Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan bakterisemia atau sepsis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, ataudari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang irulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau en!im pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. "eputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. "etepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Definisi Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. #kut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi iskus (secondary peritonitis). #pabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. ($auci et al, %&&') Anatomi dan Fisiologi

Peritoneum merupakan membran yang terdiri dari satu lapis sel mesothel yang dipisah dari jaringan ikat askuler dibawahnya oleh membrane basalis. (a membentuk kantong tertutup dimana isera dapat bergerak bebas didalamnya. Peritoneum meliputi rongga abdomen sebagai peritoneum parietalis dan melekuk ke organ sebagai peritoneum iseralis ()arshall, %&&*). Luas permukaannya mendekati luas permukaan tubuh yang pada orang dewasa mencapai +,, m%. (a berfungsi sebagai membrane semipermeabel untuk difusi % arah untuk cairan dan partikel. Luas permukaan untuk difusi seluas - +m% (.eemken, +//,).

Pada rongga peritoneum dewasa sehat terdapat - +&&cc cairan peritoneal yang mengandung protein * g0dl. 1ebagian besar berupa albumin. 2umlah sel normal adalah **0mm* yang terdiri dari 345 makrofag, 345 sel 6, '5 sisanya terdiri dari 7", sel 8, eosinofil, dan sel mast serta sekretnya terutama prostasiklin dan P9:%. 8ila terjadi peradangan jumlah P)7 dapat meningkat sampai ; *&&&0mm* ()arshall, %&&*). <alam keadaan normal, +0* cairan dalam peritoneum di drainase melalui limfe diafragma sedang sisanya melalui peritoneum parietalis (: ans, %&&+). =elaksasi diafragma menimbulkan tekanan negatif sehingga cairan dan partikel termasuk bakteri akan tersedot ke stomata yaitu celah di mesothel difragma yang berhubungan dengan lacuna limfe untuk bergerak le limfe substernal. "ontraksi diafragma menutup stomata dan mendorong limfe ke mediastinum (.au, %&&*). >leh karena itu, sangat penting menjamin berlangsungnya pernapasan spontan yang baik agar clearance bakteri peritoneum dapat berlangsung (: ans, %&&+). <alam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan fibrinolisis dan mencegah terjadinya perlekatan. Peritoneum menangani infeksi dengan * cara? Absorbsi cepat bakteri melalui stomata diafragma. Pompa diafragma akan menarik cairan dan partikel termasuk bakteri kearah stomata. >leh karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian bawah, bakteri yang turut dalam aliran dapat bersarang di bagian atas dan dapat menimbulkan sindroma $it!.ugh-@urtis, yaitu nyeri perut atas yang disebabkan perihepatitis yang menyertai infeksi tuba falopii (: ans, %&&+). Peritonitis menyebabkan pergeseran cepat cairan intra askuler dan intersisiel ke rongga peritoneum, sehingga dapat terjadi hipo olemia. :mpedu, asam lambung, dan en!im pancreas memperbesar pergeseran cairan ini (.eemken, +//,). Penghancuran bakteri oleh sel imun. 8akteri atau produknya akan mengakti asi sel mesothel, netrofil, makrofag, sel mast, dan limfosit untuk menimbulkan reaksi inflamasi ((wagaki, +//,). 1elain melepas mediator inflamasi ia dapat mengadakan degranulasi !at asoaktif yang mengandung histamine dan prostaglandin. .istamine dan prostaglandin yang dilepas sel mast dan makrofag menyebabkan asodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh peritoneum sehingga menimbulkan eksudasi cairan kaya komplemen, immunoglobulin, faktor pembekuan, dan fibrin ()arshall, %&&*). 1udah diketahui bahwa untuk penyembuhan jaringan diperlukan respon mediator pro-inflamasi di daerah sakit sampai terjadi kesembuhan dimana mulai timbul mediator anti-inflamasi yang menghentikan proses pro-inflamasi. "eadaan ini menunjukkan adanya keseimbangan fungsi antara respon prodan anti-inflamasi. 6etapi pada keadaan tertentu dapat terjadi

ketidakseimbangan dimana salah satu yaitu? pro-inflamasi atau anti-inflamasi atau bahkan keduanya sekaligus meningkat hebat diluar kebutuhan penderita. <alam keadaan ini kedua mediator yang bertentangan dapat menimbulkan kerusakan organ hebat sehingga terjadi kegagalan organ ()arshall, %&&*). Lokalisasi infeksi sebagai abses. Pada peningkatan permeabilitas enula terjadi eksudasi cairan kaya protein yang mengandung fibrinogen. 1el rusak mengeluarkan tromboplastin yang mengubah protrombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. $ibrin akan menangkap bakteri dan memprosesnya hingga terbentuk abses. .al ini dimaksud untuk menghentikan penyebaran bakteri dalam peritoneum dan mencegah masuknya ke sistemik. <alam keadaan normal fibrin dapat dihancurkan antifibrinolitik, tetapi pada inflamasi mekanisme ini tak berfungsi (: ans, %&&+).

Etiologi (nfeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk? Peritonitis primer (Spontaneus) <isebabkan oleh in asi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (18P) akibat penyakit hepar kronis. "ira-kira +&-*&5 pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial. Peritonitis sekunder Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat di ertikulitis, ol ulus, kanker serta strangulasi usus halus (8rian,%&++).

=egio #sal :sophagus

1tomach

Tabel ! Pen"ebab Peritonitis Sek#nder Penyebab 8oerhaa e syndrome )alignancy 6rauma (mostly penetrating) (atrogenic Peptic ulcer perforation

)alignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal stromal tumor) 6rauma (mostly penetrating) (atrogenic <uodenum Peptic ulcer perforation 6rauma (blunt and penetrating) (atrogenic 8iliary tract @holecystitis 1tone perforation fromgallbladder (ie, gallstone ileus) or common duct )alignancy @holedoctal cyst (rare) 6rauma (mostly penetrating) (atrogenic Pancreas Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstone) 6rauma (blunt and penetrating) (atrogenic 1mall bowel (schemic bowel (ncarcerated hernia (internal and eAternal) @losed loop obstruction @rohn disease )alignancy (rare) )eckel di erticulum 6rauma (mostly penetrating) Large bowel and (schemic bowel appendiA <i erculitis )alignancy Blcerati e colitis and crohn disease #ppendicitis @olonic ol ulus 6rauma (mostly penetrating) (atrogenic Bterus salpinA, and Pel ic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, o aries tubo-o arian abcess, o arian cyst) )alignancy (rare) 6rauma (Bncommon) Peritonitis tertier Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya 1edangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generali!ed (peritonitis) dan locali!ed (abses intra abdomen).

Patofisiologi =eaksi awal peritoneum terhadap in asi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. "antong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus ($auci et al, %&&'). Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalamikebocoran. 2ika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. "arena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. 6akikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipo olemia ($auci et al, %&&'). >rgan-organ didalam ca um peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. >edem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebutmeninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipo olemia. .ipo olemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.6erjebaknya cairan di ca um peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi ($auci et al, %&&'). 8ila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. <engan perkembangan peritonitis umum, akti itas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. @airan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkunglengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus ($auci et al, %&&').

1umbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. (leus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis ($auci et al, %&&'). 6ifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman 1. 6yphi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. 1ebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaCue peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih % minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia ($auci et al, %&&').

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. 7yeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau en!im pankreas. "emudian menyebar keseluruh perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsanganperitoneum berupa mengenceran !at asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bacteria ($auci et al, %&&'). Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. >bstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi ena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general ($auci et al, %&&'). Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. =angsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. =angsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. 8ila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untukberkembang biak baru setelah %3 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum ($auci et al, %&&'). $anifestasi Klinis 9ejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di dalam rongga abdomen. 8ertanya gejala berhubungan dengan beberapa faktor yaitu? lamanya penyakit, perluasan dari kontaminasi ca um peritoneum dan kemampuan tubuh untuk melawan, usia serta tingkat kesehatan penderita secara umum (@ole et al,+/,&). )anifestasi klinis dapat dibagi menjadi (+) tanda abdomen yang berasal

dari awal peradangan dan (%) manifestasi dari infeksi sistemik. Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding abdomen, distensi, adanya udara bebas pada ca um peritoneum dan menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat, takipneu, gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok (<oherty, %&&D). %e&ala Nyeri abdomen 7yeri abdomen merupakan gejala yang hamper selalu ada pada peritonitis. 7yeri biasanya dating dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen (<oherty, %&&D). 1eiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. 7yeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi peradangan peritoneum. )enurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya bertambah meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran dari peritonitis (1chwart! et al, +/'/). Anoreksia, mual, muntah dan demam Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. )eningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar *'>@ sampai 3& >@ (1chwart! et al, +/'/). Facies ipocrates Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies .ipocrates. 9ejala ini termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cowong, kedua telinga menjadi dingin, dan muka yang tampak pucat (@ole et al,+/,&). Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies .ipocrates biasanya berada pada stadium pre terminal. .al ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut di fleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena setiap gerakan dapat menyebabkan nyeri pada abdomen (1chwart! et al, +/'/). 6anda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan tingkat kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal diagnosis dan perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak berkurang (@ole et al,+/,&). Syok Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor. Pertama akibat perpindahan cairan intra askuler ke ca um peritoneum atau ke lumen dari intestinal. Eang kedua dikarenakan terjadinya sepsis

generalisata (@ole et al,+/,&). Eang utama dari septicemia pada peritonitis generalisata melibatkan kuman gram negati e diman dapat menyebabkan terjadinya tahap yang menyerupai syok. )ekanisme dari fenomena ini belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa efek dari endotoksin pada binatang dapat memperlihatkan sindrom atau gejala-gejala yang mirip seperti gambaran yang terlihat pada manusia (@ole et al,+/,&). Tanda !anda "ital 6anda ital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal. 6akikardi, berkurangnya olume nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan adanya syok hipo olemik. .al-hal seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan yang lebih buruk (1chwart! et al, +/'/).

#nspeksi 6anda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi dari abdomen. #kan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan penyakit, karena dalam %-* hari baru terdapat tandatanda distensi abdomen. .al ini terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik (@ole et al,+/,&). Auskultasi #uskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. 1uara usus dapat ber ariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai hamper tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus. #danya suara borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa

stetoskop lebih baik daripada suara perut yang tenang. "etika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami strangulasi (@ole et al,+/,&). Perkusi Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa. .ilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas dalam ca um peritoneum yang berasal dari intestinal yang mengalami perforasi. 8iasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis (@ole et al,+/,&). 2ika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga, udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga akan ditemukan pekak hepar yang menghilang (1chwart! et al, +/'/). Palpasi Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada kondisi ini. "aidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan. (ni terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna. "elompok orang dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang sudah sering melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai adanya kekakuan atau spasme dari otot dinding abdomen. Penemuan yang paling penting adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara in olunter. >rang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya. 7yeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi local, atau dapat menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. 7yeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal (@ole et al,+/,&). Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan spasme secara in olunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis, reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan (1chwart! et al, +/'/). Pemeriksaan Pen#n&ang Laboratorium : aluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit dengan pemeriksaan fisik. 6es yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari %&.&&&0mm*, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya terdapat

infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya (@ole et al,+/,&). Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata (1chwart! et al, +/'/). #nalisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat dilakukan (<oherty, %&&D). $adiologi Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak P# dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. <engan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam ca um peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos abdomen (@ole et al,+/,&). (leus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus perforasi. $oto polos abdomen paling tidak dilakukan dengan dua posisi, yaitu posisi berdiri0tegak lurus atau lateral decubitus atau keduanya. $oto harus dilihat ada tidaknya udara bebas. 9as harus die aluasi dengan memperhatikan pola, lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus (@ole et al,+/,&).

Tata Laksana 6atalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik (<oherty, %&&D).

Penanganan Preo'eratif $esusitasi %airan Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam ca um peritoneum dan ruang intersisial (1chwart! et al, +/'/). Pengembalian olume dalam jumlah yang cukup besar melalui intra askular sangat diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh. 2ika terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat diberikan transfusi P=@ (Packed =ed @ells) atau F8 (Fhole 8lood). Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan yang hilang (<oherty, %&&D). 1ecara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan intra askuler, tapi cairan ini lebih mahal. 1edangkan cairan kristaloid lebih murah, mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena kemudian akan dikeluarkan lewat ginjal (1chwart! et al, +/'/). 1uplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan ginjal telah adekuat dan urin telah diprodukasi (<oherty, %&&D). Antibiotik 8akteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan menjadi bakteri aerob yaitu :. @oli, golongan :nterobacteriaceae dan 1treptococcus, sedangkan bakteri anaerob yang tersering adalah 8acteriodes spp, @lostridium, Peptostreptococci. #ntibiotik berperan penting dalam terpai peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan kuman aerob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum (1chwart! et al, +/'/). Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensiti itas jika masih terdapat tanda infeksi. 2ika penderita baik secara klinis yang ditandai dengan penurunan demam dan menurunnya hitung sel darah putih, perubahan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah didapatkan hasil dari uji sensiti itas (@ole et al,+/,&). :fek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi-kondisi seperti? (+) besar kecilnya kontaminasi bakteri, (%) penyebab dari peritonitis trauma atau nontrauma, (*) ada tidaknya kuman oportunistik seperti candida. #gar terapi menjadi lebih efektif, terpai antibiotik harus diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi (1chwart! et al, +/'/). Pada umumnya Penicillin 9 +.&&&.&&& (B dan streptomycin + gram harus segera diberikan. "edua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan dalam dosis tinggi dalam plasma. "ombinasi dari penicillin dan streptomycin juga memberikan cakupan dari bakteri gram negatif. Penggunaan beberapa juta unit dari peniillin dan % gram streptomycin sehari sampai didapatkan hasil kultur merupakan regimen terpai yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap penicillin, tetracycline dosis tinggi yang diberikan secara parenteral lebih baik daripada chloramphenicol pada stadium awal infeksi (@ole et

al,+/,&). Pemberian clindamycin atau metronida!ole yang dikombinasi dengan aminoglikosida sama baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua (1chwart! et al, +/'/). #ntibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk gram negatif, metronida!ole dan clindamycin untuk organisme anaerob (<oherty, %&&D). <aya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting daripada pemilihan terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang adekuat berperan dalam kegagalan terapi. Penggunaan aminoglikosida harus diberikan dengan hati-hati, karena gangguan ginjal merupakan salah satu gambaran klinis dari peritonitis dan penurunan p. intraperitoneum dapat mengganggu akti itas obat dalam sel. Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan demam, dengan hitung sel darah putih yang normal (<oherty, %&&D). &ksigen dan "entilator Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup diperlukan, karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolism tubuh akibat adanya infeksi, adanya gangguan pada entilasi paru-paru. Gentilator dapat diberikan jika terdapat kondisi-kondisi seperti (+) ketidakmampuan untuk menjaga entilasi al eolar yang dapat ditandai dengan meningkatnya Pa@>% 4& mm.g atau lebih tinggi lagi, (%) hipoksemia yang ditandai dengan Pa>% kurang dari 44 mm.g, (*) adanya nafas yang cepat dan dangkal (1chwart! et al, +/'/). (ntubasi, Pemasangan "ateter Brin dan )onitoring .emodinamik Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus. Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin. 6anda ital (temperature, tekanan darah, nadi dan respiration rate) dicatat paling tidak tiap 3 jam. : aluasi biokimia preoperati e termasuk serum elektrolit, kratinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan urinalisis (1chwart! et al, +/'/). Penanganan ('eratif 6erapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. >perasi biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. 6indakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan eAteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari ca um peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri irulen (1chwart! et al, +/'/). "ontrol 1epsis

6ujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. "ecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi yang terbaik. 2ika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. =adikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki ka um peritoneum (<oherty, %&&D). Peritoneal La'age Pada peritonitis difus, la age dengan cairan kristaloid isotonik (; * liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal? tetrasiklin, po idoneiodine). #ntibiotik yang diberikan cecara parenteral akan mencapai le el bakterisidal pada cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersama la age. 6erlebih lagi, la age dengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari neuromuscular junction. 1etelah dilakukan la age, semua cairan di ka um peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri (<oherty, %&&D). Peritoneal (rainage Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. <rainase dari ka um peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat menyebabkan kontaminasi. <rainase profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. <rainase berguna pada infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan. <rainase diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau ka itas yang tidak dapat direseksi (<oherty, %&&D). Pengananan Posto'eratif )onitor intensif, bantuan entilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. 6ujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-organ ital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. #ntibiotik diberikan selama +&-+3 hari, bergantung pada

keparahan peritonitis. =espon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. 6ingkat kesembuhan ber ariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, @GP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder (<oherty, %&&D). Kom'likasi "omplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. (nfeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal, pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi. <emam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi abdomen residual. .al ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut misalnya @6-1can abdomen. 1epsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun (<oherty, %&&D). Prognosis 6ingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 3&5. $aktorfaktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. 6ingkat mortalitas sekitar +&5 pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis, pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal (<oherty, %&&D).

BAB III PENUTUP


Kesim'#lan Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (18P) akibat penyakit hepar kronis. Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, serta perforasi kolon. 6andatanda peritonitis yaitu demam tinggi dan mengigil, bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. 7yeri abdomen yang hebat, dinding perut akan teras tegang karena iritasi peritoneum. 6atalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik. "omplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. $aktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. Saran 1etiap peritonitis harus ditangani secermat mungkin bila tidak ingin penyakit berjalan terus. 1ource control harus dilaksanakan sebaik mungkin. Pemeriksaan kultur dan resistensi harus diulang terutama pada mereka yang menunjukkan perjalanan penyakit yang panjang dan berat. #wasi terjadinya perubahan organisme penyebab infeksi dan gunakan obat yang sesuai resistensi dan tidak lagi menggantungkan pada antibiotik spektrum luas.

DAFTA) PUSTAKA
+. 8rian, 2. %&++, Peritonitis and #bdominal 1epsis. <iakses pada D 2uni %&+%. http?00emedicine.medscape.com0article0+'&%*3o er iewHaw%aabDb%b3aa %. @ole et al. +/,&. @ole and Iollinger 6eAtbook of 1urgery /th :dition. #ppelton-@entury @orp, .al ,'3-,/4 *. <oherty, 9erard. %&&D. Peritoneal @a ity in @urrent 1urgical <iagnosis J 6reatment +%ed. B1#? 6he )c9raw-.ill @ompanies, (nc. 3. : ans, .L. %&&+. 6ertiary Peritonitis (=ecurrent <iffuse or Locali!ed <isease) is not #n (ndependent Predictor of )ortality in 1urgical Patients with (ntra #bdominal (nfection. 1urgical (nfection (Larchmt); %(3) ? %44-D* 4. $auci et al, %&&', .arrisonKs Principal >f (nternal )edicine Golume +, )c9raw .ill, Peritonitis halaman '&'-'+&, +/+D-+/+, D. .au, 6. %&&*. Peritoneal <efense )echanisms. 6urk 2 )ed 1ci; **? +*+-3 ,. .eemken, =. +//,. Peritonitis? Pathophydiology and Local <efense )echanisms. .epatogastroenterology; 2ul-#ug; 33(+D)? /%,-*D '. (wagaki, .. +//,. @linical Galue of @ytokine #ntagonists in (nfectious @omplications. =es @ommun)ol Pathol Pharmacol; #pr? /D(+)? %4-*3 /. )arshall, 2@. %&&*. (ntensi e @are )anagement of (ntra #bdominal (nfection. @ritical @are )edicine; *+(') ? %%%'-*, +&. 1chwart! et al. +/'/. Priciple of 1urgery 4th :dition. 1ingapore? )c.9raw-.ill, .al +34/-+3D,

Anda mungkin juga menyukai