Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN KOLIK

ABDOMEN

Disusun Oleh :

EDO AKBAR PUTRA PRANATA

NIM : SN182029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2010). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi
usus tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2009).
Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan seperti perasaan
tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik parsial ataupun total dari organ
tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut dipengaruhi peristaltik.
Nyeri abdomen dihasilkan dari 3 jalur yaitu (Mahadevan, 2012):
a. Nyeri abdomen visera
Biasanya disebabkan karena distensi organ berongga atau penegangan kapsul dari
organ padat. Penyebab yang jarang berupa iskemi atau inflamasi ketika jaringan mengalami
kongesti sehingga mensensitisasi ujung saraf nyeri visera dan menurunkan ambang batas
nyerinya. Nyeri inisering merupakan manifestasi awal dari beberapa penyakit atau berupa rasa
tidak nyaman yang samar-samar hingga kolik. Jika organ yang terlibat dipengaruhi oleh
gerakan peristaltik, maka nyeri sering dideskripsikan sebagai intermiten, kram atau kolik.Pada
nyeri ini, karena serabut saraf nyeri bilateral, tidak bermielin dan memasuki korda spinalis
pada tingkat yang beragam, maka nyeri abdomen visera ini biasanya terasa tumpul, sulit
dilokalisasi dan dirasakan dibagian tengah tubuh. Nyeri visera berasal dari regio abdomen
yang merujuk pada asal organ secara embrionik. Struktur foregut seperti lambung, duodenum,
liver, traktus biliaris dan pankreas menghasilkan nyeri abdomen atas, sering dirasakan sebagai
nyeri regio epigastrium. Struktur midgut seperti jejunum, ileum, apendiks, dan kolon asenden
menyebabkan nyeri periumbilikus. Sedangkan struktur hindgut seperti kolon transversal,
kolondesendens dan sistem genitourinary menyebabkan nyeri abdomen bagian bawah.
b. Nyeri abdomen parietal (somatik)
Nyeri abdomen parietal atau somatik dihasilkan dari iskemia, inflamasi atau
penegangan dari peritoneum parietal. Serabut saraf aferen yang bermielinisasi
mentransmisikan stimulus nyeri ke akar ganglion dorsal pada sisi dan dermatomal yang sama
dari asal nyeri. Karena alasan inilah nyeri parietal berlawanan dengan nyeri visera, sering
dapat dilokalisasi terhadap daerah asal stimulus nyeri. Nyeri ini dipersepsikan berupa tajam,
seperti tertusuk pisau dan bertahan; batuk dan pergerakan dapat memicu nyeri tersebut.
Kondisi ini mengakibatkan dalam pemeriksaan fisik dapatdicari tanda berupa rasa lembut,
guarding, nyeri pantul dan kaku pada abdomen yang dipalpasi. Tampilan klinis dari
appendicitis dapat berupa nyeri visera dan somatik. Nyeri pada apendisitis awal sering berupa
nyeri periumbilikus (visera) tapi terlokalisasi di regio kuadran kanan bawah ketika inflamasi
menyebar ke peritoneum (parietal).
c. Nyeri alih
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang sakit. Nyeri ini
dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang berasal dari lokasi yang berbeda.
Contohnya adalah pasien dengan pneumonia mungkin merasakan nyeri abdomen karena distribusi
neuron T9 terbagi oleh paru-paru dan abdomen. Contoh lainnya yaitu nyeri epigastrium yang
berhubungan dengan Infark miokard, nyeri di bahu yang berhubungan dengan iritasi
diafragma (contoh, rupture limpa), nyeri infrascapular yang berhubungan dengan penyakit
biliar dan nyeri testicular yang berhubungan dengan obstruksi uretra.

B. Etiologi
1. Mekanis
 Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)
 Karsinoma
 Volvulus
 Obstipasi
 Polip
 Striktur
2. Fungsional (non mekanik)
 Ileus paralitik
 Lesi medula spinalis
 Enteritis regional
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Uremia

Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen adalah kolik bilier, kolik renal dan kolik karena
sumbatan usus halus (Gilroy, 2009).
1. Kolik bilier
Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan sering tidak disertai
tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis dari penyakit batu empedu
(kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini merupakan gejala, maka beberapa penyakit lain
juga dapat memberikan gejala yang sama. Gambar 1.1 menunjukkan sumbatan empedu (Gilroy, 2009).

Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini mengimplikasikan nyeri
paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan dan meningkat progresif secara perlahan. Nyeri
ini dirasakan sesaat setelah makan (Gilroy, 2009). Nyeri visera berasal dari tabrakan batu empedu
dalam duktus sistikus dan atau ampula vater. Hasil dari tabrakan tadi menyebabkan distensi kandung
empedu dan atau traktus biliaris dan distensi ini mengaktivasi neuro sensori aferen. Nyeri yang
ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi dengan baik dan umumnya terasa di bagian tengah hingga
dermatom T8/9(epigastrium tengah, kuadaran kanan atas). Nyeri yang terlokalisasi umumnya
menunjukkan komplikasi kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis, kolangitis,
pancreatitis. Beberapa lokasi yangmungkin terjadi penyumbatan batu dapat dilihat pada gambar 1.2
(Gilroy,2009)
Gambar 1.2 Lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan (Gilroy, 2009)
Anamnesis
Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimum dalam waktu 60
menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit biasanya berlanjut tanpa fluktuasi dan menghilang secara
bertahap selama 2-6 jam. Nyeri berlangsung lebih lama dari 6 jam harus dicurigai sebagai kolesistitis
akut (Gilroy, 2009).

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang berkeringat, pucat, dan rasa tidak
nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit.Pemeriksaan dapat mengungkapkan beberapa fitur fisik
yang terkaitdengan pembentukan batu empedu (misalnya, kelebihan berat badan,setengah baya,
perempuan). Pasien dengan kolik empedu tanpakomplikasi tidak mengalami demam, menggigil,
hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu proses sistemik yang signifikan. Sinus takikardi adalah
umum selama sakit. Nyeri pantul, tahanan, suara usus tidak ada,atau teraba massa mendukung
diagnosis alternatif lain (Gilroy, 2009).
Gambar 1.3 menunjukkan lokasi nyeri bilier pada regio abdomen (Platt,2008).
Gambar 1.3 Lokasi nyeri kolik bilier (Platt, 2008).

Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan oleh pasien. Jika nyeri sangat
hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan narkotik yaitu Meperidine (pethidine) dengan dosis 1-1,5
mg/kg IM setiap3 jam. Jika muntah dapat diberikan metoklopramid. Tidak ada satupun intervensi
operasi yang dapat menjamin karena kolik bilier yang tidak komplikasi dapat mereda dengan
pengobatan konservatif (Gilroy, 2010).

2. Kolik renal
Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya dimulai pada pertengahan
belakang atas lateral dari sudut costovertebraldan kadang-kadang subkosta. Kemudian menyebar ke
inferior dan anterior menuju pangkal paha. Rasa sakit yang dihasilkan oleh kolik ginjalterutama
disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan kejang yangdisebabkan oleh obstruksi saluran kemih
akut. Ketika obstruksi beratnamun kronis berkembang, seperti di beberapa jenis kanker, biasanya
tidak menimbulkan rasa sakit (Leslie, 2010)
Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetapkonstan, sedangkan kolik
usus atau empedu biasanya agak berselang dansering hilang datang. Pola rasa sakit tergantung ambang
rasa sakit individu dan persepsi dan pada kecepatan dan derajat perubahan dalam tekanan hidrostatis di
dalam ureter proksimal dan pelvis ginjal. Gerak peristaltik saluran kemih, migrasi batu, dan posisi
miring atau memutar batu dapatmenyebabkan eksaserbasi atau perpanjangan dari nyeri kolik
ginjal.Tingkat keparahan rasa sakit tergantung pada derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada ukuran
batu. Seorang pasien sering dapat mengarah pada letak maksimum tersakit, yang kemungkinan
menjadi lokasi obstruksi saluran kemih (Leslie, 2010)
Kolik ginjal dapat digambarkan dalam 3 fase klinis (Leslie, 2011).
a. Fase akut
Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari,membangunkan pasien dari tidur.
Ketika mulai siang hari, pasienyang sering menggambarkan serangan itu sebagai perlahan dan diam-
diam. Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas maksimum hanya dalam 30 menit setelah
onset awal atau lebih lambat. Pasien merasakan nyeri maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya
serangan kolik ginjal.
b) Fase konstan
Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetapkonstan sampai diobati atau
berkurang secara spontan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam, tapi bisa bertahan lebih lama dari
12 jam dalam beberapa kasus. Sebagian besar pasien tiba di UGD selama fase serangan.
c) Fase mereda
Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien akhirnya merasa lega. Fase ini
dapat terjadi secara spontan padasetiap saat setelah onset awal kolik. Pasien bisa jatuh
tertidur,terutama jika mereka telah diberikan obat analgesik yang kuat
Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik preganglionik yang mencapai tingkat
saraf tulang belakang T-11 untuk L-2 melalui akar saraf dorsal. Aortorenal, celiac, dan ganglia
mesenterika inferior jugaterlibat. Di ureter bawah, sinyal rasa sakit juga disalurkan melalui
saraf genitofemoral dan ilioinguinal. Gambar 1.4 dan1.5 menunjukkan distribusi persarafan pada nyeri
ginjal serta uretra (Leslie, 2010). Sedangkan gambar 1.6 menunjukkan lokasi nyeri kolik renal pada
regio abdomen (Platt, 2008)
 Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas cenderung untuk
memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Disebelah kanan, hal ini bisa membingungkan
dengan kolesistitis atau cholelithiasis, di sebelah kiri, diagnosa diferensial meliputi pankreatitis
akut, penyakit ulkus lambung, dan gastritis (Leslie, 2010).
 Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang memancarkan anterior dan kaudal.
Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah meniru usus buntu di kanan atau
diverticulitis akut disebelah kiri (Leslie, 2010).
 Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung memancarkan ke pangkal paha
atau testis pada laki-laki atau labia majora pada wanita karena rasa sakit yang dirujuk dari
saraf ilioinguinal atau genitofemoral. Jika batu yang bersarang di ureter intramural, gejala dapat
muncul mirip dengan sistitis atau uretritis. Initermasuk gejala nyeri suprapubik, frekuensi
kencing, urgensi, disuria,stranguria, nyeri di ujung penis, dan kadang-kadang usus berbagai gejala,seperti
diare dan tenesmus. Gejala ini bisa membingungkan dengan penyakit radang panggul, kista
ovarium pecah, atau torsi dan nyeri haid pada wanita (Leslie, 2012)
Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi disetidaknya 50% dari
pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum dari pelvis ginjal, perut, dan usus melalui sumbu
celiac dan saraf aferenvagal. Hal ini sering diperparah oleh efek analgesik narkotika, yang sering
menimbulkan mual dan muntah melalui efek langsung pada motilitas GI dan melalui efek tidak
langsung pada zona memicu kemoreseptor dimedula oblongata. Nonsteroidal obat anti-inflamasi
(NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI (Leslie, 2010).
Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan pengobatankolik ginjal, walaupun
mereka lebih membantu dalam kasus kronisdaripada kasus akut. Blok saraf interkostal dapat
digunakan untuk membedakan nyeri dari chondritis, neuromas, dan radiculitis dari sakit ginjal yang
sebenarnya. Hal ini dicapai dengan menyuntikkan agenanestesi, seperti lidokain, sekitar proksimal
saraf 11 atau 12 interkostaliske lokasi rasa sakit pada saat pasien mengalami sakit. Jika injeksi
menyebabkan hilangnya rasa sakit, maka etiologi saraf perifer muskulokeletal dapat ditegakkan
(Leslie, 2010).
Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi pasien yang diduga kolik ginjal.
Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis hematuria ada di sekitar 85% kasus. Kurangnya
hematuria mikroskopistidak menghilangkan kolik ginjal sebagai diagnosis potensial. Perhatian perlu
diberikan pada ada atau tidak adanya leukosit, kristal, dan bakteri dan pH urin. Secara umum, jika
jumlah leukosit dalam urin lebih besar dari 10 sel per lapangan daya tinggi atau lebih besar dari
jumlah sel darahmerah, tersangka infeksi saluran kemih (ISK) dapat ditegakkan.Menentukan pH urin
juga membantu karena, (1) dengan pH lebih rendahdari 6,0, batu asam urat harus dipertimbangkan,
dan (2) dengan pH lebihdari 8,0, infeksi dengan organism splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas,
atau Klebsiella mungkin ada. Kristal urin dari kalsiumoksalat, asam urat, atau sistin kadang-kadang
dapat ditemukan padaurinalisis. Jika ada, kristal ini adalah petunjuk sangat baik untuk jenis dan sifat
yang mendasari setiap batu (Leslie, 2010).

Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan memperolehakses vena untuk
mempermudah pemberian cairan, analgesik dan pengobatan antiemetik. Banyak dari pasien yang
mengalami dehidrasi karena mual dan muntah (Leslie, 2010). Melakukan hidrasi dan memberikan diuretik
sebagai terapi pembantu masih merupakan controversial. Ada yang berpendapat dapat
membantu pengeluaran batu, namun juga ada yang berpikir akan menambah tekanan hidrostatik
sehingga menambah nyeri. Namun, ekstra cairan harusdiberikan jika pasien dengan bukti klinis atau
laboratorium mengalami dehidrasi, diabetes atau gagal ginjal (Leslie, 2010)
Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya batu secara spontan baik
oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema lokal, inflamasi dan infeksi. Regimen yang diberikan berupa
(Leslie, 2010):
 Ketorolac 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.
 Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.
 Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.
 Trimethoyprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.
 Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.
 Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.
Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks yangmenyebabkan obstruksi
dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL dapat beralasan untuk situasi yang batu kaliks dicurigai
menyebabkan gejala dan nyeri (Leslie, 2010).

3. Kolik karena sumbatan usus halus


Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses patologis. Penyebab
utama SBO di negara maju adalah perlekatan pascaoperasi (60%) diikuti oleh keganasan, penyakit
Crohn's, dan hernia,walaupun beberapa studi telah melaporkan penyakit Crohn sebagai faktor etiologi
lebih besar dari neoplasia. Satu studi dari Kanada melaporkanfrekuensi yang lebih tinggi dari SBO
setelah operasi kolorektal, diikuti oleh pembedahan ginekologi, perbaikan hernia, dan usus buntu
(Nobie, 2009). SBO dapat sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi) atau strangulasi.
Obstruksi strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat, menyebabkan
iskemia usus dan morbiditaslebih lanjut dan kematian (Nobie, 2009)
Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat akumulasi sekresi
GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang aktivitas sel sekresi menghasilkan akumulasi
cairan lebih. Hal ini menyebabkan gerak peristaltik meningkat baik di atas dan di bawah obstruksi
dengan tinja encer yang sering dan flatus awal dalam perjalanannya (Nobie, 2009).
Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan distensi usus kecil
menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini dapat menyebabkan kompresi limfatik mukosa
usus yang mengarah kelymphedema dinding. Dengan lebih tinggi tekanan hidrostatik intraluminal,
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler sehingga ketiga besar cairan, elektrolit, dan protein
keluar ke dalam lumen usus. Hilangnya cairan dan dehidrasi yang terjadi bisa berat dan berkontribusi
untuk peningkatan morbiditas dan kematian. Oklusi arteri menyebabkan iskemia usus dan nekrosis.
Jika tidak diobati, hal ini berkembang menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian (Nobie, 2009).
Manifestasi Klinis
Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan sederhana atau strangulasi.
Manifestasinya dapat berupa (Nobie, 2009):
 Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)
 Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang lebih menonjol pada obstruksi
sederhana.
 Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraanlokasi dan sifat
obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang menjadi progresif dan dengan distensi
perut, mungkin khas untuk obstruksi yang lebih distal.
 Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikasi yang lebih serius
(misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).
 Mual
 Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal
 Diare (temuan awal)
 Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya gerakan usus atau buang
angin.
 Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan strangulasi.
 Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu
 Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)

Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi (Nobie,2009):
 Distensi abdomen
 Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi obstruksi.
 Suara usus yang menurun terjadi belakangan
 Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga femoralis,dan foramen
obturatorius.
 Temuan pada pemeriksaan rectal touge
 Darah yang tampak ataupun samar, yang menunjukkan strangulasi lanjutan atau keganasan
 Massa, yang menunjukkan hernia obturatorius
 Periksa gejala umum diyakini akan lebih diagnostik untuk iskemia usus,yaitu:
 Demam (suhu > 100 °F)
 Takikardia (> 100 detak / menit)
 Tanda-tanda peritoneal

Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan secara agresif, dekompresi usus
halus, pemberian analgetik dan antiemetic dengan indikasi klinis, antibiotik dan konsultasi operasi
yang dini. Dekompresi dilakukan dengan cara memasang selang NGT untuk dilakukan suction
terhadap isis GI dan untuk mencegah aspirasi. Tidak lupa juga untuk selalu memonitor jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi (Nobie, 2009).

C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang
tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP
dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena
iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLIK ABDOMEN

A. Pengkajian
1. Umum:
Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan
untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi),
penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.
2. Khusus:
a. Usus halus
 Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi
 Distensi ringan
 Mual
 Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah
air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
 Dehidrasi
b. Usus besar
 Ketidaknyamana abdominal ringan
 Distensi berat
 Muntah fekal laten
 Dehidrasi laten : asidosis jarang
3. Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri ketuk pinggang atas.
b. Pada hidronephrosis atau ginjal polikistik, teraba masa kistik
c. Pada obstruksi saluran kemih bawah teraba kandung kemih
d. Obstruksi akut sering menyebabkan kenaikan tekanan darah (karena gangguan ekskresi
Natrium, retensi air dan aktivitas sistem renin angiotensin).
Hipotensi dapat terjadi pada Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri abdomen atas
keadaan obstruksi partial
dengan poliuri.
URETER PROXIMAL
URETER TENGAH Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri abdomen depan
URETER DISTAL Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri abdomen depan,
disuria, urinaria frekuensi

B. Dignosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi atau kekauan
Tujuan :
- Klien mampu mengontrol rasa nyeri
- Melaporkan nyeri berkurang
- Mengikuti program pengobatan
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, a. Memberikan informasi yang diperlukan
durasi dan intensitas untuk merencanakan asuhan.
b. Evaluasi therapi: pembedahan, b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan
radiasi, khemotherapi, biotherapi, sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan
ajarkan klien dan keluarga tentang cara komplikasi.
menghadapinya
c. Berikan pengalihan seperti reposisi c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan
dan aktivitas menyenangkan seperti mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
mendengarkan musik atau nonton TV
d. Menganjurkan tehnik penanganan d. Meningkatkan kontrol diri atas efek
stress (tehnik relaksasi, visualisasi, samping dengan menurunkan stress dan
bimbingan), gembira, dan berikan ansietas.
sentuhan therapeutik.
e. Diskusikan penanganan nyeri dengan e. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
dokter dan juga dengan klien f. Untuk mengatasi nyeri.
f. Berikan analgetik sesuai indikasi

2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, demam dan atau diaforesis.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital normal
b. Masukan dan haluaran seimbang
Intervensi:
a. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
b. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran
drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
d. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke
dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar
e. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
f. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam
g. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
h. Pantau elektrolit, Hb dan Ht
i. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan pengalaman klien a. Data-data mengenai pengalaman klien
sebelumnya terhadap penyakit yang sebelumnya akan memberikan dasar untuk
dideritanya. penyuluhan dan menghindari adanya
duplikasi.
b. Berikan informasi tentang prognosis b. Pemberian informasi dapat membantu
secara akurat. klien dalam memahami proses penyakitnya.
c. Beri kesempatan pada klien untuk c. Dapat menurunkan kecemasan klien.
mengekspresikan rasa marah, takut,
konfrontasi. Beri informasi dengan
emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek d. Membantu klien dalam memahami
samping. Bantu klien mempersiapkan kebutuhan untuk pengobatan dan efek
diri dalam pengobatan. sampingnya.
e. Anjurkan untuk mengembangkan
interaksi dengan support system. e. Agar klien memperoleh dukungan dari
f. Berikan lingkungan yang tenang dan orang yang terdekat/keluarga.
nyaman. f. Memberikan kesempatan pada klien
untuk berpikir/merenung/istirahat.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


- Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik

- Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa lelah
- Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri
- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2009), Buku Saku Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi, edisi 4, Alih
Bahasa Yasman Asih. Jakarta : EGC

Long, C. Barbara (2011). Essential Of Medical – Surgical Nursing A Nursing Process Approcach.
C.V Mosby Company St Louis, USA.

Rothrock, C. J. 2010. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2012. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth, Edisi.8 Vol.3.
Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2010. Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa Monica Ester,
Jakarta :EGC
Daniell Jane Charett. 2009. Oncologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa Imade
Kariasa, Jakarta : EGC

Theodore R. Schrock, M. D.2012. Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji Dharma, dr.
Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta : EGC

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta :
EGC; 2013

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2010.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih
bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 2015

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa
Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 2014

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika; 2010

Anda mungkin juga menyukai