Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi
Kehamilan ektopik (KE) adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.
Sedangkan kehamilah ektopik terganggu (KET) ialah kehamilan ektopik yang
mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi
kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.1,2,3
Berdasarkan tempat implantasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa goolongan, yaitu tuba fallopii, uterus (diluar cavum uterus), ovarium,
intraligamenter, abdominal dan kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus. 2,3,4
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi
di tuba 97%, yang mana 55% muncul di pars ampularis, 25% di isthmus dan 17% di
fimbriae. Sisa 3% berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter,
dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornu uterus.5
Di AS terjadi peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada dua dekade terakhir
dan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak pada trimester pertama kehamilan.
Pada tahun 1970, The Center for Diseae Control and Prevention (CDC) melaporkan
kejadian kehamilan ektopik sebesar 17800 kasus pada tahun 1992, meningkat menjdi
108.800 kasus. Namun, angka kematian menurun dari 35,5 kematian per 10.000
kasus pada tahun 1970 menurun menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992.6 Di
Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik kesehatan diketahui pada
tahun 2007 ada 20 kasus setiap 1000 menderita kehamilan ektopik. Rumah sakit
Cipto Mangunkusumo pada tahun 2007 ada 153 kehamilan ektopik diantara 4007
persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Peningkatan insiden kehamilan ektopik
mungkin disebabkan oleh insiden faktor risiko yang meningkat seperti penyakit
menular seksual dan penyakit tuba, meningkatnya metode diagnostik, penggunaan

3
4

Assisted Reproductive Technology (ART) untuk pengobatan infertilitas (kehamilan


ektopik pada kehamilan dengan ART sekitar 2%).6

2.2.Etiologi dan Faktor risiko


Faktor risiko Risiko
Risiko tinggi
Rekonstruksi Tuba 21,0
Sterilisasi tuba 9,3
Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya 8,3
Paparan dietilstilbestrol (DES) inrauterin 5,6
Alat kontrasepsi dalam Rahim 4,2-45
Patologi tuba 3,8-21
Risiko sedang
Infertile 2,5-21
Riwayat infeksi genital 2,5-3,7
Sering berganti pasangan 2,1
Risiko ringan
Riwayat operasi pelvic atau abdominal sebelumnya 0.93-3,8
Rokok 2,3-2,5
Douching 1,1-3,1
Koitus sebelum 18 tahun 1,6

2.3.Mekanisme terjadinya kehamian ektopik


Terdapat sejumlah faktor predisposisi yang dapat menyebabkan kerusakan tuba
dan disfungsi tuba. Riwayat operasi tuba sebelumnya, apakah untuk memperbaiki
patensi tuba ataupun untuk sterilisasi, meningkatkan risiko terjadinya penyempitan
lumen. Risiko untuk mengalami kehamilan ektopik kembali setelah kehamilan
seblumnya, sebesar 7-15%. Riwayat salfingitis radang panggul merupakan risiko
yang umum ditemukan. Perlengketan perituba sebagai akibat dari pasca abortus
ataupun infeksi nifas, appendisitis atau endometriosis dapat menyebabkan kingking
5

pada tuba dan menyempitkan lumen sehingga meningkatkan risiko kehamilan tuba.
riwayat sectio cesarea dihubungkan dengan risiko kehamilan ektopik walaupun
rendah. Pertubasi hormonal di duga dapat meyebabkan disfungsi tuba. Penggunaan
kontrasepsi progestin oral, estrogen dosis tinggi pasca ovulasi (morning after pill) dan
induksi ovulasi meningkatkan risiko untuk mengalami kehamilan ektopik.6

2.4.Jenis Kehamilan Ektopik


Jenis kehamilan ektopik ini terbagi beberapa macam, diantaranya :

Gambar.1 Jenis kehamilan ektopik.


