Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN GAWAT NAFAS PADA

NEONATUS DI RUANG BAYI RSUD ULIN


BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Anak


Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh:
Merry Lidya, S. Kep
NIM: 11194692110107

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN GAWAT NAFAS PADA NEONATUS DI RUANG


BAYI RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal April 2022

Disusun oleh :
Merry Lidya,S.Kep
NIM: 11194692110107

Banjarmasin, April 2022

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Umi Hanik Fetriyah,S.Kep.,Ns.,M.Kep Ermina, S.Kep., Ns


NIK. 1166042009023 NIP. 197912292008012027
A. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem
1. Anatomi Sistem

Gambar 1.1 Sistem Pernafasan


2. Fisiologi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan pada janin saat di dalam kandungan berbeda
dengan pada saat bayi lahir, hal ini dikarenakan pada saat janin didalam
kandungan mendapatkan oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta
sedangkan setelah bayi lahir dan plasenta lahir, bayi bernafas
menggunakan paru-paru (Koc et al., 2019). Sebelum janin lahir dan
memiliki pematangan fungsi paru-paru, janin menghasilkan surfaktan dan
mempunyai alveolus sebagai sarana untuk melakukan pertukaran gas
(Wati, 2020).

Pernafasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 10


detik pertama sesudah lahir. Rangsangan gerakan pernafasan pertama
terjadi karena beberapa faktor, yaitu (Rahmawati & Meiferina, 2019) :

1) Stimulasi mekanik
Stimulasi mekanik yaitu karena terdapat rongga dada pada
saat melewati jalan lahir hal tersebut mengakibatkan paru paru
kehilangan 1/3 dari cairan yang terdapat dildalamnya, sehingga
akan tersisa 80-100 mL setelah bayi lahir dan cairan tersebut akan
diganti dengan udara.
2) Stimulasi kimiawi
Stimulasi kimiawi yaitu penurunan kadar oksigen (dari 80
ke 15 mmHg), Kenaikan kadar karbon dioksida (dari 40 ke 70
mmHg) dan penurunan PH yang akan merangsang kemoreseptor
yang terletak di sinus karotikus dan akibatnya akan terjadi asfiksia
sementara selama kelahiran.
3) Stimulasi sensorik
Stimulasi sensorik yaitu adanya rangsangan suhu dingin
pada bayi pada saat bayi meninggalkan suasana hangat pada
uterus dan memasuki udara luar yang dingin. Perubahan suhu
yang mendadak ini akan merangsang implus sensoris di kulit yang
kemudian disalurkan ke pusat respirasi.
4) Refleks deflasi hering breur
Refleks deflasi hering breur adalah refleks mengeluarkan
cairan dalam paru-paru yang dapat menyebabkan bayi batuk dan
muntah sehingga mengembangkan jaringan alveolus paru-paru
untuk pertama kali.
Berikut beberapa fungsi dari bagian sistem pernafasan (Ibishi et al, 2018):
1) Nasal Cavity (Rongga Hidung)
Rongga hidung adalah tempat masuknya udara menuju
tenggorokan. Rongga hidung juga bertugas menjaga kelembapan,
suhu, dan tekanan udara di sana. Di dalam rongga, terdapat
selaput lendir dan bulu hidung.

