Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keluarga

1. Pengertian

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas


kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
(Departemen Kesehatan RI. 1998 ).
Keluarga adalah sebagai unit kecil, terdiri dari dua orang atau lebih,
akan tetapi tidak selalu diikat dalam suatu ikatan perkawinan dan pertalian
darah, hidup dalam satu atap, berinteraksi satu sama lain, setiap anggota
keluarga menjalankan peran dan fungsinya masing-masing serta
menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayaan. ( Duval dalam Agus
Citra D. 2002 ).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya
(Baylon dan Maglaya di kutip oleh Arita Murwani 2007).
Dari kedua pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua orang
atau lebih, dalam suatu ikatan perkawinan dan pertalian darah hidup dalam
suatu rumah tangga, dibawah asuhan seorang anggota keluarga mempunyai
peran masing-masing serta menciptakan dan juga mempertahankan suatu
kebudayaan.
2. Tipe Keluarga
Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan
derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.
Berikut ini akan disampaikan berbagai tipe keluarga:
a. Tipe Keluarga Tradisisonal

1) Keluarga Inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri,
dan anak (kandung atau angkat).
2) Keluarga Besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek,
keponakan, paman, bibi.
3) Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami
dan istri tanpa anak.
4) “Single Parent”, yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
(ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5) “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost
untuk bekerja atau kuliah).
b. Tipe Keluarga Non Tradisional

1) “Commune family”, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah


hidup serumah.
2) Orang tua (suami-istri) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup dalam satu rumah tangga.
3) “Homoseksual”, yaitu dua individu yang sejenis (laki-laki) hidup satu
rumah tangga.
3. Struktur keluarga

Mempelajari struktur keluarga akan memberikan penjelasan dengan


dominasi jalur hubungan darah, dominasi keberadaan tempat tinggal,
dominasi pengambilan keputusan. Di Indonesia terdapat beragam struktur
keluarga, penulis akan menjelaskan tentang struktur keluarga terdiri dari
bermacam-macam, diantaranya adalah :
a. Patrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui
jalu garis ayah.
b. Matrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui
garis ibu.
c. Patrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah dengan suami.
d. Matrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah dengan ayah.
e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
4. Peran Keluarga

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku intra personal


sifat, kegiatan yang bersifat berhubungan dengan individu dalam keluarga
didasari harapan dengan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga adalah sebagai
berikut :
a. Peran Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak,
berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa
aman serta sebagai kepala keluarga, ayah juga berperan sebagai anggota
dari kelompok sosialnya dan sebagai anggota masyarakat
dilingkungannya.
b. Peran Ibu : Ibu berperan sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-
anaknya, mempunyai tugas untuk mengurus rumah tangga, pengasuh
dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dari keluarga.
c. Peran Anak : Anak-anak melakukan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangannnya baik fisik, mental, social dan spiritual
5. Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga antara lain :

a. Fungsi Biologis
Fungsi biologis keluarga bukan hanya ditujukan untuk meneruskan
kelangsungasn keturunan, tetapi juga memelihara dan membesarkan
anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat
anggota keluarga juga bagian dari fungsi biologis keluarga.
b. Fungsi Psikologis
Keluarga menjalankan fungis psikologisnya antara lain untuk
memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di
antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga dan memberikan indentitas keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memnberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, dan meneruskan nilai-
nilai budaya keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
Keluarga menjalankan fungsi ekonominya untuk mencari sumber-
sumber penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
pengaturan penggunaan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang akan
datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan
sebagainya.
Fungsi ekonomi ini secara kultur di Negara-negara Asia dipegang teguh
oleh kepala keluarga yaitu suami, tetapi lambat laun nilai itu memudar,
banyak wanita sebagai single parent memenuhi fungsi ekonomi.
e. Fungsi Pendidikan
Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak
dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk
perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa dan
mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Fungsi-fungsi
fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua dengan menyediakan pangan,
papan, sandang dan perlindungan terhadap bahaya. Perawatan kesehatan
dan praktik-praktik sehat (yang mempengaruhi status kesehatan anggota
keluarga secara individu) merupakan bagian yang paling relevan dari
fungsi keluarga bagi perawatan keluarga.
f. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek
asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan
dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga
dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan
dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga
yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan.
Menurut Friedman(1998) tugas kesehatan keluarga adalah sebagai
berikut:
1) Mengenal masalah kesehatan
Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan. kaji sejauh mana keluarga mengenal fakta-fakta dari
masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala faktor
penyebab dan faktor yang mempengaruhinya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan
mengenai tindakan keperawatan yang tepat, hal yang perlu dirasakan
oleh keluarga sejauh mana kemampuan keluarga mengenai sifat dan
luasnya masalah,apakah masalah masalah kesehatan dirasakan oleh
keluarga merasa takut akan akibat dari penyakit, apakah keluarga
mempunyai sifat negatif terhadap masalah kesehatan,apakah keluarga
dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada, apakah keluarga
kurang percaya terhadap tenaga kesehatan dan apakah keluarga
mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi
masalah.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit, yang perlu dikaji adalah sejauh mana. keluarga
mengetahui keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosa
dan cara perawatanya) sejauh mana keluarga mengetahui tentang sifat dan
perkembangan perawatan yang dibutuhkan, sejauh mana keluarga
mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga
yang bertanggung jawab, sumber keuangan, fasilitas fisik, psikososial) dan
bagaimana sifat keluarga terhadap yang sakit (khususnya sifat negatif).
4) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat Untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat (dari
segi fisik ,psikis, ekonomi) hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana
keluarga melihat keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan,
sejauh mana keluarga melihat keuntungan/manfaat, sejauh mana
mengetahui upaya
pencegahan penyakit, sejauh mana sifat/pandangan
keluarga terhadap hiegene dan sanitasi dan sejauh mana kekompakan
antar anggota keluarga.
5) Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat
Umtuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitas pelayanan kesehatan dimasyarakat, hal yang perlu dikaji
adalah sejauhmana keluarga memahami keuntungan-keuntungan yang
dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan sejauh mana tingkat
kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan.
6. Tahapan Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga dibagi sesuai dengan kurun waktu
tertentu yang dianggap stabil, misalnya keluarga dengan anak pertama
berbeda dengan keluarga dengan remaja. Menurut Rodgers (Friedman,
1998, hal. 111), meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangan
secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang
sama.
Tiap tahap perkembangan membutuhkan tugas atau fungsi keluarga
agar dapat melalui tahap tersebut dengan sukses. Pada makalah ini akan
diuraikan perkembangan keluarga berdasarkan konsep Duvall dan Miller
(Friedman, 1998).
Tahap I. Pasangan Baru (Keluarga Baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki
(suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan
yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing. Karena masih banyak
kita temui keluarga baru yang tinggal dengan orang tua, maka yang
dimaksud dengan meninggalkan keluarga di sini bukanlah secara fisik.
Namun secara psikologis, keluarga tersebut sudah memiliki pasangan baru.
Dua orang yang membentuk keluarga perlu mempersiapkan kehidupan
yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi
sehari-hari. Masing-masing belajar hidup bersama-sama serta beradaptasi
dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya
kebiasaan makan, tidur, bangun pagi. Dan sebagainya. Adapun tugas tahap
perkembangan keluarga pasangan baru yaitu :
a. Membina hubungan intim yang memuaskan
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial
c. Mendiskusikan rencana anak
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga, yaitu
keluarga suami, istri serta keluarga sendiri. Masing-masing pasangan
menghadapi perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai membina
hubungan baru dengan keluarga dan kelompok sosial pasangan masing-
masing. Hal lain yang perlu diputuskan pada tahap ini adalah kapan waktu
yang tepat untuk mendapatkan anak dan jumlah anak yang diharapkan.
Tahap II. Keluarga “Child-bearing” (Kelahiran Anak Pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan.
Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan oleh pasangan suami istri
melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.
Tahap perkembangan Keluarga “Child-bearing” (Kelahiran Anak
Pertama) :
a. Persiapan menjadi orang tua.

b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga: peran, interaksi,


hubungan seksual, dan kegiatan.
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam
keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk
memenuhi kebutuhan bayi. Sering terjadi dengan kelahiran bayi, pasangan
merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi.
Peran utama perawat keluarga adalah mengkaji peran orang tua; bagaimana
orang tua berinteraksi dan merawat bayi serta bagaimana bayi berespon.
Perawat perlu memfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan
hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat
tercapai.
Tahap III. Keluarga dengan Anak Prasekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertam berusia 2,5 tahun dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun.
Tahap perkembangan keluarga dengan anak prasekolah, yaitu
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal
, privasi dan rasa aman.
b. Membantu anak untuk bersosialisasi.

c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir sementara kebutuhan anak


yang lain juga harus terpenuhi.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar
keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap paling
repot).
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang anak).
Kehidupan keluarga pada tahap ini sibuk dan anak sangat tergantung
pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya sedemikian rupa
sehingga kebutuhan anak, suami, istri, dan pekerjaan (purna waktu/paruh
waktu) dapat terpenuhi. Orang tua menjadi arsitek keluarga dalam
merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar kehidupan
perkawinan tetap utuh dan langgeng denga cara menguatkan hubungan kerja
sama antar suami istri. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulasi
perkembangan individual anak khususnya kemandirian anak agar tugas
perkembangan anak pada fase ini tercapai.
Tahap IV. Keluarga dengan Anak Sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga mencapai
jumlah naggota keluarga maksimal, sehinga keluarga sangat sibuk. Selain
aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktivitas dan minat
sendiri. Demikian pula orang tua yang mempunyai aktivitas yang berbeda
dengan anak. Untuk itu keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas
perkembangan (lihat tabel 4).
Tahap perkembangan keluarga dengan anak sekolah, yaitu

a. Membantu soisalisasi anak, tetangga, sekolah, dan lingkungan


b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
Pada tahap ini orang tua perlu belajar berpisah dengan anak,
memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi baik aktivitas di
sekolah maupun luar sekolah.
Tahap V. Keluarga dengan Anak Remaja
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan
biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak
meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas
anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar
untuk mempersipkan diri menjadi lebih dewasa. Seperti pada tahap- tahap
sebelumnya, pada tahap ini keluarga memilki tugas perkembanganya
Tahap perkembangan Keluarga dengan Anak Remaja, yaitu
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dewasadan meningkatkan
otonominya
b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.
Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Ini merupakan tahapan yang paling sulit, karena orang tua melepas
otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab (mempunyai
otoritas terhadap dirinya sendiri yang berkaitan dengan peran dan
fungsinya). Seringkali muncul konflik antara orang tua dan remaja karena
anak menginginkan kebebasan untuk melakukan aktivitasnya sementara
orang tua mempunyai hak untuk mengontrol aktivitas anak. Dalam hal ini
orang tua perlu menciptakan komunikasi yang terbuka, menghindari
kecurigaan dan permusuhan sehingga hubungan orang tua dan remaja tetap
harmonis.
Tahap VI. Keluarga dengan Anak Dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terkhir meninggalkan rumah
dan berakhir pada saat terkhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini
tergantung dari jumlah anak dalam keluarga atau jika ada anak yang belum
berkeluarga dan tetap tinggal bersam orang tua. Tujuan utama pada tahap ini
adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam
melepas anak untuk hidup sendiri.
Tahap perkembangan. Keluarga dengan Anak Dewasa, yaitu
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa
tua
d. Membantu anak untuk mandrir di masyarakat
e. Pemantauan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
Keluarga mempersipkan anaknya yang tertua untuk membentuk
keluarga sendiri dan tetap membantu anak terkahir untuk lebih mandiri.
Pada saat semua anak meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang
dan membina hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orang tua akan
merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa ‘kosong’ karena
nak-anak sudah tidak tinggal serumah lagi. Untuk mengatasi keadaan ini
orang tua perlu melakukan aktivitas kerja, meningkatkan peran sebagai
pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak.
Tahap VII. Keluarga Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada
beberapa pasangan fase ini dirasakan sulit karena masalah lanjut usia,
perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua. Untuk
mengatasi hal tersebut keluarga perlu melakukan tugas-tugas
perkembangan.
Tahap perkembangan keluarga usia remaja, yaitu
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan
anak-anak
c. Meningkatkan keakraban pasangan
Setelah semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan berfokus
untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktivitas: pola hidup
yang sehat, diet seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup dan pekerjaan,
dan sebagainya. Pasangan juga mempertahankan hubungan dengan teman
sebaya dan keluarga anaknya dengan cara mengadakan pertemuan keluarga
antar generasi (anak dan cucu) sehingga pasangan dapat merasakan
kebahagian sebagai kakek-nenek. Hubungan antar pasangan perlu semakin
dieratkan dengan memperhatikan ketergantungan dan kemandirian masing-
masing pasangan.
Tahap VIII. Keluarga Usia Lanjut
Tahap terkhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal sampai
keduanya meninggal. Proses lanjut usia dan pensiun merupakan realitas
yang tidak dapat dihindari karena berbagai stressor dan kehilangan yang
harus dialami keluarga. Stressor tersebut adalah berkurangnya pendapatan,
kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan, serta perasaan
menurunnya produktivitas dan fungsi kesehatan. Dengan memenuhi tugas-
tugas perkembangan pada fase ini diharapkan orang tua mampu beradaptasi
menghadapi stressor tersebut.
Tahap perkembangan keluarga usia lanjut, yaitu
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik,
dan pendapatan.
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
e. Melakukan ‘live review’.
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan
tugas utama keluarga pada tahap ini. Lanjut usia umumnya; lebih dapat
beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya.
Wanita yang tinggal dengan pasangannya memperlihatkan adaptasi yang
lebih positif dalam memasuki masa tuanya dibandingkan wanita yang
tinggal dengan sebayanya. Orang tua juga perlu melakukan ‘life review’
dengan mengenang pengalaman hidup dan keberhasilan di masa lalu. Hal ini
berguna agar orang tua merasakan bahwa hidupnya berkualitas dan berarti.
7. Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan kesehatan
keluarga
Dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, ada beberapa
peran yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain adalah :
a. Pemberian asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit.
b. Pengenal atau pengamat masalah dan kebutuhan kesehatan keluarga .
c. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga
d. Fasilitator ,menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau dan
perawat dengan mudah menampung permasalahan yang dihadapi
keluarga dan menampung permasalahan yang dihadapi keluarga dan memantau
mencarikan jalan palan pemecahanya.
e. Pendidik kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk
merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku
sehat .
f. Penyuluh dan konsultan, perawat dapat berperan dalam memberikan
petunjuk tentang asuhan keperawatan dasar terhadap keluarga disamping
menjadi penasehat dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan
keluarga .
8. Proses Keperawatan Keluarga

a. Proses Pengkajian

Proses pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan


informasi secara terus-menerus, dengan kata ini, proses pengkajian
dilakukan secara sistematis (dengan menggunakan suatu alat pengkajian
keluarga) dimana data yang telah didapat diklasifikasi dan dianalisa.
Pengumpulan data merupakan syarat untuk pengidentifikasian masalah.
Merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan, data terus
dikumpulkan selama pelayanan diberikan, yang mana hal ini
menunjukan sifat dinamis, interaktif dan fleksibel dari proses ini.
Pengumpulan data tentang keluarga didapatkan dari berbagai
sumber: wawancara, observasi, informasi tertulis atau lisan, inspeksi,
palpasi, auskultasi perawat dapat menyusun intervensi-intervensi
definitive untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah perubahan.
b. Diagnosa Keperawatan
Dalam mengidentifikasi masalah untuk mencapai diagnosa
keperawatan, partisipasi aktif keluarga merupakan hal yang penting,
karena keluarga dan perawat secara bersama-sama bertanggung jawab
dalam proses ini. Masalah-masalah yang diidentifikasi dalam perawatan
keluarga sering berfokus pada kemampuan keluarga mengatasi masalah
kesehatan dan lingkungan.
Tipologi dan komponen diagnosa keperawatan ada 3, yaitu
Masalah keperawatan aktual. Masalah ini memberikan gambaran berupa
gejala dan tanda yang jelas dan mendukung bahwa masalah benar-benar
terjadi. Masalah keperawatan resiko tinggi, masalah ini sudah ditunjang
dengan data-data yang akan mengarah pada timbulnya masalah
kesehatan bila tidak segera ditangani. Masalah keperawatan
potensial/sejahtera, status kesehatan berada pada kondisi sehat dan ingin
meningkatkan lebih optimal.
c. Perencanaan

Tahapan selanjutnya dalam proses keperawatan keluarga adalah


penyusunan rencana perawatan yang terlebih dahulu dilakukan proses
penapisan terhadap masalah keperawatan. Proses penapisan
menggunakan 4 kriteria : sifat masalah (aktual, resiko, potensial),
kemungkinan masalah untuk diubah (mudah, sebagian tidak dapat),

Nilai
Bobot
AngkaTertingg
i
potensial masalah untuk dapat dicegah (tinggi, cukup, rendah)
dan menonjolnya masalah (segera diatasi, tidak segera diatasi, tidak
dirasakan ada masalah). Dengan rumus skoring Dalam penyusunan
tujuan harus berorientasi pada klien serta dapat memberikan pendekatan-
pendekatan alternative untuk memenuhi tujuan-tujuan.
Penyusunan tujuan bersama dengan keluarga menjadi penentu
pemecahan yang efektif. Dalam penyusunan tujuan sangat diperlukan
kerjasama dengan keluarga dalam membedakan masalah-masalah yang
perlu diselesaikan dalam intervensi keperawatan, dan membedakan
masalah-masalah yang perlu diserahkan kepada anggota tim perawatan
kesehatan yang lain.
Ada beberapa tingkatan tujuan. Tingkat pertama meliptui tujuan-
tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung, dan spesifik.
Ditengah kontinim adalah tujuan-tujuan yang sifatnya lebih umum,
jangka panjang merupakan tujuan akhir yang menyatakan maksud-
maksud luas yang diharapkan oleh keluarga dan perawatan agar dapat
tercapai.
Tujuan-tujuan jangka pendek penting untuk memotivasi bahwa
kemajuan sedang dalam proses, dan membimbing keluarga kea rah
tujuan yang lebih komprehensif.
Tipologi intervensi keperawatan menurut Freegman (1970) :
Suplemental, dimana perawat berperan sebagai pemberi pelayanan
perawatan langsung; Fasilitatif, memfasilitasi keluarga seperti pelayanan
medis, kesejahteraan sosial, transportasi dan pelayanan kesehatan
dirumah. Perkembangan, membantu keluarga memanfaatkan sumber-
sumber perawatan kesehatan pribadi seperti sistem dukungan sosial
seperti sistem dukungan sosial internal maupun eksternal dalam suatu
intervensi. Selain Freegman, ada juga klasifikasi intervensi menurut
Wright dan Leahey yang diarahkan pada tiga tingkah fungsi keluarga,
yaitu : Kognitif, dimana perawat memberikan informasi gagasan kepada
keluarga, yang mana diharapkan pola piker keluarga berubah menuju
tahap derajat kesehatan optimal. Afektif, tindakan keperawatan yang
diberikan ditujukan untuk mengubah emosi keluarga, sehingga dalam
memecahkan masalah lebih efektif. Perilaku, tindakann keperawatan
yang diberikan diarahkan untuk mengubah pola tingkah laku keluarga
mengetahui arti pentingnya kesehatan.
Dalam menetapkn intervensi, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu : tindakan-tindakan yang disusun harus berorientasi
pada pemecahan masalah. Rencana tindakan yang dibuat harus dapat
dilakukan secara mandiri oleh keluarga. Rencana tindakan yang dibuat
berdasarkan masalah kesehatan. Rencana perawatan sederhana dan
mudah dilakukan. Rencana perawatan dapat dilakukan secara terus-
menerus oleh keluarga.
d. Implementasi Keperawatan
Tahap berikutnya adalah tahap implementasi, dimana pada tahap
ini merupakan tahap keempat dari proses keperawatan keluarga. Dalam
pelaksanaan keperawatan keluarga sering kali permasalahan yang
dijumpai adalah tingkat pendidikan yang rendah, penyesuaian waktu
antara perawat dan keluarga, motivasi yang rendah, sumber dana yang
kurang. Untuk itu perawat harus benar-benar melaksanakan berbagai
peran seperti : pemberian perawatan langsung, fasilitator, konselor,
advokat, dll. Keluarga diharapkan mampu berperan dengan memotivasi
keluarga untuk lebih membangkitkan dan meningkatkan minat dalam
melakukan tindakan yang telah direncanakan, serta perlu ditunjang
dengan sumber-sumber yang ada baik dalam diri perawat sendiri,
keluarga dan pelayanan kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, untuk
menilai keberhasilan yang telah dicapai. Pada tahap ini dikenal 2 macam
evaluasi yang meliputi evaluasi yang telah dilakukan setelah tindakan
dilaksanakan dengan cara melihat respon yang terjadi, sedangkan
evaluasi hasil merupakan evaluasi dari seluruh proses kegiatan yang
dilaksanakan menurut perencanaan.

Anda mungkin juga menyukai