Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KEGAWATAN DEHIDRASI

DISUSUN OLEH:
MOCHAMAD SYAIFUDIN AFRIZA
(1710061)

DI BIMBING OLEH:
Sri Anik R,S.Kep.,Ns.,M.Kes

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN
FRAKTUR
TGL : 15-20 JUNI 2020

OLEH:
MOCHAMAD SYAIFUDIN AFRIZA
NIM : 1710061

SURABAYA, 14 JUNI 2020


PEMBIMBING KLINIK

Sri Anik R,S.Kep.,Ns.,M.Kes


1. Konsep Teori Penyakit

1.1 Definisi
Dehidrasi, atau disebut juga ketidakseimbangan hiperosmolar (hyperosmolar
imbalance), terjadi akibat kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan
elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama natrium. Kehilangan cairan (air)
menyebabkan peningkatan kadar natrium, peningkatan osmolalitas, serta dehidrasi
intraseluler. Air berpindah dari sel dan kompartemen interstisial menuju ruang vaskular.
Kondisi ini menyebabkan gangguan fungsi sel dan kolaps sirkulasi. Orang yang berisiko
mengalami dehidrasi salah satunya adalah individu lansia. Mereka mengalami
penurunan respons haus atau pemekatan urine. Di samping itu, lansia memiliki proporsi
lemak yang lebih besar sehingga berisiko tinggi mengalami dehidrasi akibat cadangan
air yang sedikit dalam tubuh. Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan sekresi
hormon diuretik sering mengalami kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian
cairan hipertonik juga meningkatkan jumlah solut dalam aliran darah ( Tamsuri,
2008:19).

Klasifikasi dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis :


a. Dehidrasi Isotonik
Dehidrasi isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit sehingga
kepekatannya tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya tidak mengakibatkan
cairan ECF berpindah ke ICF.

b. Dehidrasi Hipotonik
Dehidrasi hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi kehilangan cairan,
sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat. Tekanan osmotik ECF menurun
mengakibatkan cairan bergerak dari EFC ke ICF. Volume vaskuler juga menurun serta
terjadi pembengkakan

c. Dehidrasi Hipertonik
Dehidrasi hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi pelarut pada dehidrasi ini
non osmotik ECF menurun, mengakibatkan cairan bergerak dari ICF ke ECF.

1.2 Etiologi
Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe / jenis-jenis dehidrasi
(Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).
1. Dehidrasi Isotonik
a. Perdarahan
b. Muntah
c. Diare
d. Hipersalivasi
e. Fistula
f. Ileustomy
g. Diaporesis (keringat berlebihan)
h. Luka bakar
I. Puasa
j. Terapi hipotonik
k. Suction gastrointestinal (cuci lambung)
2. Dehidrasi hipotonik
a. Penyakit DM
b. Rehidrasi cairan berlebih
c. Mal nutrisi berat dan kronis
3. Dehidrasi hipertonik
a. Hiperventilasi
b. Diare air
c. Diabetes Insipedus ( hormon ADH menurun )
d. Rehidrasi cairan berlebihan
e. Disfagia
f. Gangguan rasa haus
g. Gangguan kesadaran
h. Infeksi sistemik : suhu tubuh meningkat.

1.3 Patofisiologi
Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada berbagai
keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan
tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab tersering kekurangan volume cairan
yang juda sering terjadi adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan luna, luka
bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di adlam ruang
non ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkapdan tidak dapat
dipakai oleh tubuh. Penumpulkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-
ruang seperti beradal dari volume ECF sehingga dapta mengurangi volume sirkulasi
darah efektif.
Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang terdiri dari ari, Na
(30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada lingkungan yang panas, bisa
terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam. Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume
jika asupannya tidak mencukupi. Jumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit karna
penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode terbuka.
Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal terjadi pada 3
keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang berlebihan, terutama tiazid
atau diuretik sampai yang kuat seperti furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga
sering menyebabkan kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria pada DM
yang tidak terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian
makanan tinggi protein secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam
jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen osmotik.
Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya volume ECF
menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vene ke jantung sehingga
mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena tekanan arteri rata-rata = curah x
tahanan perifer total maka penurunan curah jantung mengakibatkan hipotensi.
Penurunan tekanan darah dideteksi oleh baroreseptor pada jantung dan arteri karotis
dan diteruskan ke pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon
simpatis. Respon berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas
jantung bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jarignan yang
normal.
Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.
Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik dan aldosteron meningkatkan
reabsorbsi natrium oleh ginjal. Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml) maka
vasokontriksi dan vasokonstriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang meningkat.
Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan kulit,
sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan.
2.1 Primary Survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan
penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran
ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi - kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang
diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan
internal.
3. disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak
yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum
penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
4. Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari
mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

2.2 Secondary Survey


a. Data umum :
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)

b. Keluhan utama :
a. O (Onset) atau sudah berapa lama keluhan dirasakan oleh pasien tersebut
b. L (location) atau bagian serta daerah mana yang menjadi keluhan dari si pasien
c. D (duration) adalah keluhan dirasakan pasien hilang timbul atau dirasakan
secara terus menerus,
d. C (character) adalah menanyakan sifat dari keluhan pasien contoh bila pasien
mengalami pusing, karakter dari pusing tersebut seperti tertusuk atau di pukul.
e. A (alleviating dan aggravating) atau ada tidak yang menjadi faktor memperingan
atau memperberat dari keluhan si pasien.
f. R (Radiation) atau ada tidak dari satu keluhan menjalar atau berpindah ke bagian
tubuh lainnya, serta yang terakhir adalah
g. T (Time) dimana ditanyakan ada tidak waktu tertentu penyakit mungkin seperti
contoh keluhan hanya muncul pada malam hari.

c. Pengkajian Fokus
1. Demografi
Jenis kelamin : dehidrasi rentan terjadi pada wanita dari pada pria.
Umur : sering terjadi pada usia di atas 65 tahun.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
1) Fistula
2) Ileustomy
3) Suction gastrointestinal
4) DM
5) Diabetes insipedus
6) Perdarahan
b. Pemeliharaan kesehatan
1) Diet rendah garam
2) Pemasukan cairan kurang terpenuhi
c. Pola cairan
Gejala : haus berkurang, cairan kurang
Tanda : BB menurun melebihi 2-8% dari BB semula, membran
mukosa kering.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran : apatis-coma
2) Tekanan darah menurun
a. Nadi meningkat
b. Pernafasan cepat dan dalam
c. Suhu meningkat pada waktu awal
3) BB meningkat
4) Turgor menurun
5) Membran mukosa mulut kering
6) CVP menurun

3.1 Diagnosa Keperawatan


a. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan intake yang
kurang.
b. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah.
c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit menurun.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan tahanan vaskuler sistemik.
3.2 Intervensi Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan intake yang
kurang.
Tujuan : Volume cairan adekat sehingga volume cairan dapat teratasi
Kriteria hasil :
1. Mempertahankan keseimbangan cairan
2. Tanda vital (N = 80 – 100 x/menit, S = 36-37oC
3. Capillary refill < 3 detik
4. Akral hangat
4. Urine output 1-2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
1. Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, tugor
Rasional : Indikator keadekuatan volume sirkulasi, hipotensi data terjadi
dengan resiko cedera setelah perubahan posisi
2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.
Rasional : Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali
mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk
masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan
elektrolit.
3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan jaksatif /
diuratik
Rasional : Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah
dan / atau penggunaan laksatif / deuratik mencegah
kehilangan lebih lanjut.
4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan / mempertahankan keseimbangan
cairan optimal. Misal : jadwal masukan cairan.
Rasional : Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki
ketidakseimbangan.
5. Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal
Rasional : Perpindahan cairan / elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat
meluas mempengaruhi penyembuhan.
6. Berikan / awasi pemberian cairan IV
Rasional : Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidak-seimbangan
cairan.

b. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah.


Tujuan : Mempertahankan / memperbaiki perfusi jaringan.
Kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital stabil TD = 120/80, Nadi = 80-100 h, kulit tidak pucat.
2. Kulit hangat
3. Nadi perifer teraba
4. Keluaran urine adekuat 0,5 – 1,5 cc / kg / BB
5. CRT < 2 detik.
6. Kesadaran composmentis
7. Tidak ada nyeri dada
Intervensi:
1. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.
2. Selidiki keluhan nyeri dada, catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang
menghilangkan nyeri.
Rasional : Dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan
penurunan perfusi.
3. Auskultasi nadi apikal, awasi kecepatan jantung / irama.
Rasional : Perubahan disritmia dan iskemi dapat terjadi sebagai akiabt
hipotensi, hipoksia, ketiseimbangan elektrolit atau
pendinginan dekat area jantung bila lavase air dingin
digunakan untuk mengontrol perdarahan.
4. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan
nadi perifer lemah lemah.
Rasional : Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan
volume sirkulasi dan / atau terjadi sebagai efek
samping pemberian vasopresin.
5. Catat haluran urine dan BJ
Rasional : Penurunan perfusi ginjal dimanifestasikan sistemik dapat
menyebabkan iskemia/gagal dengan penurunan keluaran
urine.
6. Observasi kulit pucat, kemerahan, pijat dengan minyak, ubah posisi
dengan sering.
Rasional : Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko
kerusakan kulit.
7. Awasi nadi oksimetri
Rasional : Mengindentifikasi hipoksemia, kefektifan / kebutuhan untuk
terapi.
8. Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi. Penggunaan
RL di kontraindikasikan pada adanya gagal hati karena
metabolisme laktat terganggu.

c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit menurun.


Tujuan : Mengindentifikasi dan mempertahankan kulit halus, kenyal, utuh.
Kriteria hasil : Turgor kulit baik, kulit utuh, tidak ada lecet, tidak ada kemerahan.
Intervensi:
1. Observasi kemerahan, pucat.
Rasional : Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
2. Dorong mandi tiap 2 hari 1 x
Rasional : Sering mandi membuat kulit kering.
3. Gunakan krim kulit 2 x sehari
Rasional : Melicinkan sirkulasi pada kulit, meningkatkan tonus kulit.
4. Diskusikan pentingnya perubahan posisi, perlu untuk mempertahankan
aktifitas.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah
tekanan lama pada jaringan.
5. Tekankan pentingnya masukan nutrisi / cairan adekuat.
Rasional : Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi klien.

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Pasien diharapkan mampu meningkatkan toleransi aktifitas.
Kriteria hasil : Peningkatan kekuatan otot berhubungan dengan tidak diaporesis.
Intervensi:
1. Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan tenang.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenganan, menyediakan energi
yang digunakan untuk penyembuhan.
2. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai indikasi
Rasional : Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
3. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang
gerak sendi pasif / aktif.
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
4. Periksa tanda vital sebelum dan segera aktifitas khususnya penggunaan
diuren.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktifitas.
5. Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas
atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.
Rasional : Palpitasi nadi tak teratur dapat mengindikasikan kebutuhan
perubahan program olah raga atau obat.

e. Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan vaskuler sistemik.


Tujuan : Mempertahankan curah jantung.
Kriteria hasil : Tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada perubahan EKG.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru
Rasional : Takipnea, frekuensi jantugn tak teratur menunjukkan GGK.
2. Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, suhu.
Rasional : Hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan
nadi, penurunan nadi perifer, pucat, penyimpangan mental
cepat menunjukkan tamponade, yang merupakan kedaruratan
medik.
3. Awasi pemeriksaan lab, contoh : eletkrolit (kalium, natrium, kalsium,
magnesium).
Rasional : Ketidakseimbagnan dapat mengganggu kondisi elektrikal dan
fx jantung.
4. Catat warna kulit dan kualitas nadi
Rasional : Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung menurun
membuat kulit pucat dan menurunnya kekuatan nadi perifer.

Anda mungkin juga menyukai