Disusun Oleh :
Tingkat 2D
Kelompok 6
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT. Yang mana atas berkat rahmat
dan karunia-Nya lah kita masih diberikan umur dan kesempatan untuk
“DECOMPENSASI CORDIS”.
Dan tidak lupa pula kita sanjung sajikan sholawat beriringan salam
kepangkuan Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW. Yang mana telah
menuntun kita dari alam jahiliah kealam islamiah dan dari alam
pengetahuan kami masih belum ada apa-apanya atau masih rendah dan
memotivasi bagi kelompok 6 untuk bisa lebih baik lagi karena kelompok 6
i
Banda Aceh, 05 November 2021
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................2
C. Manfaat....................................................................................................3
ii
4. Implementasi Keperawatan..........................................................21
5. Evaluasi keperawatan...................................................................22
BAB IV PENUTUP.............................................................................................24
A. Kesimpulan..............................................................................................24
B. Saran.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Decompensasi Cordis atau yang biasa disebut gagal jantung
merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Decompensasi cordis masih
menduduki peringkat yang cukup tinggi, penderita penyakit gagal
jantung semakin bertambah dari tahun ke tahun. Penderita penyakit
gagal jantung sudah tidak dialami oleh orang usia di atas 50 tahun
atau lansia lagi, sekarang usia 30 tahunan juga sudah banyak yang
mengalami penyakit gagal jantung. Selain itu, gagal jantung
merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan
ulang di rumah sakit ( readmission ) meskipun pengobatan rawat
jalan telah diberikan secara optimal (Kasron, 2012). Salah satu
masalah Keperawatan yang sering muncul pada decompensasi
cordis adalah gangguan pertukaran gas (Andra & Yessie 2013).
Fenomena yang ditemukan di ruang ICU, keluhan pasien dengan
decompensasi cordis mayoritas pasien mengeluh sesak.
Menurut data WHO 2015, 17,3 juta orang meninggal akibat
gangguan kardiovaskular dan lebih dari 23 juta orang akan
meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular.
Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang, dan
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar sekitar 530.028
orang. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2016, di provinsi Jawa
Timur jumlah penderita gagal jantung pada usia lebih dari 15 tahun
sebanyak 0,25% atau 97.125 orang, dan meningkat setiap
tahunnya. Di kabupaten Pasuruan, pada tahun 2016 penderita
penyakit gagal jantung dengan kasus kearah gangguan pertukaran
gas dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan, mencapai
193.000 orang.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang terjadi saat
jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang memadai
untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (supply unequal with
demand), atau jantung dapat bekerja dengan baik hanya bila
tekanan pengisian (ventricular filling) dinaikkan. Penyebab pemicu
kardiovaskular ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan
morbiditas kardiovaskuar (Aaronson & Ward, 2014). Adanya
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Tekanan yang meningkat
berkelanjutan akan menyebabkan cairan merembes kedalam
alveoli dan terjadilah edema paru, yang mengakibatkan gangguan
pertukaran gas akibat bendungan di berbagai organ dan low
output(Andra & Yessie, 2013). Mortalitas 1 tahun pada pasien
dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan dengan
1
gangguan pertukaran gas yang tidak segera ditangani, sehingga
mengakibatkan masuknya oksigen ke organ-organ vital seperti otak
dan jantung berkurang yang berujung pada kematian.
Penanganan gangguan pertukaran gas pada decompensasi
cordis adalah dengan cara diberikan posisi nyaman (fowler atau
semi fowler), tambahan O2 6 liter/menit, dan juga ventilator yang
sesuai, bertujuan untuk menghindari terjadinya keluhan subyektif
selama dan sesudah aktivitas, pantau frekuensi nafas, memberikan
diet tanpa garam dan diuretik, dan juga perlu dilakukan untuk
mengetahui respon klien terhadap aktivitas sehingga dapat
mengetahui jika terjadi penurunan oksigen dan penurunan fungsi
jantung. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai
kemampuan, yang berguna untuk menjaga keadaan jantung tetap
stabil. Selain itu, hal tersebut dapat dicegah dengan gaya hidup
yang sehat, yaitu melakukan aktivitas fisik untuk menjaga berat
badan, tidak merokok, mengurangi dan mengelola tingkat stress,
menghindari makanan tinggi kolesterol, kadar gula, dan yang
menyebabkan darah tinggi. Yang perlu diperhatikan dan diingat, hal
tersebut bisa dilakukan kapan saja seacara rutin dan teratur.
Menurut data WHO 2015, 17,3 juta orang meninggal akibat
gangguan kardiovaskular dan lebih dari 23 juta orang akan
meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular.
Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang, dan
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar sekitar 530.028
orang. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2016, di provinsi Jawa
Timur jumlah penderita gagal jantung pada usia lebih dari 15 tahun
sebanyak 0,25% atau 97.125 orang, dan meningkat setiap
tahunnya. Di kabupaten Pasuruan, pada tahun 2016 penderita
penyakit gagal jantung dengan kasus kearah gangguan pertukaran
gas dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan, mencapai
193.000 orang.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang terjadi saat
jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang memadai
untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (supply unequal with
demand), atau jantung dapat bekerja dengan baik hanya bila
tekanan pengisian (ventricular filling) dinaikkan. Penyebab pemicu
kardiovaskular ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan
morbiditas kardiovaskuar.
Penanganan gangguan pertukaran gas pada decompensasi
cordis adalah dengan cara diberikan posisi nyaman (fowler atau
semi fowler), tambahan O2 6 liter/menit, dan juga ventilator yang
sesuai, bertujuan untuk menghindari terjadinya keluhan subyektif
selama dan sesudah aktivitas, pantau frekuensi nafas, memberikan
diet tanpa garam dan diuretik, dan juga perlu dilakukan untuk
mengetahui respon klien terhadap aktivitas sehingga dapat
2
mengetahui jika terjadi penurunan oksigen dan penurunan fungsi
jantung.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien Decompensasi Cordis
Dengan Masalah Gangguan Pertukaran Gas denganmenggunakan
pendekatan yang telah disusun sistematis dan komprehensif.
2. Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian pada klien decompensasi cordis
2) Menentukan diagnosa keperawatan pada klien
decompensasi cordis
3) Menentukan diagnosa keperawatan pada klien
decompensasi cordis
4) Melaksanakan perencanaan tindakan keperawatan pada
klien decompensasi Cordis
5) Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien
decompensasi cordis
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Pengembangan asuhan keperawatan kepda klien/ pasien
tentang decompensasi cordis dengan masalah gangguan
pertukaran gas dan dapat membantu klien dalam melakukan
perawatannya secara mandiri.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktisnya dapat dijadikan sebagai rujukan atau
referensi dalam memperbarui praktik keperawatan, dan juga
ditujukan untuk :
a. Perawat / petugas kesehatan
Bisa dijadikan sebagai tambahan ilmu untuk peningkatan
pelaksanaanpraktek keperawatan.
b. Klien / responden
Klien merasa keadaannya lebih baik dan masalah yang
dialami dapat teratasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel
dilatasi dan hipertrofi.
b. Gagal jantung kanan-kiri
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal
untuk memompa darah secara adekuat sehingga
menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan
kelainan pada katub aorta/mitral.
2) Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan
tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang
berlangsung cukup lama sehingga cairan yang
terbendung akan berakumulasi secara sistemik di
kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
c. Gagal jantung sistolik-diastolik
1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah akibatnya kardiak output menurun
dan ventrikel hipertrofi.
2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam
pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac
output turun. (Kasron, 2012) Gagal jantung dapat
diklasifikasikan menurut beberapa tingkatan
parahannya.
5
a) Tidak ada tanda objektif penyakit kardiovaskular. Tidak
ada gejala dan tidak ada batasan dalam aktivitas fisik
biasa.
b) Tanda obyektif penyakit kardiovaskular minimal. Gejala
ringan dan keterbatasan sedikit selama aktivitas biasa.
Nyaman saat istirahat.
c) Tanda obyektif penyakit kardiovaskular cukup parah.
Ditandai keterbatasan dalam aktivitas karena gejala
yang meningkat, bahkan selama aktivitas yang minimal.
Nyaman hanya pada saat istirahat.
d) Tanda obyektif penyakit kardiovaskular yang berat.
Keterbatasan parah. Bahkan gejala dapat muncul
ketika beristirahat.
