Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG

DEHIDRASI

1. Pengertian

Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang invididu yang tidak


menjalani puasa beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, interstitial atau
intra vaskuler (Lynda Jual Carpenito, 2000 : 139).

Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan


yang keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk (Sri Ayu
Ambarwati, 2003).

Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan cairan yang


disertai dengan output yang melebihi intaks sehingga jumlah air dalam
tubuh berkurang (Drs. Syaifuddin, 1992 : 3).

Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotik yang disertai


kehilangan antrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A.
Price, 1994 : 303)

Kesimpulan Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotonik


yang tidak seimbang antara cairan yang keluar dan cairan yang masuk
sehingga cairan dalam tubuh berkurang.
2. Klasifikasi
Klasifikasi dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis :
a. Dehidrasi Isotonik
Dehidrasi isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit
sehingga kepekatannya tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya
tidak mengakibatkan cairan ECF berpindah ke ICF.
b. Dehidrasi Hipotonik
Dehidrasi hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi
kehilangan cairan, sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat.
Tekanan osmotik ECF menurun mengakibatkan cairan bergerak dari
EFC ke ICF. Volume vaskuler juga menurun serta terjadi
pembengkakan sel.
c. Dehidrasi Hipertonik
Dehidrasi hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi
pelarut pada dehidrasi ini non osmotik ECF menurun, mengakibatkan
cairan bergerak dari ICF ke ECF.

Adapun derajat dehidrasi, sebagai berikut :

3. Etiologi
Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe / jenis-jenis
dehidrasi (Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).
A. Dehidrasi
a) Perdarahan
b) Muntah
c) Diare
d) Hipersalivasi
e) Fistula
f) Ileustomy (pemotongan usus)
g) Diaporesis (keringat berlebihan)
h) Luka bakar
i) Puasa
j) Terapi hipotonik
k) Suction gastrointestinal (cuci lambung)
B. Dehidrasi hipotonik
a) Penyakit DM
b) Rehidrasi cairan berlebih
c) Mal nutrisi berat dan kronis
C. Dehidrasi hipertonik
a) Hiperventilasi
b) Diare air
c) Diabetes Insipedusà hormon ADH menurun
d) Rehidrasi cairan berlebihan
e) Disfagia
f) Gangguan rasa haus
g) Gangguan kesadaran
h) Infeksi sistemik : suhu tubuh meningkat.

4. Manifestasi klinis
Berikut ini gejala atau tanda dehidrasi berdasarkan tingkatannya
(Nelson, 2000) :
A. Dehidrasi ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB semula)
a) Haus, gelisah
b) Denyut nadi 90-110 x/menit, nafas normal
c) Turgor kulit normal
d) Pengeluaran urine (1300 ml/hari)
e) Kesadaran baik
f) Denyut jantung meningkat
B. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5% dari BB semula)
a) Haus meningkat
b) Nadi cepat dan lemah
c) Turgor kulit kering, membran mukosa kering
d) Pengeluaran urien berkurang
e) Suhu tubuh meningkat

C. Dehidrasi berat (kehilangan cairan 8% dari BB semula)


a) Penurunan kesadaran
b) Lemah, lesu
c) Takikardi
d) Mata cekung
e) Pengeluaran urine tidak ada
f) Hipotensi
g) Nadi cepat dan halus
h) Ekstremitas dingin

5. Patofisiologi
Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi
pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan
dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal.
Penyebab tersering kekurangan volume cairan yang juga sering terjadi
adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan lunak, luka bakar berat,
peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di dalam ruang
ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkap dan tidak
dapat dipakai oleh tubuh. Penumpukan volume cairan yang cepat dan
banyak pada ruang-ruang seperti berada dalam volume ECF sehingga
dapat mengurangi volume sirkulasi darah efektif.
Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang
terdiri dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada
lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam.
Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak
mencukupi. Jumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit karena
penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode terbuka.
Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal
terjadi pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang
berlebihan, terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat seperti
furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga sering menyebabkan
kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria pada DM yang tidak
terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian
makanan tinggi protein secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea
dalam jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen osmotik.
Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya
volume ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vena
ke jantung sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena
tekanan arteri rata-rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan
curah jantung mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah
dideteksi oleh baroreseptor pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan
ke pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon
simpatis. Respon berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan
kontraktilitas jantung bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan
perfusi jarignan yang normal.
Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-
angiotensin-aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik
dan aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal.
Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml) maka
vasokontriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang meningkat. Terjadi
penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan kulit,
sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita dehidrasi (Doenges & Sylvia Anderson):
A. Obat-obatan Antiemetik, Untuk mengatasi muntah.
B. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti
diare serta dapat diberikan oralit.
C. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai
untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.

D. Pemberian cairan intravena


Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian
cairan intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan
infus terpilih untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati
normal, karena akan menambah volume plasma. Segera setelah pasien
mencapai normotensi, separuh dari larutan garam normal (0,45%)
diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan membantu
pembuangan produk-produk sisa metabolisme.

E. Pemberian bolus cairan IV


Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan,
untuk mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang
menunjukkan fungsi ginjal normal.
7. WOC
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Sri Ayu. 2001. http://www.kompas.com/kesadaran/0307/14/103451

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. jakarta : EGC.

Ignatavicus, Donna D. Bayne, Marylin Varner. 1991. Medical Surgical Nursing,


WB Saunders Company Inc.

Prince, Sylive A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4.


Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzzone, C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8.


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai