Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA
(GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM)

QORIATUL AINI (206410041)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi
Waham adalah suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami
sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif
(Townsend, 2010).
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan betetntangan dengan realita
yang normal (Start dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus
internal dan eksternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat
(Yosep, 2009).
2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic.
3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham,
yaitu:
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
4. Etilogi
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi
otak Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :
1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan
menilai dan menilik terganggu.
2. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan
berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
3. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
4. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,
ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
5. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
5. Klasifikasi
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011)
yaitu :
Jenis Pengertian Perilaku klien
Waham

Waham kebesaran Keyakinan “Saya ini pejabat di


kementrian semarang!”
secara berlebihan bahawa “Saya punya perusahaan
dirinya memiliki kekuatan paling besar lho “.
khusus atau kelebihan yang
berbeda dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
Waham agama Keyakinan terhadap suatu “ Saya adalah tuhan yang
agama secara berlebihan, bisa menguasai dan
diucapkan berulang-ulang mengendalikan semua
tetapi tidak sesuai dengan makhluk”.
kenyataan.
Waham curiga Keyakinan seseorang atau “ Saya tahu mereka mau
sekelompok orang yang menghancurkan saya,
mau merugikan atau karena iri dengan
mencederai kesuksesan saya”.

dirinya, diucapkan
berulang-ulang tetapai
tidak sesuai dengan
kenyataan.
Waham somatik Keyakinan seseorang “ Saya menderita kanker”.
bahwa tubuh atau sebagian Padahal hasil pemeriksaan
tubuhnya lab tidak ada sel kanker pada
tubuhnya.
terserang
penyakit,

diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
Waham nihlistik Keyakinan seseorang “ ini saya berada di alam
bahwa dirinya sudah kubur ya, semua yang ada
meninggal dunia, disini adalah roh-roh nya”
diucapkan berulang- ulang
tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
6. Proses terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
a. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakuakn
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman
dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span
history).
b. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang
kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan
tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang
self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya
sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi mengahadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak
benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adequate karena besarnya
toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan
kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super ego) yang ditandai
dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham
bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
menggung kayakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya
kayakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan
dosa besar serta konsekuensi sosial.
7. Jenis dan Sifat Masalah
Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus
pikiran. Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan
asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, dimulai oleh suatu masalah atau tugas
dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan.
a. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran
rasional, logic dan terarah pada tujuan.
 Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses
mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses
mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan,
logika atau pengalaman.
 Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari
dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, atau
halusinasi. Cara berfikir seperti ini hanya akan memuaskan
keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
sekitarnya. Hidup dalam alam pikirannya sendiri.
 Bentuk pikiran non realistic
Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan,
mengambil sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
b. Gangguan Arus Pikir
Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang
timbul dalam berbagai jenis :
1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau
tema secara berlebihan.
2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya
satu sama lain, misalnya “saya mau makan semua orang dapat
berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka akan terjadi inkoherensi.
3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat
pun sudah sulit ditangap atau diikuti maksudnya.
4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat
sekali atau sangat cepat.
5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah
kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa
kontrol, mungkin koherent atau incoherent.
7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi
cepat dalam pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai
diceritakan sudah disusul oleh ide yang lain.
8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai
persamaan bunyi, misalnya pernah disengar “saya mau makan”
diutarakan seakan berontak.
9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh
umum, misalnya : saya radiitu, semua partinum.
10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya
dengan pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak
langsung kepada ide pkok dengan menambahan banyak hal yang
remeh-remeh yang majemuk dan tidak relevan.
12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar.
13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang
lain) atau motorik (tidak dapat atau sukar bicara), sering kedua-
duanya sekaligus dan terjadi kerusakan otak.
c. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran
yang diceritakan misalnya :
1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara
mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan
narkosa (anastesi umum)
2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang
diharapkan/ diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau
keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien,
biarpun diketahui bahwa hal itu irasional adanya.
4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak
dikendalikannya dan diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak
mungkin.
5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang
biasanya berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional
yang kuat.
6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik,
tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan
pekerjaan seseorang.
7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari
kadang-kadang memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus
memikirkan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya
8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau
sesuatu kejadian dihubungkan dengan dirinya.
9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi
lain, berbeda asing, umpamanya heran, siapakah dia itu
sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan orang lain.
10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat,
terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai
orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih
suka menyendiri.
11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri,
menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak
pernah dilakukannya.
12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada
orang lain yang telah merugikannya, sedang mengambil
keuntungan dari dirinya, atau sedang mencelakakannya.
13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal
seksual, kegairahan seksual berkurang secara umum
(hiposeksualitas).
14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah
waham dosa.
15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak
hal pada bidangnya.
16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang
lain; buan waham curiga.
17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar
belakang kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan hal itu.
Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011).

8. Rentang Respon Sosial


Menurut Stuart and Sundeen (1998) waham merupakan salah satu respon
persepsi paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Rentang
respon tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses


pikir / delusi / waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi Sulit berespon emosi
dengan pengalaman berlebihan atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau Perilaku disorganisasi
tidak biasa
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila


klien/individu mendapat suatu stressor maka individu akan berespon
menuju respon adaptif maupun respon maladaptif. Bila individu berespon
adaptif, cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi konsisten
dengan pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila
individu berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan
menimbulkan pemikiran kadang – kadang menyimpang, ilusi, reaksi
emosional berlebihan atau berkurang, perilaku ganjil dan menarik diri.
Namun bila individu berespon maladaptif maka cenderung mengalami
kelainan pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk
mengalami emosi, ketidakteraturan dan isolasi sosial.
9. Mekanisme Koping
Menurut Direja (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi
diri sendiri dari pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :
a. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal
untuk aktivitas hidup sehari-hari
b. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c. Menarik diri
10. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien
dengan waham adalah sebagai berikut:

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Proses pikir : Care Problem


Waham

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronik


11. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
 Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
 Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan
apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatic
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif
dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan
Purwanto, 2009). Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
 Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto,
2009).
 Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan
khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
 Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
 ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik
dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi
interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak klien
tentang : nama klien, panggilan klien, nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topic pembicaran.
b. Keluhan utama/alasan masuk
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
dating ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, prnah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga factor yang mungkin
mengakibatkan terjadinya gangguan :
 Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien
 Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonates dan anak-anak.
 Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
d. Aspek fisik/biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital : TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
e. Aspek Psikososial
 Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
 Konsep diri
 Citra tubuh : menegnai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
 Identitas diri : status dan posisi klien sebelum dirawat, keluasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-
laki/perempuan.
 Peran : tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
 Ideal diri : harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan
dan penyakitnya.
 Harga diri : hubungan klien dengan orang lain, penilaina an
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri
rendah.
 Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
 Spiritual, menegnai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
 Status mental
 Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motoric klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir),
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses piker,
isi piker, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan
berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
 Kebutuhan pasien pulang
 Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan.
 Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi klien dengancara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien
 Istrirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah
minum obat.
 Masalah psikososial an lingkungan dari data keluarga atau klien
mengenai masalah yang dimiliki klien.
 Pengetahuan
Dapat didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap
bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
f. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien : ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi
dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi
secarawajar dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Proses Pikir : Waham
3. Intervensi Keperawatan

Dx
Keperawat Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
an
Gangguan Pasien mampu : Setelah ….. x … SP 1
Proses Pikir : - Berorientasi pertemuan pasien - Identifikasi
Waham pada realitas dapat memenuhi kebutuhan pasien
secara bertahap kebutuhannya yang terpenuhi
- Mampu - Bicara konteks realita
berinteraksi - Latih pasien untuk
dengan orang memenuhi kebutuhan
lain dan Maskkan dalam jadwal
lingkungan harian pasien
- Menggunakan SP 2
obat dengan - Evaluasi kegiatan
prinsip 6 benar yang lalu (SP 1)
- Identifikasi
potensi/kemampuan
yang dimiliki.
- Masukkan dalam
jadwal pasien.
Setelah …. x ….. SP 3
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan
dapat menyebutkan yang lalu (sp 1 dan
kegiatan yangsudah Sp 2)
dilakukan dan - Pilih kemampuan
mampu memilih yang Dapat
kemampuan yang dilakukan
dimiliki - Pilih dan latih
potensi atau
kemampuan yang
dimiliki.
- Masukkan dalam
kegiatan jadwal klien
Keluarga setelah ….x… SP 1
mampu : pertemuan keluarga - Identifikasi masalah
- Mengidentifikas mampu keluarga dan
i waham pasien mengidentifikasi merawat pasien
- Memfasilitasi masalah dan - Jelaskan proses
pasien untuk menjelaskan cara terjadinya waham
memenuhi merawat pasien. - Jelaskan tentang cara
kebutuhannya merawat pasien
- Mempertahanka waham
n program - Latih atau stimulasi
pengobatan cara merawat
pasien secara - RTL keluarga/jadwal
optimal merawat pasien.
Setelah .. x … SP 2
pertemuan keluarga - Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (Sp 1)
- Menyebutkan - Latih keluarga cara
kegiatan yang merawat pasien
sesuai dilakukan (langsung kepasien)
- Mampu - RTL keluarga
memperagakan
cara merawat
pasien
Setelah …. x … SP 3
pertemuan keluarga - Evaluasi kemampuan
mampu keluarga (Sp 2)
mengidentifikasi - Evaluasi kemampuan
masalah dan pasien
mampu - RTL keluarga :
menjelaskan cara
follow up, rujukan
merawat pasien

4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini,
(Kusumawati dkk, 2012).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan akan terus menerus
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telak dilaksanakan.
Evaluasi dalam asuhan keperawatan dibagi menjadi dua evaluasi secara
formatif (dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan) dan
sumatif (dilakukan dengan cara membandingkan respon klien dengan tujuan
yang ditentukan). Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada klien dengan masalah keperawatan perubahan proses piker : waham
Menurut Kusumawati dan Hartono (2012) adalah :
a. Klien mampu :
- Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataannya
- Berkomunikasi sesuai kenyataan
- Mengonsumsi obat dengan benar dan patuh
b. Keluarga mampu :
- Membantu klien mengungkapkan sesai dengan kenyataan
- Membantu klien melakukan kegiatan0kegiatan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien
- Membantu klien mengonsumsi obat dengan benar dan patuh
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medikal
Book.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Stuart & Sundden. 1995. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5.
St Louis: Mosby Year Book.

Townsed, M. C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai