Anda di halaman 1dari 36

BAB I

LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama

: Tn S

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 36 tahun

Alamat

: Tulang bawang

Kebangsaan

: Indonesia

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Menikah

MRS

: 13 November 2011

B. ANAMNESIS
Autoanamnesa (05-12-2011)

Keluhan Utama
Kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tidak bisa berjalan

Keluhan Tambahan
Kaki kanan robek, pingsan

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke RSUAM dengan keluhan kaki kanan tidak bias
digerakkan dan tidak bisa berjalan. Selain itu ada luka dikepala bagian kiri
dekat mata dan luka robek yang telah dijahit pada kaki yang tidak bisa
digerakkan. Sebelumnya, pasien mengalami kecelakaan antara motor
dengan mobil dengan kecepatan tinggi dan dalam posisi berlawanan.
Pasien menyatakan tidak ingat kejadiannya, dan tidak tahu apa yang
terjadi. Keluarganya mengatakan pasien pingsan setelah kejadian dan
ketika sadar telah berada di RSUD Tulang Bawang.Di rumah sakit
tersebut pasien telah diinfus, diberi obat suntik penghilang rasa sakit &
kakinya telah dijahit dan diperban. Setelah itu pasien segera dirujuk ke
RSUAM.

Riwayat Keluarga
Pasien mengaku dalam keluarganya tidak ada yang menderira penyakit
tekanan darah tinggi, asma atau kencing manis.

Riwayat Masa Lampau


a. Penyakit terdahulu

:-

b. Trauma terdahulu

:-

c. Operasi

:-

d. Sistem Saraf

:-

e. Sistem Kardiovaskular

:-

f. Sistem Gastrointestinal

:-

g. Sistem Urinarius

:-

h. Sistem Genitalis

:-

i. Sistem Muskuloskeletal : C. STATUS PRESENT

Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan Gizi

: Baik

Kulit

: Turgor : Baik

Pemeriksaan Fisik
TANDA VITAL
Nadi

: 90x/menit

Tekanan darah

: 100/80 mmHg

Suhu

: 36,7oC

Respirasi

: 20x/menit

KEPALA DAN MUKA


Bentuk dan Ukuran

: Bulat , hematom di occipital

Mata
Konjungtiva

: merah muda

Sklera

: Putih
2

Reflek Cahaya

: +/+

Pupil

: isokor

Telinga

: Liang lapang, Membran timpani intak, serumen (-)

Hidung

: mukosa tidak hiperemis, sekret tidak ada, tidak


ada deviasi septum

Tenggorokan

: T1-T1

Mulut

: Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada pendarahan,


lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis

LEHER
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok

: tidak ada pembesaran

JVP

: tidak meningkat

DADA (THORAX)
Inspeksi

: Hemitorak simetris

Palpasi

: fremitus taktil dan vocal simetris

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru (+/+)

Auskultasi

: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

JANTUNG
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi

: Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri


Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri

Auskultasi

: Bunyi jantung I II murni, murmur (-)

PERUT (ABDOMEN)
Inspeksi

: Datar, simetris

Palpasi

: Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,ballottement (-)

Perkusi

: tympani diseluruh kuadran abdomen, Shifting


Dullness(-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

EKSTREMITAS
Superior

: Clubbing finger (-), sianosis (-), oedem (-)

Inferior

: dextra : status lokalis


Sinistra : tidak ada kelainan

GENITALIA :
Laki-laki, tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio Femoralis Dextra
-

Inspeksi : Tidak terpasang bidai ,Oedem (+), ada jahitan pada 1/3
distal

sebesar

4cm,

hecting

baik,

dan

terdapat

pemendekan, Rotasi ( - ), Angulasi ( - )


-

Palpasi

: Nyeri tekan ( + ) Nyeri sumbu (+), Krepitasi (-)

Move

: Nyeri aktif (+), nyeri pasif (+)

NVD

: Kelima jari Kaki : dapat digerakkan


Sensibilitas : raba dan tekan tidak dapat dipastikan
A. Dorsalis Pedis : Pulsasi (+) baik

Regio Cruris Dextra


-

Inspeksi : Tidak terpasang bidai ,Oedem (+), ada jahitan pada 1/3
tengah sebesar 2cm, hecting baik, dan tidak terdapat
pemendekan, Rotasi ( - ), Angulasi ( - )

Palpasi

: Nyeri tekan ( + ) Nyeri sumbu (+), Krepitasi (+)

Move

: Nyeri aktif (+), nyeri pasif (+)


4

NVD

: Kelima jari Kaki : dapat digerakkan


Sensibilitas : raba dan tekan tidak dapat dipastikan
A. Dorsalis Pedis : Pulsasi (+) baik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
13-11-2011
Hb

: 11,8 g/dl

( 12-14 )

LED

: 5 mm/jam

( 0-10 )

Leukosit

: 12.900 mm3

( 4.500-10.700 )

Hitung jenis :
Eosinofil

:0%

( 0-3 )

Basofil

:0%

( 0-1 )

Netrofil batang

:1%

( 2-6 )

Netrofil segmen

: 91 %

( 50-70 )

Limfosit

:6%

( 20-40 )

Monosit

:2%

( 2-8 )

Masa Perdarahan

: 5

Masa Pembekuan

: 12

( 9-15 )

SGOT

: 111

(6-25 U/L)

SGPT

: 77

(6-35 U/L)

Ureum

: 18 mg/dl

Creatinin

: 0,9 mg/dl

GDS

: 134 mg/dl

Natrium

: 137 mmol/l

Kalium

( 1-7 )

: 3,9 mmol/l

Kalsium

: 7,8 mg/dl

Klorida

: 108 mmol/l

05-12-2011
Hb

: 11,2 g/dl

( 12-14 )
5

Ht

: 35%

(40-54%)

LED

: 30 mm/jam

( 0-10 )

Leukosit

: 4.400 mm3

( 4.500-10.700 )

Hitung jenis :

Eosinofil

:0%

( 0-3 )

Basofil

:0%

( 0-1 )

Netrofil batang

:0%

( 2-6 )

Netrofil segmen

: 67 %

( 50-70 )

Limfosit

: 25 %

( 20-40 )

Monosit

:8%

( 2-8 )

Pemeriksaan Radiologis
13-11-2011 rontgen femur dextra (AP dan lateral)

13-11-2011 rontgen cruris dextra (AP dan lateral)

30-11-2011 rontgen cruris dextra (AP dan lateral)

E. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur os femur 1/3 tengah komplit displaced simpel transversal ad axim ad
latum cum contractionum dextra
Fraktur os tibia 1/3 proksimal komplit displaced kominutif ad axim ad latum
cum contractionum dextra
Fraktur os fibula 1/3 proksimal komplit displaced kominutif ad axim ad latum
cum contractionum dextra

F. PENATALAKSANAAN
1. Umum
a.

Memantau jalan nafas, pernafasan, sirkulasi pasien serta tanda vital


lainnya.

b.

IVFD RL 20 tetes/menit

c.

Dauwer kateter

d.

Perawatan luka

2. Medikamentosa
a.

Antibiotik, Ampicillin inj. 1 gr/8 jam/ IV

b.

Analgetik, Pronalges 1gr/12jam/IV

3. Operatif
a.

Debridemen

b.

Fiksasi Eksterna

c.

ORIF ( Open Reduction and Interna Fixation)

d.

Imobilisasi

4. Pemeriksaan lanjutan
Rontgen ulang post. operatif
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam


Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Anatomi
Anatomi Femur

Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat
penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu
femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal.
Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang
terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas
femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian
caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan
acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan
kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat

(pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur.
Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher
dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia
licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian
posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke
atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista
supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan
linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan
anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua
condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat
epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis

10

Anatomi cruris

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan


tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Tibia dan fibula terbentuk secara bersama-sama melalui artikulasi
tibiofibular di bagian proksimal, persendian sinovial terbentuk dengan
sangat kuat pada anterior dan posterior atau ligamen. Pada bagian distal,
tibia dan fibula dihubungkan oleh sindesmosis tibiofibular, tersusun dari
anterior dan posterior ligament tibiofibular dan membran interosseous.
11

Corpus tibia memiliki tiga perbatasan dan tiga permukaan. Batas puncak
anterior yang yang paling menonjol dari ketiganya, dimulai dari atas
tuberositas, dan berakhir di bawah margin anterior malleolus medialis.
Batas medial halus dan bulat di atas dan bawahnya, tetapi lebih menonjol
di tengah, dimulai pada bagian belakang kondilus medial dan berakhir
pada batas posterior medial malleolus. Bagian atasnya memberikan
tambahan ke ligamentum kolateral tibialis dari sendi lutut, dan penyisipan
ke beberapa serat poplitea, dari pertengahannya beberapa serat soleus dan
flexor digitorum longus berasal. Batas lateral tipis dan menonjol terutama
bagian tengahnya dan memberikan keterikatan pada membran interoseus.
Dimulai pada bagian depan artikularis fibula dan bifurkasio dibawahnya,
yang membentuk batas-batas permukaan untuk ikatan dari ligamentum
interosseous yang menghubungkan tibia dan fibula. 6
Tulang dan otot tungkai bawah ini dikelilingi oleh fascia cruris. Membran
interosseous dan jaringan fibrosa dari fascia cruris memisahkan tungkai
bawah menjadi empat ruang yang berbatas tegas. 2,6

12

Susunan otot-otot tungkai bawah:


a) Otot-otot ventral
i.
M. tibialis anterior
ii.
M. extensor digitorum longus
iii.
M. peronaeus tertius
iv. M. extensor hallucis longus
b) Otot-otot dorsal
i.
M. gastrocnemius
ii.
M. soleus
13

iii.
M. plantaris
iv. M. popliteus
v. M. flexor digitorum longus
vi.
M. flexor hallucis longus
vii.
M. tibialis posterior
c) Otot-otot lateral
i.
M. peronaeus longus
ii.
M. peronaeus brevis
Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:
1.otot ekstensor
2.otot abductor
3.otot triceps surae
4.otot fleksor
Keempat grup otot tersebut membentuk 3 kompartemen
Grup I

:memebentuk kompartemen anterior

Grup II

:membentuk kompartemen lateral

Grup III+IV

:membentuk kompartemen posterior yang terdiri


dari kompartemen superficial dan kompartemen
dalam.

14

Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk
arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar
melalui fossa poplitea. Arteri tibialis anterior masuk melalui ruang anterior
yang berada di bawah level dari caput fibula dan berjalan menurun
sepanjang membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera pada
kasus fraktur tibial proksimal. 6
Tibia plateau medial dan lateral merupakan fascies artikularis dari
kondilus tibia medial dan kondilus tibia lateral. Kedua fascies artikularis
ini dihubungkan oleh eminensia interkondilaris, yang berfungsi sebagai
15

penyempurna dari ligamen anterior. Lapisan luar dari setiap plateau


dibungkus oleh meniscus cartilaginous. Meniscus pada kondilus medial
lebih tebal dan kuat dibandingkan dengan kondilus lateral, dan umumnya
fraktur terjadi pada bagian lateral. Pada ujung proksimal bagian atasnya
besar dan meluas menjadi dua eminensia, yaitu kondilus medial dan
lateral. Permukaan artikular superior memperlihatkan dua permukaan
artikular halus. Bagian tengah permukaan ini berartikulasi dengan
kondilus dari tulang paha, sedangkan bagian perifer mereka mendukung
meniskus dari sendi lutut. 6

16

B.

Definisi dan Penyebab Fraktur


Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis dan atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang
parsial. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang
berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung
atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada
tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau
metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau
tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget).

C.

Proses Terjadinya Fraktur


Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami
kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma
yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai
struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
Trauma dapat bersifat:

Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan.

Trauma tidak langsung


Disebut trauma tidak langsung bila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.

17

Tekanan pada tulang dapat berupa:

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur


impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi

Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau


memecah, misalnya pada badan vertebra talus atau fraktur buckle pada
anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu


akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menraik sebagian
tulang

D.

Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi Etiologis:

Fraktur traumatik: terjadi karena trauma yang tiba-tiba

Fraktur patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat


kelainan patologis di dalam tulang

Fraktur stres: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu

Klasifikasi Klinis:

Fraktur tertutup (simple fracture)


Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.

Fraktur terbuka (compound fracture)


Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat:

18

o Derajat I :

Terdapat hubungan dengan dunia luar, timbul luka


kecil (<1 cm), biasa diakibatkan tusukan fragmen
tulang dari dalam menembus keluar.

o Derajat II :

Lukanya lebih besar (>1 cm), biasa disebabkan


benturan dari luar

o Derajat III:

Luka lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan


lunak banyak yang ikut rusak(otot,saraf,pembuluh
darah)

Adapun derajat III dibagi lagi menjadi:


A. Adekuat penutupan kulit dari tulang fraktur. Fraktur
berhubungan dengan ukuran dari luka.
B. Kerusakan soft tissue yang hebat dengan stripping
periosteal dan bone exposed. Biasanya berhubungan
dengan kontaminasi yang massif.
C. Fraktur terbuka yang berhubungan dengan kerusakan arteri
yang memerlukan repair.

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)


Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi misalnya malunion, union, nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
-

Diafisial

Metafisial

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

2. Konfigurasi
-

Fraktur transversal

Fraktur oblik

Fraktur spiral

19

Fraktur Z

Fraktur segmental

Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen

Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella

Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang


tengkorak

Fraktur impaksi

Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah


misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus

Fraktur epifisis

3. Menurut ekstensi
-

Fraktur total

Fraktur tidak total

Fraktur buckle atau torus

Fraktur garis rambut

Fraktur green stick

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

E.

Bersampingan

Angulasi

Rotasi

Distraksi

Over-riding

Impaksi

Gambaran Klinis Fraktur


1.

Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik
fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan

20

ketidak mampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis


harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi
di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,
tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau
karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya
nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas,
kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain.
2.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:
-

Syok, anemia atau perdarahan

Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang


belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan
abdomen

3.

Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan lokal
a.

Inspeksi (look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan

Ekspresi wajah karena nyeri

Lidah kering atau basah

Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk


membedakan fraktur tertutup atau terbuka

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai


beberapa hari

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan


kependekan

21

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada


organ-organ lain

b.

Perhatikan kondisi mental penderita

Keadaan vaskularisasi

Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya


disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang

Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus


dilakukan secara hati-hati

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa


palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk


mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.

c.

Pergerakan (move)
Periksa

pergerakan

dengan

mengajak

penderita

untuk

menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal


dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.
d.

Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris
dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis.
22

e.

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi


fragmen serta pergerakannya

Untuk menentukan teknik pegobatan

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstraartikuler

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya yaitu


pada antero-posterior dan lateral

Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di


atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur

Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto


pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis

Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan


fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur
kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang

Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu musalnya


fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas
sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian

f.

Pemeriksaan radiologis lainnya


Pemeriksaan khusus dengan:

Tomografi, misalnya fraktur vertebra atau kondilus tibia

23

F.

CT-scan

MRI

Radioisotop scanning

Prinsip dan Metode Penanganan Fraktur


1.

Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka
diperlukan:
-

Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.

Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian
klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma
pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam lainnya.

2.

Resusitasi

Prinsip umum pengobatan fraktur


Ada empat prinsip pengobatan fraktur:
-

Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur


Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:

Lokalisasi fraktur

Bentuk fraktur

Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah


pengobatan

Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

24

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi


yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencegah

komplikasi

seperti

kekakuan,

deformitas,

serta

perubahan osteoartritis di kemudian hari.


Posisi yang baik adalah :

Alignment yang sempurna

Aposisi yang sempurna

- Retention; imobilisasi fraktur


- Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin
3. Metode Pengobatan Fraktur Tertutup
Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:
a. Konservatif
Terdiri atas:
1) Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut
misalnya dengna cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2) Imobilisasi dengan bidai eksterna
Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya
memberikan sedikit imobilisasi, biasanya mempergunakan
plaster of Paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai
dari plastik atau metal. Indikasi: digunakan pada fraktur yang
perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan
3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilissi eksterna,
mempergunakan gips
Indikasi:

Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama

Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur

25

Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan


diharapkan dapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat
dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau bersifat
kominutif akan bergerak di dalam gips sehingga
diperlukan pemeriksaan radiologis yang berulang-ulang

Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis

Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang


kurang kuat

4) Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan


imobilisasi
Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi
berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi
kulit dan traksi tulang
5) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai
Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson
knee flexion attachment. Tindakan ini mempunyai dua tujuan
utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
Indikasi:

Bilamana

reduksi

tertutup

dengan

manipulasi

dan

imobilisasi tidak memungkinkan serta untuk mencegah


tindakan operatif misalnya pada fraktur batang femur,
fraktur vertebra servikalis

Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur


pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen dan
menyebabkan angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat
menimbulkan malunion, nonunion atau delayed union.

Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur


spiral atau kominutif pada tulang panjang

Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil

Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant=traksi


Gallow)
26

Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat desertai


dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya
fraktur suprakondiler humerus

Jarang pada fraktur metakarpal

Sekali-kali pada fraktur colles atau fraktur pada orang tua


dimana reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak
memungkinkan

b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus


dengan K-wire
c. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna:

Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,


olekranon, patela

Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur


radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang
tidak stabil

Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen

Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur

Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara


baik dengan reduksi secara baik dengan reduksi tertutup
misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett

Fraktur terbuka

Bila

terdapat

kontraindikasi

pada

imobilisasi

eksterna

sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur


pada orang tua

Eksisi fragmen yang kecil

Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis


avaskuler misalnya fraktur leher femur pada orang tua

Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

Fraktur multiple

27

Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair

necrosis tinggi.

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang


lebih baik dengan operasi, misalnya fraktur femur.

Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

Fraktur terbuka grade II dan grade III

Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang


hebat

Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis

Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes


mellitus

Komplikasi reduksi terbuka:

Infeksi (osteomielitis)

Kerusakan pembuluh darah dan saraf

Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal

Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed


union atau nonunion
Emboli lemak

d. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis


4. Terapi pada fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah
sakit:
-

Pembidaian

Menghentikan perdarahan dengan perban tekan

Menghentikan perdarahan dengan perban klem.

28

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh


karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan
life-saving harus selalu di dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
- Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
- Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam
waktu kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
- penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1) Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang
baik.
2) Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/
sensitifity test.
3) Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10
menit dan dicukur.
4) Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10
liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari
kontaminasi.
5) Tutup luka dengan doek steril
6) Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7) Desinfeksi anggota gerak
8) Drapping
9) Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali
neirovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan

29

diikuti reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat


incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10) Fiksasi:
a.

fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan


reposisinya (unstable fracture) minimal dengan Kischner wire

b.

Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan


indikasinya seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat
dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur terbuka
grade 1-2

c.

Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak


memadai (karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar
(dengan gips spalk atau sirkular)

d.

Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan


ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing
biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu:
Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw
dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar
alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya.
Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan
kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai
operasi.

e.
G.

