dapat dibuktinan bukan hipoksemia.
BEBERAPA
ISTILAH
:
Istilah-istilah dibawah ini merupakan modal dasar yang minimal harus diketahui untuk menginterpretasikan suatu
data gas darah.
PAO2

= Tekanan partiel O2 dalam alveoli.

PaO2
PACO2

=
Tekanan
partiel
= Tekanan partiel CO2 dalam alveoli.

PACO2

= Tekanan partiel CO2 dalam darah arteri.

(A-a)DO2

= Selisih tekanan partiel O2 antara alveolar dan arteri.

Sa O2

= Saturasi O2 darah arteri.

FiO2

= Konsentrasi O2 dalam gas inspirasi.

pH

= Pengukuran konsentrasi H ion.

O2

dalam

darah

arteri.

Data-data yang diperoleh dikelola sehingga memberikan kesan sejauh mana fungsi paru dalam pertukaran gas
berlangsung, adekuat atau non adekuat berdasarkan standar yang telah disepakati dan sejauh mana keseimbangan
asam basa berjalan.
Data-data ini tak bisa ansih menegakkan diagnose harus ditunjang pemeriksaan fisik diagnostik, riwayat penyakit &
pengobatan, pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit dan hematokrit. Tiga komponen yang berperan utama yaitu
PaO2 untuk menetapkan derajat hipoksemia,PaCO2 untuk menilai kemampuan ventilasi paru, sedangkan pH untuk
menentukan status metabolik atau respiratorik.(7).
Harus diingat bahwa keadaan hipoksemia tak selalu menunjukan kegagalan ventilasi tetapi bisa disebabkan faktorfaktor lain sedangkan hiper atau hipokapnia selalu menunjukan gangguan ventilasi (2).

Oleh karena itu PaCO2 lebih menetukan adekuat tidaknya ventilasi dibandingkan PaO2. Namun penilaian terhadap
PaO2 harus selalu diperioritaskan oleh keadaan hipoksemia lebih memerlukan tindakan yang cepat daripada
hiperkapnia.
Bertambahnya hipoksemia akan merangsang peningkatan ventilasi, minute volume tetapi PaCO2 yang sedikit
dipengaruhi oleh VA/Q imbalance cenderung menurun.(3).
Turunnya PaO2 < 50 torr,PuVR(Pulmonal Vascular Resistance) meningkat secara menyolok apalagi ditunjang
suasana acidosis, dengan demikian akan meningkatkan PAP(Pulmonal Arterial Pressure).(5).
Kalau kita perhatikan derajat hipoksemia dan efeknya terhadap faal organ kita akan beroleh
kesan seberapa jauh turunnya PaO2 berdasarkan gejala-gejala klinis yang ada.
Keterangan :
Normal

: PaO2 = 95-100 mm Hg
PvO2 = 40 mm Hg
HbO2 arteri 95%

Hipoksemia :
Efek Slight : PaO2 < 80 mm Hg
Cyanosis ringan PvO2 < 35 mm Hg
Tonus simpatis meninggi HbO2 < 95%
Tensi meninggi, tachikardi
Marked :

PaO2 < 60 mmHg


Cyanosis jelas PvO2 < 28 mmHg

Tensi turun

HbO2 < 90 %

Bradikardi High : PaO2

< 35 mm Hg

Cyanosis berat PvO2

< 19 mm Hg

Kesadaran hilang HbO2 < 70%


Bradikardi extreem
Circulasi arrest mati.
Hiperkapnia akan mendorong timbulnya respiaratorik acidosis.

Membran cell agak mudah dilewati CO2 tetapi agak lambat dilewati bikarbonas, sehingga bila terjadi respiratori
acidosis lebih cepat berkembang kedalam cell tubuh tetapi cepat hilang waktu expirasi.(8).
Dengan perubahan pH yang sama dalam darah effek respiratori acidosis dengan demikian jauh lebih besar daripada
metabolik acidosis, tetapi anehnya jika hiperkapni sendiri terjadi telah di selidiki sampai PaCO2 238 mm Hg belum
dijumpai kerusakan yang irreverible organ-organ apalagi kalau disupply O2 yang cukup.(8).
Kalau kita tinjau hubungan derajat hiperkapni dengan efeknya terhadap faal organ maka kita mendapat gambaran
sebagai berikut :
Keterangan :
Normal : PaCO2 = 40 mm Hg
PvCO2 = 46 mm H
Hiperkapnia :
Efek Slight

: PaCO2 > 45 mm Hg

Stimulasi respirasi : PvCO2 > 51 mm Hg


subjective air hunger tonus simpatis meninggi,tensi naik, nadi cepat, gangguan irama,paralyse vasomotor perifer,kulit
panas,merah,keringat,serum K meninggi.
Marked
stimulasi parasimpatis, tendensi

PaCO2

PvCO2
aritmia, depressin myocard.
High
PvCO2

>

>

60

66

PaCO2

>

75

mm

Hg

mmHg

mm

Hg mengantuk,

> 81 mm Hg CO2 narcose

PaCO2
PvCO2
terhadap ANS.

>
>

100
106

mm
mm

Hg kesadaran
Hg general

hilang
inhibisi

Tidak ada nilai absolut baik PaCO2 maupun PaO2 yang dapat menentukan policy terapi khusus. Arti terapetik O2
pada PaO2 50 mmHg pada pasien2 cardiogenic shock berbeda dengan penderita emphysema atau bronchitis
chronica dengan PaO2 yang sama.
Bahkan dalam kategori diagnostik tidak ada nilai yang tepat pada tekanan berapa sebaiknya policy terapi dimulai.(3)
Sebab pada penderita COPD(Chronic Obstructive Pulmonary Disease) justru PaO< 60 mmHg dibutuhkan untuk
mengendalikan respirasi.(2)
III. Tehnik AGD :
Darah arteri yang diambil sebagai sampling bukan darah vena, karena darah vena menggambarkan metabolisme
yang
dialirinya
tidak
menggambarkan
circulasi
umum.
Semua arteri sistemik mengandung darah dengan komposisi yang sama. Kalau venous O2 content yang diinginkan

lebih
tepat
sampel
vena
centralis
yang
diambil
via
catheter
arteri
pulmonalis.
Sampel darah arteri menggambarkan fungsi pertukaran gas dari paru-paru dan bisa memberikan keterangan kualitas
darah
yang
disupply
keseluruh
tubuh.(2).
Punctie arteri sebaiknya dengan anestesi lokal untuk menghilangkan nyeri yang menimbulkan vasospasmo.
Syring yang digunakan sebaiknya terbuat dari gelas bukan dari plastik karena O2 bisa berdiffusi kedalam substansi
plastik.(1).
Syring harus dibasahi dulu dengan heparin sebelum dipakai.
Sebaiknya sampel darah yang diambil segera diperiksa karena konsumsi O2 dari whole blood pada suhu 38 derajat
Celcius cukup untuk menurunkan PaO2 sebesar 3mm Hg permenit atau bila terpaksa dijaga tetap dingin agar
konsumsi O2 menurun.(1).
Yang perlu diingat sebelum dilakukan pemeriksaan, catat berapa FiO2 yang diberikan untuk menentukan apakah
PaO2 yang diperoleh sesuai denganFiO2 yang diberikan sebab PaO2 seharusnya 5x FiO2(misalnya FiO2 20%
seharusnya PaO2 = 520 =I00 mmHg)
IV.INTERPRETASI
:
Yang paling penting adalah interpretasi data-data yang diperoleh untuk diagnostik/terapi dan evaluasi. Apakah terapi
sudah
adekuat.
a.Tekanan
partiel
O2(PaO2):
Langkah pertama yang perlu dievaluasi adalah PaO2 sebab hipoksemia butuh terapi sedini mungkin. Kita ketahui
PaO2 apakah normal tergantung pada ketinggian letak dari permukaan laut, umur dan FiO2 yang diberikan.
Walaupun begitu telah disepakati setiap PaO2 < 70 mm Hg sudah bisa dianggap hipoksemia.(3).
Tetapi tidak setiap penderita hipoksemia membutuhkan terapi O2 tergantung penderitanya seberapa jauh perlu
diterapi. Kalau penderita COPD justru membutuhkan PaO2 50-60 mmHg untuk menstimulir respiratory center.
PaO2 normal diberbagai ketinggian dapat diperkirakan menurut rumus :
PB
x PaO2 pada 760 permukaan laut
760
Umpama tekanan barometrik(PB) pada ketinggian 3300 feet adalah 670 mm Hg maka PaO2 setinggi 3300 feet = 670
/760
x
PaO2
setinggi
permukaan
laut.
Penurunan yang tepat PaO2 dengan kenaikan umur masih merupakan perdebatan.
Kita dapat meminjam tabel dibawah ini yang kira-kira dianggap benar, Tabel ini untuk FiO2 21% dan setinggi
permukaan laut.
Umur (tahun)

PaO2(mm Hg)

rata-rata

! batas minimal normal!

20

97

90

40

90

85

60

85

80

75

75

70

(Dikutip
dari
Acta
Physiology
Scand
67:
10,
1966).
Pada permukaan laut PaO2 normal untuk setiap FiO2 secara kasar sebanding dengan 5x FiO2 %(2).
Biasanya kita menduga bahwa darah mencapai jantung kiri dan arteri sistemik seimbang udara alveolar bila ini benar
maka selisih antara PAO2 dengan PaO2 sama dengan nol.
Sebenarnya P(A-a) O2 normal 5-10 mm Hg bila menghirup udara normal (FiO2 0,21) dan sebesar < 100 mm Hg bila
FiO2
1,0
(2).
Kenaikan P(A-a)O2 yang menyolok indikasi adanya gangguan diffusi, VA /Q mismatch, dan shunt. VA/Q mismatch
berupa gangguan venrtilasi perfusi dimana ventilasi relatif rendah dibandingkan perfusi menyebabkan tingginya
PACO2 dan rendahnya PAO2 sehingga PaO2 cenderung mendekati PvO2.
Yang dimaksud dengan shunt boleh dianggap bagian dari cardiac output yang beranjak dari circulasi vena ke
circulasi
arteri
tanpa
keuntungan
kontak
dengan
gas
alveolar.
Ada
2
jenis
shunt:
1. Anatomik shunt : Dalam keadaan normal ada 2 macam anatomik shunt (3-5)% dari cardiac output.
a. Arteri bronchiales cabang dari aorta memberi nutrisi pada cabang bronhus kembali dalam keadaan desaturated
langsung
kevena
pulmonal
b. Sebagian dari darah arteri coronaria langsung dengan darah desaturated masuk atrium kiri melalui vena
thebesian.
2.Intra
pulmonary
shunt:
Suatu keadaan dimana perfusi normal sedangkan alveoli kolaps, sehingga tak ada berkontak dengan alveoli
akibatnya darah venous tanpa pertukaran gas langsung masuk kecirculasi arteri disebut wasted perfusion.
Jadi bila ada VA /Q yang besar mungkin oleh sebab VA /Q, mismatch atau intrapulmonary shunt, pemberian FiO2
yang
tinggi
membantu
mengenal
mekanisme
mana
sebagai
penyebab.
Bila P(A-a)O2 kembali normal (<100 mm Hg) maka masalahnya adalah VA/Q mismatch tetapi bila P(A-a)O2 > 100
mm Hg dengan pemberian FiO2 100% maka masalahnya adalah shunt. Dalam penggunaan praktis bila shunt
sebagai penyebab pemberian O2 hanya berpengaruh sedikit, sedangkan bila VA/Q mismatch akan menambah
PaO2.(2).
Untuk
menentukan
PAO2
kalau
PaCO2
diketahui
dapat
digunakan
rumus:
PACO2
PAO2 = PiO2 R
PiO2 = FiO2(PB PiH2O).
R= respiratory exchange ratio yaitu perbandingan antara volume CO2 yang masuk kealveolar dengan volume O2
yang
dikeluarkan
dari
alveolar
ke
circulasi.
Dalam klinik R dianggap 0,8 kalau bernafas dengan udara kamar dan 1,0 kalau bernafas dengan O2 100%(2).
Tekanan
uap
air
PH2O
ditrachea
diperkirakan
47
mm
Hg.
Tekanan
atsmosfer(barometrik)(PB)
dipermukaan
laut
kira-kira
700
mmHg.
Jumlah tekanan partiel gas dalam alveoli seimbang dengan tekanan barometrik sehingga tekanan gas dalam alveoli
=
PAN2 + PAO2 + PACO2 + PAH2O = PB.

