Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperglikemi merupakan keadaan peningkatan kadar glukosa darah
yang ditandai dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah lebih dari 200
mg/dl, dan gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl (PERKENI,2011).
Menurut World Health Organization (WHO) hiperglikemia adalah kadar
glukosa darah >126 mg/dl, dimana kadar glukosa darah antara 100-126
mg/dl dianggap suatu keadaan toleransi abnormal glukosa (Kemenkes RI,
2014). Selain itu, hiperglikemi merupakan keadaan di mana glukosa darah
seseorang sedang dalam tingkat yang tinggi, dikarenakan insulin yang
dihasilkan tidak cukup atau tidak dapat berfungsi secara efektif, glukosa
yang ada dalam darah tidak dapat digunakan menjadi energi karena tidak
dapat memasuki sel tubuh dan tetap menumpuk dalam darah sehingga kadar
glukosa darah menjadi tinggi. Pada keadaan kronik umumnya terjadi pada
penyakit diabetes mellitus menyebabkan angka kematian dan kecacatan
yang tinggi akibat komplikasi yang ditimbulkannya. (Yuliadi, 2014;
Children’s Diabetes Services, 2010).
Dengan terjadinya peningkatan jumlah penderita DM, maka jumlah
peningkatan penyakit hiperglikemia bisa dikatakann meningkat sesuai
dengan angka kejadian diabetes mellitus atau bahkan lebih. Peningkatan
dapat diturunkan dengan melakukan pencegahan, penanggulangan baik
secara medis maupun non medis, baik oleh pemerintah maupun masyarakat
sesuai dengan porsinya masing-masing. Perawat sebagai salah satu tim
kesehatan mempunyai peran yang sangat besar dalam mengatasi
hiperglikemi. diperlukan peran perawat sebagai pelaksana dan pendidik
dengan tidak mengabaikan kolaboratif. Pentingnya peran perawat sebagai
pendidik agar penderita hiperglikemi mau dan mampu untuk melakukan
latihan jasmani secara teratur dan mengatur pola makannya yang dapat
mencegah terjadinya komplikasi dari hiperglikemi.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam
mengaplikasikan teori asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien
dengan hiperglikemia di ruang Amarilis 3 RSUD Tugurejo Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mendapat gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan
pengkajian keperawatan medikal bedah pada pasien dengan
hiperglikemia di ruang Amarilis 3 RSUD Tugurejo Semarang.
b. Mendapat gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan
perumusan diagnosa keperawatan medikal bedah pada pasien
dengan hiperglikemia di ruang Amarilis 3 RSUD Tugurejo
Semarang..
c. Mendapat gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan
penyusunan intervensi keperawatan medikal bedah pada pasien
dengan hiperglikemia di ruang Amarilis 3 RSUD Tugurejo
Semarang.
d. Mendapat gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan
implementasi keperawatan medikal bedah pada pasien dengan
hiperglikemia di ruang Amarilis 3 RSUD Tugurejo Semarang.
e. Mendapat gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan
evaluasi keperawatan medikal bedah pada pasien dengan
hiperglikemia di ruang Amarilis 3 RSUD Tugurejo Semarang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan kadar glukosa darah
yang ditandai dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah ≥200 mg/dL dan
gula darah puasa ≥126 mg/dL (PERKENI, 2011). Menurut World Health
Organization (WHO) hiperglikemia adalah kadar glukosa darah >126
mg/dl, dimana kadar glukosa darah antara 100-126 mg/dl dianggap suatu
keadaan toleransi abnormal glukosa (Kemenkes RI, 2014). Selain itu,
hiperglikemi merupakan keadaan di mana glukosa darah seseorang sedang
dalam tingkat yang tinggi, dikarenakan insulin yang dihasilkan tidak cukup
atau tidak dapat berfungsi secara efektif, glukosa yang ada dalam darah
tidak dapat digunakan menjadi energi karena tidak dapat memasuki sel
tubuh dan tetap menumpuk dalam darah sehingga kadar glukosa darah
menjadi tinggi. Pada keadaan kronik umumnya terjadi pada penyakit
diabetes mellitus menyebabkan angka kematian dan kecacatan yang tinggi
akibat komplikasi yang ditimbulkannya. (Yuliadi, 2014; Children’s
Diabetes Services, 2010).
B. Etiologi
Penyebab dari hiperglikemia tidak diketahui dengan pasti tapi
umumnya diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor
herediter yang memegang peranan penting yang lain akibat pengangkatan
pankreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Faktor
predisposisi herediter, obesitas, faktor imunologi pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon auto imun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggap sebagai jaringan asing. Penyebab hiperglikemia umumnya
mencakup penggunaan terlalu sedikit insulin, tidak menggunakan insulin
sama sekali, kegagalan untuk memenuhi kebutuhan insulin yang meningkat
akibat operasi, trauma, kehamilan, stress, pubertas, atau infeksi, kurang
aktivitas fisik, dan membentuk resisten insulin sebagai akibat adanya
antibodi insulin (Smeltzer & Bare, 2013, Rumahorbo, 1999).
Selain itu, terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi
hiperglikemia, antara lain karakteristik individu, obesitas, asupan makanan,
konsumsi sumber karbohidrat, dan konsumsi sayuran. Faktor karakteristik
responden dibagi menjadi faktor urbanisasi yang dilihat dari lokasi
penelitian, usia, jenis kelamin, sosial ekonomi yang dilihat dari tingkat
pendidikan, jumlah penghasilan, dan jumlah pengeluaran, kebiasaan
merokok dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik serta olah raga. Faktor
obesitas dibagi menjadi obesitas berdasarkan IMT dan obesitas berdasarkan
lingkar pinggang. Faktor asupan makanan dibagi menjadi asupan energi,
asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan serat, indeks glikemik dan beban
glikemik. Faktor konsumsi sayuran dibagi menjadi konsumsi sayuran hijau
dan sayuran berwarna (Ardiningsih, 2013).
C. Patofisiologi
Pada mulanya sel beta pankreas gagal atau terhambat oleh beberapa
keadaan stress yang menyebabkan sekresi insulin menjadi tidak adekuat
(defisiensi insulin). Terdapat 3 efek utama kekurangan insulin sebagai
berikut pengurangan penggunaan glukosa oleh sel – sel tubuh, dengan
akibat peningkatan konsentrasi darah setinggi 300-1200 mg/hari/100ml,
peningkatan mobilisasi lemak dari daerah – daerah penyimpanan lemak,
menyebabkan kelainan metabolism lemak maupun pengendapan lipid pada
dinding vaskuler yang menyebabkan aterosklerosis, dan pengurangan
protein dalam jaringan tubuh (Priyanto, 2012). Pada keadaan stres tersebut
terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan glukosa akan
meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer, yang akhirnya
menimbulkan hiperglikemia. Karena tingginya glukosa dalam darah
melebihi ambang batas renal, hal ini menyebabkan glucosuria. Selanjutnya
terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh
berkurang. Perfusi ginjal menurun dan sebagai akibat sekresi hormon lebih
meningkat lagi. Manifestasi klinis yang muncul yaitu polyuria dan dehidrasi
(Corwin, 2009).
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun – tahun
mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien
dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan
gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi
metabolic diabetes (Agustien, 2013). Gejala awal umum yang sering
muncul pada penderita hiperglikemi (akibat tingginya kadar glukosa darah)
seperti polifagia, polidipsi, polyuria, kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering,
rasa kesemutan, kram otot, visus menurun, penurunan berat badan, dan
kelemahan tubuh. (Smeltzer & Bare, 2013).
E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis penyakit pada pasien hiperglikemia dan diabetes mellitus
didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosurianya saja. Berikut perbedaan
antara hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL) menurut PERKENI pada
tahun 2015 :

Menurut Smeltzer & Bare pada tahun 2013, pemeriksaan penunjang


yang umum diperlukan pada penderita hiperglikemia adalah glukosa darah,
aseton plasma, asam lemak bebas, kadar lipid dan kolesterol, osmolitas
serum. Berikut interpretasi nilai yang kerap muncul pada pemeriksaan
pasien hiperglikemia :
Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan elektrolit yang terdiri
natrium, kalium, fosfor, hemoglobin glikosilat, glukosa darah arteri,
trombosit darah, ureum kreatinin, amilase darah, insulin darah, pemeriksaan
fungsi tiroid, urin, kultur dan sensivitas :

1. Natrium; mungkin normal, meningkat atau menurun.


2. Kalium; normal atau peningkatan semu (perpindahan selular),
selanjutnya akan menurun.
3. Fosfor; lebih sering menurun.
4. Hemoglobin glikosilat; kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam
membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden.

5. Glukosa darah arteri; Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan


pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.

6. Trombosit darah; Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositiosis,


hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

7. Ureum kreatinin; mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan


fungsi ginjal
8. Amilase darah; mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankretitis akut sebagai penyebab dari DKA.

9. Insulin darah; Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe 1)


atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufiensi
insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi
(autoantibodi).

10. Pemeriksaan fungsi tiroid; peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat


meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

11. Urine; Gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.

12. Kultur dan sensifivitas; Kemungkinan adanya infeksi pada saluran


kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi hiperglikemia adalah mencoba menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen penatalaksanaan
hiperglikemia (Doenges, 1999 dan Priyanto, 2012):
1. Diet
a. Komposisi makanan
Tahap pertama dalam perencanaan makan adalah mendapatkan
riwayat diet untuk mengidentifikasi kebiasan makan pasien dan gaya
hidupnya. Tujuan yang paling penting dalam penatalaksanaan diet
bagi penderita hiperglikemia adalah pengendalian asupan kalori
total untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai
dan pengendalian kadar glukosa darah. Persentase kalori yang
berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Distribusi kalori dari
karbohidrat saat ini lebih dianjurkan dari pada protein dan lemak.
1) Karbohidrat
Karbohidat yang diperlukan pada penderita hiperglikemia per
porsi makanan antara 60% sampai dengan 70% .
2) Protein
Protein yang diperlukan pada penderita hiperglikemia per porsi
makanan antara 10% sampai dengan 15%
3) Lemak
Lemak yang diperlukan pada penderita hiperglikemia per porsi
makanan antara 20% sampai dengan 25%
4) Jumlah kalori perhari
Kalori yang diperlukan pada penderita hiperglikemia per hari
antara 1100 sampai dengan 2300 Kkal. Sedangkan kebutuhan
kalori basal menurut jenis kelamin antara lain laki-laki sebesar
30 Kkal/kg BB dan perempuan 25 Kkal/kg BB.
b. Penilaian status gizi
Penilaian status gizi penderita hiperglikemia dapat dilakukan
dengan rumus BBR.
BBR = TB-100 X 100%
c. Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang
bekerja
Kalori yang diperlukan penderita DM dalam sehari menurut status
gizinya antara lain
1) Kurus (BB X 40 s/d 60 Kal/hari)
2) Normal atau ideal (BB X 30 Kal/hari)
3) Gemuk (BB X 20 Kal/hari)
4) Obesitas (BB X 10 s/d 15 Kal/hari)
2. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu prinsip dalam penatalaksanaan
hiperglikemia. Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani teratur
(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan jasmani yang
dimaksud adalah berjalan, bersepeda santai, jogging, senam dan berenang.
Batasi jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang memerluka
pergerakan, seperti menonton televisi (PERKENI, 2015).
3. Edukasi
Penyuluhan perawatan diri pada penderita sangat diperlukan untuk
mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit kronik
maupun penyulit akut yang ditakuti penderita, khusunya dilakukan pada
kelompok resiko tinggi, seperti pasien dengan umur diatas 45 tahun,
kegemukan lebih dari 120% BB idaman atau IMT > 27 kg/m, memiliki
riwayat hipertensi > 140/90 mmHg, keluarga memiliki riwayat DM,
pasien dengan pemeriksaan penunjang menunjukan dislipidemia, HDL
250 mg/dl, Para TGT atau GPPT (TGT > 140 mg/dl s/d 2200 mg/dl),
glukosa plasma puasa derange/GPPT > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl).
Penyuluhan dilakukan oleh tenaga kesehatan melalui beberapa cara
yaitu ceramah, seminar, diskusi kelompok dan sebagainya. Hal ini
bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku.
4. Obat berkaitan dengan hiperglikemi
a. Obat hiperglikemia oral
Obat yang biasa diberikan pada pasien hiperglikemia yang diberikan
via oral antara lain Sulfoniluria: glibenglamida, glikosit, gliguidon,
glimiperide, glipizide, Biguanit (Metformin), Inhibitor glucosidase,
dan Tiosolidinedlones
b. Insulin
Berdasarkan cara kerjanya, insulin dibagi tiga yaitu insulin yang
kerja cepat (20 menit) contohnya insulin reguler, insulin kerja
sedang contohnya insulin suspense, dan insulin kerja lama seperti
insulin suspense seng.

G. Komplikasi
Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetic
b. Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik
c. Hipoglikemia
d. Asidosis lactate
e. Infeksi berat
2. Komplikasi kronik
a. Komplikasi vaskuler
1) Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer
2) Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
b. Komplikasi neuropati
Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare
diabetik, buli-buli neurogenik, impotensi, gangguan refleks
kardiovaskuler.
c. Campuran vascular neuropati
1) Ulkus kaki
2) Komplikasi pada kulit

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum
atau benda asing yang menghalangi jalan nafas
2) Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan
3) Circulation : kaji nadi, biasanya nadi menurun.
4) Disability : Lemah,letih,sulit bergerak,gangguan istirahat tidur.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitas, letargi /disorientasi, koma
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas
dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis,
kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)

5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat
badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,
refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap
lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)\
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan
kemampuan bernapas.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan
berlebihan (diuresis osmotic) akibat hiperglikemia
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin,penurunan masukan oral,status
hipermetabolisme.

3. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan
kemampuan bernapas.
Kriteria Hasil :
1) Pola nafas pasien kembali teratur.
2) Respirasi rate pasien kembali normal.
3) Pasien mudah untuk bernafas.
Intervensi:
1) Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal.
2) Berikan fisioterapi dada termasuk drainase postural.
3) Penghisapan untuk pembuangan lendir.
4) Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian therapi medis
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan
berlebihan (diuresis osmotic) akibat hiperglikemia
Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batas normal
2) Turgor kulit dan capillary refill baik
3) Keseimbangan urin output
4) Kadar elektrolit normal
5) GDS normal
Intervensi :
1) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan setiap jam
2) Observasi kepatenan atau kelancaran infuse
3) Monitor TTV dan tingkat kesadaran tiap 15 menit, bila stabil
lanjutkan untuk setiap jam
4) Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian kapiler
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :
Pemberian therapi insulin
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin,penurunan masukan oral,status
hipermetabolisme.
Kriteria hasil ;
BB yang optimal
Intervensi:
1) Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
2) Tentukan program diet dan pola makan dan bandingkan
makanan yang di habiskan
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen,muntahan
makanan yang belum di cerna.
4) Berikan makanan yang mengandung nutrient kemudian
upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat di toleransi
5) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup
tindakan tindakan independen (mandiri) dan kolaborasi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu
dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat
apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan
intervensi.

Anda mungkin juga menyukai