LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama
: Tn S
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 36 tahun
Alamat
: Tulang bawang
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Menikah
MRS
: 13 November 2011
B. ANAMNESIS
Autoanamnesa (05-12-2011)
Keluhan Utama
Kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tidak bisa berjalan
Keluhan Tambahan
Kaki kanan robek, pingsan
Riwayat Keluarga
Pasien mengaku dalam keluarganya tidak ada yang menderira penyakit
tekanan darah tinggi, asma atau kencing manis.
:-
b. Trauma terdahulu
:-
c. Operasi
:-
d. Sistem Saraf
:-
e. Sistem Kardiovaskular
:-
f. Sistem Gastrointestinal
:-
g. Sistem Urinarius
:-
h. Sistem Genitalis
:-
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan Gizi
: Baik
Kulit
: Turgor : Baik
Pemeriksaan Fisik
TANDA VITAL
Nadi
: 90x/menit
Tekanan darah
: 100/80 mmHg
Suhu
: 36,7oC
Respirasi
: 20x/menit
Mata
Konjungtiva
: merah muda
Sklera
: Putih
2
Reflek Cahaya
: +/+
Pupil
: isokor
Telinga
Hidung
Tenggorokan
: T1-T1
Mulut
LEHER
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
JVP
: tidak meningkat
DADA (THORAX)
Inspeksi
: Hemitorak simetris
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
PERUT (ABDOMEN)
Inspeksi
: Datar, simetris
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
EKSTREMITAS
Superior
Inferior
GENITALIA :
Laki-laki, tidak ada kelainan
Status Lokalis
Regio Femoralis Dextra
-
Inspeksi : Tidak terpasang bidai ,Oedem (+), ada jahitan pada 1/3
distal
sebesar
4cm,
hecting
baik,
dan
terdapat
Palpasi
Move
NVD
Inspeksi : Tidak terpasang bidai ,Oedem (+), ada jahitan pada 1/3
tengah sebesar 2cm, hecting baik, dan tidak terdapat
pemendekan, Rotasi ( - ), Angulasi ( - )
Palpasi
Move
NVD
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
13-11-2011
Hb
: 11,8 g/dl
( 12-14 )
LED
: 5 mm/jam
( 0-10 )
Leukosit
: 12.900 mm3
( 4.500-10.700 )
Hitung jenis :
Eosinofil
:0%
( 0-3 )
Basofil
:0%
( 0-1 )
Netrofil batang
:1%
( 2-6 )
Netrofil segmen
: 91 %
( 50-70 )
Limfosit
:6%
( 20-40 )
Monosit
:2%
( 2-8 )
Masa Perdarahan
: 5
Masa Pembekuan
: 12
( 9-15 )
SGOT
: 111
(6-25 U/L)
SGPT
: 77
(6-35 U/L)
Ureum
: 18 mg/dl
Creatinin
: 0,9 mg/dl
GDS
: 134 mg/dl
Natrium
: 137 mmol/l
Kalium
( 1-7 )
: 3,9 mmol/l
Kalsium
: 7,8 mg/dl
Klorida
: 108 mmol/l
05-12-2011
Hb
: 11,2 g/dl
( 12-14 )
5
Ht
: 35%
(40-54%)
LED
: 30 mm/jam
( 0-10 )
Leukosit
: 4.400 mm3
( 4.500-10.700 )
Hitung jenis :
Eosinofil
:0%
( 0-3 )
Basofil
:0%
( 0-1 )
Netrofil batang
:0%
( 2-6 )
Netrofil segmen
: 67 %
( 50-70 )
Limfosit
: 25 %
( 20-40 )
Monosit
:8%
( 2-8 )
Pemeriksaan Radiologis
13-11-2011 rontgen femur dextra (AP dan lateral)
E. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur os femur 1/3 tengah komplit displaced simpel transversal ad axim ad
latum cum contractionum dextra
Fraktur os tibia 1/3 proksimal komplit displaced kominutif ad axim ad latum
cum contractionum dextra
Fraktur os fibula 1/3 proksimal komplit displaced kominutif ad axim ad latum
cum contractionum dextra
F. PENATALAKSANAAN
1. Umum
a.
b.
IVFD RL 20 tetes/menit
c.
Dauwer kateter
d.
Perawatan luka
2. Medikamentosa
a.
b.
3. Operatif
a.
Debridemen
b.
Fiksasi Eksterna
c.
d.
Imobilisasi
4. Pemeriksaan lanjutan
Rontgen ulang post. operatif
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi
Anatomi Femur
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat
penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu
femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal.
Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang
terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas
femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian
caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan
acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan
kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat
(pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur.
Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher
dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia
licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian
posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke
atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista
supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan
linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan
anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua
condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat
epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis
10
Anatomi cruris
Corpus tibia memiliki tiga perbatasan dan tiga permukaan. Batas puncak
anterior yang yang paling menonjol dari ketiganya, dimulai dari atas
tuberositas, dan berakhir di bawah margin anterior malleolus medialis.
Batas medial halus dan bulat di atas dan bawahnya, tetapi lebih menonjol
di tengah, dimulai pada bagian belakang kondilus medial dan berakhir
pada batas posterior medial malleolus. Bagian atasnya memberikan
tambahan ke ligamentum kolateral tibialis dari sendi lutut, dan penyisipan
ke beberapa serat poplitea, dari pertengahannya beberapa serat soleus dan
flexor digitorum longus berasal. Batas lateral tipis dan menonjol terutama
bagian tengahnya dan memberikan keterikatan pada membran interoseus.
Dimulai pada bagian depan artikularis fibula dan bifurkasio dibawahnya,
yang membentuk batas-batas permukaan untuk ikatan dari ligamentum
interosseous yang menghubungkan tibia dan fibula. 6
Tulang dan otot tungkai bawah ini dikelilingi oleh fascia cruris. Membran
interosseous dan jaringan fibrosa dari fascia cruris memisahkan tungkai
bawah menjadi empat ruang yang berbatas tegas. 2,6
12
iii.
M. plantaris
iv. M. popliteus
v. M. flexor digitorum longus
vi.
M. flexor hallucis longus
vii.
M. tibialis posterior
c) Otot-otot lateral
i.
M. peronaeus longus
ii.
M. peronaeus brevis
Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:
1.otot ekstensor
2.otot abductor
3.otot triceps surae
4.otot fleksor
Keempat grup otot tersebut membentuk 3 kompartemen
Grup I
Grup II
Grup III+IV
14
Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk
arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar
melalui fossa poplitea. Arteri tibialis anterior masuk melalui ruang anterior
yang berada di bawah level dari caput fibula dan berjalan menurun
sepanjang membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera pada
kasus fraktur tibial proksimal. 6
Tibia plateau medial dan lateral merupakan fascies artikularis dari
kondilus tibia medial dan kondilus tibia lateral. Kedua fascies artikularis
ini dihubungkan oleh eminensia interkondilaris, yang berfungsi sebagai
15
16
B.
C.
Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan.
17
Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menraik sebagian
tulang
D.
Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi Etiologis:
Fraktur stres: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu
Klasifikasi Klinis:
18
o Derajat I :
o Derajat II :
o Derajat III:
Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
-
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
2. Konfigurasi
-
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
19
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella
Fraktur impaksi
Fraktur epifisis
3. Menurut ekstensi
-
Fraktur total
E.
Bersampingan
Angulasi
Rotasi
Distraksi
Over-riding
Impaksi
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik
fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan
20
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:
-
3.
Pemeriksaan lokal
a.
Inspeksi (look)
21
b.
Keadaan vaskularisasi
Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
c.
Pergerakan (move)
Periksa
pergerakan
dengan
mengajak
penderita
untuk
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris
dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis.
22
e.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis:
f.
23
F.
CT-scan
MRI
Radioisotop scanning
Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka
diperlukan:
-
Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.
Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian
klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma
pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam lainnya.
2.
Resusitasi
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
24
komplikasi
seperti
kekakuan,
deformitas,
serta
25
Bilamana
reduksi
tertutup
dengan
manipulasi
dan
Fraktur terbuka
Bila
terdapat
kontraindikasi
pada
imobilisasi
eksterna
Fraktur multiple
27
necrosis tinggi.
Infeksi (osteomielitis)
Pembidaian
28
29
b.
c.
d.
e.
G.
Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia dan fibula untuk kehidupan adalah
bonam. Pada sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali
ke performa semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran
frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh
terhadap pengobatan.
30
H.
Komplikasi Dini
-
Infeksi
Fraktur terbuka selalu menghadapi resiko; perforasi yang kecil
sekalipun harus diterapi dengan seksama dan debridemen harus
dilakukan
sebelumm
luka
ditutup.
Laserasi
yang
besar
Cedera Vaskular
Fraktur pada setengah bagian proksimal tibia dapat merusak arteri
popliteus. Keadaan ini merupakan kedaruratan tingkat pertama,
memerlukan eksplorasi dan perbaikan
Sindroma Kompartemen
Fraktur sepertiga bagian proksimal cenderung menyebabkan
pendarahan dan perluasan jaringan lunak dalam kompartemen
fasial kaki, sehingga menyebabkan ischemia otot. Gips yang ketat
pada kaki yang bengkak dapat mempunyai efek yang sama.
Dekompresi lewat operasi pada semua kompartemen perlu
dilakukan. Fraktur itu kemudian diterapi seperti fraktur terbuka
tingkat III dan memerlukan fikstator luar dan penundaan penutupan
luka.
2. Komplikasi Lanjut.
- Malunion
31
terlalu
intramedullary
lama,
pencangkokan
diindikasikan.
Kalau
tulang
fraktur
dan
fibula
fiksasi
telah
32
- Kekakuan sendi
Sering diakibatkan oleh kelalaian dalam terapi jaringan lunak;
tetapi bila pembebatan yang lama diperlukan, dan terutama bila
terdapat
sepsis,
kekauan
mungkin
tak
dapat
dihindari.
33
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita laki- laki berusia 36
tahun beralamat di Tulang bawang datang berobat ke RSUAM dengan
keluhan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tidak bisa berjalan. Selain
itu ada luka dikepala bagian kiri dekat mata dan luka robek yang telah
dijahit pada kaki yang tidak bisa digerakkan . Sebelumnya, pasien
mengalami kecelakaan antara motor dengan mobil dengan kecepatan
tinggi dan dalam posisi berlawanan. Pasien menyatakan tidak ingat
kejadiannya, dan tidak tahu apa yang terjadi. Keluarganya mengatakan
pasien pingsan setelah kejadian dan ketika sadar telah berada di RSUD
Tulang Bawang. Di rumah sakit tersebut pasien telah diinfus, diberi obat
suntik penghilang rasa sakit & kakinya telah dijahit dan diperban.Setelah
itu pasien segera dirujuk ke RSUAM.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan tekanan darah,
pernafasan, nadi, dan suhu dalam batas normal, hal ini dapat menunjukkan
bahwa kondisi ABC penderita baik. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada
status lokalis didapatkan regio femoralis dextra dan regio cruris dextra
tampak adanya deformitas pada kedua regio, juga terdapat krepitasi di 1/3
proximal regio cruris dextra, penderita kesulitan menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi lutut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa
pemeriksaan radiologis dengan hasil rontgen regio femoralis dextra dan
regio cruris dextra AP/Lateral menunjukkan adanya multiple fraktur yaitu
Fraktur os femur 1/3 tengah komplit displaced simpel transversal ad axim
ad latum cum contractionum dextra, Fraktur os tibia1/3 proksimal komplit
34
direncanakan
35
DAFTAR PUSTAKA
1.
Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta: Widya Medika. 1995.
2.
E.
James.
Femur
Fracture.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment
5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta:
Media Aesculapius. 2000.
6.
7.
8.
9.
10. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC.
2004.
36