Disusun oleh :
KELOMPOK 4
GIZI
2.1 Gizi Kerja
Ilmu gizi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana memberikan
makanan kepada hubungan dengan sebaik-baiknya sehingga tubuh dalam kesehatan yang
optimal. Sedangkan gizi adalah kesehatan seseorang yang dihubungkan dengan makanan
yang dikonsumsinya.
Gizi kerja adalah gizi yang diperlukan tenaga kerja untuk melakukan suatu
pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya, sehingga tercapai tingkat
produktivitas dan efisiensi kerja yang setingi-tingginya.
Zat gizi adalah bahan dasar yang menyusun bahan makanan. Zat gizi yang dikenal
ada lima, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan adalah bahan-
bahan makanan yang dapat digolongkan menurut makanan pokok (nasi, roti), lauk-pauk,
sayur-mayur, buah-buahan, dan susu. Bahan-bahan ini mengandung zat yang diperlukan
oleh tubuh, seperti protein karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Oleh karena itu
makanan yang cocok adalah makanan berimbang.
Gizi kerja merupakan upaya promotif, syarat penting untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan produktivitas kerja. Penerapan gizi kerja di perusahaan menjadi keharusan
investasi yang rasional bagi perbaikan kualitas tenaga kerja. Penyelenggaraan gizi kerja
di perusahaan dapat dilaksanakan oleh perusahaan sendiri, pengusaha boga atau kafetaria
yang diorganisasi oleh perusahaan. Namun menyelenggarakan gizi kerja yang baik bukan
sekedar memenuhi kewajiban memberikan makanan dengan sumber standar tertentu
kepada tenaga kerja.
Sedangkan produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa
mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Peningkatan produktivitas
berlainan dengan peningkatan produksi, karena meningkatnya produksi belum tentu
disertai peningkatan produktivitas.
2.2 Gizi dan Produktivitas Kerja
Sumber daya manusia yang berkualitas memegang peran utama dalam
peningkatan produktivitas. Usaha untuk meningkatkan produktivitas dilakukan melalui
peningkatan efisiensi kerja serta asupan energi dan zat gizi yang memadai (Kementrian
Kesehatan RI, 2010). Gizi yang baik akan meningkatkan derajat kesehatan yang tinggi
pada pekerja dan akan mempengaruhi produktivitas nasional.
Tingkat absensi yang tinggi ditambah lagi dengan prestasi kerja rendah akan
menyebabkan produktivitas yang rendah pula. Untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal mutlak diperlukan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dengan
jumlah sesuai dengan yang dianjurkan. Bila jumlah zat gizi atau kalori yang diperlukan
tidak terpenuhi atau berlebihan, maka kesehatan yang optimal tidak dapat dicapai. Untuk
itulah, perlu diketahui besarnya kalori yang dibutuhkan agar kesehatan yang optimal
dapat tercapai.
Usia
Makin bertambahnya usia, kebutuhan zat gizi seseorang relatif lebih rendah untuk tiap
kilogram berat badannya (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
Ukuran Tubuh
Seseorang yang bertubuh besar mempunyai bidang permukaan tubuh dan jaringan aktif
yang lebih besar daripada seseorang yang bertubuh kecil sehingga metabolisme
basal/basal metabolic rate (BMR)nya akan lebih besar daripada orang yang bertubuh
kecil (Marsetyo, 1991)
Jenis Kelamin
Laki-laki lebih banyak membutuhkan kalori daripada perempuan karena laki-laki lebih
banyak mempunyai otot dan lebih aktif melakukan pekerjaan sehingga mengeluarkan
kalori lebih banyak. Biasanya energi minimal yang diperlukan perempuan 10% lebih
rendah dari kebutuhan energi minimal yang diperlukan seorang laki-laki (Marsetyo,1991)
Jenis Pekerjaan
Berat ringannya beban kerja seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan
pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, seharusnya waktu
yang dihabiskan untuk bekerja semakin pendek agar terhindar dari kelelahan dan
gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. (Kementrian Kesehatan RI, 2010).
Pengelompokan aktivitas atau beban kerja (ringan, sedang, dan berat) berdasarkan
proporsi waktu kerja dapat dilihat pada tabel berikut:
a. Kondisi Fisiologis
Contoh kondisi fisiologis yang mempengaruhi kebutuhan gizi kerja adalah keadaan hamil
dan menyusui. Selama kehamilan, zat gizi juga diperlukan untuk perkembangan janin
sehingga pekerja perempuan yang sedang hamil membutuhkan tambahan energi dan zat
gizi lainnya seperti zat besi dan asam folat.
b. Kondisi Tertentu
Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam menentukan besarnya kebutuhan zat gizi
pada pekerja adalah kondisi tertentu seperti anemia zat besi dan kelebihan berat badan.
1. Suhu
Tempat kerja dengan yang suhu tinggi akan mengalami proses penguapan yang tinggi
pula sehingga pekerja mengeluarkan banyak keringat. Untuk itulah, diperlukan kebutuhan
air dan mineral sebagai pengganti cairan yang keluar dari tubuh serta disarankan untuk
mengonsumsi air putih, sayur dan buah.
3. Bahan Radiasi
Bahan radiasi dapat mengganggu metabolisme sel sehingga diperlukan tambahan protein
dan antioksidan untuk proses regenerasi sel.
4. Parasit dan Mikroorganisme
Pekerja di daerah pertanian dan pertambangan sering terserang cacing yang dapat
mengganggu fungsi alat pencernaan dan menyebabkan hilangnya zat-zat gizi sehingga
dibutuhkan tambahan zat gizi.
Faktor-faktor tersebut di atas harus menjadi dasar dalam perhitungan besarnya energi,
kompisisi zat gizi dan menu untuk konsusmsi pekerja. Oleh karena itu, sebelum mengatur
menu makanan pada pekerja, terlebih dahulu harus diketahui jenis kelamin, usia, berat
badan dan jenis pekerjaan untuk memperhitungkan kebutuhan energi per hari sesuai
dengan angka kecukupan gizi (2004).
SANITASI
2.9 Definisi
Usaha peningkatan kesehatan lingkungan yang umumnya dikenal dengan sebutan
sanitasi merupakan salah satu tindakan yang dimaksudkan untuk pemeliharaan kesehatan
maupun pencegahan penyakit pada lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Sanitasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata sanitation yang diartikan sebagai
penjagaan kesehatan (Echols dan Shadily, 2003). Ehler dan Steel dalam Anwar (1999)
mengemukakan bahwa sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap
faktor lingkungan yang dapat menjadi mata rantai penularan penyakit. Sedangkan menurut
Azwar (1990) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitik beratkan pada pengawasan teknik terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang
mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama
terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup (Yula, 2006).
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit dengan melenyapkan atau
mengendalikan faktor-faktor risiko lingkungan yang merupakan mata rantai penularan
penyakit (Ehler, 1986). Selanjutnya, Wijono (1999) menyatakan bahwa sanitasi
merupakan kegiatan yang memadukan (colaboration) tenaga kesehatan lingkungan
dengan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini dilandasi oleh adanya keterkaitan peran dan
fungsi tenaga kesehatan di dalam kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat yang terpadu
dan komprehensif. Colaboration kegiatan sanitasi dikoordinir oleh tenaga kesehatan
lingkungan atau sanitarian yang memiliki kompetensi dan keahlian mereka di bidang
kesehatan lingkungan. Sedangkan tenaga medis, perawat, bidan, petugas farmasi, petugas
laboratorium dan petugas penyuluh kesehatan berperan sebagai mitra kerja.
Rantetampang (1985) mengungkapkan bahwa sanitasi ialah suatu cara untuk
mencegah berjangkitnya penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari
sumber penularan. Putranto (1993) juga menyatakan bahwa sanitasi adalah usaha-usaha
kesehatan lingkungan yang menitik beratkan pada pengawasan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Selanjutnya, Soemirat (2004) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Entjang (2000)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah pengawasan lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dimana
lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak, dan yang merugikan diperbaiki
atau dihilangkan.
2.10 Sanitasi industri
Sanitasi adalah usaha masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai
faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi industri
adalah usaha kesehatan masyarakat dalam batas - batas tertentu tetmasuk cara
pencegahan penyakit menular atau lain - lain gangguan kesehatan tenaga kerja yang tidak
dapat dipisahkan dalam proses industri.
Unsur pokok sanitasi industri meliputi beberapa hal antara lain (1). Unsut hygine,
(2), unsur estetika, (3), unsur ekonomi. aspek lingkungan industri dibagi menjadi empat
golongan meliputi antara lain (1), golongan fisik, (2), golongan kimia, (3), golongan
biologi, (4), golongan ergonomi. Beberapa hal yang harus terpenuhi dalam sanitasi
industri antara lain meliputi:
1. Pengadaan air bersih
Kebutuhan air industri digunakan untuk pendingin, pelarut, katalis, pembersih,
penghasil panas dan tenaga, keperluan tenaga kerja, dan pemadam kebakaran.
2. Pengadaan air minum
Air minum diartikan air yang langsung dapat diminum yaitu air yang bebas dari unsur
kimia dan mikrobiologi serta aman diminum. Air konsumsi adalah air yang memenuhi
syarat sebagaimana ditetapkan menteri kesehatan. Proses pengolahan air minum
meliputi beberapa tahapan antara lain (1) penyaringan, pengendapan, menghilangkan
partikel tersuspensi dan koloid, penyaringan dan disinfeksi.
3. Penampungan air buangan
Air buangan sering disebut juga air limbah yaitu semua cairan yang dibuang baik
mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuhan, dan mengandung sisa- sisa
bahan industri. Air buangan dibagi menjadi empat macam antara lain (1) air kotor yaitu
air buangan dari kloset dan peturasan; (2) air bekas yaitu air buangan dari bak mandi,
wastafel, dan dapur; (3) air hujan dan (4) air buangan khusus biasanya mengandung gas,
racun, atau bahan berbahaya dari industri, labroratorium dan rumah sakit. Air buangan
industri tidak boleh dibuang langsung masuk badan sungai harus melalui proses
pengandalian melalui instalasi pengolahan air limbah atau sering disebut IPAL.
4. Pembuangan sampah
Sampah sering dibuang dengan sistem dumping ini sangat merugikan karena akan
mengakibatkan teejadinya (1) pencemaran; (2) pengotoran; (3) kekurangan O2; (4)
mengganggu kesehatan; timbulnya berbagai macam penyakit; (5) estetika kurang
nyaman; (6) menimbulkan bau busuk. Berdasarkan UU No: 18 tahun 2008 tentang
sampah pada pasal (9) ayat (1) penyelenggaraan pengelolaan sampah berupa penyediaan
tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan sementara,
tempat pengolahan sampah terpadu, dan / atau tempat pemrosesan terakhir sampah.
5. Penyediaan makanan dan minuman
Sanitasi makanan lebih banyak ditekankan pada upaya membebaskan makanan dari zat
- zat yang membahayakan atau mencegah agar bahan makanan yang mengandung zat -
zat yang membahayakan kehidupan tidak dikonsumsi. Golongan penyebab keracuan
ditinjau dari sanitasi makanan dibedakan menjadi :
a. Golongan parasit
Golongan parasit mencemari makanan disebabkan oleh amuba dan cacing
menyebabkan penyakit disentri, taenia saginata, taenia solium, trichinosis dan
diphyllobotrium.
b. Golongan mikroorganisme
Golongan mikro organisme disebabkan oleh berbagai jenis bakteri yang dapat
menyebakan penyakit seperti bakteri shigella menimbulkan penyakit disentri
basiler, salmonellosis menimbulkan penyakit tifus perut, paratifus A,
streptococcus menyebabkan penyakit scarlet fever atau septic sore throat dan
virus menyebabkan penyakit hepatitis.
c. Golongan kimia
Golongan kimia mencemari makanan karena kelalaian misalnya meletakan
inseksida berdekatan dengan bumbu dapur, pembungkus makan yang
mengandung bahan kimia. Zat kimia yang sering mencemari makanan antara lain
antimony, arsen, cadmium, tembaga, cyanide, flour, timah hitam, dan seng.
d. Golongan fisik
Golongan fisik mencemari makanan sebagai contoh misalnya bahan makanan
terkintaminasi dengan bahan radioaktif.
e. Golongan toxin
Golongan toxin mencemari makanan karena bahan makanan itu sendiri telah
mengandung racun contoh cendawan, kacang, umbi, kerang dsb. Toxin yang
disebabkan oleh mikro organism sepeti toxin yang dihasilkan oleh botilisme,
staphylococcus dan clpstridium welchii. Penyediaan makanan dan minuman di
petusahaan yang perlu pengawasan yang ketat agar tidak terjadi keracunan
terhadap tenaga kerja. Guna menjamin hal tersebut berdasarkan Surat Edaran
Menakertrans No : SE. 01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruangruang
tempat makan yaitu bagi semua perusahaan yang memperkerjakan 50 - 200
tenaga kerja supaya menyediakan ruang atau tempat makan dan perusahaan yang
mempunyainlebih dari 200 tenaga kerja agar menyediakan kantin di perusahaan.
2.11 Penerangan
a. Pengertian Penerangan
Menurut Ching, (1996) ada tiga metode untuk penerangan yaitu, penerangan
umum, penerangan lokal dan penerangan cahaya aksen. Penerangan umum atau baur
menerangi ruangan secara merata dan umumnya terasa baur. Penerangan lokal atau
penerangan untuk kegunaan khusus, menerangi sebagian ruang dengan sumber cahaya
penerangan dibedakan menjadi dua yaitu, penerangan alamiah dan penerangan buatan.
Sumber cahaya alamiah pada siang hari adalah matahari dengan cahayanya yang kuat
tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Cahaya buatan adalah cahaya yang
dihasilkan oleh elemen-elemen buatan, dimana kualitas dan kuantitas cahaya yang
dengan merencanakan cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau karena alasan
buatan dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat. Dalam kaitan ini perlu
diingatkan adanya penerangan umum dan penerangan khusus atau setempat (Manuaba,
1998). Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang
dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Permasalahan
penerangan meliputi kemampuan manusia untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari indera
10 penglihatan, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek lebih baik dan
keperluan. Oleh karena itu penerangan merupakan faktor lingkungan yang sangat perlu
Penerangan yang baik penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam
tanpa penerangan yang memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan
mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan
yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara
kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi,
Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran objek,
derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi dari lapangan penglihatan,
yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta
lamanya melihat (Suma’mur, 1995). Faktor ukuran objek, derajat kontras antar objek
satu dengan yang lain, misalnya suatu objek dengan kontras kurang, dapat dilihat
apabila objek 11 tersebut cukup besar atau bila penerangannya cukup baik. Hal ini
sangat perlu diperhatikan pada setiap jenis pekerjaan agar dalam sebuah proses
produksi, pekerja dapat melihat objek kerja dengan baik dan nyaman, tanpa
upayaupaya yang melelahkan. Upaya mata yang melelahkan menjadi sebab kelelahan
mental. Gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya
konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu, apabila pekerja mencoba
akomodasi lebih dipaksa, dan mungkin terjadi penglihatan rangkap atau kabur yang
Untuk mencegah kelelahan mental oleh upaya mata yang berlebihan, perlu
diusahakan beberapa cara. (Suma’mur, 1995). Ada beberapa cara untuk mengurangi
kelelahan mata, seperti perbaikan kontras, cara ini paling mudah dan paling sederhana,
serta dilakukan dengan memilih latar penglihatan yang tepat. Cara berikutnya dengan
dua kali dibesarkan. Dalam berbagai hal, masih perlu dipakai lampu-lampu di daerah
kerja untuk lebih memudahkan penglihatan. Cara terakhir adalah pemindahan tenaga
kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan oleh tenaga
kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat dipindahkan kepada
tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya 12 yang tidak
dari penerangan yang baik ditentukan oleh pembagian luminansi dalam lapangan
penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar, warna dan panas penerangan terhadap
yang diperlukan, bagian yang akan diamati dan kemampuan dari objek tersebut untuk
memantulkan cahaya yang jatuh padanya, serta brightness dari sekitar objek. Untuk
melihat suatu benda atau objek yang berwarna gelap dan kontras antara objek dan
sekitarnya jelek, diperlukan intensitas penerangan yang tinggi (beberapa ribu lux),
sedangkan untuk objek atau benda yang berwarna cerah, kontras antara objek dan
langsung (direct glare) atau kesilauan karena pantulan cahaya dari permukaan yang
cahaya yang tidak diinginkan (unwanted light). Definisi yang lebih formal kesilauan
adalah brightness yang berada 13 dalam lapangan penglihatan yang menyebabkan rasa
1) Disability Glare
Penyebab kesilauan ini adalah terlalu banyaknya cahaya secara langsung masuk
dari penglihatan. Keadaan ini sering dialami oleh seorang yang mengendarai
kendaraan pada malam hari yang lampu dari kendaraan yang ada dihadapannya
terlalu terang.
2) Discomfort Glare
Kesilauan ini sering dialami oleh para tenaga kerja yang bekerja pada siang hari
menghadap ke jendela atau pada saat seseorang menatap lampu pada malam hari.
3) Reflected Glare
Disebabkan oleh pantulan cahaya yang mengenai mata kita, dan pantulan
cahaya ini berasal dari benda yang mengkilap yang berada dalam lapangan
penglihatan (visual field). Disability glare dan discomfort glare dapat dikurangi
dengan cara:
kesilauan.
2) Memperbesar sudut terbentuk antara sumber kesilauan dan garis penglihatan tidak
sebagai berikut :
1) Penerangan langsung (direct lighting) Distribusi cahaya ke bawah 90-100% dan ke
atas 0-10%. Keuntungan cara ini adalah paling efisien karena banyaknya cahaya
3) General diffuse
b) Direct indirect, distribusi cahaya ke atas 40-60% dan ke bawah 40- 60%.
kesan psikis yang hangat karena warna cahayanya (kuning kemerahan) sehingga
lampu ini sangat tepat bila digunakan untuk tempat-tempat rekreasi. Kerugiannya
EFISIENSI
JENIS LAMPU
(LUMEN/WATT)
Carbon Filamen 3
Vacuum Tungsten Filamen 10
Frosted Filamen Lamp 14
Tungsten Argenta Filament 14
Halogen Lamp 22-30
Fluorescent Lamp:
44
a) Warn White
49
b) Day Light
50
c) White
dikurangi.
3) Warna cahaya lampu TL menyerupai cahaya matahari, sehingga warna objek tidak
Kerugiannya adalah:
a). Menyebabkan kedipan baik yang terlihat maupun yang tak terlihat oleh mata.
yang tidak terlihat mata. Tetapi akan terlihat jika cahaya mengenai permukaan
kedipan ini adalah iritasi pada mata, sakit kepala, kelelahan mata, dan penurunan
efisiensi kerja. Cara mencegah stroboscopic effect yaitu dengan cara memasang
lampu di tempat kerja sebanyak 2 atau lebih yang dilengkapi dengan suatu alat
(three phase switching) untuk mengubah fase terang dan gelap sehingga cahaya
ramah.
Environtment Meter adalah sebuah alat dengan banyak 17 fungsi, dalam sebuah alat
d) Temperature Meter untuk pengukuran suhu ruangan tempat kerja. Prinsip kerja dari
light meter adalah sebuah photo cell yang bila kena cahaya akan menghasilkan arus
listrik. Makin kuat intensitas cahaya akan makin besar pula arus yang dihasilkan.
ON/OFF.
d) Arahkan sensor photo cell ke arah sumber cahaya yang paling dekat dengan
f) Baca hasil pengukuran pada display dengan memilih angka yang lama muncul pada
display.
Nilai Ambang Batas (NAB) untuk penerangan di tempat kerja di atur dalam
1) Kadar penerangan diukur dengan alat-alat pengukur cahaya yang baik setinggi tempat
kerja yang sebenarnya atau setinggi perut untuk penerangan umum (± 1 meter).
2) Penerangan darurat harus mempunyai kekuatan paling sedikit 5 Lux (0,5 kaki lilin).
3) Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan dala lingkungan perusahaan harus paling
kasar, seperti :
b) Mengerjakan barang besi dan baja yang setengah selesai (semi finished),
c) Penggilingan padi,
j) Kakus, tempat mandi dan urinoir, Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 100
Lux.
6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil yang
f) Pembungkusan daging,
g) Mengerjakan kayu,
d) Pembuatan tepung,
e) Penyelesaian kulit dan penerimaan bahan-bahan katun atau wol berwarna muda,
f) Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca, pekerjaan arsip dan
g) Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau pekerjaan kantor yang
sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama, seperti :
a) Pemasangan yang elastis halus (arlogi dll),
Pemberian makanan tambahan hanya diberikan pada pekerja lembur, makanan yang
diberikan hanya satu kali berupa nasi bungkus yang dibeli oleh bagian Sumber Daya
Manusia disesuaikan dengan jumlah pekerja lembur. Jam lembur dimulai pada pukul
17.00 WIB hingga paling lama sampai pukul 19.00 WIB.
Tidak ada pemberian makan siang dari perusahaan, tetapi perusahaan memberikan uang
beras minimal seharga 10 kg beras berdasarkan jabatan dan sesuai jumlah anggota
keluarga setiap bulannya. Makan siang pekerja beragam, ada yang membawa bekal dari
rumah, ada yang membeli nasi bungkus di koperasi setempat, atau membeli makan dari
warung luar. Jam makan siang dilakukan pada pukul 12.00 - 13.00 WIB. Perusahaan
tidak menyediakan ruang makan, sebagai gantinya para pekerja melakukan makan siang
di pos (tempat istirahat) disebelah tempat kerja dan sebagian ada yang melakukan
makan siang di ruang loker.
3. Variasi menu
Menu makan siang yang dimakan oleh para pekerja beragam. Para pekerja yang
membawa bekal makanan dari rumah, biasanya menu makanannya lebih bervariasi
setiap harinya dibanding dengan para pekerja yang membeli makanan dari warung luar,
karena biasanya para pekerja yang membeli makan siang dari luar, dikoordinir oleh satu
orang saja sehingga sering kali terjadi pengulangan menu setiap harinya. Menu
makanan biasanya terdiri dari nasi, sayur dan lauk pauk. Para pekerja sangat jarang
mengkonsumsi buah - buahan pada jam makan siang dan mengkonsumsi air mineral
galon yang disediakan perusahaan disetiap sudut ruangan tempat kerja. Dalam satu hari,
di satu sudut dapat menghabiskan 3 hingga 5 galon air mineral. Variasi menu
dikonsumsi pekerja yang membeli makan siang dari koperasi tergantung dari keinginan
pekerja tersebut.
4. Penyajian
5. Kelengkapan gizi
Makan siang.
Tn. A, 30 tahun, tinggi badan 174 cm, berat badan 74 kg, bekerja pada unit rangka atas
dengan beban kerja berat.
Jumlah 775
Ikan goreng 40 50
Jumlah 837,5
Jumlah kalori yang dikonsumsi Tn.A usia 30 tahun selama 8 jam kerja = 1650,5 kkal
6. Kecukupan kalori
1. Kebersihan perusahaan
Kebersihan perusahaan secara keseluruhan tampak bersih dan tidak ada sampah yang
berserakan di ruangan dan halaman. Tempat sampah disediakan di dalam dan luar ruangan dan
diletakkan di lokasi strategis. Di beberapa tempat disediakan tempat sampah yang terdiri dari 3
macam jenis sampah yaitu organik, non organik dan sampah B3. Tempat sampah belum
memakai plastik hitam dan banyak yang tidak tertutup. Dalam pengelolaan sampah di tempat
penampungan sampah sementara tidak ada pemilahan antara sampah organik dengan sampah
anorganik. Setiap harinya sampah yang terkumpul dibawa ke TPA pada pagi hari. Terdapat
petugas cleaning service sebanyak kurang lebih 23 orang yang dibagi menjadi 2 shift yang
bertugas menjaga kebersihan lingkungan perusahaan.
2. Kerapian
Kerapian pada perusahaan ini sudah baik. Alat-alat dan bahan-bahan produksi tertata
dengan rapi ditempatnya masing-masing, sebagai contoh wadah bekas bahan kimia tersusun
rapi. Selain itu penataan untuk gerbong-gerbong lokomotif yang sudah tidak terpakai
ditempatkan dan ditata dengan rapi. Kemudian disediakan juga loker-loker untuk para pekerja
meletakan barang-barang milik pribadi, namun sangat disayangkan belum ada kesadaran dari
para pekerja untuk meletakan barang mereka dengan rapi.
3. MCK
Terdapat kurang lebih 6 titik lokasi MCK di Balai Yasa Yogyakarta yang tersebar dan
masing-masing titik terdapat 10 MCK, jumlah ini masih mencukupi untuk tenaga kerja di Balai
Yasa Yogyakarta yaitu 453 orang. Namun kondisi MCK tidak semuanya dalam kondisi baik.
MCK yang letaknya di bagian belakang dan samping kondisinya kotor. Sebagian sumber air
bersih kurang memenuhi syarat untuk dipakai mandi, hanya MCK pada bagian depan ruang
produksi yang dapat dipakai untuk mandi. Kebersihan MCK yang diperuntukkan bagi
pengunjung sudah cukup baik, hanya saja lantainya yang selalu basah membuat lantai nampak
sedikit kotor. Toilet yang tersedia sesuai dengan penempatan pekerja karena tenagakerja PT KAI
kinerja karyawan terpisah. Masing-masing ruangan ada beberapa wastafel yang kondisinya
sangat kotor dan kemungkinan jarang digunakan dan sebagian besar rusak. Jumlah wastafel
sudah sesuai standar namun kondisi wastafel yang tersedia tidak berfungsi secara maksimal.
4. Site Plan
Penataan lokasi perusahaan sudah terlihat rapi, terdapat banyak taman, area merokok di
ruangan terbuka, pohon-pohon hijau disekitar gedung. Banyak papan dan slogan mengenai K3
yang terletak di halaman maupun di ruangan. IPAL dan tempat pembuangan sampah terletak
jauh dari sumber air. Halaman tempat berkumpul cukup luas unuk digunakan tenaga kerja jika
sewaktu-waktu terjadi bencana.
5. Penerangan
Penerangan ruangan pekerjaan PT. KAI Balai Yasa Yogyakarta menggunakan dua sumber
cahaya yang berasal dari sumber cahaya alami melalui jendela di atap bengkel serta lorong
masuk bengkel serta sumber cahaya buatan yang berasal dari lampu fluorescent ditambah lampu
LED yang berjarak kira-kira 3 meter satu lampu dengan lainnya yang digunakan pada sore
sampai malam hari, dari hasil pengumpulan data pencahayaan tersebut dapat menghasilkan
besaran pancaran cahaya sekitar 200-300 lux, yang menyatakan bahwa ruangan kerja tersebut
mendapatkan sinar cahaya yang cukup untuk jenis kegiatan pekerjaan kasar, terus menerus, dan
pekerjaan rutin.
Sumber air yang digunakan dalam kebutuhan air bersih sehari-hari PT. KAI Balai Yasa
Yogyakarta menggunakan air tanah yang dikelola sendiri oleh perusahaan dan disimpan pada
tangki air berukuran besar, sebagian air yang dihasilkan berwarna jernih dan tidak berbau,
mengenai kualitas air kurang baik tidak bisa dipakai untuk mandi dan minum, tetapi ada
sebagian pipa sudah diganti dengan pipa PVC sehingga air layak dipakai untuk mandi.
Pemeriksaan air bersih dilakukan 6 bulan sekali oleh tenaga ahli, dan hasil pengamatan di
lapangan sumber mata air jauh dari instalasi IPAL maupun septik tank. Untuk air minum PT.
KAI Balai Yasa Yogyakarta menyediakan air galon kemasan dan tempat air minum plastik bagi
seluruh tenaga kerja.
7. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Namun saat ini pihak PT KAI sedang melakukan proses untuk mengelolah sisa air limbah
agar tidak langsung dibuang ke drainase, dikarenakan ada laporan dari Badan Lingkungan Hidup
bahwa air tanah di sekitar perusahaan PT KAI tercemar. Saat ini pihak KAI sedang membuat
kolam penampungan khusus agar air hasil limbah tidak langsung dibuang ke drainase karena
harus diuji terlebih dahulu apakah air tersebut membahayakan bagi lingkungan sekitar atau tidak,
dengan cara memelihara ikan di dalam penampungan air limbah tersebut. Jika ikan tersebut dapat
hidup dalam air yang ada dipenampungan maka air limbah tersebut dikatakan bersih dan layak
dibuang ke drainase.
Petugas pada bagian pengelolaan limbah cair tidak memakai alat pelindung diri secara
lengkap seperti sarung tangan, masker,
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Aspek Gizi
1. Balai YASA YOGYAKARTA belum sesuai dengan peraturan yaitu Surat Edaran Mentri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 01/MEN/1979 tentang pengadaan kantin dan
ruang makan, dimana balai YASA YOGYAKARTA tidak memiliki kantin.
2. Balai YASA YOGYAKARTA sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1951 dan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948 bahwa perusahaan boleh menyimpang dari waktu
kerja yang ditelah disepakati (9 jam shari dan 54 jam seminggu, dengan catatan
perusahaan harus memberi makanan dan minuman dengan kalori minimal 1400 kkal.
3. Kebutuhan kalori pekerja selama 8 jam sudah tercukupi.
4. Rata-rata variasi menu makanan para pekerja belum memenuhi criteria gizi seimbang,
walaupun kebutuhan kalori pekerja selama 8 jam sudah tercukupi.
Aspek Sanitasi
1. Kebersihan perusahaan PT KAI sudah cukup, namun perlu diperhatikan lagi seperti
tempat sampah yang belum sesuai standar
2. Kerapian perusahaan PT KAI sudah cukup, namun perlu diperhatikan lagi seperti loker-
loker yang tidak dimanfaatkan secara maksimal sehingga masih banyak yang diletakkan
di luar loker.
3. Kuantitas MCK di perusahaan PT KAI sudah cukup namun secara kualitas masih kurang
baik sehingga perlu dilakukan perawatan secara rutin
4. Penataan lokasi perusahaan PT KAI sudah tertata rapi sehingga harus dipertahankan
5. Penerangan di perusahaan PT KAI sudah cukup, namun jika perlu ditingkatkan lagi
6. Penyediaan air bersih belum secara maksimal karena belum bisa digunakan unuk mandi
dan minum sehingga harus ditingkatkan lagi penyediaannya
7. Pengelolaan air limbah sedang ditingkatkan kualitasnya agar sesuai dengan aturan dan
tidak mencemari lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, dkk, 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Buku Kompas, Jakarta.
Anwar Musadad, 2003, Sanitasi rumah sakit sebagai investasi, http://www.kalbe. co.id/
files/cdk/files/10SanitasiRS083.pdf/0SanitasiRS083.html, diakses tanggal 20 Januari 2011.
Anwar, M. S. H Saaludian, 1999, Studi Lingkungan Perairan air Sungai di Kecamatan Gambut
dan Kertak Hanyu Kalimantan Selatan, Jakarta, Jurnal Lingkungan dan Pembangunan,
10;3 : 183 – 192, 1990.
Azwar, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Bahtiar, 2006, Kondisi Sanitasi Lingkungan Kapal penumpang PT. Pelni KM.
Lambelu, Makassar, Sulawesi Selatan.
Depkes RI, 1999, Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi, Ditjen PPM dan PL, Jakarta.
Echols dan Shadily, 2003, Kamus Inggris Indonesia,Gramedia, Jakarta.
Ehler, V and Steel, 1986, Municipal and Rural Sanitation, 6 th Edition, Mc Graw Hill Book,
New York.
Entjang 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Citra Adtya Bakti, Bandung.
Mawardi, 1992, Standar sanitasi World Health Organization, http://www.depkes.
go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=946&Itemid=2, diakses tanggal 23
Januari 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat “Prinsip-prinsip dasar”, Rineka
Cipta, Jakarta.
Putranto, Haryanto 1993, Kesehatan Lingkungan,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Rantetampang, A.L., 1985, Pengaruh Penyakit Cacing pada Murid Kelas III dan IV Sekolah
Dasar II Abepura,http://digilib.unikom.ac.id/print.php?id= ijptuncen-gdl-res-1985-al-1127,
diakses tanggal 20 Januari 2011.
Slamet Purwanto, Sudiharjo, Bambang Ristanto, dkk, 2001,Penyediaan Air Bersih, Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai,
Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Wulandari, Agustin Puryani. 2010. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadeap Aktifitas Kerja
Bagian Produksi di PT. Indofood CBT Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Soemirat. S, 2004, Kesehatan Lingkungan, UGM, Yogyakarta.
Umar, 2003, Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan. Ujung Pandang: FKM Unhas, Widya:
Jakarta.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
WHO, 2002, Linking Program Evaluation to User Needs, The Politics of Program Evaluation,
Sage, USA.
Wijono, Djoko, 1999, Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan, Airlangga
University Press, Surabaya.
Yula, 2006 Hubungan sanitasi Rumah Tinggal Dan Hygiene Perorangan Dengan Kejadian
Dermatitis Di Desa Moramo Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan, Skripsi,
Universitas Haluoleo, Kendari.
LAMPIRAN
Lingkungan Perusahaan
MCK
IPAL
KOPERASI
Site Plan