PB PAH2O = PAN2 + PAO2 + PACO2.


PiO2
=
FiO2
Bila PAO2 telah dihitung menurut rumus :

(PB

PAH2O)

PaCO2
PAO2 = PiO2- maka P(A-a) O2 bisa didapat.
R
Normalnya P(A-a)O2 bila seseorang bernafas dengan udara kamar tak > 10 mmHg, pada orang tua > 60 tahun tak>
25
mm
Hg,
bila
bernafas
dengan
FiO2
1,0
harus
<
100
mm
Hg.
Besarnya FiO2 bila disetarakan dengan flow O2 :
Cara pemberian

flow

FiO2

Nasal canule

2 L / menit

28 %

Nasal canule

6 L/ menit

40 %

Mask tanpa bag

7 L / menit

50 %

Mask dengan

9 L / menit

90 %

rebreathing bag.
Diagnose shunt secara cepat dengan memberikan O2 lewat nasal prong 6 L permenit (FiO2 =0,3-0,4), jika PaO2 >
100 torr mungkin shunt bermakna tak ada, kalau < 100 mm Hg
mungkin
ada
shunt
bermakna(3).
Bila ada shunt ventilasi mekanik mungkin membantu untuk membuka alveoli yang kolaps apa dengan PEEP
(Positive end expiratory pressure).
Setiap keadaan yang meningkatkan konsumsi O2 seperti demam, gelisah atau extraksi O2 yang lebih banyak
dijaringan oleh karena cardiac output yang menurun dimana aliran darah lambat dapat memperburuk akibat shunt, ini
dapat dilihat dari SvO2(saturasi O2 dalam darah vena) yang menurun berarti adanya konsumsi O2 yang menigkat.
(normal SvO2 75%).
Perlu juga kita ketahui hubungan antara PaO2 danSaO2 yang digambarkan melalui curve disosiasi oxyhaemoglobine
agar jelas sejauh mana penurunan maupun peningkatan PaO2 mempengaruhi SaO2 secara bermakna.
Semakin besar saturasi semakin baik mutu Hb semakin besar volume O2 yang dapat diangkut oleh darah
kejaringan, menurut rumus :

SaO2 =

g % Hb O2
- x 100 %

Hb g% HbO2 = SaO2 x total Hb


Volume
%
O2
yang
diangkut
sebagai
Setiap gram Hb dapat bergabung dengan 1,34 ml O2.

HbO2

SaO2

xtotal

Hb

1,34.

Setiap melihat data O2 dalam darah sebaiknya mempelajari arti point-point tertentu pada curve oxyhaemoglobine
yang harus diingat :

PaO2 (mmHg)
SaO2 (%)
Clinical

100

90

muda, normal

80

95

orang tua

60

90

shoulder of curve

penurunan
40
melemah critical hypoxaemia

75

O2

O2
transport

kadar O2 darah vena yang normal


20

35

lowest tolerated

level

Adapted from G.I.Snider, Interpretation of arterial oxygen and carbodioxide pressure chest: 63 :801, 1973.

Penurunan PaO2 sebesar 25 mm Hg dari 95 mm hg menjadi 75 mm hg hanya berpengaruh sedikit perubahan pada
oxyhaemoglobine sama artinya situasi seseorang mendaki sampai ketinggian 6000 feet dari permukaan laut atau
bertambahnya umur dari 20 tahun menjadi 70 tahun atau penderita penyakit paru-paru moderate.
Tetapi penurunan PaO2 sebesar 25 mm Hg dari 60 mm Hg menjadi 35 mmHg lain halnya, akan terjadi perubahan
yang
serius.
Peningkatan PaO2 diatas 90 mm Hg tidak akan memperbaiki kemampuan Hb mengangkut O2 karena Hb cukup
saturated pada PaO2 80 mmhg.
B.
Tekanan
Partiel
CO2(PaCO2):
Normal
:
36

44
mmHg
Metabolisme tubuh waktu istirahat menghasilkan kira-kira 200 cc CO2 per menit dimana dalam keadaan ventilasi
normal, paru mampu mengeluarkan CO2 yang diproduksi seluruhnya.(2).
Total CO2(TCO2) adalah jumlah HCO3,CO2,H2CO3 yang ada dalam darah venous kira-kira 52,0 volume %
sedangkan
dalam
darah
arteriel
48,2
volume
%.
Bila terjadi perubahan ventilasi dimana produksi CO2 tetap tetapi pengeluaran meningkat atau menurun akan terlihat
berupa penurunan atau peningkatan PaCO2.
Pada keadaan hypoventilasi terjadi peninggian PaCO2 sedangkan pada hyperventilasi penurunan PaCO2.

Kebanyakan molekul CO2 bergabung dengan air(H2O) membentuk H2CO3 yang akan
berdisosiasi
menjadi
ion
bikarbonat
(HCO3)
dan
ion
hidrogen(H).
_
+
CO2
+
H2O
<
=====>
H2CO3
<
======>
HCO3
+
H
Bila PaCO2 meningkat reaksi bergeser kekanan membentuk ion HCO3 dan ion H yang lebih banyak. Kenaikan ion
H disini tak bisa dibuffer dengan bicarbonat buffer system tapi akan dibuffer oleh hemoglobin buffer system.
Mekanisme buffering :
H (+)

+ Hb (-) > HHb

H2CO3
+
Hb
(-)
>HHb
+
HCO3(-).
Setiap satu buffer base Hb digunakan, terbentuk satu buffer base yang lain (HCO3) sehingga total buffer konstant.
Dengan perkataan lain tak ada dijumpai base excess atau defisit tetapi jumlah bikarbonat meningkat (normal 22-26
meq/L).
Acidosis yang timbul akibat meningkat PaCO2 diatas 45 mm Hg disebut respiratorik acidosis. Spesifikasi respiratorik
acidosis
antara
lain:(
9
).
PaCO2 > 45 mm Hg.
Base excess normal
HCO3
Kita ketahui dalam tubuh kita ada 4 system buffer(2).

meninggi.

bikarbonat
posphat
Hb
protein
Jumlah
seluruh
buffer
base
dari
semua
system
buffer
=
total
buffer
base.
Dalam keadaan normal (pH = 7,4 dan PaCo2 40 mm Hg) jumlah buffer base antara 45-50 meq/L.
Kekuatan
buffer
darah
sebagian
besar
ditentukan
oleh
bikarbonat
dan
Hb.
Pada
hyperventilasi
PaCO2
menurun
dengan
demikian
reaksi
bergeser
kekiri.
H2O
+
CO2
<
=====>
H2CO3
<=====>
HCO3(-)+
H(+).
Mekanisme
buffering
HHb -> H(+) + Hb(-)
HHb + HCO3(-) >

Hb(-) + H2CO3 > H2O + CO2.

Terlihat setiap satu buffer HCO3 terpakai, terbentuk satu buffer Hb sehingga dengan demikian tak ada perubahan
total buffer base dengan demikian tak ada base excess tetapi jelas HCO3 turun.
Alkalosis
yang
Spesifikasi
PaCO2 < 35 mm Hg
Base excess (BE) normal

timbulnya
respiratorik

akibat

menurunnya
alkalosis

PaCO2

<
antara

35

mmHg.
lain:(9).

HCO3 menurun
pH: Simbol pH merupakan hubungan terbalik dan logaritma dengan konsentrasi H(+), bila konsentrasi H(+) meninggi
maka PH menurun, dan bila konsentarsi H(+) menurun, pH akan meninggi.
Normal pH adalah 7,35 7,45. disebut asidosis bila pH < 7,35 dan alkalosis bila pH > 7,45.
Batas pH dimana hidup masih mungkin adalah diantara 6,7 -7,9. dan pH < 7,25 atau > 7,55 hampir selalu
memerlukan
terapi.(9).
Diperkirakan 13000 meq CO2 harus dikeluarkan oleh paru setiap hari, dan 30-50 meq.
H(+) yang harus dikeluarkan oleh ginjal.(2,9).
Kontrol
konsentrasi
H(+)
dilakukan
dengan
2
cara:(2).

buffer
transport

eliminasi
yang
cepat
oleh
paru
dan
ginjal
secepat
diproduksi.
Baik acidosis maupun alkalosis bisa disebabkan faktor respiratorik dan metabolik. Bila faktor respiratorik sebagai
penyebab utama dijumpai peningkatan atau penurunan PaCO2 abnormal dan bila faktor metabolik akan dijumpai
peningkatan atau penurunan total buffer base > 3 meq, atau dengan perkataan lain base excess > + 3 meq atau >3 meq.
Penetapan gangguan metabolik berdasarkan konsentrasi HCO3 tidak mutlak oleh karena HCO3 dipengaruhi faktor
metabolik maupun respiratorik sedangkan base excess hanya dipengaruhi faktor metabolik.(9).
Penetapan metabolik acidosis atau alkalosis bisa saja berdasarkan konsentrasi HCO3 plasma darah yang telah
diseimbangkan pada PaCO2 45 mmHg dan dengan O2 pada suhu 38 derajat Celcius, dengan penetapan pada
PaCO2 40 mmHg faktor respiratorik yang merubah kadar HCO3 dapat disingkirkan, Standard bikarbonat normal 2226 meq
Dengan demikian gambaran kasus acidosis / alkalosis adalah:

Type

PaCO2

! Base Excess !

Standard Bicarbonat ! HCO3 ! pH

Resp acid

! >45mmHg ! Normal

22-26 meq/L

! naik

! < 7,35

Resp alk.

! <35mmhg ! Normal

22- 26 meq/L

I turun

I > 7,45

Metabacid

normal

I >- 3meq/L I

< 22 meq/L

I turun

I < 7,35

Metabalk

normal

I >+ 3meq/L I

> 26 meq/L

I naik

I > 7,45

Kadang-kadang metabolik/respiratorik asidosis /alkalosis bisa terjadi bersamaan atau respiratorik acidosis
bersamaan dengan metabolik alkalosis yang ini bisa salah satu berupa kompensasi yang lain tinggal kita
menetapkan mana yang primer dan yang mana faktor kompensasinya.
Contoh
a. Respiratorik acidosis :

:
PaCO2 60 mm Hg

pH 7,30
base excess + 2 meq/L
b. Respiratorik alkalosis :

PaCO2 30 mm Hg

pH 7,50
base excess 0 meq/L
c. Respiratorik acidosis +

PaCO2

75 mm Hg

Metabolik acidosis

pH

7,20

base
d. Respiratorik alkalosis + PacO2
Metabolic acidosis

excess
32 mm Hg

pH

10

meq/L

7,6

base
excess
e.
Primer
resp
acidosis
kompensasi metalkalosis pH
7,32

15

PaCO2

60

mm

meq/L
Hg

base excess + 6 meq/L


f. Primer metalkalosis + PaCO2
respiratorik acidosis

pH

50 mm Hg
7,48

Base excess + 10 meq/L


Untuk menentukan mana yang primer dan mana yang kompensasi perhatikan dulu pH apakah acidosis atau
alkalosis bila pH > 7,4 disebut alkalosis dan < 7,4 disebut acidosis.
Baru faktor metabolik atau respiratorik sesuaikan dengan pH bila yang sesuai metabolik maka yang primer adalah
metabolik sedangkan kompensasinya adalah respiratorik; umpama PaCO2 > 45 mmH, sedangkan pH < 7,4 maka
respiratorik primer, kompensasinya metabolik Biasanya peningkatan/ penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg sesuai
dengan penurunan/peningkatan pH sebesar 0,08 unit.(6).
Bila
PaCO2
naik
Kenapa bisa demikian ?

30

mm

Hg

berarti

Mari kita lihat persamaan Henderson Hesselbach :


HCO3
PH = 6,1 + log H2CO3

pH

turun

3x

0,08

unit

0,24

unit.

Pada PaCO2 40 mm Hg, maka kadar HCO3 lebih kurang 25,4 meq/L,& H2CO3 1,27 meq/L.
25,4
pH

= 6,1 log 1,27

= 7,4
Seandainya PaCO2 60 mm Hg maka H2CO3 akan meningkat sebesar 20/40 x 1,27 meq/L = 0,63meq/L.
Kadar H2CO3 pada PaCO2 60 mmHg = 1,27 + 0,63 = 1,9 meq/L.
Kita subsitusikan kembali kerumus tadi:
25,4
pH

= 6,1 +

log
1,9

= 6,1 +

1,126

= 7,226
Penambahan PaCO2 sebesar
20 mmHg
dapat menurunkan pH (7,4- 7,226 = 0,17 unit).
Perhitungan ini tak begitu tepat benar hanya digunakan untuk kepentingan praktis namun kesalahan tak begitu
bermakna.
Untuk menetapkan komponen respiratory pada keimbangan asam basa sesudah data gas arteri diperoleh langkahlangkah berikut yang perlu diperhatikan:(6)
1.Hitung deviasi PaCO2 dari normal (40 mmHg).
Apakah menurun atau meningkat, berapa besar ?
2.Hitung berapa pH yang seharusnya pada PaCO2 yang diukur ?
3.Apakah pH yang dihitung sama dengan pH yang diukur ?
Bila
sama
berarti
Ini disebut Golden rules I

semuanya

akibat

==================================
I

PaCO2 naik 10 mm Hg = pH turun 0,08 I

PaCO2 turun 10 mm Hg = pH naik 0,08

==================================

gangguan

respiratorik

(pure respiratorie).

Bila pH yang diukur kurang dari pH yang dihitung berarti perubahan tersebut akibat pengaruh metabolik acidosis dan
bila
lebih
besar
akibat
metabolik
alkalosis.
Berapa besar jumlah acidosis atau alkalosis menyertainya dapat ditentukan dngan Golden rules II.(6)
Perubahan pH 0,15 setara perubahan base 10 meq/L
Kenaikan pH 0,15 setara kenaikan base 10 meq/L demikian juga penurunan.
Kenapa demikian?
base (25,4 meq/L) normal
pH

= 6,1 + log

acid
(1,27
meq/L)
Sekiranya base meningkat dari 25,4 menjadi 35,4 maka :

PaCO2

40

mm

Hg

35,4
pH

6,1 + log
1,27

6,1 + 1,445 = 7,545.

Jadi
perubahan
base
10
Contoh(1):
PaCO2 52 mm Hg, pH 7,30

meq/L

sebanding

dengan

perubahan

Kenaikan
PaCO2
=
52

10
kenaikan PaCO2 10 mmHg sebanding dengan penurunan pH 0,08 unit.

pH

(7,45-7,4)=0,15

12

mm

unit.

Hg.

Kenaikan PaCO2 12 mm Hg = 12/ 10 x 0,08 unit= 0,1 unit.


Jadi pH seharusnya = 7,4 0,1 = 7,3, terlihat pH yang dihitung = pH yang diukur.
Dengan
demikian
tak
Contoh
PaCO2 50 mm Hg, pH 7,26

ada

komponen

metabolik

Kenaikan
PaCO2
=
50
Sebanding dengan penurunan pH. 0,08 unit.

hanya

40

ada

acidosis respiratorik

10

mm

murni.
(2):

Hg.

Jadi pH yang dihitung = 7,4 0,08 = 7,32,kenyataan pH yang diukur 7,26.


Selisih
= 0,06.

pH

yang

dihitung

dengan

yang

diukur

Penurunan pH 0,15 sebanding penurunan base 10 meq/L.


Penurunan pH o,06 = 0,06 / 0,15 x 10 meq/L = penurunan base 4 meq/L.

7.32

7,26

Jadi base excess = 4 meq /L.


Kesimpulannya
suatu
acidosis
respiratorik
dengan
metabolik
asidosis
yang menyertainya.
Bila
PaCO2
normal
maka
komponen
respiratorik
bisa
disingkirkan.
Harold A Braun cs menetapkan
acidosis /alkalosis yang murni berdasarkan rumus berikut:(20)
A.
Respiratorik
acidosis
murni
:
Akut
:
pH
turun
0,08
setiap
PaCO2
naik
10
mmHg.
Kronis : pH turun 0,03 setiap PaCO2 naik 10 mmHg.
B.
Akut

Respiratorik
: pH naik 0,1 setiap PaCO2 turun 10 mmHg.

C.
Metabolik
PaCO2 = (1,54 x HCO3 ) + 8

alkalosis

murni

acidosis

murni:

Contoh:
PaCO2 = 38 mm Hg ,pH 7,22, bikarbonat = 15 meq/L.
PaCO2 = ( 1,54 x 15 ) + 8
= 31,10
Kelihatannya
PaCO2
yang
dihitung
lebih
rendah
dari
PaCO2
Jadi bukan metabolik acidosis murni tetapi metabolik acidosis dengan kompensasi respiratorik alkalosis.

diukur.

Metode Peter A Stewart :


Banyak masalah asam basa pada pasien kritis yang tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan HandersonHasselbach.
Pendekatan Stewart berdasarkan kenetralan elektrik dan konservasi massa.
Dalam larutan encer jumlah ion bermuatan positif harus sama dengan jumlah ion yang bermuatan negatif ini yang
dimaksud dengan kenetralan elektrik sementara konservasi massa maksudnya jumlah suatu substansi tetap konstan
kecuali dia ditambah atau dibentuk, diambil atau dihancurkan.
Dalam air murni konsentrasi H ion harus sama dengan konsentrasi OH. Setiap perubahan komposisi elektrolit dalam
suatu larutan akan menimbulkan perubahan H dan OH ion. Untuk mempertahankan prinsip kenetralan elektrik,
misalnya peningkatan ion Cl bermuatan negatif akan meningkatkan H ion yang disebut acidosis. Karena kenaikan H
ion akan menurunkan OH, maka bisa disebut penurunan OH membuat acidosis dan kenaikan OH menimbulkan
alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen ditentukan secara independen oleh tiga variabel yaitu strong ion difference (SID),
konsentrasi total asam lemah non volatile ( ATOT), dan PCO2.
Yang dimaksud dengan ion kuat adalah ion yang sempurna /hampir sempurna berdisosiasi.
Umpama kalau kita melarutkan NaCl kedalam air maka larutan tersebut akan mengandung ion Na,Cl,H dan OH dan
molekul H2O. Baik ion Na maupun Cl tak akan bersenyawa dengan ion H, maupun OH membentuk NaOH atau HCl
karena ion Na dan Cl merupakan ion-ion yang kuat yang selalu berdisosiasi sempurna. Ion-ion kuat itu umumnya
inorganik namun ada juga yang organik seperti laktat, sebenarnya ion lemah tapi sebab pKa laktat 3,9 pada pH
fisiologis laktat akan berdisosiasi secara sempurna.Umumnya setiap zat yang mempunyai konstanta disosiasi >
10.000
meq/L
dianggap
sebagai
ion-ion
kuat.
Jadi istilah strong bukan strong concentrated solution tapi strong discociated. Jumlah total dari konsentrasi asamasam lemah (Atot) terdiri dari protein dan fosfat inorganik.

Kadar fosfat kecil dianggap tak berperan kecuali dalam jumlah yang sangat besar. Protein plasma terdiri dari albumin
dan globulin namun albumin paling berkontribusi. Setiap penurunan kadar albumin plasma akan menyebabkan
alkalosis sebaliknya peningkatannya menyebabkan asidosis. SID berarti perbedaan antara kation dan anion (ion Na
+
K
+
Ca
+
Mg
)

(
Cl
+laktat)
Nilai
normalnya
pada
orang
sehat
40

42
meq/L.
Inti pendekatan Stewart adalah yang merubah konsentrasi ion H adalah salah satu atau lebih dari tiga varibel
independen
tadi
bukan
H
ion
atau
HCO3
ion.
Fenci cs membuat klasifikasi gangguan asam basa berdasarkan metode Stewart :

I Respiratory

Acidosis
|
Alkalosis

PCO2 naik

PaCO2 turun

II Non Respiratory (metabolik):


1.Abnormal SID:
a.Water excess/deficit

SID & Na turun

! SID&Na naik

b.Imbalance of strong anion


aa.CL excess/deficit

SID turun, Na naik ! SID naik&Cl turun

ab.Unidentified anion

SID turun, Na naik !

2.Non volatile weak acids:


a. Serum albumin

naik

turun.

b. Inorganik fosfat

naik

turun.

Perubahan
SID
dapat
disebabkan
oleh
:
1.Kelebihan atau kekurangan cairan dalam plasma dimana anion atau kation kuat akan terdilusi atau terkonsentrasi
(dilutional
acidosis)
atau
concentrational
alkalosis).
2.Perubahan konsentrasi ion Chlorida.
3.Perubahan
ad.1.Acidosis karena dilusi

konsentrasi

anion

kuat

yang

lain.

dilutional acidosis ):

Air akan mendilusi elektrolit sehingga relatif konsentrasi akan berubah terjadi penurunan SID menyebabkan acidosis
Contoh:
Plasma dianggap sebagai 1 liter air mengandung Na 140 meq dan Cl 110 meq berarti SID =140-110=30 meq.
Kalau ditambah 1 liter air maka volume larutan menjadi 2 liter (terdilusi) sehingga

Na =140/2 =70 meq/ L dan Cl =110/2=55 meq/L, sehingga SID menjadi (70-55)= 15 meq.
Terjadilah
dilutional
acidosis,
karena
penurunan
SID.
Kalau satu liter plasma (Na 140 meq/L,Cl 102 meq/L) ditambah larutan NaCl 0,9% ( Na 154 meq /L,Cl 154 meq/
maka
hasilnya
adalah
Na(140
+
154)/2
= 147 meq/L dan Cl(102 + 154)/2 = 128 meq/L sehingga SID menjadi (147-128)=19 meq/L.SID menurun terjadi
acidosis.
Maka dilusi asidosis dikoreksi dengan NaCl phys, keliru, umpama pada operasi TUR prostatectomi.
Terapi
yang
tepat
adalah
Plasma (Na 140 meq/L,Cl 102 meq/L (SID =38) ditambah

pemberian

Na

Laktat.

RL (Na 137 meq/L,Cl i09 meq/L,laktat 28 meq (SID 0)


hasilnya Na 277/2 meq/L, Cl 211/2 meq/L, laktat =0
SID
=
138,5
105,5 =
Laktat 0 meq/L karena termetabolisis.

33

meq/L

lebih

alkalosis dibanding

pemberian

NaCl

0,9%.

ad.1b. Concentrational alkalosis:


Penyusutan jumlah cairan meningkatkan konsentrasi Na dan Cl. Satu L larutan dengan komposisi Na 140 meq,Cl
102 diuapkan jadi 0,5 liter maka konsentrasi Na jadi 280 meq danCl 204, maka SID 280-204 =76 meq/L
terjadi alkalosis.
Umpama pada dehidrasi, retriksi cairan.
ad.2a.Hiperkloremik asidosis:
Hiperkloremik akan menyebabkan asidosis peningkatan ion H akibat penurunan SID.
Plasma (Na 140 meq/L ,Cl 102) (SID=38) bila Cl naik jadi 130 meq/L maka SID jadi 10 meq/L, asidosis.
Biasanya akibat penambahan cairan yang komposisi Cl sama dengan Na seperti NaCl o,9%, starch in saline.
Terapi yang tepat adalah meningkatkan SID, bisa diberikan Na bikarbonat atau anion yang gampang dimetabolisisr
seperti Na Laktat, atau Na Asetat.
ad.2b: Hipokloremik alkalosis:
penurunan Cl akan menaikan SID menyebabkan penurunan H terjadi alkalosis, sering akibat pengisapan cairan
lambung
mengurangi
distensi
atau
akibat
muntah-muntah.
Plasma (Na 140 meq/L.Cl 102 meeq/L)(SID= 38 meq/L) kehilangan Cl kadar Cl menjadi 90 meq sehingga SID
menjadi
50
meq/L;
meningkat
menyebabkan penurunan
ion
H
sehingga
alkalosis.
Terapinya dengan pemberian larutan NaCl 0,9%.
Plasma yang hipokloremik (Na 140 meq/L,Cl 95 meq/L SID 45 tambah larutan NaCl 0,9%(Na 154 meq/L, Cl
154meq/L, SID 0)
Hasilnya
Na 147 meq/L,Cl 125 meq/L

SID
Note:Bila SID >38 alkalosis, bila < 38 asidosis.

=22

meq/L

ad.3.
Peningkatan
ion-ion
yang
tak
teridentifikasi:
Setiap peningkatan dari anion-anion tersebut akan menurunkan SID, sehingga terjadi asidosis seperti laktat asidosis,
ketoasidosis,
gagal
ginjal(sulfat
dan
fosfat)
atau
keracunan
salisilat.
Cara
mengkoreksi
asidosis
dengan
bikarbonat
perhitungannya
sebagai
berikut.
A. Menurut Mark B Revin :(Golden Rules III)
base deficit (meq/L) x BB
Deficit bikarbonat

4
B.
Menurut
Harold
meq bikarbonat = (BB x 0,5) x ( 24 HCO3 yang diukur)

Braun:

Biasanya diberikan separoh dosis segera, kemudian pH ditetapkan lagi. Dalam situasi cardiac arrest bila pH menurun
akut, bisa diberikan dalam dosis penuh agar cepat kembali ke pH normal, tetapi pada kasus non cardiac arrest
pemberian dosis penuh tak dianjurkan karena akan terjadi pergeseran ion yang cepat antara dalam dan luar cell
yang
bisa
menimbulkan
cardiac
aritmia
atau
kejang-kejang.
Pada kronik metabolik asidosis pemberian natrium bikarbonat sebaiknya dengan satu bolus 50% koreksi dilanjutkan
dengan infus drip yang lambat. Harus diikuti pemeriksaan BGA (AGD) yang berulang-ulang. Terlalu banyak natrium
bikarbonat akan menyebabkan metabolik alkalosis, hipokalimia disritmia sampai koma bila timbul hiperosmolariti.
Pada pasien COPD dengan retensi CO2 tubuh telah mengakumulasi natrium bikarbonat untuk mempertahankan pH
mendekati normal ini yang disebut compensated respiratory acidosis.
Kepustakaan:
1. Atkinson RS, Synopsis of Anesthesia, 6th edit, The English Book Society and John Wright & sons. Bristol, pp 9078, 1977.
2. Brawn AH, Cheney WF, Lochnen PC, Introduction to Respiratory physiology, 2nd edit. Little Brown & Company,
Boston, pp 20-3,46-53,78-90,1980.
3. Fhomtom LH, Perkins Norton DN, Emergency anesthesia, 2nd edit, Edward Arnold Publishers Ltd, London, pp
451-6,1974.
4. Goud Sozien CN, Karamanian A, Physiology For the Anesthesiologist, Appleton Century Crofts, Newyork, pp 213231,1977.
5. Levin MR, Pediatric Respiratory Intensive Care Handbook, Toppan Company Ltd. Singapore, pp.19-35,1976.
6. Ravin B.Mark, Problem in Anesthesia, 1st edit. Little Brown and Company, Boston, pp.111-114,1981.
7. Soedman JL, Saith Ty N, Monitoring in Anesthesia, A Wiley Medical Publication, Newyork, Brisbane.
Toronto, pp.43-4,1978.
8. Tscherron B, Anesthesia Complication, Hans Huber Publishers, Bern Stutgart Viena, pp.70-6,1980.

9. Wiraatmaja K, Beberapa masalah keseimbangan asma basa,Bagian Anestesiologi ,Faked,Unair, Surabaya.


10. Majid S.A, Pengaturan asam basa menurut Stewart, Majalah Anesthesia and Critical Care, vol.26, no.2, Mei
2008.
Share this:

Gangguan keseimbangan asam-basa ada 4 macam, yaitu:


1. Asidosis respiratorik (contoh: PPOK)
2. Alkalosis respiratorik (contoh: asthma bronkiale)
3. Asidosis metabolik (contoh: diare)
4. Alkalosis respiratorik (contoh: muntah-muntah)
Nah, sebelum kita melakukan analisis gas darah, maka kita wajib mengetahui rentang nilai
normal dan interpretasi dari tiap komponen:
1.

pH

Rentang nilai normal

: 7,35 7,45

Asidosis

: <7,35

Alkalosis
2. PaO2

: >7,45

Rentang nilai normal

: 80 100 mmHg

Hipoksemia ringan

: 70 80 mmHg

Hipoksemia sedang

: 60 70 mmHg

Hipoksemia berat

: <60 mmHg

3. SaO2
Rentang nilai normal

: 93% 98%

Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil dari arteri, kecuali pada
gagal napas.

4.

PaCO2

Rentang nilai normal

: 35 45 mmHg

Asidosis respiratorik

: >45 mmHg (pH turun)

Alkalosis respiratorik

: <35 mmHg (pH naik)

5.

HCO3

Rentang nilai normal


Asidosis metabolik

: 22 26 mEq/L
: <22 mEq/L (pH turun)

Alkalosis metabolik
: >26 mEq/L (pH naik)
6. BE
Rentang nilai normal
: -2 s/d +2 mEq/L
Nilai (negative)
: asidosis
Nilai + (positif)
: alkalosis
BE dilihat saat pH normal.
Cara menentukan apakah suatu kondisi termasuk ke dalam salah satu dari 4 gangguan
asam-basa di atas:

Diagram 1

Tabel 1

Pada Tabel 1 di atas, baris kecil pertama (kolom 2-4) pada tiap baris besar (kolom 1) adalah
kondisi akut, dan di bawahnya adalah kondisi kronis.

Sekarang bedakan antara gangguan keseimbangan asam-basa yang belum


terkompensasi, terkompensasi sebagian, dan terkompensasi penuh.

Tabel 2

Udah ngerti? Yakin? Mari kita uji dengan beberapa contoh soal di bawah ini..
1.

pH
: 7,59 (naik) Alkalosis
PaO2 : 89 mmHg (normal)
PaCO2 : 30 mmHg (turun) Alkalosis Respiratorik
HCO3 : 24 mEq/L (normal)
BE
: +3 (naik) Alkalosis
SaO2
: 96% (normal) darah arteri
Jawaban:
Alkalosis respiratorik belum terkompensasi (akut)

2.

pH
: 7,21 (turun) Asidosis
PaO2 : 56 mmHg (turun) Hipoksemia Berat
PCO2 : 51mmHg (naik) Asidosis Respiratorik
HCO3 : 18 mEq/L (turun) Asidosis Metabolik
BE
: -8 (turun) Asidosis
SaO2
: 90% (normal) darah arteri
Jawaban:
Asidosis metabolik dan asidosis respiratorik dengan hipoksemia berat.

3.

pH
: 7,19 (turun) Asidosis
PaO2 : 65 mmHg (turun) Hipoksemia Sedang
PaCO2 : 28 mmHg (turun) Asidosis Metabolik
HCO3 : 14 mEq/L (turun) Alkalosis Respiratorik
BE
: -10 (turun) Asidosis
SaO2
: 89%
Jawaban:
Asidosis metabolic terkompensasi sebagian alkalosis metabolik dengan
hipoksemia sedang
4.

pH

: 7,36 (normal)

PaO2 : 76 mmHg (turun) Hipoksemia Ringan


PaCO2 : 56 mmHg (naik) Asidosis Respiratorik
HCO3 : 30 mEq/L (naik) Alkalosis Metabolik
BE
: -4 (turun) Asidosis
SaO2
: 92% (normal) darah arteri
Jawaban:
Asidosis respiratorik terkompensasi penuh alkalosis metabolic dengan
hipoksemia ringan
NB: saat pH normal, maka BE dilihat apakah asidosis atau alkalosis.
5.

pH
: 6,84 (turun) Asidosis
PaO2 : 55 mmHg (turun) Hipoksemia Berat
PaCO2 : 55 mmHg (naik) Asidosis respiratorik
HCO3 : 18 mEq/L (turun) Asidosis Metabolik
BE
: -6 (turun) Asidosis
SaO2
: 70% (turun) curigai bukan darah arteri
Jawaban:
Salah mengambil darah vena (cek ulang) karena SaO2 dibawah 80%

6.

pH
: 7,60 (naik) Alkalosis
PaO2 : 90 mmHg (normal)
PaCO2 : 35 mmHg (normal)
HCO3 : 30 mEq/L (naik) Alkalosis Metabolik
BE
: +4 (naik) Alkalosis
SaO2
: 96% (normal) darah arteri
Jawaban:
Alkalosis metabolik belum terkompensasi (akut)

Gimana, pusing nggak ngerjain soalnya? Sebenarnya sih ada cara sederhananya, intinya:
1. Kalau SALAH SATU dari PaCO2 atau [HCO3-] masih NORMAL, itu berarti BELUM
TERKOMPENSASI <-- AKUT
2. Kalau peningkatan/penurunan PaCO2 DIIKUTI dengan peningkatan/penurunan [HCO3-]
dan pH yang DI LUAR RENTANG NORMAL maka asidosis/alkalosis TERKOMPENSASI
SEBAGIAN. Namun, bila dalam keadaan tersebut pH nya NORMAL maka berarti sudah
TERKOMPENSASI PENUH. <-- KRONIS
3. Kalau salah satu dari PaCO2 atau [HCO3-] ada yang MENINGKAT sedangkan yg lainnya
MENURUN, berarti terjadi asidosis/alkalosis metabolik/respiratorik GABUNGAN.

Anda mungkin juga menyukai