2) Faring
Faring berfungsi sebagai penyalur, sehingga udara yang
masuk ke tubuh disalurkan lewat faring ke trakea.
3) Epiglotis
Epiglotis berbentuk seperti katup yang bekerja pada saat
bernafas ia akan terbuka dan saat kita makan ia akan tertutup hal
ini berfungsi untuk menghalang makanan masuk pada rongga
pernafasan.
4) Laring
Laring bertugas untuk memproduksi suara, ketika kita
berbicara maka akan ada udara yang keluar dari mulut, udara
yang keluar dari mulut ini melalui pita suara yang
berimpitanakibatnya timbullah getaran.
5) Trakea
Trakea merupakan batang tenggorokan yang berfungsi
untuk mengalirkan udara ke paru-paru.
6) Bronkus
Bronkus menyerupai tabung yang pada tabungnya
terdapat silia atau rambut kecil dan bergerak secara gelombang,
gerakan tersebut membuat dahak dan lendir keluar ke
tenggorokan. Dahak atau lendir terdapat pada bronkus mencegah
debu masuk ke paru-paru.
7) Bronkiolus
Bronkiolus adalah cabang bronkus yang bertugas
menyalurkan udara ke alveoli. Selain itu tugas dari beronkiolus
adalah mengendalikan jumlah udara yang masuk ke paru-paru ke
bernafas
8) Paru-paru
Paru-paru berjumlah seoasang dan merupakan tempat
menampung udara sehingga oksigen tersebut bisa disalurkan ke
tubuh. Oksigen yang terdapat pada udara tersebut akan dialirkan
ke pembuluh darah. Tugas ini akan dibanto oleh pompaan dari
jantung
9) Alveolus
Pada paru-paru terdapat kantong-kantong kecil yang
merupakan tempat bertukarnya oksigen dan karbondioksida.
Karbondioksida akan dialirkan ke alveolus sehingga dapat
dihembuskan keluar tubuh.
10) Diafragma
Diagfragma merupakan pemisah rongga dada dan juga
perut. Diagragma ini bentuknya berupa otot dan dapat digunakan
untuk memperluas paru-paru.
11) Pleura
Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru
dengan dinding dada bagian dalam. Cairan yang diproduksi pleura
ini berfungsi sebagai pelumas yang membantu kelancaran
pergerakan paru-paru ketika bernafas tanpa adanya friksi.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Sindrom gawat napas atau respiratory distress syndrome (RDS)
adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru (Hubbard et al, 2018).
Respiratory distress syndrome disebut juga penyakit penyakit
paru akibat difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD))
(Stylianou-Riga et al., 2021) .
Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama hyaline
membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada
penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli (De
Luca, 2021).

2. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari
faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan (Matthay et
al., 2018) :

1) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial
ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang
mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.
2) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan
plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel
pada tempatnya.
3) Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir,prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
4) Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan
tindakan dan lain-lain.
Dari keempat faktor ini menyebabkan Respiratory Distress
Syndrome sehingga menyebabkan tubuh bayi kekurangan surfaktan.
Surfaktan adalah suatu kompleks lipoprotein yang merupakan bagian dari
permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegah kolapsnya
paru. Ketidakadekuatan surfaktan menimbulkan kolaps paru, sehingga
menyebabkan hipoksia, retensi CO2 dan asidosis
3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.
Hal ini merupakan faktor utama terjadinya gawat nafas. Ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan
atau tidak adanya surfaktan. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi
sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps
alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya
tetap mengembang. Setiap kali bernafas menjadi sukar dan memerlukan
usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan
napas (ekspirasi). Hal ini mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan
oksigen untuk menghasilkan energi daripada menerima sehingga
menyebabkan bayi kelelahan (Hubbard et al., 2018).

Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit


membuka alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan
paru ini dapat menyebabkan atelektasis (Kolaps Paru). Kolaps paru
(atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal sehingga
terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik
menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik
pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ
vital. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan aliran darah paru
menurun dan mengakibatkan berkurangnya pembentukan zat surfaktan
(Bitew et al., 2020).

Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran


darah keotak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena
hipoksia dan iskemia. Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti
stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi
sirkulasi darah relative masih baik. Curah jantung yang meningkat dan
adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peningkatan tekanan
darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat
diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada
kulit. Apneu normal berlangsung sekitar 1-2 menit. Apnea primer dapat
memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia
miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi,vasokontraksi dan
hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5 menit dan kemudian terjadi
apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung,tekanan darah
dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan dan pemberian
oksigen segera dimulai. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam
alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama dengan
jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat
pertukaran gas sehingga timbul masalah gangguan pertukaran gas
(Matthay et al., 2018).
Faktor Ibu

Faktor Ibu Faktor Plasenta


Faktor Ibu

4. Pathway

Faktor Ibu Faktor Plasenta Faktor Janin Faktor Persalinan

Ketidakseimbangan paru menjalankan fungsinya

Gawat Nafas (RDS)

