DAFTAR ISI
Lampiran ....................................................................................................................... 53
2
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti:13
1. Faktor demografi
Hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang meningkat, penduduk usia
lanjut bertambah banyak serta urbanisasi yang tidak terkendali.
2. Gaya hidup yang ke barat-baratan
Hal ini dipengaruhi oleh penghasilan per kapita yang tinggi, restoran siap
santap, dan teknologi canggih yang menimbulkan sedentary life atau
kurangnya pergerakan badan.
3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
4. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi
lebih panjang.
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe 2 antara lain:14
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yangmengidap diabetes,
karena gen seperti alel TCF7L2, yang mengakibatkan tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik.
b. Usia
Umumnya penderita DM tipe 2 mengalami perubahan fisiologi secara
drastis. DM tipe 2 sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada
mereka yang berat badannya berlebihan, yang menyebabkan tubuhnya tidak
peka terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-
manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin otak. Serotonin
mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stress. Tetapi gula
dan lemak berbahaya bagi mereka yang beresiko mengidap penyakit DM
tipe 2.
d. Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe 2 terjadinya obesitas (kegemukan berlebihan)
yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).
6
Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak,tetapi lebih
disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula
darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien
DM tipe 2 adalah mereka yang tergolong gemuk.
2.1.3 Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti
jaringan lemak, gastrointestinal, sel alpha pankreas, ginjal, dan otak, semuanya
ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada
DM tipe 2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous
octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep
tentang:16
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c.
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari ataskinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegahatau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yangsudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obesitas baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia
yang merupakan mekanisme kompensasi dariresistensi insulin. Pada
golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi diotak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah
GLP-1 agonis, amylindan bromokriptin.
Tabel 2.1 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes.
Kriteria HbA1c (%) Glukosa darah puasa Glukosa plasma 2 jam
(mg/dL) setelah TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥6,5 ≥126 ≥200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 <100 <140
Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)13
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa Plasma Vena <100 100-199 ≥ 200
darah sewaktu
(mg/dL) Darah <90 90-199 ≥200
Kapiler
Kadar glukosa Plasma Vena <100 100-125 ≥126
darah puasa
(mg/dL) Darah <90 90-99 ≥100
Kapiler
2.1.5 Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut
dan kronis. Komplikasi DM tipe 2 dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:17
a. Komplikasi akut
Hiperglikemia yaitu apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba,
dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
kemolakto asidosis.
12
b. Komplikasi Kronis
Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yangumum berkembang pada penderita DM
adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak),
mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan
stroke.
Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi pada penderita DM tipe 2 seperti
infeksi kulit, nefropati, diabetik retinopati, neuropati, hingga dapat
menyebabkan amputasi.
2.1.6 Penatalaksanaan1
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes, yaitu:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasiakut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
2.1.6.1 Penatalaksanaan Umum
Adapun penatalaksanaan umum yang perlu dilakukan, yaitu evaluasi medis yang
lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:
1. Riwayat Penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik.
3. Evaluasi Laboratorium.
4. Penapisan Komplikasi.
13
diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian
lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide
selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara subkutan.
3. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan
dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi
sejak dini. Pemberian obat anti hiperglikemia oral maupun insulin selalu
dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat
antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose
combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme
kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa
darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan
kombinasi dua obat anti hiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, terapidapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral.
Kombinasi obat antihiperglikemia oraldengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam
menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak
sore sampai sebelum tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya
dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin
yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10
unit. Kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara
perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa
belum mencapai target. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin
basal, maka perlu diberikanterapi kombinasi insulin basal dan
20
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob.19
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan derajat luas dan
berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan ikhtiar
pengobatan.
Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih
tanda-tanda berikut : bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba
hangat lokal, adanya pus. Infeksi dibagi dalam infeksi ringan (superfisial, ukuran
dan dalam terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat (disertai tanda-tanda
sistemik atau gangguan metabolik). Termasuk dalam infeksi berat seperti gas
gangren, selulitis asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan
toksisitas sistemik atau instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa
pasien.20 Klasifikasi Wagner21 :
Grade Interpretasi
Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki
resiko tinggi
Grade 1 Ulkus superfisial terlokalisir
Grade 2 Ulkus lebih dalam, mengenai tendon,
ligamen, otot,sendi, belum mengenai
tulang, tanpa selulitis atau abses.
Grade 3 Ulkus lebih dalam sudah mengenai
tulang sering komplikasi osteomielitis,
abses atau selulitis.
Grade 4 Gangren jari kaki atau kaki bagian
distal
Grade 5 Gangren seluruh kaki
22
2.2.4 Patogenesis
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah
ulkus kaki diabetes. Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang
sering disebut trias yaitu : iskemik, neuropati, dan infeksi. Pada penderita diabetes
mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi
kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya
penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,
penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot,
keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderitadiabetes
mellitustidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan meneybabkan lesi dan
menjadi ulkus kaki diabetes.22
23
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis kaki diabetes meliputi :
1. Pemeriksaan Fisik : Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka / ulkus
pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi / rasa
berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun
atau hilang.
2. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG (Electromyographi) dan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes
menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.22
25
4.Obesitas.
Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT
(index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih
akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10
μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan
aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan
sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan
mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes.19,22
5.Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena
adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah
sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah
lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada
endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati
melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler
defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus.19,22
2.2.7 Penatalaksanaan
Tujuan perawatan ulkus diabetikum yaitu mengurangi risiko infeksi dan amputasi,
memperbaiki fungsi dan kualitas hidup pasien serta mengurangi biaya perawatan
kesehatan.
Sasaran terapi ulkus diabetik adalah kuman penyebab infeksi. Infeksi
biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, bakteri Gram negatif aerob
seperti Enterobacter sp., Escherichia coli, Klebsiella sp., Proteus mirabilis,
Pseudomonas aeruginosa dan bakteri anaerob seperti Peptostreptococcus.23
Kuman penginfeksi dan antibiotika yang sensitif terhadap kuman penginfeksi
tersebut dapat diketahui dengan kultur dan sensitivitas tes. Faktor-faktor penting
perawatan ulkus diabetik adalah mencegah infeksi, menghindari tekanan pada
ulkus, membersihkan jaringan dan kulit mati atau debridemen, melakukan
27
pengobatan atau pembalutan luka dan mengatur kadar glukosa darah agar tidak
terlalu tinggi. Perawatan dan pembalutan luka juga penting untuk mencegah
infeksi.Jenis-jenis perawatan dan pembalutan tergantung tingkat keparahan
ulkus.Sebagian besar ulkus keadaannya semakin baik dengan pengurangan
tekanan dan pembalutan luka.24 Strategi terapi pada ulkus diabetik meliputi :
1. Pengurangan Tekanan Pada Ulkus (Off-Loading)
Pengurangan tekanan pada ulkus merupakan faktor penting pada
penyembuhan luka ulkus.Dengan dilakukannya off-loading pada pasien
merupakan salah satu usaha mencegah tekanan mekanik akibat stress pada
ulkus. Saat terjadi ulkus, pasien dianjurkan untuk tidak menggunakan kaki
yang mengalami ulkus sebagai penumpu berat tubuh, baik ketika berjalan
maupun melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Debridemen
Debridemen merupakan tahap awal evaluasi ulkus. Debridemen
menghilangkan semua jaringan nekrosis yang ada di sekeliling ulkus
sampai dinyatakan sehat dan tidak terjadi perdarahan lagi di tepi luka.
Sesudah debridemen sebaiknya ulkus diperiksa untuk menentukan
keterlibatan struktur-struktur mendasar seperti tendon, tulang atau tulang
sendi. Keterlibatan struktur-struktur mendasar, ada tidaknya iskemia dan
infeksi harus ditentukan sebelum dilakukan penggolongan kondisi klinis
pasien yang tepat untuk membuat rencana perawatan yang akan
dilaksanakan. Tanpa memperhatikan perawatan, terdapat beberapa ulkus
yang tidak dapat sembuh. Ulkus diabetik seringkali lambat sembuh.Salah
satu penyebabnya adalah protein-protein yang menyembuhkan luka atau
faktor-faktor pertumbuhan rusak. Faktor-faktor pertumbuhan ini adalah
proteinprotein yang memegang peranan penting dalam proses
penyembuhan luka. Tidak berfungsinya faktor-faktor pertumbuhan
menyebabkan ulkus tidak dapat sembuh.
28
BAB 3
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Leginem
Umur : 74 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
ANAMNESA PENYAKIT
Telaah : Hal ini telah dialami os sejak 2 minggu yang lalu pada
daerah jempol dan telunjuk kaki kanan. Awalnya os tidak
30
ANAMNESA ORGAN
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil
isokor (+/+) 3mm, refleks cahaya direk (+/+) / indirek (+/+).
Kesan : normal
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat: (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),mobilitas (-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea : medial, TVJ: R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain (-)
33
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan paru
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri
Iktus : Iktus teraba di ICS V
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : Intercostal Space II
Batas kiri jantung : 1 cm medial Intercostal Space II Linea Midclavicularis
Sinistra
Batas kanan jantung: Intercostal Space II Linea Parasternal Dextra
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan : -
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
lain-lain (-), Heart Rate: 84x/menit, regular, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Vesikuler pada kedua lapangan paru, ST : -
34
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan Lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral : Tidak ada
Caput medusa : Tidak ada
Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba
HATI
Pembesaran : Tidak ada
Permukaan : Tidak ada
Pinggir : Tidak ada
Nyeri Tekan : Tidak ada
LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : Tidak dilakukan pemeriksaan
TUMOR : (-)
Perkusi
Pekak hati : Tidak ada
Pekak beralih : Tidak ada
Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : Tidak ada
PINGGANG
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-)
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
35
Fungsi Ginjal:
Blood Urea Nitrogen : 12
mg/dl
Ureum : 26 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
37
RESUME
ANAMNESA Keluhan Utama : Luka borok di jari kaki kanan.
Telaah : Hal ini telah dialami os sejak 2
minggu yang lalu pada daerah
jempol dan telunjuk kaki kanan.
Awalnya os tidak menyadari ada
luka pada kakinya dan tidak
mengetahui bagaimana bisa terjadi
luka tersebut, nyeri dijumpai pada
daerah luka. Riwayat DM diketahui
os sejak ± 2 tahun yang lalu,
namun pengobatan tidak teratur.
Polifagi (+), polidipsi (+), dan
poliuria (+) dengan frekuensi lebih
dari 5 kali/ malam. Riwayat
penurunan berat badan ± 20 kg.
BAB dan BAK normal.
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
04 Luka Sens : Compos Ulkus Tirah baring
Oktober pada jari Mentis Diabetikum Diet DM 1400
2016 kaki TD: 120/70 mmHg grade II kkal
kanan HR : 82x/i o/t digiti 1,2 IVFD NaCl
(+) RR : 24x/i pedis dextra. 0,9% 20 gtt/i
Temp : 37,4°C Inj. Ceftriaxon
VAS : 2 - 3 DM Tipe II 2g/ 24 jam (H-2)
Pemeriksaan Fisik Inj. Ketorolac/ 8
Mata : anemis -/- jam/ IV
Sklera ikterik -/- Inj. Ranitidine 1
Leher: TVJ R 2cm amp/ 12 jam
H2O, tidak ada Metformin 2 x
pembesaran KGB
500 mg
Thorax : Sp :
Klindamycin 4 x
Vesikuler
300 mg (H-2)
St : -
Debridement
Abdomen : Soepel,
H/L/R tidak teraba
Rencana :
Extremitas :
- Cek KGD
Superior : Dalam
puasa, 2 jam PP
batas normal
- Lipid profile
Inferior : Ulkus
diabetikum (+) pada
phalanges 1,2 &
interdigitalis.
Dijumpai pus, luka,
dan kehitaman.
Luas ulkus di
40
Trigliserida : 138
mg/dL
Kolesterol HDL : 42
mg/dL
Kolesterol LDL :
117 mg/dL
06 Luka Sens : CM Ulkus Tirah baring
Oktober pada jari TD: 110/80 mmHg Diabetikum Diet DM 1400
2016 kaki HR : 84x/i grade II kkal
kanan RR : 20x/i o/t digiti 1,2 IVFD NaCl
(+) Temp :36,3°C pedis dextra. 0,9% 20 gtt/i
VAS : 0 - 1 Inj. Ceftriaxon
Pemeriksaan Fisik DM Tipe II 2g/ 24 jam (H-4)
Mata: anemis -/- Klindamycin 4 x
Sklera ikterik -/- 300 mg (H-4)
Leher: TVJ R 2cm Metformin 2 x
H2O, tidak ada 500 mg
pembesaran KGB Debridement
Thorax : Sp :
Vesikuler
St : -
Abdomen : Soepel,
H/L/R tidak teraba,
Peristaltik (+)
Normal
Extremitas :
Superior : Dalam
batas normal
Inferior : Ulkus
diabetikum (+) pada
phalanges 1,2 &
43
interdigitalis.
Dijumpai luka dan
kehitaman. Luas
ulkus di phalang 1
(3x4 cm), phalang 2
(1x2 cm)
KGD Puasa : 97
mg/dL
KGD 2 Jam PP :
144 mg/dl
44
BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori Pasien
Definisi Os, berusia 74 tahun datang
Diabetes melitus tipe 2 (DM) merupakan suatu ke IGD RSUP HAM dengan
kelompok penyakit metabolik dengan KGD sewaktu 216 mg/dl.
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. DM dikatakan apabila apabila kadar gula
darah puasa ≥ 126 dan kadar gula darah sewaktu
≥ 200.
Faktor Resiko Os berusia 74 tahun sehingga
Faktor Resiko memilki faktor resiko
- Kelainan genetik mengidap DM tipe 2.
- Usia (paling sering muncul setelah usia
30 tahun ke atas)
- Gaya hidup stress (stress cenderung
membuat seseorang makan makanan
yang manis yang beresiko mengidap
penyakit DM tipe 2)
- Pola makan yang salah (DM tipe 2
terjadinya obesitas yang dapat
mengakibatkan gangguan kerja insulin
Obesitas disebabkan jumlah konsumsi
yang terlalu banyak)
Diagnosis Os mengalami polifagi (+),
Anamnesis : poliuria (+), polidipsi (+),
Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, penurunan berat badan ± 20
polifagia dan penurunan berat badan yang kg.
45
Penatalaksanaan Os mendapat
Edukasi : Perbaikan lifestyle. penatalaksanaan :
Obat antihiperglikemik oral : Tirah baring
- Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Diet DM 1400 kkal
Secretagogue) IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
o Sulfonilurea Inj. Ranitidine 1 amp/ 12
o Glinid jam
- Insulin Sensitizer Inj. Ketorolac/ 8 jam/ IV
o Metformin Inj. Ceftriaxone 2g/ 24jam
o Tiazolidindion Klindamycin 4 x 300 mg
46
BAB 5
KESIMPULAN
Ibu Leginem berusia 74 tahun menderita Ulkus Diabetikum Grade II dan Diabetes
Mellitus Tipe II , ditatalaksana dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I, Inj. Ranitidine 1
amp/ 12 jam, Inj. Ketorolac/ 8 jam/ IV, Inj. Ceftriaxone 2 g/ 24 jam, Klindamycin
4 x 300 mg, Metformin 2 x 500 mg, dan debridement.
48
DAFTAR PUSTAKA
15. Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New
Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009;
16. 58: 773-795)
17. American Diabetes Association, Diabetes Care in Specific Settings, Diabetes
Care. 2012, 35(suppl 1), S44.
18. Misnadiarly, 2006. Diabetes Melitus Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenali Gejala,
Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
19. Tambunan, M..2006. Perawatan Kaki Diabetes. Jakarta: FK UI.
20. Lipskyet al., 2012. Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. 39: 894
21. Oyibo SO, Chalmers N, Boulton AJ. 2001. Peripheral arterial disease in diabetic
and non diabetic patients. Diabetes Care. 24 (8) : 1433–7.
22. Waspadji, S. (2006). Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya,
Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Jakarta: Penerbit FK UI.
23. Koda-Kimble & Young. 2010. Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs.
Lippincott Williams & Wilkins.
24. Kalla, T.B., 2006. Complications: Footcare and The Trouble with Ulcers,
Available from : http://www.diabetes.ca/Section_About/feet.asp [ Accessed : 8
October 2016.
50
LAMPIRAN
1. Foto Pasien