Disusun Oleh :
RISTI CAPRITA ANGGRAINI
14901.08.21103
Mahasiswa
Kepala Ruangan
BAB II
PEMBAHASAN
I. Anatomi
Anatomi Sistem Perkemihan
B. SISTEM PENCERNAAN
Anatomi sistem pencernaan terdiri dari organ-organ pencernaan yang dibagi
menjadi dua kelompok utama, yaitu organ dalam saluran pencernaan dan organ
pencernaan pelengkap. Saluran pencernaan atau disebut juga dengan traktus
gastro intestinal (GI), adalah saluran panjang yang masuk melalui tubuh dari
mulut ke anus. Saluran ini berfungsi untuk mencerna, memecah, serta menyerap
makanan melalui lapisannya ke dalam darah. Organ dalam saluran pencernaan
ini meliputi mulut, esofagus (kerongkongan), lambung, usus halus, usus besar,
dan berakhir di anus. Organ pencernaan pelengkap (aksesori) termasuk lidah,
gigi, kantung empedu, kelenjar air liur, hati, dan pankreas. Gigi dan lidah
terletak di dalam mulut yang juga membantu proses pencernaan, dalam
mengubah makanan dari bentuk kasar menjadi lebih halus. (Raysha Agustini,
2019)
1. Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan pintu masuk ke saluran cerna. Ruang masuk tersebut
dibentuk olek bibir yeng mengandung otot dan membantu mengambil,
menuntun, dan menampung makanan di mulut. Atap lengkung yang membentuk
kengkung rongga mulut, memisahkan mulut dari saluran hidung disebut langit-
langit atau palatum. (sherwood, 2018;678)
Di dalam rongga mulut terdapat dua organ sistem pencernaan, yaitu gigi (dentin)
dan lidah (lingua). Masing-masing organ sistem pencernaan yang terdapat di
dalam rongga mulut memiliki peranan dalam proses pencernaan makanan.
a. Gigi (Dentin)
Gigi merupakan alat pencernaan mekanis. Gigi berfungsi untuk memotong,
mengoyak dan menggiling makanan menjadi partikel yang kecil-kecil. Di
dalam gigi terdapat rongga gigi atau vulva yang mengandung pembuluh
darah dan urat syaraf. Bagian gigi yang masuk ke rahang dilapisi zat yang
disebut semen. Bakteri yang hidup di sela-sela gigi adalah Entamuba
ginggivalis yang berperan untuk menguraikan sisa-sisa makanan yang
tertinggal di dalam mulut.
b. Lidah (Lingua)
Permukaan lidah dilapisi oleh lapisan mukosa yang penuh dengan bintil-
bintil (papilla) yang mengandung saraf pengecap. Lidah berfungsi sebagai
indera pengecap makanan, mengatur makanan pada saat mengunyah dan
menelan makanan, serta membantu menghasilkan suara ketika berbicara.
Lidah juga berfungsi untuk membantu mencampur makanan dengan air liur
dan mendorong makanan masuk ke esofagus.
2. Tekak (Faring)
Tekak merupakan pertemuan saluran pernapasan antara rongga hidung
dengan tenggorokan dan saluran pencernaan antara rongga mulut dan
kerongkongan. Tekak memiliki lubang yang menuju tenggorokan, disebut
glotis dan ditutup oleh klep yang disebut epiglotis pada waktu proses
menelan. Tekak terdiri dari tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring, dan
tubaeustachius.
a. Nasofaring adalah ruang di atas langit-langit lunak di bagian belakang
hidung yang menghubungkan hidung ke mulut. Nasofaring
memungkinkan seseorang bernapas melalui hidung. Langit-langit lunak
memisahkan nasofaring dan orofaring. Nasofaring tetap terbuka bahkan
ketika otot fleksibel sehingga manusia bisa terus melanjutkan fungsi
pernapasan. Nasofaring dikelilingi oleh lipatan salpingopharyngeal dan
tonsil tuba, yang dapat menjadi meradang ketika terinfeksi.
b. Orofaring merupakan saluran pernapasan yang memiliki bentuk seperti
tabung dan berada di antara faring dengan trakea,
c. Tubaeustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring, yaitu daerah di belakang hidung.
Tubaeustachius selalu tertutup dan dalam keadaan steril, hanya terbuka
apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan, dan menguap.[ CITATION Ray19 \l 1033 ]
3. Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus adalah tabung sepanjang 25 cm (10 inci) yang dimulai dari
laringofaring dan turun di belakang trakea melalui mediastinum (rongga di
antara paru-paru) (gambar 3). Kemudian makanan melewati diafragma ke
sebuah lubang yang disebut hiatus esofageal dan berhubungan dengan
lambung. Makanan didorong ke esofagus menuju lambung secara peristalsis.
Dua otot lingkar (sfingter), otot lingkar esofagus atas di bagian atas esofagus
dan otot lingkar kardia (otot lingkar esofagus bawah) di dasar esofagus.
[ CITATION Rai16 \l 1033 ]
Fungsi esofagus adalah sebagai jalan untuk makanan yang telah dikunyah
dari mulut menuju lambung (menelan makanan), mencegah benda asing
masuk ke perut, menghasilkan gerak peristaltik, dan mencegah laju cairan
dari perut. Kerongkongan terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan mukosa,
lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan lapisan adventitia. Satu pertiga
bagian atasnya terdiri dari otot lurik dan dua pertiga bagian bawahnya terdiri
dari otot polos. Makanan pada saluran ini hanya membutuhkan waktu enam
detik untuk sampai ke lambung karena kontraksi otot lurik pada satu pertiga
kerongkongan bagian atas. Gerakan ini terjadi karena otot memanjang dan
melingkar dinding esofagus berkontraksi secara bergantian.
4. Lambung (Ventrikulus)
Lambung adalah bagian saluran pencernaan yang melebar. Lambung dapat
menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter. Di dalam lambung
terdapat tiga enzim, di antaranya enzim pepsin (mengubah amilum menjadi
maltosa & glukosa), enzim lipase steapsin (mengemulsi lemak menjadi asam
lemak & gliserol) dan enzim tripsin (mengubah pepton menjadi polipeptida
(asam amino)). Lambung terdiri dari 4 lapisan yaitu:
a. Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa
b. Lapisan berotot yang terdiri dari cardiac (terletak disebelah atas dekat
jantung), fundus (bagian yang membulat dan terletak di tengah), dan
pylorus (bagian yang berada di dekat usus). Ketiga otot ini mengatur
gerakan peristaltik.
c. Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan areoral (berisi pembulun
darah dan limfa).
d. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal dan terdiri atas
banyak kerutan atau rugae, kerutan tersebut akan hilang jika organ ini
mengembang karena berisi makanan dan banyak mengeluarkan mukus.
Lambung berfungsi untuk menyimpan makanan sementara dan
melakukan pencernaan secara kimiawi dengan bantuan getah lambung.
Lambung terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. Daerah cardiac (memanjang), merupakan daerah pintu masuk pertama
makanan dari esofagus. Pada bagian ini banyak dihasilkan mucus alkali.
b. Daerah fundus (melingkar), merupakan daerah bagian tengah lambung
yang membulat, menghasilkan HCl dan musin.
c. Daerah pylorus (menyerong), merupakan bagian di daerah bawah
lambung yang berhubungan dengan usus 12 jari (duodenum),
menghasilkan mukus alkali.
Makanan dalam lambung teraduk dan bercampur dengan getah
lambung sehingga berbentuk seperti bubur yang disebut chymus (bubur
kim). Pada bagian ujung pylorus, terdapat otot sfingter yang berfungsi untuk
mengatur chymus turun ke usus halus. Turunnya chymus dari lambung
melalui pilorus dibantu oleh gerak peristaltik.Gerak peristaltik merupakan
kontraksi otot-otot lambung di sekitar chyme yang dapat menyebabkan
chyme terdorong menuju usus halus. Dengan demikian, di lambung terjadi
pula pencernaan makanan secara mekanis oleh gerak peristaltik.
Getah lambung (sukus gastrikus) dihasilkan 2-3 liter/hari dengan pH
1,0–1,5 sehingga mampu membunuh kuman-kuman dalam makanan.
Pengeluaran getah lambung sangat dipengaruhi oleh banyaknya makanan
yang masuk ke lambung. Jika makanan yang masuk sedikit, tetapi sekresi
HCl (asam klorida) berlebihan, maka dinding lambung akan rusak dan
menimbulkan radang (ulkus). Macammacam getah lambung adalah sebagai
berikut:
a. HCl dapat mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk memecah
protein menjadi pepton.
b. Renin terdapat pada anak hewan yang juga terdapat pada tubuh manusia,
berfungsi untuk menggumpalkan susu.
c. Lipase lambung untuk menghidrolisis lemak.
5. Usus Halus (Intestinum)
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Usus halus berupa tabung yang panjangnya sekitar
6-8 meter dan terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum (usus 12 jari, ±0,25
cm), jejunum (usus kosong, ±7 meter) dan ileum (usus penyerapan, ±1
meter). Pada lapisan dalam atau tunica mucosa, jejunum dan ileum terdapat
tonjolan-tonjolan halus yang disebut vili yang berfungsi untuk memperluas
permukaan dinding usus dalam penyerapan sari makanan. Getah usus (sukus
enterikus) dihasilkan oleh dua macam kelenjar, yaitu kelenjar Burner dan
kelenjar Leiberkuhn. Kelenjar Burner berada di duodenum menghasilkan
musin dan enzim proteolisis (pemecah protein), sedangkan kelenjar
Leiberkuhn berada di sepanjang usus halus, bermuara di celah-celah vili
menghasilkan getah usus. Enzimenzim yang terapat pada usus halus adalah
sebagai berikut:
a. Amilase, memecah amilum menjadi disakarida
b. Pepsin, memecah peptide menjadi asam amino
c. Erepsin, berasal dari erepsinogen. Memecah peptin menjadi asam amino
d. Lipase, memecah gliserida (lemak) menjadi asam lemak dan gliserol
e. Disakarase, memecah disakarida menjadi monosakarida
f. Fosfatase, memperlancar proses penyerapan asam lemak dan glukosa
g. Enterokinase, memecah enzim tripsinogen dari pankreas menjadi tripsin.
Pada ujung usus halus terdapat katup yang disebut katup bauhini
(katup ileosekal) yang berfungsi mencegah makanan masuk kembali ke usus
halus. Pangkal usus besar disebut sekum dengan kepanjangannya yang
disebut rumbai cacing (apendiks). Pada usus halus hanya terjadi pencernaan
secara kimiawi, yaitu dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh
usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pancreas yang dilepaskan ke
usus halus.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar adalah bagian usus antara usus buntu dan rectum. Fungsi utama
organ ini adalah menyerap air selama proses pencernaan, membentuk massa
feses, mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar tubuh, dan
membentuk lendir untuk melumasi permukaan mukosa. Di dalam usus besar
terjadi proses pembusukan sisa pencernaan oleh bakteri Escherichia coli
yang hidup pada makanan yang tidak dapat dicerna oleh manusia.
Pembusukan ini menghasilkan gas H2S, indole, skatole, phenol, vitamin H
(biotin), dan vitamin K (berperan dalam proses pembekuan darah). Usus
besar memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Memiliki panjang 1,5
meter, dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3
daerah yaitu:
a. Asenden (usus halus), berfungsi untuk menyerap nutrisi, menghaluskan
makanan, menghasilkan zat, penyerapan zat di dalam tubuh.
b. Transversum (usus datar) berfungsi untuk menerima sisa makanan yang
tidak diserap oleh usus halus, menyerap air, menurunkan tingkat
keasaman dan mencegah infeksi, memperkuat sistem kekebalan tubuh.
c. Desenden (usus turun), berfungsi untuk menyerap air dan garam, pada
bagian ujung usus buntu terdapat apendik atau disebut sebagai umbai
cacing. Apendik berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh. Apendik
berperan aktif dalam sistem imunoglobin yang memiliki kelenjar limfoid
di dalamnya. Kelenjar limfoid berfungsi untuk melindungi tubuh dari
kerusakan akibat zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Kelenjar limfoid
mampu membedakan sel-sel tubuh dengan zat-zat asing yang masuk ke
tubuh dan berpotensi melakukan inaktivasi atau perusakan.
7. Anus (Rektum)
Bagian kolon paling akhir disebut anus (rectum) yang panjangnya ±15 cm.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses, menahan
feses agar tidak keluar secara tiba-tiba, membantu feses keluar dengan gerak
peristaltik. Pada anus terdapat otot volunter yang dikendalikan oleh
kehendak kita.
III. Definisi
A. ELIMINASI URINE
1. Pengertian Eliminasi Urine
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urin ini sangat tergantung
kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Terjadinya peningkatan
volume urin, dinding kandung kemih akan meregang dan mengirim impuls-
impuls sensorik ke pusat mikturisi di medulla spinalis pars sakralis. Impuls saraf
parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulus otot detrusor untuk berkontraksi
secara teratur. Sfingter uretra interna juga akan berelaksasi sehingga urin dapat
masuk ke dalam uretra. Kandung kemih akan berkontraksi, impuls saraf naik ke
medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebral. Individu akan menyadari
keinginanya untuk berkemih, urin akan keluar dari tubuh melalui
uretra(Smeltzer, 2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi volume serta kualitas urin serta kemampuan
klien untuk berkemih, yaitu diet dan asupan makanan, respon keinginan awal
untuk berkemih, gaya hidup, stress psikologis, tingkat aktivitas, tingkat
perkembangan serta kondisi penyakit. Hal ini juga dapat menyebabkan beberapa
perubahan tersebut dapat terjadi bersifat akut dan kembali pulih/reversible
ataupun dapat pula terjadi perubahan yang bersifat kronis serta tidak dapat
sembuh kembali/ireversibel (Smeltzer, 2013).
2. Ekskresi urine normal
Ginjal menyaring produk limbah dari darahuntuk membentuk urin. Ureter
bertugas mentranspot urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih
berguna untuk menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk berkemih.
Kandung kemih dalam kondisi normal dapat menampung urin sebanyak 600 ml.
Akan tetapi, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung
kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150-200 ml pada orang
dewasa).
Sistem ekskresi adalah system yang berperan dalam proses pembuangan zat
yang sudah tidak diperlukan atau zat yang membahayakan tubuh, dalam bentuk
larutan. Keringat dan air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan tubuh. Urine
adalah hasik ekskresi oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dalam tubuh
melalui proses urinasi. Urin normal berwarna jernih transparan warna kuning
muda. Urin berasal dari zat warna empedu. Urine berbau khas jika diberikan
agak lama, berbau ammonia pada kisar 6.8-7.2. Kandungan hasil ekskresi
berupa air, urea, asam urat, ammonia, keratin, asam oksalat, asam fosfat,
asam sulfat, klorida. Volume urine normal, kisaran 900 -1200ml.
IV. Etiologi
A. ELIMINASI URINE
1. Usia
Anak yang berusia enam bulan dengan berat badan 6-8 kg mengekskresikan 400-
500 ml urine setiap hari. Bayi yang bertanya 10% orang dewasa. Sementara
orang dewasa mengekresikan 1.500-1.600 ml urine per hari. Seiring penuaan,
lansia juga mengalami perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemihnya
sehingga mengakibatkan perubahan pada pola eliminasi urine (misal nokturia,
sering berkemih, residu urine). Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan
untuk merasakan bahwa kandung kemihnya penuh atau tidak mampu meningkat
kembali prosedur untuk buang air. Sementara ibu hamil dapat mengalami
peningkatan keinginan miksi akibat adanya penekanan kandung kemih.
7. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi, seperti
pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis, danepisiotomy akan
mengurangi keinginan untuk buang air besar (Tarwoto & Wartonah, 2010).
8. Faktor psikologis
Stress emosional mengganggu fungsi hampir seluruh sistem pecernaan tubuh
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
9. Kebiasaan diri
Kebiasaan eliminasi seseorang akan memengaruhi fungsi usus. Sebagian besar
orang dapat menggunakan fasilitas toilet sendiri dirumahnya, hal tersebut dirasa
lebih efektif dan praktis (Tarwoto & Wartonah, 2010).
10. Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan menimbulkan
tekanan pada rectum (Tarwoto & Wartonah, 2010).
11. Pembedahan dan Anestesi
Agen anestesi general yang digunakan selama pembedahan dapat menghentikan
gerakan peristaltic secara temporer (Tarwoto & Wartonah, 2010).
V. Manifestasi Klinis
A. ELIMINASI URINE
Menurut (Mubarak,dkk, 2015) tanda dan gejala gangguan eliminasi urine
adalah :
1. Poliuria
Produksi urine abnormal oleh ginjal.
2. Oliguria
Produksi urine yang rendah yakni 100-500ml/24 jam.
3. Anuria
Produksi urine kurang dari 100 ml/24 jam.
4. Enuresis
Berkemih yang tidak disadari (mengompol).
5. Urgensi
Perasaan yang sangat kuat untuk berkemih.
6. Disuria
Rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih.
7. Dribbling
Kebocoran atau rembesan urine walaupun ada control terhadap pengeluaran urine.
8. Hematuria
Terdapat darah dalam urine.
9. Residu urine
Urine yang tersiksa setelah berkemih.
10. Distensi Kandung kemih
B.ELIMINASI FEKAL
1. Obstipasi (sembelit)
2. Impaksi
3. Feses cair
4. Flatulens
VI. Patofisiologi
A. ELIMINASI URINE
Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta
kemampuan untuk berkemih. Terutama pada proses penyakit yang
mempengaruhi ginjal yang dikategorikan sebagai prarenalis, renalis,
pascarenalis. Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan
aliran darah yang bersirkulasi ke dan melalui ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan perfusi di jaringan ginjal. Perfusi ginjal
menyebabkan oliguria atau berkurangnya kemampuan untuk membentuk
urine. Perubahan renalis disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan
cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis. Perubahan
pascarenalis terjadi akibat adanya obstruksi pada sistem pengumpul urine di
setiap kalis ginjal. (Mubarak,dkk, 2015)
Faktor medikasi juga mempengaruhi eliminasi urine terutama pada saat
mengkonsumsi obat seperti obat diuretic yang adapa meningkatkan
haluaran urine. menjalani pemeriksaan penunjang juga dapat menimbulkan
gangguan eliminasi urine seperti pemeriksaan sitoskpopi yang bertujuan
untuk melihat langsung struktur perkemihan. Pemeriksaan tersebut dapat
mengakibatkan spasme pada sfingter kandung kemih yang menyebabkan
klien sering mengalami retensi urine.
Faktor selanjutnya disebabkan karena asupan cairan dan makanan sebelum
tidur. Mengkonsumsi cairan dan makanan yang menyebabkan peningkatan
ekskresi urine pada malam hari (nokturia) karena dapat menghambat
hormone antidiuretik (ADH).
B. ELIMINASI FEKAL
Kerusakan pada medulla spinalis dapat menyebabkan gangguan eliminasi
fekal. Cedera di daerah kepala yang mengakibatkan kerusakan pada
medulla spinalis mengakibatkan penurunan stimulus sensorik dan defekasi.
Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon
terhadap keinginan defekasi ketika klien tidak dapat menemukan toilet atau
mendapat bantuan. Akibatnya klien bisa mengalami konstipasi atau seorang
klien bisa mengalami fecal inkontinensia karena berkurangnya fungsi
sfingter ani.
Faktor lain yang menyebabkabkan gangguan adalah faktor asupan cairan
yang kurang. Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih
keras. Kerena jumlah absorbs cairan di kolon meningkat. Cairan yang
mengancerkan isi usus, memudahakan bergerak dalam kolon. Asupan
cairan yang menurun akan memperlambat gerak makanan yang memlalui
usus.
Pathway
Glomerulonefritis
Infeksi kronis
Kelainan kongenital
Penyakit Vaskuler
Gagal ginjal
Nephrolithiasis
SLE
Gangguan
Hipernatremi Produksi urin Retensi
Obat Nefrotoksik reabsorbsi
turun Urin
Infiltrasi
Intoleran Aktivitas
Kerusakan
Jaringan kulit
Oedema pulmonal
Dyspneu
Asidosis
Respirator
Ketidakefektifan
Peristaltik menurun Pola Nafas
Gangguan
Konstipasi Pertukaran
IX. Komplikasi
A. ELIMINASI URINE
1. Gagal Ginjal
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilanagn kemampuannya untuk mempertahankan
volume komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. (Amin
Huda,dkk, 2015)
2. Urolithiasis
Urolithiasis merupakan terbentuknya massa keras seperti batu yang disebabkan oleh
adanya proses pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih dalam
jumlah yang berlebihan atau dapat juga disebabkan oleh faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi tersebut (Purnomo, 2011). Pengendapan ini
terjadi di sepanjang saluran kemih dan dapat menyebabkan perdarahan, nyeri,
infeksi atau bahkan penyumbatan saluran kemih (Nova, 2013).
B. ELIMINASI FEKAL
1. Hemoroid
Hemoroid atau umbient adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus.
2. Dehirasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total.
X. Penatalaksanaan
a. Mempertahankan kebiasaan eliminasi
Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti saat bangun tidur atau
sebelum makan. Klien biasanya memerlukan waktu untuk berkemih. Kebutuhan untuk
berespons terhadap keinginan berkemih klien juga merupakan hal yang penting. Penundaan
dalam membantu klien ke kamar mandi dapat mengganggu proses berkemih normal dan
menyebabkan inkontinensia.
b. Penggunaan obat-obatan
Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau yang bersamaan dengan terapi
lain dapat membantu masalah inkontinesia dan retensi. Terdapat 3 tipe obat-obatan. Satu
obat merelaksasi kandung kemih yang mengalami ketegangan atau spasme sehingga
meningkatkan kapasitas kandung kemih. Satu obat menstimulasi kontraksi kandung kemih
sehingga meningkatkan pengosongan kandung kemih. Dan satu obat lainya menyebabkan
relaksasi otot polos prostat, mengurangi obstruksi pada aliran uretra.
c. Kateterisasi
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang plastic atau karet melalui
uretra kedalam kandung kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang
berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang
mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat yang digunakan untuk mengukur haluan
urine per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil.
d. Pencegahan infeksi
Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara. Mempertahankan
drainase urine tertutup, merupakan tindakan yang penting untuk mengotrol infeksi. System
yang rusak dapat menyebabkan masuknya organism. Daerah yang memiliki resiko ini,
adalah daerah insersi kateter, kantung drainase, clap, dan sambungan antara selang dan
kantung. Irigasi dan instilasi kateter diperlukan untuk mempertahankan kepatenan urine
menetap, kadang-kadang perlu untuk mengirigasi atau membilas kateter.
a. Menguatkan otot dasar panggul
Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang terdiri dari
kontraksi kelompok otot yang berulang (Burke, 1992)
b. Bladder retraining
Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, suku bangsa, tanggal
pengkajian, diagnosa keperawatan.
b. Keluhan Utama
Fokus keluahan yang dirasakan saat pengkajian atau mengancam jiwa klien
seperti berkemih yang tidak tuntas, kostipasi.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit
saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau
mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini seperti hipertensi,
insfeksi saluran kemih, diabetetes mellitus, cedera.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Ringkasan kondisi kesehatan klien mulai dari waktu lampau hingga alasan
mengapa saat ini ingin menerima tindakan medis seperti berkemih yang
tidak tuntas, kostipasi.
3) Keluhan yang pernah dirasakan sebelumnya :
Gejala yang dirasakan klien selama sakit seperti poli uri, obstipasi
(sembelit).
4) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan sengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, dan
pengakit yang menular akibat kontak langsung maupun tak langsung
antar anggota keluarga seperti diabetes mellitus, hipertensi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda Vital
1) Suhu
2) Nadi
3) Tekanan Darah
4) Respirasi Rate (pernafasan)
c. Berat badan
d. Tinggi badan
e. Kesadaran
f. Head to toe
1) Kepala
a) Inspeksi : bentuk kepala, kesimetrisan kepala, kulit kepala, lesi,
lingkar kepala, warna rambut, kebersihan rambut, warna rambut,
distribusi rambut.
b) Palpasi : adanya pembengkakan/benjolan, tekstur rambut.
2) Mata
a) Inspeksi : kelopak mata, alis, distribusi bulu mata, kesimetrisan bola
mata, warna sclera, warna konjungtiva, reflek pupil, pergerakan bola
mata.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan pada kelopak mata.
3) Wajah
a) Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, lesi, kesimetrisan, ekspresi.
4) Telinga
a) Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, warna, lesi,
autikus eksternus.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan pada aurikula, tragus, dan
mastoideus.
5) Hidung
a) Inspeksi : bentuk, warna, kesimetrisan, lesi, nares anterior, septum,
cuping hidung.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan.
6) Mulut
a) Inspeksi : warna bibir, bentuk bibir, lesi, kebersihan, bau, ovula,
tonsil.
b) Palpasi : bejolan, massa, nyeri tekan pada rahang.
7) Leher
a) Inspeksi : warna, kesimetrisan, lesi, pembesaran vena jugularis, kaku
kuduk, nyeri telan.
b) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan.
8) Thorak
a) Inspeksi : warna, bentuk dada, bentuk puting, kesimetrisan, lesi,
costae, vertebrae, retraksi dinding dada, pengunaan otot bantu nafas.
b) Palpasi : kesimetrisan, benjolan, massa, nyeri tekan, vokal fremitus.
c) Perkusi :paru, ekskursi diafragma.
d) Auskultasi : suara nafas pada trachea, bronkus, semua lapang paru.
9) Jantung
a) Inspeksi : istus cordis, pericordial jantung.
b) Palpasi : pulsasi
a) Parkusi : batas jantung
b) Auskultasi : suara jantung
10) Abdomen
a) Inspeksi : warna, bentuk, lesi, distensi.
b) Auskultasi : bising usus
c) Palpasi : benjolan, massa, nyeri tekan, Mc Burney, hati, limpa,
kandung kemih.
d) Perkusi :batas hati, sembilan regio.
11) Genetalia wanita
a) Inspeksi : warna, bau, kebersihan, lesi, distribusi rambut, cairan.
b) Palpasi : benjolan, massa pada limfe inguinal.
12) Genetalia pria
a) Inspeksi : warna, bau, kebersihan, lesi, distribusi rambut, cairan,
letak anus, kesimetrisan skrotum.
b) Palpasi : benjolan, massa pada penis, scrotum dan limfe inguinal.
13) Anus
a) Inspeksi : lesi, umbient
14) Ektermitas Atas
a) Inspeksi : warna, kesimetrisan kekuatan otot, deformitas, tanda
radang.
b) Pelpasi : massa, benjolan, nyeri tekan, krepitasi, ROM, kekakuan
sendi.
15) Ekstermitas Bawah
a) Inspeksi : warna, kesimetrisan kekuatan otot, deformitas, tanda
radang.
b) Pelpasi : massa, benjolan, nyeri tekan, krepitasi, ROM, kekakuan
sendi.
3. Pola Fungsi Kesehatan
A. ELIMINASI URINE
a. Pola nutrisi
Kebiasaan makan yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak porsi
makanan, apa saja jenis makanan, frekuensi makanan dan bagaimana cara
pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola nutrisi
ketika sebelum sakit dan ketika mengalami sakit. Memakan makan yang
memicu eksresi urine sebelum tidur dapat mengakibatkan nokturia.
b. Pola Minum
Kebiasaan minum yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak porsi
minum, apa saja jenis minum, frekuensi minum dan bagaimana cara
pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola minum
ketika sebelum sakit dan ketika mengalami sakit. Minuman seperti teh, kopi,
dan soda dapan meingkatkan eksresi urine
c. Pola eliminasi
Perubahan pola miksiyang dialami oleh klien. Kelainan pada pola eliminasi
dapat di nilai dari warna,frekuensi, jumlah dan waktu miksi. Kebiasaan di
nilai dengan membandingkan pola eliminasi ketika sebelum sakit dan ketika
mengalami sakit.
Gangguan eliminasi urine dapat menggangu pola istirahat dan tidur. Salah
satunya ketika seseorang ngalami nokturia maka waktu tidur akan berkurang
dan dapat mengakibatkan masalah tidur lainnya.
f. Pola kebiasaan
a. Pola nutrisi
Kebiasaan makan yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak porsi
makanan, apa saja jenis makanan, frekuensi makanan dan bagaimana cara
pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola nutrisi
ketika sebelum sakit dan ketika mengalami sakit. Memakan makan yang
kurang serat dapat mengakibatkan kerasnya feses.
b. Pola Minum
Kebiasaan minum yang dilakukan oleh klien meputi seberapa banyak porsi
minum, apa saja jenis minum, frekuensi minum dan bagaimana cara
pemberiannnya. Kebiasaan di nilai dengan membandingkan pola minum
ketika sebelum sakit dan ketika mengalami sakit. Konsumsi susu dalam
jumlah besar dapat memperlambat peristaltik pada beberapa individu yang
menyebabkan konstipasi.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi yang dialami oleh klien. Kelainan pada pola eliminasi
dapat di nilai dari warna,frekuensi, jumlah dan waktu defekasi. Kebiasaan di
nilai dengan membandingkan pola eliminasi ketika sebelum sakit dan ketika
mengalami sakit.
Gangguan eliminasi fekal dapat menggangu pola istirahat dan tidur. Salah
satunya ketika seseorang ngalami diare maka waktu tidur akan berkurang
dan dapat mengakibatkan masalah tidur lainnya.
f. Pola kebiasaan
a. Retensi Urine
b. Inkontinensia Urgensi
c. Gangguan Eliminasi Urine
Diagnosa yang mungkin mucul pada klien gangguan eliminasi fekal
a. Inkontinensia Fekal
b. Konstipasi
Intervensi Keperawatan (SIKI)
No. Diagnosa Keperawatan Kode Kriteria Hasil dan Tujuan Kode Intervensi Kode
Gangguan Eliminasi Urine D.0040 Setelah dilakukan intervensi keperawatan L.04034 Observasi: I. 04152
1.
Gejala dan Tanda Mayor: selama - Identifikasi tanda dan
Subjektif: …………………. Maka Eliminasi Urine gejala retensi atau
1. Desakan berkemih menurun dengan Kriteria Hasil: inkontinensia
(Urgensi) Sensasi berkemih meningkat - Identifikasi faktor yang
2. Urin menetes (dribbling) (5) menyebabkan retensi dan
3. Sering buang air kecil Desakan berkemih menurun (5) inkontinensia urine
4. Nokturia Distensi kandung kemih menurun (5) - Monitor eliminasi urine
5. Mengompol Berkemih tidak tuntas (hesitancy) (mis. Frekuensi,
6. Enuresis menurun (5) konsistensi, aroma,
Objektif:
Volume residu urine menurun (5) volume, dan warna)
1. Distensi kandung kemih
Urin menetes (dribbling) menurun (5) Terpeutik:
2. Berkemih tidak tuntas
Nokturia menurun (5) - Catat waktu-waktu
3. Volume residu urin
Mengompol menurun (5) dan haluaran berkemih
meningkat
Enuresis menurun (5) - Batasi asupan cairan,
Dysuria menurun (5) jika perlu
Anuna menurun (5)
Ambil sampel urine
Frekuensi BAK membaik (5) tengah (midstream) atau
kultur
Karakteristik membaik
(5) Edukasi:
- Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
- Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urin
- Ajarkan mengambil
specimen urine midstream
- Ajarkan mengenali tanada
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
- Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-
otot panggul/berkemihan
- Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindilkasi
- Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada : http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-
keperawatan-klien-dengan- masalah.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit Kedokteran EGC: Jakarta.
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal. Terdapat pada :
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar- pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada: www.kiva.org
Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC: Jakarta.
Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan
Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum.
Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-partum
Saputri, Nova D. 2019. Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine Pada Pasien Dengan Gangguan
Eliminasi Urine Di Ruang Interna Rumah Sakit Daerah Kalisat
Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Yunita, Luh P.M,2014, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Eliminasi Fekal Di Ruang Cempaka BRSU Tabanan