Menurunnya Produksi Surfaktan

Tegangan Permukaan paru meningkat Atelektasis

Menurunnya Ventilasi perfusi


Kolaps Alveolar paru
Takikardi
Penurunan Ventilasi Pulmonal
Usaha nafas ↑
Hiperventilasi Hipoksia Berat
Pengeluaran Energi ↑
Pengeluaran Energi ↑

Hiperventilasi Hipoksia Berat Pengeluaran Energi ↑

Hiperkapnia MK : Risiko Syok Kelelahan Sianosis

MK : Gangguan MK : Keletihan MK : Risiko Perfusi Perifer


Pertukaran Gas Tidak Efektif

MK : Risiko Gangguan
Sirkulasi Spontan
5. Komplikasi
6. Manifestasi Klinis
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Penatalaksanaan
9. Pengkajian Fokus Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata
Kejadian bayi lahir rendah semakin berisiko terjadi pada kehamilan
pertama/primigravida. Penelitian menunjukkan bahwa kasus BBLR
lebih banyak ditemukan pada kelompok primigravida daripada
multigravida. Primigravida pada masa remaja (<20tahun) berisiko
terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan (Sumarmi, 2015).
2) Riwayat maternal
Berat bayi lahir rendah (BBLR)dapat disebabkan oleh bayi prematur
maupun retardasi pertumbuhan rahim/IUGR (intrautarine
growthrestriction).usia kehamilan < dari 36 bulan dapat
menyebabkan bayi BBLR, ibu yang memiliki riwayat melahirkan
Berat bayi lahir rendah (BBLR)BBLR mempunyai potensi tinggi
untuk melahirkan bayi berat badan lair rendah BBLR kembali.
b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem saraf
Refleks pada bayi saat lahir diantaranya yaitu:
a) Refleks moro
b) Refleks sucking
c) Refleks menelan
d) Refleks rooting
Tetapi pada bayi yang mengalami berat bayi lahir rendah refleks yang
ada lemah karena beberapa otot pada bayi yang memiliki berat bayi
lahir rendah belum aktif sehingga berakibat pada sistem saraf bayi.
2) Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler denyut nadi bayi tidak teratur nadi perifer
lemah rata-rata nadi apikal 120-160x/menit dalam kondisis tidur 70-
100x/menit dan 180x/menit ketika menangis. Bayi mudah
terindikasi anemia karena sel darah merah yang masih kurang
dan bayi yang menderita BBLR mudah mengalami sianosis, pucat,
ikterik, warna bantalan kuku, membran mukosa dan bibir pucat
(Triana Ani, 2015) Aktifitas, istirahat dan tidur bayi lebih banyak
tertidur daripadabangun, status sadarnya bayi semi koma, saat tidur
dalam meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan
matacepat (REM) tidur rata-rata 20jam/hari
Pernafasan bayi mungkin rendah cepat dan belum belum teratur ,
sering terjadi apnea karena otot pernapasan masih lemah, pola
pernafasan diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron
dari dada dan abdomen. Auskultasi bunyi pernapasan mungkin
dangkal tidak teratur (Wilkinson, 2016).
3) Sistem Imun
Sistem imun akan mudah terjadi infeksi karena pembentukan
antibody yang tidak baik. Pergerakan otot kurang, tonus otot belum
sempurna disebabkan muskuler. Otot masih hipnotonik, sehingga
sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai dalam keadaan abduksi.
4) Pernafasan
Pernafasan dangkal, tidak teratur, dan pernafasan diafragatik
intermuten atau periodik (30-60kali/menit) adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, adanya
sianosis, adanya bunyi ampela pada auskultasi menandakan
sindrom distres pernapasan (RDS).
5) Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjlan karena
ketidakadekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat, kepala kecil
dengan dahi menonjol, batang hidung cekung, hidung pendek
mencuat, bibir atas tipis dan dagu maju, tonus otot dapat tampak
kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan serta keterbatasan
gerak, pelebaran tampilan mata.
6) Seksualitas
Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan
klitoris menonjol, testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin
banyak atau tidak ada pada skrotum.
7) Keamanan
Suhu flektuasi dengan mudah, tidak terdapat garis alur pada telapak
tangan, warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar
tali pusat dengan warna kehijauan, menangis mungkin lemah.
8) Perkembangan janin
Janin pada usia gestasi 24 minggu memiliki karakteristik, panjag
bayi 28 sampai 36 cm, berat 550 gram. Pada usia gestasi 28
minggu memiliki panjang 35 hingga 38 cm dan memiliki berat 1200
gram. Usia gestasi 32 minggu memiliki panjang 38 hingga 43 cm
dan berat 1600 gram. Usia gestasi 36 minggu bayi memiliki panjang
42 hingga 49 cm dan berat 1900 hingga 2700 gram (Pillitteri, 2002).
10. Diagnosa Keperawatan
11. Tujuan Keperawatan
Diagnose
No Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Hipotermia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipotermia
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
dengan suhu tubuh berada pada rentang
prematuritas normal dengan kriteria hasil - Monitor suhu tubuh
- Identifikasi penyebab hipotermia (mis. terpapar suhu
Termogulasi lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan
hipotalamus, penurunan laju metabolisme, kekurangan
- Tidak ada tanda menggigil lemak subkutan)
- Pucat menurun
- Suhu tubuh dalam batas normal Teraupetik
- Suhu kulit membaik - Sediakan lingkungan yang hangat
- Ventilasi membaik - Ganti pakaian/linen yang basah
- Lakukan pengahatan pasif (mis. selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
- Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan
metode kangguru)

Edukasi

Anjurkan makan/minum hangat

2. Defisit Nutrisi 1.Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I. 03119)


berhubungan 2.Berat Badan
dengan Observasi
Kriteria Hasil :
BBLR
- Identifikasi status nutrisi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
diharapkan berat badan pasien
- Identifikasi makanan yang disukai
meningkat yang dibuktikan
dengan: - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

1.Status Nutrisi - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik


- Berat badan membaik
- Monitor asupan makanan
- Nafsu makan membaik
- Membran mukosa membaik - Monitor berat badan
- Bising usus membaik
2.Berat Badan - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Berat badan mmembaik Terapeutik
- Indeks massa tubuh membaik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida


makanan)

- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang


sesuai

- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

- Berikan suplemen makanan, jika perlu

- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik


jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu

- Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.


Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah


kalori dan jenis nut

3. Pola nafas Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas


tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
berhubungan pola nafas membaik dengan
dengan kriteria hasil: - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
imaturitas nafas)
Pola nafas - Monitor bunyi nafas tambahan
pusat
pernafasan - Tekanan eksprisasi meningkat Teraupetik
- Tekanan ispirasi meningkat
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Tidak ada penggunaan otot
- Posisikan semi-fowler atau fowler
bantu nafas - Berikan minum hangat
- Pernafasan pursed-tip menurun - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Frekuensi nafas membaik - Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak


kontraindikasi

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian bronkodilatorm ekspektoran,


mukolitik, jika perlu

4. Ikterik Setelah dilakukan intervensi Fisioterapi neonatus


neonatus keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
berhubungan ikterik neonatus menurun dengan
dengan bayi kriteria - Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
prematur - Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia
Integritas Kulit dan Jaringan gestasi dan berat badan
- Monitor efek samping fisioterapi
- Elastisitas kulit meningkat
- Hidrasi meningkat Teraupetik
- Perfusi jaringan meningkat
- Siapkan lampu fisioterapi dan incubator atau kotak
- Suhu kulit membaik bayi
- Tekstur membaik - Lepaskan pakaian kecuali bayi kecuali popok
- Berikan penutup mata
-

5. Disfungsi 1.Motilitas Gastrointestinal Manajemen Nutrisi


Motilitas
Kriteria Hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
Gastrointesti
nal Setelah dilakukan tindakan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
berhubungan keperawatan 1x24 jam 3. Identifikasi makanan yang disukai
dengan diharapkan berat badan pasien
malnutrisi meningkat yang dibuktikan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
dengan : 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
1.Motilitas Gastrointestinal 6. Monitor asupan makanan
- Nyeri menurun
- Kram abdomen menurun 7. Monitor berat badan
- Mual menurun 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Muntah menurun
- Regurgitasi menurun Terapeutik
- Distensi abdomen menurun 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Diare menurun
- Suara peristaltik meningkat (bila 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida
makanan)
hipoperistaltik) / menurun (bila
hiperperistaltik) 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
- Pengosongan lambung sesuai
meningkat
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
- Flatus meningkat
konstipasi

5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen makanan, jika perlu


7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik
jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.


pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah


kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

Pengontrolan Infeksi

Observasi

1. Identifikasi pasien-pasien yang mengalami penyakit


infeksi menular

Terapeutik

1. Terapkan kewaspadaan universal (mis. cuci tangan


aseptik, gunakan alat pelindung diri seperti masker,
sarung tangan, pelindung wajah, pelindung mata,
apron, sepatu bot sesuai model transmisi,
mikroorganisme)

2. Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan positif untuk


pasien yang mengalami penurunan imunitas

3. Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan negatif


untuk pasien dengan risiko penyebaran infeksi via
droplet atau udara

4. Sterilisasi dan desinfeksi alat-alat, furnitur, lantai,


sesuai kebutuhan

5. Gunakan hepafilter pada area khusus (mis. kamar


operasi)

6. Berikan tanda khusus untuk pasien-pasien dengan


penyakit menular

Edukasi

1. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

2. Ajarkan etika batuk dan/atau bersih

6. Menyusui Setelah dilakukan asuhan Edukasi menyusui


tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
berhungan menyusui tidak efektif dapat
dengan teratasi dengan kriteria hasil: - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
kondisi bayi informasi
BBLSR Status menyusui - Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui

- Perlekatan bayi pada payudara Teraupetik


ibu meningkat - Dukung ibu dalam meningkatkan kepercayaan diri
- Kemampuan memposisikan bayi dalam menyusui
dengan benar - Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga
- Suplai ASI adekuat kesehatan dan masyarakat.
- Intake bayi meningkat - Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu
- Hisapan bayi meningkat - Ajarkan posisi meyusui bagi ibu

7. Resiko 1.Tingkat infeksi menurun (l. PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539)


infeksi 14137)
1. Observasi
Kriteria Hasil :
- Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
keperawatan selama 1 x 24 jam, - Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke
diharapkan Status kekebalan pelayanan kesehatan
pasien meningkat, yang
dibuktikan dengan kriteria hasil : 2. Terapeutik

1.tidak didapatkan infeksi berulang - Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha
2.tidak didapatkan tumor anterolateral
3.status rspirasi sesuai yang - Dokumentasikan informasi vaksinasi
diharapkan - Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
4.temperatur badan sesuai yang
diharapkan 3. Edukasi
5.integritas kulit
6.integritas mukosa - Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal
7.tidak didapatkan fatigue kronis dan efek samping
- Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
8.reaksi skintes sesuai paparan
- Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap
penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah
- Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
- Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal imunisasi kembali
- Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan vaksin gratis
Daftar Pustaka

Aziz, H. A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba


Medika.
Indonesia, I. D. (2016). Konsensus Asuhan Nutrisi Pada Bayi Prematur. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Surasmi. (2013). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
Nurlaila. (2015). Hubungan Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru (PMK)
Dengan Kejadian Hipotermia Pda BBLR. Jurnal Husada Mahakam, 452-
522.
Saiful, Y. (2019). Stimulasi Oral Meningkatkan Reflek Hisap Pada Bayi BBLR.
Journal Of Ners Community, 20-28.
Prawihardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kelima. Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Syaifuddin. (2010). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan dan Kebidanan. Edisi 4. Jakrta: EGC.
Putriyansah, E. (2020). Asuhan Kebidanan, BBLR gangguan Pernafasan. Prima
Wijaya Healt, Vol 1 Hal 1.
Hapsari, A. L. (2017). Gambaran Faktor Risiko Lama Rawat Bayi Berat Rendah
Di RSU Tangerang Selatan. Tesis. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Potter & Perry. (2012). Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid I. Yogyakarta:
MediAction.
Doenges, E.Marilynn. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan -
Edisi 3. Jakarta :EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai