Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KUNJUNGAN PERUSAHAAN

GIZI KERJA DAN SANITASI DI PERUSAHAAN

PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

BALAI YASA YOGYAKARTA

Disusun oleh :
KELOMPOK 4

1. dr. Marina Ayrin Puspita 14. dr. Rheza Tuszakka


2. dr. Mulyani 15. dr. Roudhotul Jannah
3. dr. Ni Putu Eka Indrawati 16. dr. Sherwin
4. dr. Novia Adesi 17. dr. Syafril Alfian Akbar
5. dr. Novita Kusumah Iswanto 18. dr. Szzanurindah Vioni Dewi
6. dr. Nukman Syafrul Panigoro 19. dr. Theofilus Wirawan Salim
7. dr. Nuriah 20. dr. Uwais Qorni
8. dr. Olivia Dewi Rianti 21. dr. Vinny Dwi Alvionita
9. dr. Paramita Deniswara 22. dr. Winston Inganta Kaban
10. dr. Primanto Tantiono 23. dr. Yoggy Prabowo
11. dr. Priska Wita Aresti Nugrahani 24. dr. Zakiyatud Dunya
12. dr. Ragil Muhammad Aristo 25. dr. Zucafemilavega
13. dr. Retno Ambar Rukmi

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


BAGI DOKTER PERUSAHAAN/INSTANSI
BALAI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
AGUSTUS 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Produktivitas kerja adalah kemampuan karyawan dalam produksi dibandingkan dengan


input yang digunakan. Seorang karyawan dapat dikatakan produktif apabila mampu
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan dalam waktu yang tepat. Dalam
proses produksi suatu perusahaan ditentukan oleh bahan baku dan tenaga kerja untuk mencapai
produktivitas yang tinggi. Faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi diantaranya adalah
pendidikan dan keterampilan, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi kesehatan, hubungan individu
dan lain-lain. Pengukuran produktivitas kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong
efisiensi produksi. Manfaat lainnya adalah untuk menentukan target, praktisnya sebagai standar
dalam pembayaran upah karyawan.
Gizi kerja merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Kesehatan dalam hal ini berkaitan dua aspek yaitu aspek kesejahteraan dan aspek pengembangan
sumber daya manusia. Demikian juga mengenai gizi, di satu pihak mempunyai aspek kesehatan
dan di lain pihak mencerdaskan kehidupan manusia. Oleh karena itu masalah perbaikan dan
peningkatan gizi mempunyai makna yang cukup penting dalam usaha menyehatkan dan
mencerdaskan karyawan serta meningkatkan produktivitas kerja.
Seseorang yang berstatus gizi kurang atau lebih tidak mungkin mampu bekerja dengan
hasil yang maksimal karena prestasi kerja dipengaruhi oleh derajat kesehatan seseorang.
Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi karyawan sehari-hari akan membawa
akibat buruk terhadap tubuh seperti daya tahan tubuh menurun, kemampuan fisik berkurang,
berat badan menurun, pucat, reaksi lamban, motivasi kurang, apatis dan lain-lain. Dalam keadaan
demikian efisiensi dan produktivitas yang optimal tidak mungkin tercapai. Masalah-masalah
yang dihadapi dalam memperbaiki keadaan gizi karyawan adalah kurangnya perhatian para
pengusaha terhadap makanan yang dikonsumsi karyawannya. Permasalahan tersebut berupa
perusahaan hanya memberikan uang makan tanpa menyediakan makanan, memberikan makanan
dengan gizi yang kurang seimbang. Masalah lain adalah bagaimana cara penyajian dan berapa
yang harus diberikan serta kapan makanan itu diberikan.
Sanitasi adalah usaha masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi industri
adalah usaha kesehatan masyarakat lingkungan dalam batas-batas tertentu termasuk cara-cara
pencegahan penyakit menular atau lain-lain gangguan terhadap kesehatan tenaga kerja yang
tidak dapat dipisahkan dalam proses indusri. Unsur pokok sanitasi industri antara lain meliputi
unsur higiene, unsur estetika dan unsur ekonomi. Aspek lingkungan industri dibagi menjadi
empat golongan meliputi golongan fisik, golongan kimia, golongan biologi dan golongan
ergonomi.
Beberapa hal yang harus terpenuhi dalam sanitasi industri antara lain meliputi pengadaan
air bersih, pengadaan air minum, penampungan air buatan, pembuangan sampah, penyediaan
makanan dan minuman, bangunan atau gedung, pengawasan atau pembasmian serangga dan
binatang pengerat, penyediaan fasilitas kebersihan, tata rumah tangga, pengawasan terhadap
pencemaran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

 GIZI
2.1 Gizi Kerja
Ilmu gizi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana memberikan
makanan kepada hubungan dengan sebaik-baiknya sehingga tubuh dalam kesehatan yang
optimal. Sedangkan gizi adalah kesehatan seseorang yang dihubungkan dengan makanan
yang dikonsumsinya.
Gizi kerja adalah gizi yang diperlukan tenaga kerja untuk melakukan suatu
pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya, sehingga tercapai tingkat
produktivitas dan efisiensi kerja yang setingi-tingginya.
Zat gizi adalah bahan dasar yang menyusun bahan makanan. Zat gizi yang dikenal
ada lima, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan adalah bahan-
bahan makanan yang dapat digolongkan menurut makanan pokok (nasi, roti), lauk-pauk,
sayur-mayur, buah-buahan, dan susu. Bahan-bahan ini mengandung zat yang diperlukan
oleh tubuh, seperti protein karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Oleh karena itu
makanan yang cocok adalah makanan berimbang.
Gizi kerja merupakan upaya promotif, syarat penting untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan produktivitas kerja. Penerapan gizi kerja di perusahaan menjadi keharusan
investasi yang rasional bagi perbaikan kualitas tenaga kerja. Penyelenggaraan gizi kerja
di perusahaan dapat dilaksanakan oleh perusahaan sendiri, pengusaha boga atau kafetaria
yang diorganisasi oleh perusahaan. Namun menyelenggarakan gizi kerja yang baik bukan
sekedar memenuhi kewajiban memberikan makanan dengan sumber standar tertentu
kepada tenaga kerja.
Sedangkan produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa
mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Peningkatan produktivitas
berlainan dengan peningkatan produksi, karena meningkatnya produksi belum tentu
disertai peningkatan produktivitas.
2.2 Gizi dan Produktivitas Kerja
Sumber daya manusia yang berkualitas memegang peran utama dalam
peningkatan produktivitas. Usaha untuk meningkatkan produktivitas dilakukan melalui
peningkatan efisiensi kerja serta asupan energi dan zat gizi yang memadai (Kementrian
Kesehatan RI, 2010). Gizi yang baik akan meningkatkan derajat kesehatan yang tinggi
pada pekerja dan akan mempengaruhi produktivitas nasional.
Tingkat absensi yang tinggi ditambah lagi dengan prestasi kerja rendah akan
menyebabkan produktivitas yang rendah pula. Untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal mutlak diperlukan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dengan
jumlah sesuai dengan yang dianjurkan. Bila jumlah zat gizi atau kalori yang diperlukan
tidak terpenuhi atau berlebihan, maka kesehatan yang optimal tidak dapat dicapai. Untuk
itulah, perlu diketahui besarnya kalori yang dibutuhkan agar kesehatan yang optimal
dapat tercapai.

2.3 Landasan hukum pelaksanaan gizi kerja


1. UU No.1 tahun 1951 dan UU No.12 tahun 1948, tentang kondisi fisik tenaga kerja,
setelah bekerja terus menerus selama 4 jam harus diberi istirahat.
2. UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
3. Peraturan menteri perburuhan no. 7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan, kebersihan
dan penerangan di tempat kerja.
4. Surat edaran menteri tenaga kerja dan transmigrasi no. 01/Men/1979 tentang pengadaan
kantin dan ruang makan.
5. Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi no. 03/men/1982 tentang
pelayanan kesehatan kerja.
6. Keputusan mcnteri tenaga kerja dan transmigrasi no. 608/Men/1989 tentang izin
penyimpangan waktu kerja, bahwa perusahaan mempekerjakan tenaga kerja 9 jam
per hari wajib menyediakan makan dan minum 1400 kalori.
7. Surat edaran dirjen binawas no. 86/BW/1989 tentang katering bagi tenaga kerja.
8. Instruksi menteri tenaga kerja no.03/Men/1999 tetang peningkatan pengawasan
dan penertiban terhadap pengadaan kantin dan toilet di perusahaan.
2.4 Kebutuhan Gizi Pekerja
Perlu dibedakan antara kebutuhan gizi minimal sehari dan kecukupan sehari, yaitu :
1. Kebutuhan gizi minimal sehari (MDR)
Adalah dosis terkecil zat gizi yang diperlukan sehari agar seseorang rata – rata tidak
menjadi sakit pada kondisi umum yang dianggap normal.
2. Kecukupan gizi (RDA)
RDA (Recommended daily allowance) merupakan anjuran kebutuhan sehari yang
merupakan penjumlahan dari MDR dengan nilai tambah atau batas keamanan (BK).

Committee on calorie requirements on food and agriculture of the united nations


mengatakan bahwa kebutuhan gizi/kalori pada seorang pekerja dipengaruhi oleh usia,
ukuran tubuh, jenis kelamin, jenis pekerjaan, serta kondisi khusus yang dialami pekerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada pekerja

Dengan asumsi keadaan lingkungan dalam keadaan normal (suhu, tekanan


udara, kelembaban) dan tubuh dalam kondisi sehat maka kebutuhan terutama energi pada
pekerja selama bekerja dipengaruhi oleh:

 Usia
Makin bertambahnya usia, kebutuhan zat gizi seseorang relatif lebih rendah untuk tiap
kilogram berat badannya (Kementrian Kesehatan RI, 2010)

 Ukuran Tubuh
Seseorang yang bertubuh besar mempunyai bidang permukaan tubuh dan jaringan aktif
yang lebih besar daripada seseorang yang bertubuh kecil sehingga metabolisme
basal/basal metabolic rate (BMR)nya akan lebih besar daripada orang yang bertubuh
kecil (Marsetyo, 1991)

 Jenis Kelamin
Laki-laki lebih banyak membutuhkan kalori daripada perempuan karena laki-laki lebih
banyak mempunyai otot dan lebih aktif melakukan pekerjaan sehingga mengeluarkan
kalori lebih banyak. Biasanya energi minimal yang diperlukan perempuan 10% lebih
rendah dari kebutuhan energi minimal yang diperlukan seorang laki-laki (Marsetyo,1991)
 Jenis Pekerjaan
Berat ringannya beban kerja seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan
pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, seharusnya waktu
yang dihabiskan untuk bekerja semakin pendek agar terhindar dari kelelahan dan
gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. (Kementrian Kesehatan RI, 2010).
Pengelompokan aktivitas atau beban kerja (ringan, sedang, dan berat) berdasarkan
proporsi waktu kerja dapat dilihat pada tabel berikut:

Aktivitas Jenis Kegiatan Fak . aktivitas


Ringan
Laki-laki 75% waktu digunakan untuk 1,58
duduk/berdiri
Perempuan 25% waktu untuk 1,45
duduk/bergerak
Sedang :
Laki-laki 40% waktu untuk duduk/ 1,67
berdiri
Perempuan 60% waktu untuk aktif pada 1,65
pekerjaan tertentu
Berat :
Laki-laki 25% waktu digunakan untuk 1,88
duduk/berdiri
Perempuan 75% waktu untuk aktif pada 1,75
pekerjaan tertentu
Beban kerja berdasar kebutuhan kalori per jam menurut tingkat kegiatan
Kondisi Khusus Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Pekerja

Menurut kementrian kesehatan RI (2010), kondisi khusus mempengaruhi kebutuhan


gizi pada pekerja meliputi:

a. Kondisi Fisiologis
Contoh kondisi fisiologis yang mempengaruhi kebutuhan gizi kerja adalah keadaan hamil
dan menyusui. Selama kehamilan, zat gizi juga diperlukan untuk perkembangan janin
sehingga pekerja perempuan yang sedang hamil membutuhkan tambahan energi dan zat
gizi lainnya seperti zat besi dan asam folat.

b. Kondisi Tertentu
Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam menentukan besarnya kebutuhan zat gizi
pada pekerja adalah kondisi tertentu seperti anemia zat besi dan kelebihan berat badan.

c. Kondisi di tempat kerja


Faktor lain yang juga perlu diperhatikan adalah kondisi di tempat kerja seperti lembur
dan shift kerja serta resiko lingkungan kerja. Beberapa faktor resiko lingkungan kerja
yang menunjukkan pengaruh terhadap kalori kerja antara lain.

1. Suhu
Tempat kerja dengan yang suhu tinggi akan mengalami proses penguapan yang tinggi
pula sehingga pekerja mengeluarkan banyak keringat. Untuk itulah, diperlukan kebutuhan
air dan mineral sebagai pengganti cairan yang keluar dari tubuh serta disarankan untuk
mengonsumsi air putih, sayur dan buah.

2. Pengaruh Bahan Kimia


Bahan-bahan kimia tertentu dapat menyebabkan keracunan kronis sehingga
mengakibatkan menurunnya nafsu makan, terganggunya metabolisme tubuh dan
gangguan fungsi alat pencernaan yang pada akhirnya akan menurunkan berat badan. Oleh
sebab itu dibutuhkan tambahan zat gizi.

3. Bahan Radiasi
Bahan radiasi dapat mengganggu metabolisme sel sehingga diperlukan tambahan protein
dan antioksidan untuk proses regenerasi sel.
4. Parasit dan Mikroorganisme
Pekerja di daerah pertanian dan pertambangan sering terserang cacing yang dapat
mengganggu fungsi alat pencernaan dan menyebabkan hilangnya zat-zat gizi sehingga
dibutuhkan tambahan zat gizi.

Faktor-faktor tersebut di atas harus menjadi dasar dalam perhitungan besarnya energi,
kompisisi zat gizi dan menu untuk konsusmsi pekerja. Oleh karena itu, sebelum mengatur
menu makanan pada pekerja, terlebih dahulu harus diketahui jenis kelamin, usia, berat
badan dan jenis pekerjaan untuk memperhitungkan kebutuhan energi per hari sesuai
dengan angka kecukupan gizi (2004).

2.5 Energi Untuk Melakukan Pekerjaan


Kebutuhan energi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan :
1. Metabolisme Basal : energi minimal yang diperlukan untuk melaksanakan hajat biologi
selama 24 jam.
2. Energi untuk melaksanakan kerja luar : jumlah energi yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan selama satu hari ditambah basal metabolism

Nilai BMR menurut kelompok umur dan jenis kelamin

Umur (Th) Laki-laki Perempuan

18-30 15,3 B + 679 14,7 B + 496

30-60 11,6 b + 879 8,7 B + 829

>60 13,5 B + 487 10,5 B + 596

2.6 Pemenuhan Gizi pada pekerja


Gizi Seimbang adalah konsumsi atau asupan makanan dan minuman yang cukup dan
aman untuk hidup sehat, aktif, dan produktif (Kementrian Kesehatan, 2010). Gizi
seimbang meliputi aspek:
 Seimbang antara jenis/kelompok bahan makanan
 Seimbang dalam jumlah asupan gizi
 Seimbang antar waktu makan
Gizi seimbang harus dipenuhi sesuai dengan kategori pekerjaan agar diperoleh tingkat
produktivitas kerja yang optimal. Pesan dasar gizi seimbang agar pekerja dapat bekerja
secara produktif antara lain:
 Makan beraneka ragam makanan
 Makan makanan untuk memenuhi kecukupan energy
 Makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energy
 Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energy
 Gunakan garam beryodium
 Makan makanan sumber zat besi
 Biasakan makan pagi sebelum bekerja
 Minum air bersih, aman dan cukup jumlahnya
 Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
 Hindari minum-minuman beralkohol
 Makan makanan yang aman bagi kesehatan
 Baca label pada makanan yang dikemas
2.7 Permasalahan Gizi Tenaga Kerja
Seorang yang berstatus gizi kurang atau lebih tidak mungkin mampu
bekerja dengan hasil yag maksimal karena prestasi kerja dipengaruhi oleh
deerajat kesehatan seseorang. Kebanyakan tenaga kerja Indonesia tidak
melakukan makan pagi atau tidak dapat digolongkan sebagai melakukan
makan pagi sebelum berangkat kerja. Pembeian makanan di tempat kerja sangat
penting dalam rangka perlindungan dan peningkatan kesehatan untuk mencapai
derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari
akan membawa akibat buruk terhadap tubuh seperti daya tahan tubuh menurun,
kemapuan fisik kurang, berat badan turun, pucat, reaksi lambung, motivasi
kurang, apatis, dan lain-lain. Dalam keadan demikian tidak mungkin tercapai
efisien dan produktivitas yang optimal.
Masalah yang dibadapi dalam memperbaiki keadaan gizi tenaga kerja
adalah kurangnya perhatian para pengusaha terhadap makanan yang diberikan atau
dikonsumsi. Permasalahan tersebut adalah :
1. Perusahaan hanya memberikan uang makan tanpa menyediakan makanan.
2. Memberikan makanan tetapi kurang seimbang.
3. Masalah lain adalah bagaimana memberikan makanan dan berapa yang harus
diberikan serta kapan makanan itu diberikan.
2.8 Pelaksanaan Gizi Kerja Di Perusahaan
Penyelenggara gizi kerja di perusahaan dapat dilaksanakan secara bertahap dan skala
prioritas dengan baik dan benar, misalnya :
1. Penyediaan kantin dan ruang makan serta melaksanakan higiene dan sanitasi
penyelenggaraan makan secara menyeluruh.
2. Penyediaan preparat gizi misalnya vitamin, mineral, oralit, dll.
3. Penyuluhan gizi
4. Pemberian makanan ditempat kerja.

 SANITASI
2.9 Definisi
Usaha peningkatan kesehatan lingkungan yang umumnya dikenal dengan sebutan
sanitasi merupakan salah satu tindakan yang dimaksudkan untuk pemeliharaan kesehatan
maupun pencegahan penyakit pada lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Sanitasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata sanitation yang diartikan sebagai
penjagaan kesehatan (Echols dan Shadily, 2003). Ehler dan Steel dalam Anwar (1999)
mengemukakan bahwa sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap
faktor lingkungan yang dapat menjadi mata rantai penularan penyakit. Sedangkan menurut
Azwar (1990) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitik beratkan pada pengawasan teknik terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang
mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama
terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup (Yula, 2006).
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit dengan melenyapkan atau
mengendalikan faktor-faktor risiko lingkungan yang merupakan mata rantai penularan
penyakit (Ehler, 1986). Selanjutnya, Wijono (1999) menyatakan bahwa sanitasi
merupakan kegiatan yang memadukan (colaboration) tenaga kesehatan lingkungan
dengan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini dilandasi oleh adanya keterkaitan peran dan
fungsi tenaga kesehatan di dalam kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat yang terpadu
dan komprehensif. Colaboration kegiatan sanitasi dikoordinir oleh tenaga kesehatan
lingkungan atau sanitarian yang memiliki kompetensi dan keahlian mereka di bidang
kesehatan lingkungan. Sedangkan tenaga medis, perawat, bidan, petugas farmasi, petugas
laboratorium dan petugas penyuluh kesehatan berperan sebagai mitra kerja.
Rantetampang (1985) mengungkapkan bahwa sanitasi ialah suatu cara untuk
mencegah berjangkitnya penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari
sumber penularan. Putranto (1993) juga menyatakan bahwa sanitasi adalah usaha-usaha
kesehatan lingkungan yang menitik beratkan pada pengawasan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Selanjutnya, Soemirat (2004) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Entjang (2000)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah pengawasan lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dimana
lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak, dan yang merugikan diperbaiki
atau dihilangkan.
2.10 Sanitasi industri
Sanitasi adalah usaha masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai
faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi industri
adalah usaha kesehatan masyarakat dalam batas - batas tertentu tetmasuk cara
pencegahan penyakit menular atau lain - lain gangguan kesehatan tenaga kerja yang tidak
dapat dipisahkan dalam proses industri.
Unsur pokok sanitasi industri meliputi beberapa hal antara lain (1). Unsut hygine,
(2), unsur estetika, (3), unsur ekonomi. aspek lingkungan industri dibagi menjadi empat
golongan meliputi antara lain (1), golongan fisik, (2), golongan kimia, (3), golongan
biologi, (4), golongan ergonomi. Beberapa hal yang harus terpenuhi dalam sanitasi
industri antara lain meliputi:
1. Pengadaan air bersih
Kebutuhan air industri digunakan untuk pendingin, pelarut, katalis, pembersih,
penghasil panas dan tenaga, keperluan tenaga kerja, dan pemadam kebakaran.
2. Pengadaan air minum
Air minum diartikan air yang langsung dapat diminum yaitu air yang bebas dari unsur
kimia dan mikrobiologi serta aman diminum. Air konsumsi adalah air yang memenuhi
syarat sebagaimana ditetapkan menteri kesehatan. Proses pengolahan air minum
meliputi beberapa tahapan antara lain (1) penyaringan, pengendapan, menghilangkan
partikel tersuspensi dan koloid, penyaringan dan disinfeksi.
3. Penampungan air buangan
Air buangan sering disebut juga air limbah yaitu semua cairan yang dibuang baik
mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuhan, dan mengandung sisa- sisa
bahan industri. Air buangan dibagi menjadi empat macam antara lain (1) air kotor yaitu
air buangan dari kloset dan peturasan; (2) air bekas yaitu air buangan dari bak mandi,
wastafel, dan dapur; (3) air hujan dan (4) air buangan khusus biasanya mengandung gas,
racun, atau bahan berbahaya dari industri, labroratorium dan rumah sakit. Air buangan
industri tidak boleh dibuang langsung masuk badan sungai harus melalui proses
pengandalian melalui instalasi pengolahan air limbah atau sering disebut IPAL.
4. Pembuangan sampah
Sampah sering dibuang dengan sistem dumping ini sangat merugikan karena akan
mengakibatkan teejadinya (1) pencemaran; (2) pengotoran; (3) kekurangan O2; (4)
mengganggu kesehatan; timbulnya berbagai macam penyakit; (5) estetika kurang
nyaman; (6) menimbulkan bau busuk. Berdasarkan UU No: 18 tahun 2008 tentang
sampah pada pasal (9) ayat (1) penyelenggaraan pengelolaan sampah berupa penyediaan
tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan sementara,
tempat pengolahan sampah terpadu, dan / atau tempat pemrosesan terakhir sampah.
5. Penyediaan makanan dan minuman
Sanitasi makanan lebih banyak ditekankan pada upaya membebaskan makanan dari zat
- zat yang membahayakan atau mencegah agar bahan makanan yang mengandung zat -
zat yang membahayakan kehidupan tidak dikonsumsi. Golongan penyebab keracuan
ditinjau dari sanitasi makanan dibedakan menjadi :
a. Golongan parasit
Golongan parasit mencemari makanan disebabkan oleh amuba dan cacing
menyebabkan penyakit disentri, taenia saginata, taenia solium, trichinosis dan
diphyllobotrium.
b. Golongan mikroorganisme
Golongan mikro organisme disebabkan oleh berbagai jenis bakteri yang dapat
menyebakan penyakit seperti bakteri shigella menimbulkan penyakit disentri
basiler, salmonellosis menimbulkan penyakit tifus perut, paratifus A,
streptococcus menyebabkan penyakit scarlet fever atau septic sore throat dan
virus menyebabkan penyakit hepatitis.
c. Golongan kimia
Golongan kimia mencemari makanan karena kelalaian misalnya meletakan
inseksida berdekatan dengan bumbu dapur, pembungkus makan yang
mengandung bahan kimia. Zat kimia yang sering mencemari makanan antara lain
antimony, arsen, cadmium, tembaga, cyanide, flour, timah hitam, dan seng.
d. Golongan fisik
Golongan fisik mencemari makanan sebagai contoh misalnya bahan makanan
terkintaminasi dengan bahan radioaktif.
e. Golongan toxin
Golongan toxin mencemari makanan karena bahan makanan itu sendiri telah
mengandung racun contoh cendawan, kacang, umbi, kerang dsb. Toxin yang
disebabkan oleh mikro organism sepeti toxin yang dihasilkan oleh botilisme,
staphylococcus dan clpstridium welchii. Penyediaan makanan dan minuman di
petusahaan yang perlu pengawasan yang ketat agar tidak terjadi keracunan
terhadap tenaga kerja. Guna menjamin hal tersebut berdasarkan Surat Edaran
Menakertrans No : SE. 01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruangruang
tempat makan yaitu bagi semua perusahaan yang memperkerjakan 50 - 200
tenaga kerja supaya menyediakan ruang atau tempat makan dan perusahaan yang
mempunyainlebih dari 200 tenaga kerja agar menyediakan kantin di perusahaan.
2.11 Penerangan
a. Pengertian Penerangan

Menurut Ching, (1996) ada tiga metode untuk penerangan yaitu, penerangan

umum, penerangan lokal dan penerangan cahaya aksen. Penerangan umum atau baur

menerangi ruangan secara merata dan umumnya terasa baur. Penerangan lokal atau

penerangan untuk kegunaan khusus, menerangi sebagian ruang dengan sumber cahaya

biasanya dipasang dekat dengan permukaan yang diterangi. Berdasarkan sumbernya

penerangan dibedakan menjadi dua yaitu, penerangan alamiah dan penerangan buatan.

Sumber cahaya alamiah pada siang hari adalah matahari dengan cahayanya yang kuat

tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Cahaya buatan adalah cahaya yang

dihasilkan oleh elemen-elemen buatan, dimana kualitas dan kuantitas cahaya yang

dihasilkan berbeda-beda tergantung dari jenisnya.

Dalam hal penerangan sebaiknya lebih mengutamakan penerangan alamiah

dengan merencanakan cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau karena alasan

teknis penggunaan penerangan alamiah tidak dimungkinkan, barulah penerangan

buatan dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat. Dalam kaitan ini perlu

diingatkan adanya penerangan umum dan penerangan khusus atau setempat (Manuaba,

1998). Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang

dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Permasalahan

penerangan meliputi kemampuan manusia untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari indera

10 penglihatan, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek lebih baik dan

pengaruh penerangan terhadap lingkungan.


Mata di dalam fungsinya untuk melihat harus tidak dihadapkan pada beban

tambahan seperti penerangan obyek yang kurang intensitasnya sesuai dengan

keperluan. Oleh karena itu penerangan merupakan faktor lingkungan yang sangat perlu

diperhatikan karena banyak pengaruhnya terhadap kelelahan mata dalam bekerja.

Penerangan yang baik penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam

situasi yang nyaman (Manuaba,1998). Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian

tanpa penerangan yang memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan

mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan

yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara

permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat,

kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi,

meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan

produktivitas kerja (Pheasant, 1993).

Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran objek,

derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi dari lapangan penglihatan,

yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta

lamanya melihat (Suma’mur, 1995). Faktor ukuran objek, derajat kontras antar objek

dengan sekelilingnya serta penerangan adalah faktor-faktor yang saling mengimbangi

satu dengan yang lain, misalnya suatu objek dengan kontras kurang, dapat dilihat

apabila objek 11 tersebut cukup besar atau bila penerangannya cukup baik. Hal ini

sangat perlu diperhatikan pada setiap jenis pekerjaan agar dalam sebuah proses

produksi, pekerja dapat melihat objek kerja dengan baik dan nyaman, tanpa

upayaupaya yang melelahkan. Upaya mata yang melelahkan menjadi sebab kelelahan
mental. Gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya

konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu, apabila pekerja mencoba

mendekatkan matanya terhadap objek untuk memperbesar ukuran benda, maka

akomodasi lebih dipaksa, dan mungkin terjadi penglihatan rangkap atau kabur yang

terkadang disertai pula perasaan sakit kepala di daerah atas mata.

Untuk mencegah kelelahan mental oleh upaya mata yang berlebihan, perlu

diusahakan beberapa cara. (Suma’mur, 1995). Ada beberapa cara untuk mengurangi

kelelahan mata, seperti perbaikan kontras, cara ini paling mudah dan paling sederhana,

serta dilakukan dengan memilih latar penglihatan yang tepat. Cara berikutnya dengan

meninggikan intensitas penerangan. Biasanya penerangan harus sekurangkurangnya

dua kali dibesarkan. Dalam berbagai hal, masih perlu dipakai lampu-lampu di daerah

kerja untuk lebih memudahkan penglihatan. Cara terakhir adalah pemindahan tenaga

kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan oleh tenaga

kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat dipindahkan kepada

pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian.

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seseorang

tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya 12 yang tidak

perlu, serta membantu menciptakan liungkungan kerja yang menyenangkan. Sifat-sifat

dari penerangan yang baik ditentukan oleh pembagian luminansi dalam lapangan

penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar, warna dan panas penerangan terhadap

keadaan lingkungan. Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata

dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhankeluhan pegal di


daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan

meningkatnya kecelakaan (Suma’mur 1995)

b. Kualitas Cahaya atau Penerangan

Intensitas penerangan yang dibutuhkan adalah tergantung dari tingkat ketelitian

yang diperlukan, bagian yang akan diamati dan kemampuan dari objek tersebut untuk

memantulkan cahaya yang jatuh padanya, serta brightness dari sekitar objek. Untuk

melihat suatu benda atau objek yang berwarna gelap dan kontras antara objek dan

sekitarnya jelek, diperlukan intensitas penerangan yang tinggi (beberapa ribu lux),

sedangkan untuk objek atau benda yang berwarna cerah, kontras antara objek dan

sekitarnya cukup baik, maka diperlukan beberapa ratus lux saja.

Kualitas penerangan terutama ditentukan oleh ada atau tidaknya kesilauan

langsung (direct glare) atau kesilauan karena pantulan cahaya dari permukaan yang

mengkilap (reflected glare) dan bayangan (shadows). Kesilauan didefinisikan sebagai

cahaya yang tidak diinginkan (unwanted light). Definisi yang lebih formal kesilauan

adalah brightness yang berada 13 dalam lapangan penglihatan yang menyebabkan rasa

ketidaknyamanan, gangguan (annoyance), kelelahan mata, dan atau gangguan

penglihatan. Pada umumnya kesilauan dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1) Disability Glare

Penyebab kesilauan ini adalah terlalu banyaknya cahaya secara langsung masuk

ke dalam mata dari sumber kesilauan sehingga menyebabkan kehilangan sebagian

dari penglihatan. Keadaan ini sering dialami oleh seorang yang mengendarai

kendaraan pada malam hari yang lampu dari kendaraan yang ada dihadapannya

terlalu terang.
2) Discomfort Glare

Kesilauan ini sering dialami oleh para tenaga kerja yang bekerja pada siang hari

menghadap ke jendela atau pada saat seseorang menatap lampu pada malam hari.

Efek kesilauan ini tergantung dari lamanya pemaparan.

3) Reflected Glare

Disebabkan oleh pantulan cahaya yang mengenai mata kita, dan pantulan

cahaya ini berasal dari benda yang mengkilap yang berada dalam lapangan

penglihatan (visual field). Disability glare dan discomfort glare dapat dikurangi

dengan cara:

1) Memperkecil luas dari permukaan yang sangat terang yang menyebabkan

kesilauan.

2) Memperbesar sudut terbentuk antara sumber kesilauan dan garis penglihatan tidak

kurang dari 30°

3) Meningkatkan brightness dari area yang mengelilingi sumber kesilauan.

Reflected glare dapat dikurangi dengan cara:

1) Mengurangi brightness/luminensi dari sumber cahaya.

2) Semua permukaan benda yang terdapat dalam lapangan penglihatan seharusnya

tidak dibuat mengkilap.

3) Meningkatkan penerangan umum.

Untuk mendistribusikan serta mengendalikan cahaya, luminaries yang merupakan

unit penerangan yang lengkap (lampu dan peralatannya) dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :
1) Penerangan langsung (direct lighting) Distribusi cahaya ke bawah 90-100% dan ke

atas 0-10%. Keuntungan cara ini adalah paling efisien karena banyaknya cahaya

yang mencapai permukaan kerja maksimum. Namun dapat menimbulkan bayangan

dan kesilauan jika sumber cahaya terlalu kuat.

2) Penerangan semi langsung (semidirect lighting) Distribusi cahaya ke bawah 60-

90% dan keatas 10-40%.

3) General diffuse

a) Diffusing enclore, distribusi cahaya ke atas 50%, ke bawah 50%.

b) Direct indirect, distribusi cahaya ke atas 40-60% dan ke bawah 40- 60%.

4) Semiindirect lighting Distribusi cahaya ke atas 60-90% dan ke bawah 10-40%.

5) Indirect lighting Distribusi cahaya ke atas 90-100% dan ke bawah 0-10%.

Keuntungan cara ini tidak menimbulkan kesilauan, namun mengurangi efisiensi

total yang jatuh pada permukaan kerja.

Beberapa contoh penggunaan lampu seperti:

a. Lampu Pijar (incandescent lamp) Keuntungan lampu pijar adalah memberikan

kesan psikis yang hangat karena warna cahayanya (kuning kemerahan) sehingga

lampu ini sangat tepat bila digunakan untuk tempat-tempat rekreasi. Kerugiannya

adalah kurang tepat apabila digunakan di tempat kerja.

b. Lampu pelepasan listrik / Electric Discharge Lamp/fluorescent Lamp. Keuntungan

lampu pelepasan listrik adalah:

1) Efisien lampu TL cukup tinggi dan umur desain cukup panjang.


Tabel 1. Jenis Lampu TL dan Efisiensinya

EFISIENSI
JENIS LAMPU
(LUMEN/WATT)
Carbon Filamen 3
Vacuum Tungsten Filamen 10
Frosted Filamen Lamp 14
Tungsten Argenta Filament 14
Halogen Lamp 22-30
Fluorescent Lamp:
44
a) Warn White
49
b) Day Light
50
c) White

2) Luminensi lampu TL umumnya rendah, sehingga kesilauan di tempat kerja dapat

dikurangi.

3) Warna cahaya lampu TL menyerupai cahaya matahari, sehingga warna objek tidak

mengalami perubahan warna.

Kerugiannya adalah:

a). Menyebabkan kedipan baik yang terlihat maupun yang tak terlihat oleh mata.

Penggunaan arus bolak-balik pada lampu TL akan menimbulkan perubahan

intensitas cahaya dengan frekuensi 50 Hertz, sehingga menimbulkan kedipan

yang tidak terlihat mata. Tetapi akan terlihat jika cahaya mengenai permukaan

yang mengkilap. Fenomena ini dinamakan “Stroboscopic Effect”. Akibat dari

kedipan ini adalah iritasi pada mata, sakit kepala, kelelahan mata, dan penurunan

efisiensi kerja. Cara mencegah stroboscopic effect yaitu dengan cara memasang

lampu di tempat kerja sebanyak 2 atau lebih yang dilengkapi dengan suatu alat

(three phase switching) untuk mengubah fase terang dan gelap sehingga cahaya

yang ditimbulkan oleh luminaiers tersebut merupakan cahaya yang continue.


b). Cahaya yang dihasilkan oleh lampu TL memberi pesan psikis yang tidak/kurang

ramah.

c. Cara Pengukuran Intensitas Cahaya

1) 4 in 1 Multi-function Environtment Meter

Alat yang digunakan adalah tipe Krisbow KW 06-291. 4 in 1 Multi-function

Environtment Meter adalah sebuah alat dengan banyak 17 fungsi, dalam sebuah alat

dapat digunakan untuk empat macam pengukuran, yaitu :

a) Light Meter untuk pengukuran intensitas cahaya di tempat kerja,

b) Relative Humidity Meter untuk pengukuran kelembaban udara di tempat kerja,

c) Sound Level Meter untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja,

d) Temperature Meter untuk pengukuran suhu ruangan tempat kerja. Prinsip kerja dari

light meter adalah sebuah photo cell yang bila kena cahaya akan menghasilkan arus

listrik. Makin kuat intensitas cahaya akan makin besar pula arus yang dihasilkan.

Besarnya intensitas cahaya dapat dilihat pada display alat.

2) Cara pengukuran intensitas cahaya dengan light meter pada Multi-function

Environtment Meter adalah sebagai berikut:

a) Tentukan titik pengukuran, yaitu titik-titik dimana pekerja melakukan pekerjaannya

baik dalam waktu singkat atau lama terpajan penerangan.

b) Arahkankan tombol ke dalam satuan Lux.

c) Hidupkan 4 in 1 Multi-function Environtment Meter dengan menekan tombol

ON/OFF.

d) Arahkan sensor photo cell ke arah sumber cahaya yang paling dekat dengan

aktivitas kerja yang dilakukan oleh pekerja.


e) Tinggi sensor cahaya ketika pengukuran intensitas cahaya adalah 80 cm dari

permukaan lantai atau setinggi pinggul orang dewasa.

f) Baca hasil pengukuran pada display dengan memilih angka yang lama muncul pada

display.

g) Catat hasil pengukuran.

d. Nilai Ambang Batas Penerangan di Tempat Kerja

Nilai Ambang Batas (NAB) untuk penerangan di tempat kerja di atur dalam

Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 tahun 1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan,

Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja.

Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 tahun 1964 Pasal 14 yang berisi :

1) Kadar penerangan diukur dengan alat-alat pengukur cahaya yang baik setinggi tempat

kerja yang sebenarnya atau setinggi perut untuk penerangan umum (± 1 meter).

2) Penerangan darurat harus mempunyai kekuatan paling sedikit 5 Lux (0,5 kaki lilin).

3) Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan dala lingkungan perusahaan harus paling

sedikit mempunyai kekuatan 20 Lux.

4) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan barang

kasar, seperti :

a) Mengerjakan bahan-bahan yang besar,

b) Mengerjakan arang atau abu,

c) Menyisihkan barang-barang yang besar,

d) Mengerjakan bahan tanah atau batu,

e) Gang-gang atau tangga dalam gedung yang selalu dipakai,


f) Gudang-gudang untuk menyimpan barang besar atau kasar. Harus paling sedikit

mempunyai kekuatan 50 Lux.

5) Penerangan yang cukup untuk pekerja-pekerja yang membedakan barangbarang kecil

secara sepintas lalu seperti :

a) Pemasangan yang kasar,

b) Mengerjakan barang besi dan baja yang setengah selesai (semi finished),

c) Penggilingan padi,

d) Pengupasan, pengambilan dan penyisihan bahan kapas,

e) Mengerjakan bahan-bahan pertanian lain yang kira-kira setingkat dengan di atas,

f) Kamar mesin dan uap,

g) Alat pengangkut orang dan barang,

h) Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman dengan kapal,

i) Tempat menyimpan barang-barang sedang dan kecil,

j) Kakus, tempat mandi dan urinoir, Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 100

Lux.

6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil yang

agak teliti, seperti :

a) Pemasangan alat-alat yang sedang,

b) Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar,

c) Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang,

d) Menjahit tekstil atau kulit yang berwarna muda,

e) Perusahaan dan pengawasan bahan-bahan makanan dalam kaleng,

f) Pembungkusan daging,
g) Mengerjakan kayu,

h) Melapis perabot, Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 200 Lux.

7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang-barang kecil

yang agak teliti, seperti :

a) Pekerjaan mesin yang teliti,

b) Pemeriksaan yang teliti,

c) Percobaan-percobaan yang teliti dan halus,

d) Pembuatan tepung,

e) Penyelesaian kulit dan penerimaan bahan-bahan katun atau wol berwarna muda,

f) Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca, pekerjaan arsip dan

seleksi surat-surat, harus paling sedikit mempunyai kekuatan 300 Lux.

8) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang halus dengan

kontras yang sedang dan dalam waktu yang lama, seperti :

a) Pemasangan yang halus,

b) Pekerjaan mesin yang halus,

c) Pemeriksaan yang halus,

d) Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca,

e) Pekerjaan kayu yang halus (ukuran-ukuran),

f) Menjahit barang-barang wol yang berwarna tua,

g) Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau pekerjaan kantor yang

lama dan teliti, Harus mempunyai kekuatan antara 500-1000 Lux.

9) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang-barang yang

sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama, seperti :
a) Pemasangan yang elastis halus (arlogi dll),

b) Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul),

c) Percobaan alat-alat yang ekstra halus,

d) Tukang las dan intan,

e) Penilaian dan penyisihan hasil tembakau,

f) Penyusunan huruf dan pemeriksaan kopi dalam percetakan,

g) Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna tua, Harus mempunyai

kekuatan paling sedikit 2000 Lux.

2.12 Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal)


1. Air Limbah
Limbah merupakan bahan buangan yang berbentuk cair, gas dan padat yang
mengandung bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya sehingga air
limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan
kesehatan lingkungan.
Air limbah yaitu air dari suatu daerah permukiman yang telah dipergunakan
untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang untuk menjaga lingkungan
hidup yang sehat dan baik.
2. Ciri- Ciri Air Limbah
Disamping kotoran yang biasanya terkandung dalam persediaan air bersih air
limbah mengandung tambahan kotoran akibat pemakaian untuk keperluan rumah
tangga, komersial dan industri. Beberapa analisis yang dipakai untuk penentuan ciri –
ciri fisik, kimiawi, dan biologis dari kotoran yang terdapat dari air limbah.
a. Ciri-ciri fisik
Ciri – ciri fisik utama air limbah adalah kandungan padat, warna, bau, dan
suhunya. Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak terlarut atau bahan padat
yang terapung serta senyawa – senyawa yang larut dalam air. Kandungan bahan
padat terlarut ditentukan dengan mengeringkan serta menimbang residu yang
didapat dari pengeringan.
Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum
air limbah. Jika warnanya coklat muda, maka umur air kurang dari 6 jam. Warna
abu – abu muda sampai setengah tua merupakan tanda bahwa air limbah sedang
mengalami pembusukanatau telah ada dalam sistem pengumpul untuk beberapa
lama. Bila warnanya abu – abu tua atau hitam, air limbah sudah membusuk setelah
mengalami pembusukan oleh bakteri dengan kondisi anaerobik.
Penentuan bau menjadi semakin penting bila masyarakat sangat mempunyai
kepentingan langsung atas terjadinya operasi yang baik pada sarana pengolahan air
limbah. Senyawa utama yang berbau adalah hidrogen sulfida, senyawa – senyawa
lain seperti indol skatol, cadaverin dan mercaptan yang terbentuk pada kondisi
anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat merangsang dari pada bau hidrogen
sulfida.
Suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari pada air bersih karena adanya
tambahan air hangat dari pemakaian perkotaan. Suhu air limbah biasanya bervariasi
dari musim ke musim, dan juga tergantung pada letak geografisnya.
b. Ciri-ciri kimia
Selain pengukuran BOD, COD dan TOC pengujian kimia yang utama adalah
yang bersangkutan dengan Amonia bebas, Nitrogen organik, Nitrit, Nitrat, Fosfor
organik dan Fosfor anorganik. Nitrogen dan fosfor sangat penting karena kedua
nutrien ini telah sangat umum diidentifikasikan sebagai bahan untuk pertumbuhan
gulma air. Pengujian – pengujian lain seperti Klorida, Sulfat, pH serta alkalinitas
diperlukan untuk mengkaji dapat tidaknya air limbah yang sudah diolah dipakai
kembali serta untuk mengendalikan berbagai proses pengolahan. (Linsley.K.R.
1995).
3. Jenis Limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Limbah cair
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair
(PP 82 thn 2001).
b. Limbah padat
Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada
umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan,
perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah
padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik,
bakteri, kulit telur, dll
c. Limbah gas dan partikel
Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat (limbah)
yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen
oksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida dan timah.
d. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau
beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat
merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan
beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses,
dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-
bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik
berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat
diketahui termasuk limbah B3.
BAB III
HASIL KUNJUNGAN
A. GIZI KERJA

1. Pemberian makanan tambahan

Pemberian makanan tambahan hanya diberikan pada pekerja lembur, makanan yang
diberikan hanya satu kali berupa nasi bungkus yang dibeli oleh bagian Sumber Daya
Manusia disesuaikan dengan jumlah pekerja lembur. Jam lembur dimulai pada pukul
17.00 WIB hingga paling lama sampai pukul 19.00 WIB.

2. Pemberian makan siang

Tidak ada pemberian makan siang dari perusahaan, tetapi perusahaan memberikan uang
beras minimal seharga 10 kg beras berdasarkan jabatan dan sesuai jumlah anggota
keluarga setiap bulannya. Makan siang pekerja beragam, ada yang membawa bekal dari
rumah, ada yang membeli nasi bungkus di koperasi setempat, atau membeli makan dari
warung luar. Jam makan siang dilakukan pada pukul 12.00 - 13.00 WIB. Perusahaan
tidak menyediakan ruang makan, sebagai gantinya para pekerja melakukan makan siang
di pos (tempat istirahat) disebelah tempat kerja dan sebagian ada yang melakukan
makan siang di ruang loker.

3. Variasi menu

Menu makan siang yang dimakan oleh para pekerja beragam. Para pekerja yang
membawa bekal makanan dari rumah, biasanya menu makanannya lebih bervariasi
setiap harinya dibanding dengan para pekerja yang membeli makanan dari warung luar,
karena biasanya para pekerja yang membeli makan siang dari luar, dikoordinir oleh satu
orang saja sehingga sering kali terjadi pengulangan menu setiap harinya. Menu
makanan biasanya terdiri dari nasi, sayur dan lauk pauk. Para pekerja sangat jarang
mengkonsumsi buah - buahan pada jam makan siang dan mengkonsumsi air mineral
galon yang disediakan perusahaan disetiap sudut ruangan tempat kerja. Dalam satu hari,
di satu sudut dapat menghabiskan 3 hingga 5 galon air mineral. Variasi menu
dikonsumsi pekerja yang membeli makan siang dari koperasi tergantung dari keinginan
pekerja tersebut.

4. Penyajian

Perusahaan tidak menyediakan makanan. Penyajian makanan tergantung dari masing -


masing pekerja. Pekerja yang membawa bekal makanan sendiri, menyajikan makanan
di kotak tempat makan, sedangkan pekerja yang membeli makanan baik di koperasi
ataupun di warung luar, penyajian makanan menggunakan kertas minyak.

5. Kelengkapan gizi

Makan siang.

Tn. A, 30 tahun, tinggi badan 174 cm, berat badan 74 kg, bekerja pada unit rangka atas
dengan beban kerja berat.

Jenis Komposisi Berat (gram) Total kalori (kkal)

Makanan utama Nasi putih 300 525

Tumis bayem 200 50

Ayam goring 55 150

Minum Air putih 500 ml 0

The manis Gula 13 gram 50

Jumlah 775

Jenis Komposisi Berat (gram) Total kalori (kkal)

Makanan utama Nasi putih 400 700

Sambel kentang (1 buah 100 87,5


kentang)

Ikan goreng 40 50

Minum Air putih 500 ml 0

Jumlah 837,5

Jumlah kalori yang dikonsumsi Tn.A usia 30 tahun selama 8 jam kerja = 1650,5 kkal

6. Kecukupan kalori

Data diambil dari 1 orang pekerja dengan beban kerja berat.

Tn. A usia 30 tahun/ BB 74 kg/ TB 174 cm

Perhitungan kebutuhan kalori kerja :

Keutuhan BMR : (15,3 x 74) + 679 = 1881,2 kkal

Kebutuhan kalori untuk aktivitas berat : 1,88 x 1881,2 = 3405,05 kkal

kebutuhan kalori untuk dalam 24 jam:

3405,05 + (10% x 3405,05) = 3745,555 kkal

Kebutuhan kalori selama 8 jam kerja:

45% x 3745,555 = 1685,49975 ≈ 1686 kkal

Kesimpulan : kecukupan kalori pekerja selama 8 jam adalah cukup.


B. SANITASI PERUSAHAAN

1. Kebersihan perusahaan

Kebersihan perusahaan secara keseluruhan tampak bersih dan tidak ada sampah yang
berserakan di ruangan dan halaman. Tempat sampah disediakan di dalam dan luar ruangan dan
diletakkan di lokasi strategis. Di beberapa tempat disediakan tempat sampah yang terdiri dari 3
macam jenis sampah yaitu organik, non organik dan sampah B3. Tempat sampah belum
memakai plastik hitam dan banyak yang tidak tertutup. Dalam pengelolaan sampah di tempat
penampungan sampah sementara tidak ada pemilahan antara sampah organik dengan sampah
anorganik. Setiap harinya sampah yang terkumpul dibawa ke TPA pada pagi hari. Terdapat
petugas cleaning service sebanyak kurang lebih 23 orang yang dibagi menjadi 2 shift yang
bertugas menjaga kebersihan lingkungan perusahaan.

2. Kerapian

Kerapian pada perusahaan ini sudah baik. Alat-alat dan bahan-bahan produksi tertata
dengan rapi ditempatnya masing-masing, sebagai contoh wadah bekas bahan kimia tersusun
rapi. Selain itu penataan untuk gerbong-gerbong lokomotif yang sudah tidak terpakai
ditempatkan dan ditata dengan rapi. Kemudian disediakan juga loker-loker untuk para pekerja
meletakan barang-barang milik pribadi, namun sangat disayangkan belum ada kesadaran dari
para pekerja untuk meletakan barang mereka dengan rapi.

3. MCK

Terdapat kurang lebih 6 titik lokasi MCK di Balai Yasa Yogyakarta yang tersebar dan
masing-masing titik terdapat 10 MCK, jumlah ini masih mencukupi untuk tenaga kerja di Balai
Yasa Yogyakarta yaitu 453 orang. Namun kondisi MCK tidak semuanya dalam kondisi baik.
MCK yang letaknya di bagian belakang dan samping kondisinya kotor. Sebagian sumber air
bersih kurang memenuhi syarat untuk dipakai mandi, hanya MCK pada bagian depan ruang
produksi yang dapat dipakai untuk mandi. Kebersihan MCK yang diperuntukkan bagi
pengunjung sudah cukup baik, hanya saja lantainya yang selalu basah membuat lantai nampak
sedikit kotor. Toilet yang tersedia sesuai dengan penempatan pekerja karena tenagakerja PT KAI
kinerja karyawan terpisah. Masing-masing ruangan ada beberapa wastafel yang kondisinya
sangat kotor dan kemungkinan jarang digunakan dan sebagian besar rusak. Jumlah wastafel
sudah sesuai standar namun kondisi wastafel yang tersedia tidak berfungsi secara maksimal.

4. Site Plan

Penataan lokasi perusahaan sudah terlihat rapi, terdapat banyak taman, area merokok di
ruangan terbuka, pohon-pohon hijau disekitar gedung. Banyak papan dan slogan mengenai K3
yang terletak di halaman maupun di ruangan. IPAL dan tempat pembuangan sampah terletak
jauh dari sumber air. Halaman tempat berkumpul cukup luas unuk digunakan tenaga kerja jika
sewaktu-waktu terjadi bencana.

5. Penerangan

Penerangan ruangan pekerjaan PT. KAI Balai Yasa Yogyakarta menggunakan dua sumber
cahaya yang berasal dari sumber cahaya alami melalui jendela di atap bengkel serta lorong
masuk bengkel serta sumber cahaya buatan yang berasal dari lampu fluorescent ditambah lampu
LED yang berjarak kira-kira 3 meter satu lampu dengan lainnya yang digunakan pada sore
sampai malam hari, dari hasil pengumpulan data pencahayaan tersebut dapat menghasilkan
besaran pancaran cahaya sekitar 200-300 lux, yang menyatakan bahwa ruangan kerja tersebut
mendapatkan sinar cahaya yang cukup untuk jenis kegiatan pekerjaan kasar, terus menerus, dan
pekerjaan rutin.

6. Penyediaan Air bersih

Sumber air yang digunakan dalam kebutuhan air bersih sehari-hari PT. KAI Balai Yasa
Yogyakarta menggunakan air tanah yang dikelola sendiri oleh perusahaan dan disimpan pada
tangki air berukuran besar, sebagian air yang dihasilkan berwarna jernih dan tidak berbau,
mengenai kualitas air kurang baik tidak bisa dipakai untuk mandi dan minum, tetapi ada
sebagian pipa sudah diganti dengan pipa PVC sehingga air layak dipakai untuk mandi.
Pemeriksaan air bersih dilakukan 6 bulan sekali oleh tenaga ahli, dan hasil pengamatan di
lapangan sumber mata air jauh dari instalasi IPAL maupun septik tank. Untuk air minum PT.
KAI Balai Yasa Yogyakarta menyediakan air galon kemasan dan tempat air minum plastik bagi
seluruh tenaga kerja.
7. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

Sistem pembuangan limbah PT KAI menggunakan metode pengolahan secara fisika,


dimana prosesnya meliputi proses flotasi menyisihkan bahan yang mengapung seperti minyak
dan oli, flotasi agar dapat memisahkan bahan-bahan tersuspensi atau pemekatan lumpur
endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas ( air flotation), setelah
proses flotasi dilanjutkan proses absorb atau proses reverse osmosis biasanya dengan karbon
aktif untuk menyisihkan senyawa aromatic seperti fenol dan senyawa organic terlarut lainnya.

Adapun sistem pembungan PT KAI adalah sebagai berikut:

 Limbah sampah domestik organik dan non organik disatukan dengan


limbah besi.
 Limbah oli yang terkumpul di simpan dalam drum besi dan disimpan
dalam gudang B3 yang kemudian akan di angkut secara berkala.
 Limbah air yang bercampur dengan oli akan dikumpulkan dalam tanki
penampungan limbah yang akan disalurkan ke instalasi pengolahan limbah
(IPAL) yang akan memisahkan air dengan oli secara otomatis. Oli akan
ditampung ke dalam drum sedangkan air yang sudah bersih akan dibuang
ke drainase.

Namun saat ini pihak PT KAI sedang melakukan proses untuk mengelolah sisa air limbah
agar tidak langsung dibuang ke drainase, dikarenakan ada laporan dari Badan Lingkungan Hidup
bahwa air tanah di sekitar perusahaan PT KAI tercemar. Saat ini pihak KAI sedang membuat
kolam penampungan khusus agar air hasil limbah tidak langsung dibuang ke drainase karena
harus diuji terlebih dahulu apakah air tersebut membahayakan bagi lingkungan sekitar atau tidak,
dengan cara memelihara ikan di dalam penampungan air limbah tersebut. Jika ikan tersebut dapat
hidup dalam air yang ada dipenampungan maka air limbah tersebut dikatakan bersih dan layak
dibuang ke drainase.

Petugas pada bagian pengelolaan limbah cair tidak memakai alat pelindung diri secara
lengkap seperti sarung tangan, masker,
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Aspek Gizi
1. Balai YASA YOGYAKARTA belum sesuai dengan peraturan yaitu Surat Edaran Mentri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 01/MEN/1979 tentang pengadaan kantin dan
ruang makan, dimana balai YASA YOGYAKARTA tidak memiliki kantin.
2. Balai YASA YOGYAKARTA sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1951 dan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948 bahwa perusahaan boleh menyimpang dari waktu
kerja yang ditelah disepakati (9 jam shari dan 54 jam seminggu, dengan catatan
perusahaan harus memberi makanan dan minuman dengan kalori minimal 1400 kkal.
3. Kebutuhan kalori pekerja selama 8 jam sudah tercukupi.
4. Rata-rata variasi menu makanan para pekerja belum memenuhi criteria gizi seimbang,
walaupun kebutuhan kalori pekerja selama 8 jam sudah tercukupi.

Aspek Sanitasi
1. Kebersihan perusahaan PT KAI sudah cukup, namun perlu diperhatikan lagi seperti
tempat sampah yang belum sesuai standar
2. Kerapian perusahaan PT KAI sudah cukup, namun perlu diperhatikan lagi seperti loker-
loker yang tidak dimanfaatkan secara maksimal sehingga masih banyak yang diletakkan
di luar loker.
3. Kuantitas MCK di perusahaan PT KAI sudah cukup namun secara kualitas masih kurang
baik sehingga perlu dilakukan perawatan secara rutin
4. Penataan lokasi perusahaan PT KAI sudah tertata rapi sehingga harus dipertahankan
5. Penerangan di perusahaan PT KAI sudah cukup, namun jika perlu ditingkatkan lagi
6. Penyediaan air bersih belum secara maksimal karena belum bisa digunakan unuk mandi
dan minum sehingga harus ditingkatkan lagi penyediaannya
7. Pengelolaan air limbah sedang ditingkatkan kualitasnya agar sesuai dengan aturan dan
tidak mencemari lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, dkk, 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Buku Kompas, Jakarta.
Anwar Musadad, 2003, Sanitasi rumah sakit sebagai investasi, http://www.kalbe. co.id/
files/cdk/files/10SanitasiRS083.pdf/0SanitasiRS083.html, diakses tanggal 20 Januari 2011.
Anwar, M. S. H Saaludian, 1999, Studi Lingkungan Perairan air Sungai di Kecamatan Gambut
dan Kertak Hanyu Kalimantan Selatan, Jakarta, Jurnal Lingkungan dan Pembangunan,
10;3 : 183 – 192, 1990.
Azwar, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Bahtiar, 2006, Kondisi Sanitasi Lingkungan Kapal penumpang PT. Pelni KM.
Lambelu, Makassar, Sulawesi Selatan.
Depkes RI, 1999, Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi, Ditjen PPM dan PL, Jakarta.
Echols dan Shadily, 2003, Kamus Inggris Indonesia,Gramedia, Jakarta.
Ehler, V and Steel, 1986, Municipal and Rural Sanitation, 6 th Edition, Mc Graw Hill Book,
New York.
Entjang 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Citra Adtya Bakti, Bandung.
Mawardi, 1992, Standar sanitasi World Health Organization, http://www.depkes.
go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=946&Itemid=2, diakses tanggal 23
Januari 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat “Prinsip-prinsip dasar”, Rineka
Cipta, Jakarta.
Putranto, Haryanto 1993, Kesehatan Lingkungan,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Rantetampang, A.L., 1985, Pengaruh Penyakit Cacing pada Murid Kelas III dan IV Sekolah
Dasar II Abepura,http://digilib.unikom.ac.id/print.php?id= ijptuncen-gdl-res-1985-al-1127,
diakses tanggal 20 Januari 2011.
Slamet Purwanto, Sudiharjo, Bambang Ristanto, dkk, 2001,Penyediaan Air Bersih, Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai,
Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Wulandari, Agustin Puryani. 2010. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadeap Aktifitas Kerja
Bagian Produksi di PT. Indofood CBT Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Soemirat. S, 2004, Kesehatan Lingkungan, UGM, Yogyakarta.
Umar, 2003, Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan. Ujung Pandang: FKM Unhas, Widya:
Jakarta.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
WHO, 2002, Linking Program Evaluation to User Needs, The Politics of Program Evaluation,
Sage, USA.
Wijono, Djoko, 1999, Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan, Airlangga
University Press, Surabaya.
Yula, 2006 Hubungan sanitasi Rumah Tinggal Dan Hygiene Perorangan Dengan Kejadian
Dermatitis Di Desa Moramo Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan, Skripsi,
Universitas Haluoleo, Kendari.
LAMPIRAN

Lingkungan Perusahaan
MCK
IPAL
KOPERASI

Site Plan

Anda mungkin juga menyukai