TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Kehamilan ektopik (KE) adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.
Sedangkan kehamilah ektopik terganggu (KET) ialah kehamilan ektopik yang
mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi
kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.1,2,3
Berdasarkan tempat implantasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa goolongan, yaitu tuba fallopii, uterus (diluar cavum uterus), ovarium,
intraligamenter, abdominal dan kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus. 2,3,4
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi
di tuba 97%, yang mana 55% muncul di pars ampularis, 25% di isthmus dan 17% di
fimbriae. Sisa 3% berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter,
dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornu uterus.5
Di AS terjadi peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada dua dekade terakhir
dan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak pada trimester pertama kehamilan.
Pada tahun 1970, The Center for Diseae Control and Prevention (CDC) melaporkan
kejadian kehamilan ektopik sebesar 17800 kasus pada tahun 1992, meningkat menjdi
108.800 kasus. Namun, angka kematian menurun dari 35,5 kematian per 10.000
kasus pada tahun 1970 menurun menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992.6 Di
Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik kesehatan diketahui pada
tahun 2007 ada 20 kasus setiap 1000 menderita kehamilan ektopik. Rumah sakit
Cipto Mangunkusumo pada tahun 2007 ada 153 kehamilan ektopik diantara 4007
persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Peningkatan insiden kehamilan ektopik
mungkin disebabkan oleh insiden faktor risiko yang meningkat seperti penyakit
menular seksual dan penyakit tuba, meningkatnya metode diagnostik, penggunaan
3
4
pada tuba dan menyempitkan lumen sehingga meningkatkan risiko kehamilan tuba.
riwayat sectio cesarea dihubungkan dengan risiko kehamilan ektopik walaupun
rendah. Pertubasi hormonal di duga dapat meyebabkan disfungsi tuba. Penggunaan
kontrasepsi progestin oral, estrogen dosis tinggi pasca ovulasi (morning after pill) dan
induksi ovulasi meningkatkan risiko untuk mengalami kehamilan ektopik.6
dan menginvasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluh darah ibu terbuka
menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara trofoblas dan
jaringan di bawahnya. Dinding tuba yang menjadi tempat implantasi zigot
mempunyai ketahanan yang rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio atau janin pada
kehamilan ektopik seringkali tidak ditemukan atau tidak berkembang.6
Perkembangan Kehamilan Tuba
Abortus tuba
Oleh karena senantiasa membesar, telur menembus endosalping (selaput lender
tuba), masuk kedalam lumen tuba, lalu keluar kearah infundibulum. Peristiwa ini
terutama terjadi bila telur berimplantasi di ampulla tuba. Implantasi telur di ampula
tuba biasanya bersifat kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lender di tempat ini
tinggi dan banyak. Lagipula, rongga tuba di ampula tuba juga agak besar hingga telur
mudah tumbuh kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis
yang tipis dari lapisan otot tuba.2,3,4,7
Terjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. Umumnya terjadi bila
implantasi di ampulla, sebaliknya ruptur tuba terutama bila implantasi di daerah
isthmus. Keluarnya abortus keluar dari ujung tuba menimbulkan perdarahan.7 Adanya
perdarahan menyebabkan plasenta dan membran terlepas dari dinding tuba. jika
plasenta terlepas seluruhnya, semua produk konsepsi dapat keluar melalui fimbria ke
rongga abdomen. Saat itu perdarahan dapat berhenti dan gejala umumnya
menghilang. Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi tetap berada di
tuba.6 Darah akan menetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di kavum
douglass yang disebut hematokel retrouterin.7 Adakalanya ujung tuba tertutup oleh
perlekatan sehingga darah terkumpul didalam tuba dan menggembungkan tuba.
keadaan ini disebut hematosalping atau hidrosalping jika fimbria mengalami oklusi.8
Abortus tuba kira-kira terjadi antara minggu ke 6 hingga minggu ke 12.8
7
Ruptur Tuba
Implantasi telur di dalam isthmus tuba menyebabkan telur mampu menembus
lapisan otot tuba kearah kavum peritoneum. Lipatan-lipatan selaput lender di isthmus
tuba tidak seberapa banyak, sehingga besar kemungkinan telur berimplantasi secara
interkolumner. Dengan demikian, trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba.
kemungkinan pertumbuhan ke arah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit,
sehingga telur menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau peritoneum.7
Produk konsepsi yang melakukan invasi dapat menyebabkan tuba pecah pada
beberapa tempat. Jika tuba ruptur pada minggu-minggu pertama kehamilan, biasanya
impantasi terjadi di isthmus, jika implantasi terjadi di pars interstitial, ruptur terjadi
lebih lambat. Ruptur umumnya terjadi spontan tetapi dapat pula disebabkan oleh
trauma akibat koitus dan pemeriksaan bimanual.6
Saat ruptur semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan tuba kecil,
perdarahan hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dari tuba. jika
hasil konsepsi keluar ke rongga abdomen pada awal kehamilan, implantasi dapat
terjadi di daerah mana saja di rongga abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang
cukup, sehingga dapat bertahan dan berkembang. Namun, hal tersebut jarang terjadi.
Sebagian besar hasil konsepsi yang berukuran kecil umumnya akan di resorbsi.
Kadang-kadang jika ukurannya besar, dapat tertahan di kavum douglass membentuk
massa yang berkapsul atau mengalami kalsifikasi membetuk lithopedon.6
Ruptur isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba di daerah
ini cukup tipis. Namun, ruptur pars interstisialis terjadi lebih lambat, bahkan
terkadang baru terjadi pada bulan ke 4, karena lapisan otot di daerah ini cukup tebal.
Ruptur dapat terjadi dengan sendirinya/spontan atau akibat manipulasi kasar,
misalnya akibat periksa dalam, defekasi atau koitus. Ruptur biasanya terjadi ke dalam
kavum peritoneum, terkadang ke dalam ligamentum latum bila implantasi terjadi di
dinding bawah tuba.7 Pada ruptur tuba, seluruh bagian telur yang sudah mati dapat
keluar dari tuba melalui robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum. Bila
pengeluaran janin melalui robekan tidak diikuti oleh plasenta yang tetap melekat pada
8
cukup luas. Akan tetapi jika sebagian besar plasenta tertahan di tempat perlekatannya
di tuba, perkembangan lanjut bisa terjadi. Selain itu, plasenta dapat pula terlepas dari
tuba dan mengadakan implantasi pada struktur panggul, termasuk uterus, usus,
ataupun dinding panggul. 6,7,8
Keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah, malaise,
dan nyeri saat janin bergerak. Gambaran klinis yang paling sering ditemukan adalah
nyeri tekan abdomen, presentasi janin abnormal, dan lokasi serviks uteri yang
berubah. USG merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menegakkan
diagnosis, tetapi yang dapat didiagnosis sebelum terjadi perdarahan intraabdominal
kurang dari setengah kasus. Pilihan penanganan adalah segera melakukan
pembedahan, kecuali pada beberapa kasus tertentu, seperti usia kehamilan mendekati
viable. Jika memungkinkan jaringan plasenta sebaiknya dikeluarkan, jika tidak, dapat
dilakukan pemberian metotreksat. 6,7,8
2.4.3 Kehamilan ovarial
Gejala klinik hampir sama dengan kehamilan tuba. Kenyataannya kehamilan
ovarial seringkali dikacaukan dengan perdarahan korpus luteum saat pembedahan,
diagnosis seringkali dibuat setelah pemeriksaan histopatologi. Kriteria diagnosis
termasuk tuba ipsilateral utuh, jelas terpisah dari ovarium, kantung gestasi berada di
ovarium, kantong kehamilan berhubungan dengan uterus melalui ligamentum
ovarium, jaringan ovarium di dinding kantong gestasi. 6,7,8
2.4.4 Kehamilan servikal
Riwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor predsiposisi kehamilan sevikal,
ditemukan pada lebih dari 2/3. Selain itu, tindakan invitro fertilization (IVF) dan
riwayat sectio caesaria sebelumnya juga meningkatkan risiko. Gejala yang umum
ditemukan adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada umumnya serviks
membesar, hiperemis atau sianosis. Seringkali diagnosis ditegakkan hanya secara
kebetulan saat melakukan USG rutin atau saat kuret karena dugaan abortus inkomplit.
6,7,8
10
a. Nyeri perut, gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua
penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral di bagian bawah
perut, dan terkadang terasa sampai ke bagian atas perut. Bila kavum abdomen
terisi darah lebih dari 500 ml perut akan menegang dan terasa nyeri apabila
ditekan, usus terdistensi, dan kadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan leher
akibat terangsang darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh
palpasi abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika portio di gerakan).
12
2.6 Diagnosis
Diagnosis klinik kehamilan ektopik dapat ditegakkan dari ditemukannya trias
klinik klasik, yaitu nyeri abdomen, amenore dan perdarahan pervaginam. Akan tetapi
pada kenyataannya hanya 50% penderita yang menunjukkan trias klinik klasik. Nyeri
abdomen dialami oleh 75% penderita, dan peradarahn pervaginam dialami oleh 40-
40% penderita.12
Diagnosis kehamilan ektopik akut tidak sulit untuk ditegakkan. Yang sulit adalah
kehamilan ektopik subakut. Keadaan tersebut kadang sulit dibedakan dengan abortus
iminens atau abortus inkomplit. Selain itu, dapat pula dikacaukan dengan salpingitis
akut atau apendisitis dengan peritonitis pelvis. Demikian pula dengan kista ovarium
yang mengalami perdarahan atau pecah.10
Pada anamnesis akan didapatkan terlambat haid untuk beberapa waktu dan
terkadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda, nyeri perut bagian bawah, nyeri
bahu, tenesmus. Penderita tampak kesakitan dan terlihat pucat, pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada pemeriksaan ginekologi
akan didapatkan tanda-tanda kehamilan muda, nyeri goyang portio dan bila uterus
diraba maka akan teraba tumor.12
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan Hb, hematokrit dan hitung
jenis leukosit. Kadar hemoglobin akan turun akibat perdarahan di rongga abdomen,
tetapi kadar leukosit umumnya normal atau sedikit meningkat. Pada pemeriksaan
HCG urin terdapat kemungkinan bernilai positif pada kehamilan ektopik dan pada
pemeriksaan β-HCG akan didapatkan kemungkinan peningkatan serum kurang dari
66%. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan USG, laparoskopi, dan
laparotomy. Pengukuran kadar beta-hCG serum bersama dengan pemeriksaan USG
dapat membantu untuk membedakan abortus dan kehamilan ektopik sampai 85%
kasus.12
2.7 Terapi
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain
14
2.7.1.3 Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
a. kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)
h. kehamilan heterotopik
2.7.2 Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk kehamilan ektopik dengan pemberian metotreksat,
baik secara sistematik maupun dengan injeksi ke kehamilan ektopik melalui
laparoskopi atau dengan bantuan USG.13
Metotreksat berfungsi sebagai antagonis asam folat. Metotreksat akan
menghambat produksi hCG oleh trofoblas dan selanjutnya akan menurunkan
produksi progesteron oleh korpus luteum.Waktu paruh metotreksat adalah 8-15 jam.
Metotreksat bersifat toksik pada hepar, di ekskresikan melalui ginjal.12
16