3. Etiologi
6
penumpukan asam laktat). Infark miocardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miocardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagl ginjal. Meningkatnya
laju metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Penyakit jantung lain yaitu gagal jantung dapat terjadi
sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan
aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
4. Manifestasi Klinis
a. Tanda dominan : Meningkatnya volume
intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat karena penurunan curah
jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda
tergantung pada kegagalan yang terjadi di ventrikel.
b. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol, hal ini
disebabkan ketidak mampuan ventrikel kiri
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi
klinis yang terjadi yaitu :
1) Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan
dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas, bisa juga terjadi ortopnea. Beberapa
7
pasien bisa mengalami kondisi ortopnea pada
malam hari yang sering disebut Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND).
2) Batuk kering.
3) Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung
berkurang dan menghambat jaringan dari
sirkulasi normal, serta terjadi penurunan pada
pembuangan sisa dari hasil katabolisme yang
diakibatkan karena meningkatnya energi yang
digunakan saat bernafas dan terjadinya
insomnia karena distres pernafasan.
4) Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan saat bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi bagaimana
semestinya.
5) Orthopnea : susah bernapas saat berbaring
6) Paroxismal Nokturnal Dyspnea : sesak napas
pada malam hari selang beberapa jam ketika
pasien tertidur.
7) Ronchi : suara napas tambahan bernada
rendah yang terjadi akibat adanya
penyumbatan jalan napas(ngorok) biasanya
akibat adanya lendir.
c. Gagal jantung kanan
1) Kongestif pada jaringan perifer dan jaringan
viseral.
2) Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema
pitting, penambahan berat badan.
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen
di kuadran kanan atas, terjadi karena adanya
pembesaran vena di hepar.
4) Anoreksia dan mual. Terjadi karena adanya
pembesaran vena dan statis vena di dalam
rongga abdomen.
5) Nokturia (sering kencing malam hari).
6) Kelemahan.
d. Secara luas peningkatan COP dapat menyebabkan
perfusi oksigen kejaringan rendah, sehingga
menimbulkan gejala:
8
1) Pusing
2) Kelelahan
3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas
4) Ekstermitas dingin
e. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan
renin serta sekresi aldosteron dan retensi cairan dan
natrium yang menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.
5. Patofisiologis
9
6. Penatalaksanaan
10
Tujuan: membantu meningkatkan COP dan
menurunkan kerja jantung.
Obatnya adalah:
a) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana
dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk
relaksasi.
b) Hidrazin; menurunkan afterload pada disfungsi
sistolik
c) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan
afterload untuk disfungsi sistolik, hindari
vasodilator pada disfungsi sistolik.
d) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan
diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisian
ventrikel (jangan dipakai pada CHF Kronik).
e) Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena
menekan respon miokard. Digunakan pada
disfungsi diastolik untukmengurangi HR,
mencegah iskemi miokard, menurunkan TD,
hipertropi ventrikel kiri.
c. Pendidikan Kesehatan
1) Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi
perawatan tentang penyakit dan penangannya.
2) Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari
dan intake natrium.
d. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan
tambahan yang banyak mengandung kalium seperti; pisang,
jeruk, dll.Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang
dapat ditoleransi dengan bantuan terapis.
Pemeriksaan penunjang
1) Radiogram dada
a) Kongesti vena paru
b) Redistribusi vaskular pada lobus-lobus atas paru
c) Kardiomegali
2) Kimia daraha) Hiponatremia
a) Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung
b) BUN dan kreatinin meningkat
3) Urine
a) Lebih pekat
b) BJ meningkat
11
c) Na meningkat
4) Fungsi hati
a) Pemanjangan masa protombin.
b) Peningkatan bilirubin dan enzime hati (SGOT dan
SGPT meningkat.
7. Komplikasi
12
8. Pathway
Faktor Resiko
Gagal Jantung
13
B. Konsep Askep Decompensasi Cordis
14
b) Nyeri dada saat melakukan aktivitas
c) Insomnia
d) Terbangun pada malam hari karena
sesak nafas
e) Gelisah, perubahan status mental:
letargi, TTV berubah saat beraktivitas
2) Nutrisi
a) Kehilangan nafsu makan
b) Mual dan muntah
c) Penambahan BB yang drastis
d) Diit rendah garam dan air
e) Penggunaan diuretik
f) Distensi abdomen
g) Edema
3) Eliminasi
a) Penurunan berkemih
b) Urin berwarna gelap
c) Nocturia
d) Diare / konstipasi
e) Hygine
f) Keletihan, kelemahan, kelehan dalam
melakukan aktivitas perawatan diri
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kesadaran klien gagal jantung
biasanya baik atau compos mentis dan akan
berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat.