2.4.1 Kehamilan tuba
Fertilisasi dapat terjadi di bagian mana saja di tuba fallopii.6 Menurut tempat
nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi kehamilan ampula (dalam ampula tuba),
kehamilan isthmus (dalam isthmus tuba) dan kehamilan interstisial (dalam pars
interstisialis tuba), dan terkadang terjadi di fimbria.7 Sekitar 55% terjadi di ampulla,
25% di isthmus, 17% di fimbria. Oleh karena lapisan submukosa di tuba fallopii tipis,
memungkinkan ovum yang telah dibuahi dapat segera menembus sampai ke epitel,
zigot akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas berproliferasi dengan cepat
6

dan menginvasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluh darah ibu terbuka
menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara trofoblas dan
jaringan di bawahnya. Dinding tuba yang menjadi tempat implantasi zigot
mempunyai ketahanan yang rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio atau janin pada
kehamilan ektopik seringkali tidak ditemukan atau tidak berkembang.6
Perkembangan Kehamilan Tuba
Abortus tuba
Oleh karena senantiasa membesar, telur menembus endosalping (selaput lender
tuba), masuk kedalam lumen tuba, lalu keluar kearah infundibulum. Peristiwa ini
terutama terjadi bila telur berimplantasi di ampulla tuba. Implantasi telur di ampula
tuba biasanya bersifat kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lender di tempat ini
tinggi dan banyak. Lagipula, rongga tuba di ampula tuba juga agak besar hingga telur
mudah tumbuh kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis
yang tipis dari lapisan otot tuba.2,3,4,7
Terjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. Umumnya terjadi bila
implantasi di ampulla, sebaliknya ruptur tuba terutama bila implantasi di daerah
isthmus. Keluarnya abortus keluar dari ujung tuba menimbulkan perdarahan.7 Adanya
perdarahan menyebabkan plasenta dan membran terlepas dari dinding tuba. jika
plasenta terlepas seluruhnya, semua produk konsepsi dapat keluar melalui fimbria ke
rongga abdomen. Saat itu perdarahan dapat berhenti dan gejala umumnya
menghilang. Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi tetap berada di
tuba.6 Darah akan menetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di kavum
douglass yang disebut hematokel retrouterin.7 Adakalanya ujung tuba tertutup oleh
perlekatan sehingga darah terkumpul didalam tuba dan menggembungkan tuba.
keadaan ini disebut hematosalping atau hidrosalping jika fimbria mengalami oklusi.8
Abortus tuba kira-kira terjadi antara minggu ke 6 hingga minggu ke 12.8
7

Ruptur Tuba
Implantasi telur di dalam isthmus tuba menyebabkan telur mampu menembus
lapisan otot tuba kearah kavum peritoneum. Lipatan-lipatan selaput lender di isthmus
tuba tidak seberapa banyak, sehingga besar kemungkinan telur berimplantasi secara
interkolumner. Dengan demikian, trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba.
kemungkinan pertumbuhan ke arah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit,
sehingga telur menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau peritoneum.7
Produk konsepsi yang melakukan invasi dapat menyebabkan tuba pecah pada
beberapa tempat. Jika tuba ruptur pada minggu-minggu pertama kehamilan, biasanya
impantasi terjadi di isthmus, jika implantasi terjadi di pars interstitial, ruptur terjadi
lebih lambat. Ruptur umumnya terjadi spontan tetapi dapat pula disebabkan oleh
trauma akibat koitus dan pemeriksaan bimanual.6
Saat ruptur semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan tuba kecil,
perdarahan hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dari tuba. jika
hasil konsepsi keluar ke rongga abdomen pada awal kehamilan, implantasi dapat
terjadi di daerah mana saja di rongga abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang
cukup, sehingga dapat bertahan dan berkembang. Namun, hal tersebut jarang terjadi.
Sebagian besar hasil konsepsi yang berukuran kecil umumnya akan di resorbsi.
Kadang-kadang jika ukurannya besar, dapat tertahan di kavum douglass membentuk
massa yang berkapsul atau mengalami kalsifikasi membetuk lithopedon.6
Ruptur isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba di daerah
ini cukup tipis. Namun, ruptur pars interstisialis terjadi lebih lambat, bahkan
terkadang baru terjadi pada bulan ke 4, karena lapisan otot di daerah ini cukup tebal.
Ruptur dapat terjadi dengan sendirinya/spontan atau akibat manipulasi kasar,
misalnya akibat periksa dalam, defekasi atau koitus. Ruptur biasanya terjadi ke dalam
kavum peritoneum, terkadang ke dalam ligamentum latum bila implantasi terjadi di
dinding bawah tuba.7 Pada ruptur tuba, seluruh bagian telur yang sudah mati dapat
keluar dari tuba melalui robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum. Bila
pengeluaran janin melalui robekan tidak diikuti oleh plasenta yang tetap melekat pada
8

dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan


abdominal. Oleh karena awalnya merupakan kehamilan tuba dan baru kemudian
menjadi kehamilan abdominal., kehamilan ini diebut kehamilan abdominal sekunder.
Plasenta dalam kehamilan ini dapat meluas ke dinding belakang uterus, ligamentum
latum, omentum dan usus.7
Bila insersi telur terjadi di dinding bawah tuba, ruptur akan mengarah ke dalam
ligamentum atum. Pascaruptur, telur dapat mati dan dapat menciptakan hematom di
dalam ligamentum latum, atau malah terus hidup, sehingga kehamilan berlangsung
terus di ligamentum latum.7
Kehamilan tuba-abdominal adalah kehamilan yang asalnya berada diujung tuba
dan kemudian tumbuh kedalam kavum peritoneum. Kehamilan tuba-ovarial adalah
kehamilan yang awalnya berada di ovarium atau tuba, tetapi kemudian kantungnya
terbentuk dari jaringan tuba maupun ovarium.7
2.4.2 Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi hasil konsepsi didalam
kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal primer atau awalnya dari
kehamilan tuba yang ruptur dan hasil konsepsi yang terlepas selanjutnya melakukan
implatasi di kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal
sekunder.6,7,8
Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder.
Plasenta biasanya terdapat didaerah tuba, permukaan belakang rahim, dan
ligamentum latum. Walaupun adakalanya kehamilan abdominal mencapai umur
cukup bulan, hal ini jarang terjadi. Lazimnya, janin mati sebelum cukup bulan (bulan
ke 5 atau ke 6) karena ambilan makanan kurang sempurna. Janin dapat tumbuh
sampai cukup bulan. Prognosis janin kurang baik karena banyak yang mati setelah
dilahirkan. Selain itu, resiko kelainan kongenital lebih tinggi daripada kehamilan
intrauterin.7
Efek kehamilan tuba yang ruptur terhadap kelangsungan kehamilan bervariasi,
tergantung pada luasnya kerusakan plasenta. Janin akan mati bila plasenta nya rusak
9

cukup luas. Akan tetapi jika sebagian besar plasenta tertahan di tempat perlekatannya
di tuba, perkembangan lanjut bisa terjadi. Selain itu, plasenta dapat pula terlepas dari
tuba dan mengadakan implantasi pada struktur panggul, termasuk uterus, usus,
ataupun dinding panggul. 6,7,8
Keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah, malaise,
dan nyeri saat janin bergerak. Gambaran klinis yang paling sering ditemukan adalah
nyeri tekan abdomen, presentasi janin abnormal, dan lokasi serviks uteri yang
berubah. USG merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menegakkan
diagnosis, tetapi yang dapat didiagnosis sebelum terjadi perdarahan intraabdominal
kurang dari setengah kasus. Pilihan penanganan adalah segera melakukan
pembedahan, kecuali pada beberapa kasus tertentu, seperti usia kehamilan mendekati
viable. Jika memungkinkan jaringan plasenta sebaiknya dikeluarkan, jika tidak, dapat
dilakukan pemberian metotreksat. 6,7,8
2.4.3 Kehamilan ovarial
Gejala klinik hampir sama dengan kehamilan tuba. Kenyataannya kehamilan
ovarial seringkali dikacaukan dengan perdarahan korpus luteum saat pembedahan,
diagnosis seringkali dibuat setelah pemeriksaan histopatologi. Kriteria diagnosis
termasuk tuba ipsilateral utuh, jelas terpisah dari ovarium, kantung gestasi berada di
ovarium, kantong kehamilan berhubungan dengan uterus melalui ligamentum
ovarium, jaringan ovarium di dinding kantong gestasi. 6,7,8
2.4.4 Kehamilan servikal
Riwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor predsiposisi kehamilan sevikal,
ditemukan pada lebih dari 2/3. Selain itu, tindakan invitro fertilization (IVF) dan
riwayat sectio caesaria sebelumnya juga meningkatkan risiko. Gejala yang umum
ditemukan adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada umumnya serviks
membesar, hiperemis atau sianosis. Seringkali diagnosis ditegakkan hanya secara
kebetulan saat melakukan USG rutin atau saat kuret karena dugaan abortus inkomplit.
6,7,8
10

Diagnosis awal ditegakkan dengan observasi kantung kehamilan disekitar serviks


saat melakukan pemeriksaan USG. Bila kondisi hemodinamik stabil, penanganan
konservatif untuk mempertahankan uterus merupakan pilihan. Pemberian metotreksat
dengan cara lokal dan atau sistemik menunjukkan keberhasilan sekitar 80%.
Histerektomi dianjurkan jika kehamilan telah memasuki trimester kedua akhir
ataupun ketiga. 7,8

2.5 Gejala klinik


Gejala klinik kehamilan ektopik tergantung dari dua bentuk, yaitu kehamilan
ektopik masih utuh dan kehamilan ektopik sudah ruptur sehingga terdapat komplikasi
intraabdominal yang menimbilkan gejala klinis. Kehamilan ektopik biasanya baru
menimbulkan beragam gejala dan tanda yang jelas dan khas bila sudah terganggu.9,10
2.5.1 Gejala Subjektif
Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan
perdarahan per vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan
terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Pada awalnya nyeri
terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan
merangsang peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal
dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan
tidak banyak dan berwarna coklat tua.10
2.5.2 Gejala Objektif
Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat. Darah yang masuk ke dalam
rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan
tanda-tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense
musculaire).10 Tanda dan gejala tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
11

Tabel 2.1. Tanda dan gejala kehamilan ektopik9,12


Kehamilan Ektopik utuh Kehamilan Ektopik dengan Ruptur
1. Amenore 1. Terdapat trias ruptur ektopik:
2. Rasa tidak nyaman di abdomen - amenore
3. Perdarahan pervaginam - nyeri abdomen mendadak
4. Pemeriksaan vaginal: - perdarahan
- nyeri gerak portio 2. Perdarahan pervaginam akibat:
- adneksa tegang atau teraba massa - deskuamasi endometrium
- massa adneksa terasa nyeri saat - aliran darah melalui tuba
palpasi fallopi
5. Tanda perdarahan intra abdominal 3. Tanda perdarahan intra abdominal
negatif positif
- tanda cairan intraabdomen
- palpasi abdomen nyeri akibat
iritasi peritoneum
4. Pemeriksaan dalam:
- terdapat nyeri goyang portio
- kavum douglas menonjol dan
nyeri
- perdarahan pervaginam

a. Nyeri perut, gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua
penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral di bagian bawah
perut, dan terkadang terasa sampai ke bagian atas perut. Bila kavum abdomen
terisi darah lebih dari 500 ml perut akan menegang dan terasa nyeri apabila
ditekan, usus terdistensi, dan kadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan leher
akibat terangsang darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh
palpasi abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika portio di gerakan).
12

b. Amenorea, walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis, kehamilan


ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini tidak ditemukan,
lebih-lebih pada wanita indonesia, yang kurang memperhatikan haid. Perdarahan
patologis akibat kehamilan ektopik tidak jarang dianggap haid biasa.
c. Perdarahan pervaginam, kematian telur menyebabkan desidua mengalami
degenerasi dan nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan dalam bentuk
perdarahan. Umumnya volume perdarahan sedikit, bila perdarahan pervaginam
banyak, kecurigaan mengarah ke abortus biasa.
d. Syok hipovolemik, tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu,
oliguria juga dapat menyertai.
e. Pembesaran uterus, pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat
pengaruh hormon-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang berusia sama.
f. Tumor di dalam rongga panggul, dapat teraba tumor lunak kenyal yang
merupakan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
g. Perubahan darah, kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan
ektopik terganggu akibat perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut. Namun,
kita harus sadar bahwa penurunan Hb disebabkan oleh pengenceran darah oleh air
dari jaringan untuk mempertahankan voume darah. Hal ini memerlukan waktu 1
sampai 2 hari sehingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama mungkin saja belum
seberapa menurun. Kesimpulan adanya perdarahan harus didasarkan atas
penurunan kadar Hb pada pemeriksaan berturut-turut. Perdarahan juga
meningkatkan angka leukosit, terutama perdarahan hebat, angka leukosit tetap
normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit.11
Setelah fase amenorea yang singkat, pasien mengeluh adanya perdarahan
pervaginam dan nyeri perut yang berulang. Sebaiknya, setiap perempuan yang
mengalami amenorea disertai nyeri perut bagian bawah dicurigai adanya
kemungkinan kehamilan ektopik. Pada keadaan subakut, dapat teraba massa disalah
satu sisi forniks vagina.10
13

2.6 Diagnosis
Diagnosis klinik kehamilan ektopik dapat ditegakkan dari ditemukannya trias
klinik klasik, yaitu nyeri abdomen, amenore dan perdarahan pervaginam. Akan tetapi
pada kenyataannya hanya 50% penderita yang menunjukkan trias klinik klasik. Nyeri
abdomen dialami oleh 75% penderita, dan peradarahn pervaginam dialami oleh 40-
40% penderita.12
Diagnosis kehamilan ektopik akut tidak sulit untuk ditegakkan. Yang sulit adalah
kehamilan ektopik subakut. Keadaan tersebut kadang sulit dibedakan dengan abortus
iminens atau abortus inkomplit. Selain itu, dapat pula dikacaukan dengan salpingitis
akut atau apendisitis dengan peritonitis pelvis. Demikian pula dengan kista ovarium
yang mengalami perdarahan atau pecah.10
Pada anamnesis akan didapatkan terlambat haid untuk beberapa waktu dan
terkadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda, nyeri perut bagian bawah, nyeri
bahu, tenesmus. Penderita tampak kesakitan dan terlihat pucat, pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada pemeriksaan ginekologi
akan didapatkan tanda-tanda kehamilan muda, nyeri goyang portio dan bila uterus
diraba maka akan teraba tumor.12
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan Hb, hematokrit dan hitung
jenis leukosit. Kadar hemoglobin akan turun akibat perdarahan di rongga abdomen,
tetapi kadar leukosit umumnya normal atau sedikit meningkat. Pada pemeriksaan
HCG urin terdapat kemungkinan bernilai positif pada kehamilan ektopik dan pada
pemeriksaan β-HCG akan didapatkan kemungkinan peningkatan serum kurang dari
66%. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan USG, laparoskopi, dan
laparotomy. Pengukuran kadar beta-hCG serum bersama dengan pemeriksaan USG
dapat membantu untuk membedakan abortus dan kehamilan ektopik sampai 85%
kasus.12

2.7 Terapi
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain
14

lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan


tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan
pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan
ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang
belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik
terganggu yang menyebabkan syok.13
Terapi medis dengan metotreksat (MTX) menjadi pilihan utama setelah diagnosis
KE dengan USG dan kadar βHCG yang tanpa memerlukan tindakan bedah. Indikasi
pemberian MTX dapat diberikan pada pasien stabil, asimtomatik, kadar βHCG ≤3000
– 5000 lU/mL dan tanpa bukti hemoperitonium maupun aktivitas jantung janin pada
USG.12
2.7.1 Pembedahan
Terdapat 2 macam teknik pembedahan konservatif untuk melakukan terminasi
kehamilan tuba, yaitu dengan salpingostomi dan salpingotomi.9,13
2.7.1.1 Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos
dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya
sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan
terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini
menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.13
2.7.1.2 Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif
antara salpingostomi dan salpingotomi.13
15

2.7.1.3 Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
a. kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)

b. pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif


c. terjadi kegagalan sterilisasi

d. telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya


e. pasien meminta dilakukan sterilisasi

f. perdarahan berlanjut pascasalpingotomi 


g. kehamilan tuba berulang

h. kehamilan heterotopik 


i. massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm


Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat
menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya
sudah sempit.13

2.7.2 Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk kehamilan ektopik dengan pemberian metotreksat,
baik secara sistematik maupun dengan injeksi ke kehamilan ektopik melalui
laparoskopi atau dengan bantuan USG.13
Metotreksat berfungsi sebagai antagonis asam folat. Metotreksat akan
menghambat produksi hCG oleh trofoblas dan selanjutnya akan menurunkan
produksi progesteron oleh korpus luteum.Waktu paruh metotreksat adalah 8-15 jam.
Metotreksat bersifat toksik pada hepar, di ekskresikan melalui ginjal.12
16

Syarat pemberian metotreksat adalah tidak ada kehamilan intrauterin, belum


terjadi ruptur, ukuran massa adneksa kurang dari 4cm dan kadar βHCG kurang dari
10.000 IU/ml. ukuran massa ektopik kurang dari 30-40 mm, belum terdapat detak
jantung janin, tidak ada kehamilan intrauterin, dan belum terjadi ruptur. Efek samping
metotreksat adalah supresi sumsum tulang belakang, meningkatkan enzim hepar,
rash, alopecia, stomatitis, mual, dan diare. Dosis pemberian metotreksat dibagi
menjadi 2 perhitungan dosis, yaitu dengan berat badan (1mg/kgBB) dan luas
permukaan (50mg/m2) secara intramuskular.9,12

Anda mungkin juga menyukai