Buat x-ray setelah tindakan

Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia dan fibula untuk kehidupan adalah
bonam. Pada sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali
ke performa semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran
frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh
terhadap pengobatan.

30

Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya


merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi
setelah reposisi terbuka.

H.

Komplikasi Fraktur Tibia Fibula


1.

Komplikasi Dini
-

Infeksi
Fraktur terbuka selalu menghadapi resiko; perforasi yang kecil
sekalipun harus diterapi dengan seksama dan debridemen harus
dilakukan

sebelumm

luka

ditutup.

Laserasi

yang

besar

membutuhkan eksisi yang lebar dan luka harus dibiarkan terbuka


sampai resiko infeksi telah lewat
-

Cedera Vaskular
Fraktur pada setengah bagian proksimal tibia dapat merusak arteri
popliteus. Keadaan ini merupakan kedaruratan tingkat pertama,
memerlukan eksplorasi dan perbaikan

Sindroma Kompartemen
Fraktur sepertiga bagian proksimal cenderung menyebabkan
pendarahan dan perluasan jaringan lunak dalam kompartemen
fasial kaki, sehingga menyebabkan ischemia otot. Gips yang ketat
pada kaki yang bengkak dapat mempunyai efek yang sama.
Dekompresi lewat operasi pada semua kompartemen perlu
dilakukan. Fraktur itu kemudian diterapi seperti fraktur terbuka
tingkat III dan memerlukan fikstator luar dan penundaan penutupan
luka.

2. Komplikasi Lanjut.
- Malunion

31

Sedikit pemendekan (sampai 1,5 cm) biasanya tidak banyak


membawa akibat, tetapi rotasi dan deformitas angulasi, selain
buruk, mengakibatkan cacat karena lutut dan pergelangan kaki
tidak dapat bergerak dalam bidang yang sama. Dalam jangka
panjang deformitas dapat menyebabkan predisposisi untuk
osteoartritis pada lutut atau pergelangan kaki.
Angulasi harus dicegah di semua stadium, angulasi bila lebih dari 7
derajat pada bidang manapun tak dapat diterima; penjajaran rotasi
harus sempurna.
Angulasi kebelakang (akibat fraktur dibiarkan melengkung
kebawah disaat memasang gips) sering terjadi, jika disertai
pergelangan ekuinus yang kaku, akan berbahaya, karena kalau
pasien mencoba memaksa mengangkat kaki saat berjalan tibia
cenderung mengalami fraktur ulang. Hal ini dapat terjadi secara
pelan-pelan dan mengakibatkan non union.
Deformitas belakangan, jika tamppak jelas, harus dikoreksi dengan
osteotomi tibia.
- Delayed union
Penyatuan akan lambat jika fraktur terbuka (terutama jika disertai
infeksi) jika pergesearan awal banyak, jika tibia mengalami fraktur
pada dua tempat, atau jika fraktur bersifat kominutif. Penyatuan
dapat dipercepat dengan pembebanan tetapi kalau kelambatan
tampak

terlalu

intramedullary

lama,

pencangkokan

diindikasikan.

Kalau

tulang
fraktur

dan
fibula

fiksasi
telah

menyambung dan tibia dibebat secara terpisah, maka 2,5 cm fibula


dapat di eksisi dan cangkokan tulang peluncur dipasang pada
fraktur tibia.
- Nonunion
Sekali nonunion terjadi, pasien harus memakai bebat permanen
atau fraktur harus di operasi. Non union hipertrofi dapat diterapi
dengan pemasangan paku intramedulla atau pemasangan plate
kompresi. Selain itu non union atrofi memerlukan pencangkokan

32

tulang. Kalau fibula telah menyatu, segmen yang kecil harus di


eksisi untuk memungkinkan kompresi pada fragmen tibia.

- Kekakuan sendi
Sering diakibatkan oleh kelalaian dalam terapi jaringan lunak;
tetapi bila pembebatan yang lama diperlukan, dan terutama bila
terdapat

sepsis,

kekauan

mungkin

tak

dapat

dihindari.

Keterbatasam gerakan pada pergelangan kaki dan kaki dapat


berlanjut dalam 6-12 bulan setelah gips dilepas, meskipun telah
dilakukan latihan aktif.
- Osteoporosis
Osteoporosis pada fragmen distal dan kadang-kadang juga tulang
tarsal, demikian sering menyertai semua bentuk terapi sehingga
dianggap sebagai penyerta yang normal pada fraktur tibia.
Pembebanan aksial pada tibia diperlukan dan penahanan berat
harus dilakukan secepat mungkin. Setelah fiksasi luar yang lama,
perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah fraktur tekanan
distal.
- Algodistrofi
Pada fraktur sepertiga bagian distal, alfodistrofi sering terjadi.
Harus dilakukan latihan sepanjang masa terapi.

33

BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita laki- laki berusia 36
tahun beralamat di Tulang bawang datang berobat ke RSUAM dengan
keluhan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tidak bisa berjalan. Selain
itu ada luka dikepala bagian kiri dekat mata dan luka robek yang telah
dijahit pada kaki yang tidak bisa digerakkan . Sebelumnya, pasien
mengalami kecelakaan antara motor dengan mobil dengan kecepatan
tinggi dan dalam posisi berlawanan. Pasien menyatakan tidak ingat
kejadiannya, dan tidak tahu apa yang terjadi. Keluarganya mengatakan
pasien pingsan setelah kejadian dan ketika sadar telah berada di RSUD
Tulang Bawang. Di rumah sakit tersebut pasien telah diinfus, diberi obat
suntik penghilang rasa sakit & kakinya telah dijahit dan diperban.Setelah
itu pasien segera dirujuk ke RSUAM.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan tekanan darah,
pernafasan, nadi, dan suhu dalam batas normal, hal ini dapat menunjukkan
bahwa kondisi ABC penderita baik. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada
status lokalis didapatkan regio femoralis dextra dan regio cruris dextra
tampak adanya deformitas pada kedua regio, juga terdapat krepitasi di 1/3
proximal regio cruris dextra, penderita kesulitan menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi lutut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa
pemeriksaan radiologis dengan hasil rontgen regio femoralis dextra dan
regio cruris dextra AP/Lateral menunjukkan adanya multiple fraktur yaitu
Fraktur os femur 1/3 tengah komplit displaced simpel transversal ad axim
ad latum cum contractionum dextra, Fraktur os tibia1/3 proksimal komplit

34

displaced kominutif ad axim ad latum cum contractionum dextra, Fraktur


os fibula1/3 proksimal komplit displaced kominutif ad axim ad latum cum
contractionum dextra
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa dengan
Fraktur os femur 1/3 tengah komplit displaced simpel transversal ad axim
ad latum cum contractionum dextra, Fraktur os tibia1/3 proksimal komplit
displaced kominutif ad axim ad latum cum contractionum dextra, Fraktur
os fibula1/3 proksimal komplit displaced kominutif ad axim ad latum cum
contractionum dextra. Penatalaksanaan pada pasien ini

direncanakan

terapi konservatif , dilanjutkan dengan operatif. Prognosis pasien ini


adalah Quo ad vitam bonam dan quo ad fungtionam bonam.

35

DAFTAR PUSTAKA

1.

Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta: Widya Medika. 1995.

2.

Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach.


Available from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml

3. Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition.


New York: Mc Grow Hill. 2009
4. Keany

E.

James.

Femur

Fracture.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment
5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta:
Media Aesculapius. 2000.
6.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang


Lamumpatue. 2003.

7.

Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran


Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995

8.

Ruedi. P. Thomas. AO Principles of Fractures Management. New York: AO


Publishing. 2000

9.

Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

10. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC.
2004.

36

Anda mungkin juga menyukai