2. B1 (Breathing) Pengkajian yang di dapat adalah
adanya tanda kongesti vaskular pulmonal akut.
Crackles atau ronki basah halus secara umum
terdengar pada dasar posterior paru.
3. B2 (Bleeding)
a. Inspeksi
Inspeksi adanya parut pasca
pembedahan jantung. Lihat adanya dampak
penurunan penurunan curah jantung. Klien
dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis,
letargi, kesulitan konsentrasi, defisit memori,
dan penurunan toleransi latihan.
b. Palpasi
15
Karena peningkatan frekuensi jantung
merupakan awal jantung terhadap stres, bisa
dicurigai sinus takikardia dan sering di temukan
pada pemeriksaan klien dengan kegagalan
pompa jantung. Irama lain yang berhubungan
dengan kegagalan pompa meliputi: kontraksi
atrium prematur, takikardia atrium proksimal,
dan denyut ventrikel prematur.
c. Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun
akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik
yang berkitan dengan kegagalan ventrikel kiri
dapat dikenali dengan mudah dibagian yang
meliputi:bunyi jantung ketiga dan keempat
(S3,S4) serta crakles pada paru-paru. S4 atau
gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium.
d. Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang
menandakan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).
4. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan
berat. Pengkajian obyektif klien: wajah meringis,
menangis, merintih,meregang, dan menggeliat.
5. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urin
berhubungan dengan asupan cairan, karena itu
perawat perlu memantau adanya oliguria karena
merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
Adanya edema ekstremitas menandakan adanya
retensi cairan yang parah
6. B5 (Bowl)
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah,
penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena
dan statis vena di dalam rongga abnomen, serta
penurunan berat badan.
a. Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abnomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar merupakan manisfestasi dari
kegagalan jantung.
7. B6 (Bone)
Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada
pengkajian B6 adalah sebagai berikut.
16
a. Kulit dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri
meninbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusi ke organ. Karena darah di alihkan dari
organ-organ non-vital demi mempertahankan
perfusi ke jantung dan otak, maka
manisfestasi paling dini paling depan adalah
berkurangnya perfusi organorgan seperti kulit
dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan
dingin di akibatkan oleh vasokontriksi perifer,
penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi
mengakibatkan sianosis.
b. Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung
yang kurang, sehingga menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita gagal
jantung dapat melalui pemeriksaan sebagai berikut :
1. Radiogram dada
a) Kimia darah
b) Urin lengka
c) Pemeriksaan fungsi hati
2. Diagnosa keperawatan
17
d. Nyeri akut
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya laju filtrasi glumerulus / meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium dan air
f. Kerusakan integritas kulit
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia
h. Ansietas berhubungan dengan kesulitan nafas dan
kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat
i. Defisit perawatan diri
3. Intervensi Keperawatan
18
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, suhu,
na-di, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedu tangan dan
dibandingkan
5. Monitor TD, suhu, nadi,
dan RR,
sebelum, selama, dan
setelah beraktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi
dan irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis
perifer
12. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
4. Implementasi Keperawatan
19
berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Membahas tentang penyakit decompensasi cordis atau gagal
ginjal
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Ny. M
Umur : 49 Thn
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru/ Pegawai Nageri
Status : Menikah
Dx Medis : HF, No CM : 1611010391
Nama : Tn. P
Umur : 53 Thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan Pasien : Suami Pasien
c. Riwayat Penyakit
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama : Pasien mengatakan sesak
nafas, batuk, dan pada bagian perut dan
kaki bengkak
P (Provokatif/Paliatif) : Pasien mengatakan
sesak yang dirasakan saat dan setelah aktivitas
dan berkurang saat diberi oksigen
Q (Quality/Quantity) : Pasien mengatakan
sesak semakin berat dan mengganggu aktivitas
R (Region/Radiation) : Pasien mengatakan
sesaknya sakit sampai sekitar dada
S (Severity/Scale) : –
T (Time) : Saat digunakan
aktivitas dan sewaktu waktu
18
bengkak, kemudin pasien pergi ke dokter untuk periksa,
setelah itu pasien dianjurkan dirujuk ke RSSA dan MRS
untuk menjalani perawatan melalui IGD tanggal 31
Oktober 2016
d. Pola Aktivitas
Pekerjaan : Guru
Kegiatan klien saat ini : hanya berbaring diatas tempat tidur
, tirah baring
Yang mengganggu aktivitas klien :
1. Nyeri : Tidak ada
2. Kaku sendi : ada, kesemutan saat dingin
3. Sesak nafas : ada, klien mengatakan sesak
4. Lain-lain : tidak ada
19
Orang yang membantu aktivitas sehari-hari : ada, suami dan
anaknya
Kemampuan untuk :
1. mandi : Diseka
2. makan : dipuasakan post op laparatomy
3. toileting : di atas tempat tidur
4. berpakaian : Baju Khusus pasien
e. Pemeriksaan Fisik
S : 36,5oC
N : 94x/menit
TD : 80/60 MmHg
RR : 26x/menit
TB : 165 cm
BB : 70 kg
GCS : 4-5-6
Pernapasan :
Sistem Kardiovaskuler :
1. Suara jantung lemah
2. Mur-mur tidak ada
3. Ada pembesaran vena jugularis
Siatem pencernaan
20
2. Mukosa bibir kering
3. Asites abdomen
4. Tidak ada benjolan atau tumor
5. Anus tidak ada massa dan haemoroid
Sistem perkemihan
1. Terpasang kateter
2. Tidak ada retensi dan distensi kandung kemih
3. Volume urine ±800-900 ml dalam 24 jam berwarna kuning
4. Kandung kemih tidak ada nyeri tekan
Sistem reproduksi
Sistem integumen :
2. Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
21
(kana/kir) napas
3. Gagal pompa Do : Klien berkeringat
ventrikel kanan dingin
4. Bendungan vena TTV :
sistemik TD : 80/60 mmhg
5. Mendesak N : 93x/ menit
diafragma RR : 26x/ menit
6. Sesak napas S : 36o C
Bernapas
menggunakan otot
dada, akral dingin
Bibir pucat (+)
Dahak (-)
Ronchi (+)
Output
Urine 800 – 900 cc / 24
jam
Albumin :
NA :
BB
22
7. Edema paru
8. S : 36 °C
9. Batuk ( + )
10. Ronchi ( + )
3. Intervensi Keperawatan
23
jam diharapkan Kelebihan warna saat dimana
volume cairan dapat teratasi diuresi terjadi
2. Pantau / hitung
Kriteria hasil : keseimbangan
1. Tekanan darah dalam pemasukan dan
batas normal pengeluaran selama 24
2. Edema ( – ) jam
3. BB ideal 3. Berikan posisi fowler
4. Turgor kulit baik (duduk) atau tirah baring
selama fase akut
4. Kolaborasi pemberian
obat diuretic seperti
furosemid
4. Implementasi Keperawatan
24
urine 300cc berwarna kuning gelap.
8. Observasi k/u.
Hasil : asites abdomen
02 1. Gangguan pola 02 1. Observasi keadaan umum pasien
nafas November Hasil : pasien sesak berkurang,
2. Ketidak efektifan 2019 sianosis ( -), batuk (+), expansi
jalan nafas Jam : dada berkurang.
3. Kelebihan volume 21.00
cairan 2. Memberikan posisi semifawler 45°
Hasil : pasien tampak nyaman.
25
8. Memberikan obat per oral
Hasil : simvatin 2mg, Ramipril 5gr.
03 1. Gangguan pola 03 1. Observasi TTV : TD : 100/70
nafas. November mmHg, S : 36,7°C, N : 88 x/menit,
2. Ketidak efektifan 2019 RR : 20 x/menit
jalan nafas. Jam : Pasien mengatakan sesak (-)
3. Kelebihan volume 09.00 berkurang.
cairan.
2. Berkolaborasi pemberian obat
Hasil : simuastin 2mg, ramipril 5gr.
7. Berkolaborasi pemberian
obatfurosemide 20mg.
26
6. Berkolaborasi pemberian obat (anti
diuretik).
Hasil : 0,5 ml/ jam furosemide
syrimpump.
5. Evaluasi Keperawatan
27
Td : 80/60 mmHg, N : 85 x/menit, RR : Td : 100/70 mmHg,
N : 93x/menit, S : 24 x/menit, S : N : 88 x/menit, RR :
36°C, RR : 26 36,5°C 20 x/menit, S :
x/menit Sianosis (-), ronchi 36,5°C
Bibir pucat (+), (+), batuk (+) Ronchi (+),
sianosis (+), ronchi A : masalah dahak(+), ekspansi
(+). gangguan pola dada(-)
A : masalah nafas teratasi A : masalah
gangguan pola sebagian gangguan pola
nafas belum P : lanjutkan nafas teratasi
teratasi intervensi sebagian
P : lanjutkan No : 2, 3, P : lanjutkan
intervensi intervensi
No : 1, 2, 3 No : 2, 3
S : pasien S : pasien S : pasien
mengatakan perut mengatakan kakinya mengatakan
dan kaki bengkak bengkak dan bengkak pada kaki
O : ekstermitas perutnya sudah berkurang
bawah bengkak sedikit tidak bengkak O : ekstermitas
(+), asites O : ekstermitas bawah bengkak
abdomen (+), BB↑, bawah bengkak (+), berkurang, asite
produksi urine asites abdomen (+) abdomen (-),
±800cc/24jam, berkurang,BB↑, produksi urine
distensi vena produksi urine ±900cc/24jam
jugularis (+) ±900cc/24jam, A : masalah
A : masalah distensi vena kelebihan cairan
kelebihan cairan jugularis (+) teratasi sebagian
belum teratasi A : masalah P : intervensi
P : intervensi kelebihan cairan dilanjutkan
dilanjutkan teratasi sebagian No : 1, 2
No : 1, 2, P : intervensi
dilanjutkan
No : 1, 2
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan gagal jantung dengan masalah gangguan pertukaran gas, penulis
dapat mengambil kesimpulan dan saran yang dibuat berdasar pada
laporan studi kasus, sebagai berikut :
Berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian
1. Dari perkembangan pada klien selama tiga hari, menunjukkkan
bahwa masalah terastasi sebagian pada kedua klien dengan
masalah gangguan pertukaran gas, ditandai dengan tidak sesak
sama sekali, penuruan respiratory rate dalam rentang normal, dan
pola nafas yang teratur namun tidak cepat.
2. Pada klien gangguan pertukaran gas ditandai dengan adanya
sesak nafas dan respiratory rate diatas rata-rata rentang normal.
3. Didalam intervensi klien gagal jantung dengan masalah gangguan
pertukaran gas dilakukan sesuai dengan yang telah dicantumkan
seperti : monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi,
catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Implementasi pada klien gagal jantung dengan masalah gangguan
pertukaran gas dilakukan sesuai tindakan yang telah direncanakan
dan dilakukan secara menyeluruh.
5. Evaluasi pada klien gagal jantung dengan masalah gangguan
pertukaran gas menunjukkan bahwa masalah pada kedua klien
sudah teratasi dari masalah gangguan pertukaran gas ditandai
dengan tidak sesak sama sekali, penuruan respiratory rate dalam
rentang normal, dan pola nafas yang teratur namun tidak cepat.
B. Saran
1. Untuk klien dan keluarganya
Terus meningkatkan pengetahuan tentang gangguan pertukaran gas pada
gagal jantung dengan cara memberikan Health Education(HE) pada klien
dan juga keluarganya sehingga dapat meminimalisir terjadinya sesak
dengan cara-cara yang telah diajarkan.
2. Bagi perawat/petugas kesehatan
Penelitian ini bisa menjadi motivasi dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dan peningkatan pelayanan pada klien gagal jantung dengan
masalah gangguan pertukaran gas.
24
DAFTAR PUSTAKA
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/id/eprint/217
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1577/1/Decompensasi Cordis.pdf
http://repository.unusa.ac.id/1191/1/KT-KP-150020_abstract.pdf
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1577/2/Jurnal KTI.pdf
https://www.klikdokter.com/tanya-dokter/read/3621487/penyakit-
decompensasi-cordis
https://www.klikdokter.com/tanya-dokter/read/3575226/perbedaan-
penyakit-decompensasi-cordis-dengan-chf-251068
24