Anda di halaman 1dari 24

REFERAT BEDAH

FISTULA PERIANAL

DISUSUN OLEH:
WIDYASTUTI RENANINGSIH
42170117
ANATOMI

 Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis
epitel. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis
analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit
luar.

 kanalis anal memanjang dari pinggiran anal sampai ke cincin anorektal.


Cincin anorektal sendiri teraba saat pemeriksaan rektal sekitar 1-1,5 cm di
atas linea dentate.

 Pada daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara
kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat menimbulkan abses
anorektum yang dapat membentuk fistel.

 Lekukan antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis


sewaktu melakukan colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter
ekterna dan sfingter interna (garis Hilton).
Keterangan:
(1). Rectum dilapisi mukosa usus
(2). Lapisan otot sirkular dinding rectum
(3). Lapisan otot longitudinal dinding
rectum
(4). Tulang panggul
(5). Musculus obturator internus
(6). Musculus levator anus
(7). Musculus pubo-rektal
(8). Musculus sfingter internus
(9). Musculus sfingter externus
(10). Garis atas sfingter (dari Hilton)
merupakan perbatasan sfingter intern
dan ekstern yang dapat diraba
(11). Tonjolan rectum atau kolumna
morgagni dengan muara kelenjar
rectum diantaranya di dalam kripta
(12). Garis mukokutan atau linea pectinata
merupakan perbatasan antar selaput
lender(mukosa) rectum dan kutis
(kulit) anus
(13). Kanalis analis dengan epitel gepeng.
VASKULARISASI

ARTERI VENA

Rectum dan kanalis analis  Vena hemoroidalis superior berasal


mendapat vaskularisasi dari : dari pleksus hemoroidalis internus
dan berjalan ke arah cranial ke
dalam vena mesenterika inferior dan
 Arteri hemoroidales superior seterusnya melalui vena lienalis ke
adalah kelanjutan langsung arteri vena porta.
mesenterika inferior.
 Vena ini tidak terkatup sehingga
tekanan rongga perut menentukan
 Arteri hemoroidalis medialis tekanan didalamnya. Vena
merupakan percabangan anterior hemoroidalis inferior mengalirkan
arteri iliaka interna. darah ke dalam vena pudenda
interna dan ke dalam vena iliaka
interna dan sistem kava.
 Arteri hemoroidalis inferior
adalah cabang dari arteri
pudenda interna
PERSARAFAN

SIMPATIK PARASIMPATIK

 Serabut simpatik berasal dari  Persarafan parasimpatis


pleksus mesenterikus inferior berasal dari saraf sakral
dan dari sistem parasakral kedua, ketiga, keempat dan
yang terbentuk dari ganglion kelima.
simpatis lumbal ruas kedua,
ketiga, dan keempat.
 Serabut saraf ini menuju ke
 simpatis pleksus ini menuju jaringan erektil penis dan
ke arah struktur genital dan klitoris serta
serabut otot polos yang mengendalikan ereksi
mengendalikan emisi air mani dengan cara mengatur
dan ejakulasi. aliran darah ke dalam
jaringan
DEFINISI FISTULA PERIANAL

 Fistula perianal adalah hubungan abnormal antara


epitel dari kanalis analis dan epidermis dari kulit
perianal.

 Fistula perianal merupakan kelanjutan dari abses


anorektal, sehingga fistula perianal merupakan
bentuk kronis dari abses anorektal.
ETIOLOGI

 Nonspesifik:
Abses anorektal

 Spesifik:
Penyakit Crohn
Tuberkulosis
Devertikulitis
Kanker atau cedera anus maupun rektum
Aktinomikosis
Infeksi klamidia
PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Parks ada 4, yaitu:


1. Fistula intersphincteric
merupakan bentuk fistula yang sering terjadi. Saluran fistel berada di daerah
intersphingterika

2. Fistula transsfingterik
biasanya disebabkan oleh abses isiorektal. Fistula menghubungkan
intersphingtrerika dengan fosa isiorektal oleh adanya perforasi di sphingter
eksternal dan kemudian ke kulit

3. Fistula suprasphincteric
biasanya merupakan hasil dari abses supralevator. Seperti Transphingterika tapi
saluran berada di atas sphingter eksternal dan ada perforasi di muskulus levator ani

4. Fistula extrasphincteric
Saluran melewati rektum ke lapisan kulit perineum, fossa isiorektal melalui m.
levator ani dan akhirnya ke dalam anus
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis Fistula kompleks adalah
 Gejala berulang dengan sebagai berikut:
selang waktu sedikit  Radang usus
dengan mengeluarkan  Divertikulitis
nanah-nanah  Sebelumnya terapi radiasi
 Nyeri pada saat bergerak, untuk kanker prostat atau
defekasi dan batuk dubur
 Ulkus  Tuberkulosis
 Keluar cairan purulen  Terapi steroid
 Benjolan (Massa fluktuasi)  Infeksi HIV
 Pruritus ani
 Demam
 Kemerahan dan iritasi kulit
di sekitar anus
 General malaise
PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan


pemeriksaan digital/rectal toucher) ditemukan satu atau
lebih eksternal opening fistula atau teraba adanya fistula
di bawah permukaan kulit.

Eksternal opening fistula tampak sebagai bisul (bila abses


belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi
oleh jaringan granulasi.

Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah


indurasi/ nodul di dinding anus setinggi garis dentata.
Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir
selalu hanya satu internal opening.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan. Studi
pra operasi normal dilakukan berdasarkan usia dan
komorbiditas.
 Pemeriksaan Radiologi:
1. Fistulografi: Fistulografi dapat dilakukan dengan
menginjeksi zat kontras melalui bukaan internal yang
kemudian diikuti dengan x-ray anteroposterior, lateral, dan
oblik untuk melihat jalannya traktus fistula
2. Ultrasound endoanal / endorektal: menentukan
hubungan antara traktus primer dengan sfingter anal, untuk
menentukan apakah fistula sederhana atau kompleks
dengan perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi
bukaan primer
1. MRI: mengevaluasi fistula kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hasil MRI 80-90% mendekati
penemuan saat operasi.
2. CT- Scan: diperlukan pada pasien dengan
penyakit crohn atau irritable bowel syndrome yang
memerlukan evaluasi perluasan daerah inflamasi
3. Barium Enema: untuk fistula multiple, dan
dapat mendeteksi penyakit inflamasi usus
4. Anal Manometri : evaluasi tekanan pada
mekanisme sfingter.
DIAGNOSIS BANDING

• Hidranitis supurativa: Merupakan radang kelenjar keringat


apokrin yang membentuk fistula multiple subkutan.

• Sinus pilonidalis: Terdapat di lipatan sakrokoksigeal,


berasal dari rambut dorsal tulang koksigeus/ ujung os
sacrum.

• Fistel proktitis: terjadi pada morbus Crohn, tbc, amubiasis,


infeksi jamur, dan divertikulitis. Kadang disebabkan benda
asing atau trauma.
TATALAKSANA

Prinsip umum dalam penanganan bedah fistula ani


adalah untuk menghilangkan fistula, mencegah
rekurens, dan untuk memelihara fungsi sfingter.
 Beberapa metode telah diperkenalkan untuk
mengidentifikasi bukaan saat berada di kamar
operasi:
1. Memasukkan probe melalui bukaan eksternal
sampai ke bukaan internal, atau sebaliknya.

2. Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue,


susu, atau hidrogen peroksida, dan memperhatikan
titik keluarnya di linea dentata.
3. Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.

4. Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi


dilakukan pada traktus. Hal ini dapat berguna pada
fistula sederhana namun kurang berhasil pada
varian yang kompleks.
TERAPI PEMBEDAHAN

 Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang


kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem.
Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.

 Fistulektomi:Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya


untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah
membiarkannya terbuka.

 Seton :Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula.


Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton
ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter secara
bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan
supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan
terlepas sendiri setelah beberapa bulan.
 Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi
keberhasilannya tidak terlalu besar.

 Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula


Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan
alamiah dan diserap oleh tubuh.
KOMPLIKASI

Komplikasi dini pascaoperasi:


 Retensi urin
 Pendarahan
 Impaksi tinja
 Thrombosed wasir
 Komplikasi tertunda pascaoperasi
 Inkontinensia
Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter
yang terpotong, khususnya pada pasien dengan fistula kompleks
seperti letak tinggi dan letak posterior.
 Rekurens
Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer
atau mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping.
 Stenosis kanalis
Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal.
Penyembuhan luka yang lambat. Penyembuhan luka membutuhkan
waktu kurang lebih 12 minggu.
KOMPLIKASI

Fistel dapat kambuh bila:


 Lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan.
 Cabang fistel tidak turut dibuka.
 Kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi menempel
permukaan.
Setelah fistulotomy standar, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah
0-18% dan tingkat dari setiap inkontinensia tinja adalah 3-7%.
Setelah menggunakan Seton, melaporkan tingkat kekambuhan
adalah 0-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 0-
17%. Setelah flap mukosa kemajuan, tingkat kekambuhan
dilaporkan adalah 1-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses
adalah 6-8%.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai