Anda di halaman 1dari 3

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA

Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada kepala di
indonesia. Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera otak
sebagai suatu diagnosis mrdis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara harfiah
kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi respon Glasgow Coma Scale ( GCS)
sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat trauma
yang mencederai kapala, makam perawat perlu mengenal neuroanatomi, neurofisisologi, serta
neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan
dari pengkajian fisik yang didapat bisa sekomperehensif mungkin ditanggapi perawat yang
melakukan asuhan pada klien dengan cedera kepala.

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak
dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium (helm) yang
membungkusnya.

Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami
kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetaka bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung
dari cedera dan banyak lainnya timbul sekunder dari cedera.

Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk


menghindari dari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan
kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit
neurologis, dan merupakam proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
Diperkirakan dua pertiga korban dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki-
laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat
mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik
pada klien cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien
yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat pendarahan atau pembengkakan
otak sebagai respons terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

Pada beberapa literatur terakhir dapat disimpulkan bahwa cedera kepala atau cedera
otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi oatak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dan subtansi otak tanpa diikuti terputusnya kontnuitas otak.

Bedasarkan GCS, cedera kepal atau cedera otak dapat dibagi menjadi tiga gradasi.
Yaitu :

1. Cedera kepala ringan/cedera otak ringan, bila GCS: 13-15


2. Cedera kepala sedang/cedera otak sedang, bila GCS: 9-12
3. Cedera kepala berat/cedera otak berat, bila GCS: kurang atau sama dengan 8.
Pada klien yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misalnya oleh karena afasia, maka
reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat
dinilai reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika klien dilakukan trakeostomi
ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.

Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan ata energi yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-diselerasi).

Intraselebal hematoma (ICH)

Perdarahan intraselebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.

Secara klinis ditandai dengan adanya penuruna kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pmeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan
operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah, dan
secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Opersi
yang dilakukan biasanya adalah evalusi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala.

Subdural hematoma (SDH)

Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dua mater dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan kronis. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit. Pengertian lain dari
subdura hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah lapisan dura mater dengan
sumber perdarahan dapat berasal dari brigding vein (paling sering), A?V cortical, sinus
venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi
menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian,
subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari sampai 3 minggu, dan subdural hematoma
kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.

Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan kesadaran,
disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/hemiplegia dan
pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent).

Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), padaperdarahan


subdural aadalah jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 cm. Jika terdapat pergeseran garis
tengah lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evaluasi hematoma, menghentikan
sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi)
dan disimpan subgalea.

Prognosis dari klien SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya klien datang
sampai dilakukan operasi, lesi penyerta jaringan otak, serta usia klien, pada klien dengan
GCS kurang dari 8 prognosisnya 50%, semakin rendah GCS maka semakin jelek
prognosisnya. Semakin tua klien maka semakin jelek prognosisnya. Adanya lesi lain akan
memperjelekn prognosisnya.
Epidural hematoma (EDH)

Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica
(oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.

Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (adanya
ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa
hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya refleks patologis satu sisi, adanya lateralisasi
dan jejas pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil anisokor/dilatasi dan jejas pada
kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiprese/hemiplegia letaknya
kontralateral dengan lokasi EDH. Lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH
karena dapat terjadi pada perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai
sebagai patokan dari prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka semakin baik
prognosis klien EDH (karena otak mempunyai kesemapatan untuk melakukan kompensasi).
Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang dengan pemberian analgesik.

Anda mungkin juga menyukai