Anda di halaman 1dari 19

BAB I

STATUS PASIEN

I. PASIEN
1. Identitas pasien
a. Nama : Tn. M
b. Umur : 46 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Swasta
e. Pendidikan : SMA
f. Alamat : RT 32 Kel. Payo Lebar

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status perkawinan : Sudah menikah
b. Jumlah anak :-
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. Kondisi Rumah :
Rumah pasien merupakan rumah permanen dengan luas 10 x 8 m2.
Rumah terdiri dari 1 ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarga,
1 ruang kerja, 3 kamar, 1 dapur, dan 2 kamar mandi, dengan
pencahayaan dan ventilasi yang baik. Air yang digunakan untuk mandi
dari air PDAM, sedangkan untuk minum air galon. Jamban yang
digunakan adalah jamban leher angsa. Jarak septi tank lebih kurang 6 m
dari rumah.
e. Kondisi Lingkungan keluarga :
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Hubungan pasien
dengan warga sekitarnya cukup baik. Kebersihan lingkungan sekitar
juga terjaga.

1
2
3. Aspek Psikologis keluarga :
Hubungan dengan anggota keluarga baik. Namun pasien belum punya anak
dan menikah sudah dua kali

4. Riwayat Penyakit sebelumnya :


Riwayat kencing manis, darah tinggi, dan stroke disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ditemukan keluhan yang sama dengan pasien di dalam keluarga.

6. Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluhan utama : Nyeri kepala sejak 1 minggu sebelum datang ke
Puskesmas.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala sejak 1 minggu
sebelum datang ke Puskesmas. Nyeri muncul secara tiba tiba, rasa seperti
tertekan dan terikat di bagian tengkuk dan leher belakang hingga ke bagian
kepala depan. Nyeri dirasakan hilang timbul, dengan durasi 1 jam setiap
kalinya. Nyeri kepala semakin berat ketika pasien sedang beraktifitas dan
tidak hilang dengan istirahat.
Sebelumnya pasien pernah merasakan keluhan nyeri kepala yang
sama, namun dalam 1 bulan terakhir relatif lebih sering terjadi yakni 2-3x/
minggu. Pasien mengaku akhir akhir ini sulit tidur akibat memikirkan
masalah keluarga dan pekerjaan yang menumpuk.

3
Keluhan tidak disetai mual, muntah, demam, pelo, maupun
kelemahan setengah anggota badan. Nafsu makan menurun (+), BAB dan
BAK lancar, tidak ada keluhan.

7. Pemeriksaan Fisik

Kondisi umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Respirasi : 22 x/mnt
Suhu aksila : 37,6 C
TB : 170 cm
BB : 76 kg
Gizi : Overweight

Status General:

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor


THT :
Telinga : sekret -/-, kotoran telinga -/-
Hidung : sekret -/-, kongesti -/-
Tenggorokan : tonsil T1/T1, pharing hiperemis -/-, lidah normal,
bibir normal
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar -, kaku kuduk -
Thorax :
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordisteraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : batas kiri : 3 jari lateral LMC (sinistra) ICS V
batas kanan : 1 jari lateral LPS (dextra) ICS V
batas atas : ICS II
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : gerak pernafasan simetris, statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus N/N

4
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-wheezing -/-.

Abdomen
Inspeksi : distensi (-), denyut epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) ,
ballottement -/-
Perkusi : shifting dullness (-)
nyeri ketok CVA( )
Ekstremitas : akral hangat +/+,edema -/-

8. Diagnosa Kerja
Tension Headache(G44.2)
9. Diagnosa Banding
- Cluster headache (G44.0)
- Migren tanpa aura (G43.0)
- Mgrain dengan aura (G43.1)
- Vascular headache, not elsewhere classified (G44.1)
10. Manajemen :
a. Promotif
- Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya,
pencegahan dan pengobatannya.
- Memberikan informasi kepada pasien mengenai faktor-faktor
yang menjadi faktor risiko terjadinya penyakit yang dialami
pasien.
b. Preventif
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup
- Menganjurkan pasien untuk mengurangi aktifitas fisik yang
berat
- Menganjurkan pasien untuk menghindari faktor pemicu stress
- Menganjurkan pasien untuk olahraga teratur
- Menghindari kontraksi otot yang berlebihan

c. Kuratif
- Non farmakologi
- Istirahat yang cukup
- Latihan peregangan dan relaksasi otot
- Manajemen stress

- Farmakologi
Obat yang diberikan di puskesmas :
- Ibuprofen tablet 400 mg diberikan 3 x 1 tablet selama 3 hari

5
- Vitamin B 12 tablet 100 mcg diberikan 2 x 1 tablet selama 3 hari

d. Rehabilitasi
- Latihan peregangan dan relaksasi otot
- Istirahat yang cukup
- Manajemen stress dengan baik

Resep

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI


PUSKESMAS SIMPANG KAWAT

dr. Triana Amalia SIP. G1A215020

Jambi, 10 Agustus 2016

R/ Ibuprofen 400 mg tab No. X


S3dd tab I

R/ B Complex 500 mg tab No. III


S1dd tab 1

Pro : Tn. K
Umur : 48 tahun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Tension Type headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai
rasa berat atau tertekan yang menetap, pada kedua sisi kepala yang timbul
episodik dan berkaitan dengan stres, tetapi dapat berulang hampir setiap hari tanpa
adanya faktor psikologis. Nyeri ini timbul karena kontraksi terus-menerus otot-
otot kepala dan tengkuk yaitu m. splenius kapitis, m. temporalis, m.maseter, m.
sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. servikalis posterior, dan m. levator
skapula. Sifat nyerinya biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan-
berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak
menonjol. Tension headache ini juga dikenal sebagai stres headache, muscle

7
contraction headache, psychomiogenic headache, ordinary headache, dan
psikogenik headache.1,2

2.2. Epidemiologi

Pada penelitian di Amerika, tension headache merupakan penyakit nyeri


kepala primer. Penyakit ini 88% dijumpai pada wanita dan 66% pada laki-laki dan
sekitar 60% serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun.1

2.3. Etiologi

Etiologi dari tension headache ini belum diketahui secara pasti, namun
diduga disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain adalah cahaya yang
menyilaukan, stres psikososial, kecemasan, depresi, stres otot, marah, terkejut,
serta penggunaaan obat untuk tension headache yang berlebihan.2

2.4. Klasifikasi

Klasifikasi nyeri kepala tipe tegang/ Tension Headache menurut Ad Hoc


Committee of The International Headache Society adalah sebagai berikut:1,2

1. Nyeri kepala tipe tegang episodik

a. Minimal mengalami 10 kali episode nyeri kepala, dimana jumlah hari


dengan nyeri kepala tersebut < 180 hari/tahun (<15 hari/bulan)

b. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari

c. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri berikut ini :

- Kualitas nyeri seperti diikat atau ditekan

- Intensitas nyeri ringan sampai sedang

- Lokasi bilateral

- Tidak diperberat dengan berjalan menaiki tangga atau aktivitas fisik


sejenis

8
d. Tidak ada mual atau muntah, tidak ada fotofobia dan fonofobia

2. Nyeri kepala tipe tegang kronik

a. Rata-rata frekuensi nyeri kepala > 15 hari/bulan (>180 hari/tahun)


selama 6 bulan yang memenuhi kriteria 1b-1d diatas

b. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri pada nyeri


kepala tipe tegang episodik

c. Tidak ada muntah, dan tidak lebih satu hal berikut : mual, fotofobia atau
fonofobia

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi dari TTH sangat kompleks dan banyak faktor yang


mempengaruhinya, baik dari faktor sentral maupun perifer. Pada penderita TTH
didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi
jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang
menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang
bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya.3

TTH adalah kondisi stres mental, nonfisiologikal motor stres, dan


miofasial lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya
yang menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi
supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-
masing individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda-beda dalam hal
intensitas nyeri kepalanya.4

Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga

struktur fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi

oleh serabut kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan

serabut tebal yang bermyelin (A dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan

sensasi yang ringan/ tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan

9
inocuous, seperti misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator

kimiawi terangsang dan timbul proses sensitisasi serabut Aoc dan serabut C yang

berperan menambah rasa nyeri tekan pada tension type headache.4

Dulu dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat

menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type

headache sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction

headache. Akan tetapi pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian yang

menggunakan EMG (elektromiografi) pada penderita tension type headache

ternyata hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak

mengakibatkan iskemik otot, jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka

akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun

bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala. 4,5

Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial

trigger point yang berukuran kecil, hanya beberapa milimeter saja (tidak terdapat

pada semua otot). Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin( dilepas

dari platelet), bradikinin( dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin)

dan kalium (yang dilepas dari sel otot), substance P dan Calcitonin Gene Related

Peptide dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor

otot skelet. Jadi pada saat ini yang dianggap lebih berperan adalah nyeri

miofascial terhadap timbulnya TTH. 4,5

Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap

nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi

otot sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain

inhibitory activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif

10
amat berperan terhadap timbulnya nyeri pada tension headache. Semua nilai

ambang pressure pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan

menurun di sefalik maupun ekstrasefalik.3

2.6. Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang dapat timbul pada tension headache adalah nyeri kepala
yang dirasakan seperti kepala berat, pegal seperti diikat tali yang melingkari
kepala, kencang dan menekan. Kadang-kadang disertai nyeri kepala yang
berdenyut. Bila berlangsung lama, pada palpasi dapat ditemukan daerah-daerah
yang membenjol, keras dan nyeri tekan. Dapat pula disertai gejala mual, kadang-
kadang muntah, vertigo, lesu, sukar tidur, mimpi buruk, sering terbangun
menjelang pagi dan sulit tidur kembali, hiperventilasi, perut kembung, sedih,
hilangnya kemauan untuk belajar atau bekerja, anoreksia dan keluhan depresi
lainnya. Bisa juga nyeri dirasakan seperti perasaan tegang yang menjepit di kepala
dan nyeri berlokasi di daerah oksipito servikal.1,2

Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stres, kegelisahan dan atau


kelelahan temporer yang biasanya berlangsung satu atau 2 hari. Tipe kronis
biasanya nyeri bersifat bilateral, tidak mereda, dapat berlangsung siang maupun
malam hari, dan berlangsung sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, terasa
menekan, tidak berdenyut dan sering dikaitkan dengan perasaan gelisah, depresi
dan perasaan tertekan. 1,2

Selain itu juga ada gelaja lain pada nyeri kepala tegang otot ini yaitu: 2

- Fotofobia ringan namun konstan, mendorong penderita memakai kacamata


hitam walaupun hari mendung.

- Gejala-gejala GI : nausea pada pagi hari, Vomitus (jarang), sendawa belebihan


dan mengeluarkan flatus.

11
- Hiperventilitas, gangguan konsentrasi, kurang minat dalam bekerja dan
melakukan hobi, Gejala-gejala ini dapat ditafsirkan sebagai sindrom cemas
(anxietas).

- Rasa nyeri di dada kiri, di punggung dan region koksigeus. Rasa nyeri ini
bersamaan gejala GI dan Gejala psikosomatik lainnya dapat ditafsirkan sebagai
sindrom depresi.

2.7. Diagnosis
Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis TTH. Penderita yang
mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik termasuk
evaluasi neurological yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis.
Diagnosis pasti dapat ditentukan dari anamnesa, riwayat medis dan pemeriksaan
fisik.2

2.8. Penatalaksanaan
Pada nyeri kepala tension headache penatalaksanaan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:

1. Terapi psikofisiologis

Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk mengatasi stres,
serta tehnik ayap balik hayati (biofeedback). Dengan modalitas terapi tersebut,
frekuensi tension headache serta beratnya penyakit dapat berkurang. Strategi
pengelolaan stress mungkin sangat menolong pada tension headache. Perubahan
cara hidup mungkin diperlukan untuk nyeri kepala tension headache kronik. Cara
tersebut meliputi istirahat yang cukup dan latihan, perubahan dalam pekerjaan
atau kebiasaan relaksasi ataupun perubahan yang lain.2

2. Fisioterapi

Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi,


yoga, semedi, diatermi, kompres hangat, TENS (Transcutaneus electrical nerve
stimulation) ataupun terapi akupuntur. Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat
memberikan keuntungan pada kasus-kasus khusus. 2

12
3. Farmakoterapi

Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan atau


mengurangi serangan penyakit pada tension headache tipe episodik, serta terapi
pencegahan/preventif untuk terapi jangka panjang yang bermanfaat pada tension
headache kronik, namun dapat juga digunakan pada tension headache tipe
episodik. Obata-obatan yang dapat digunakan pada pengobatan tension headache
yaitu:1,2,5

a. Analgetikum /Non Streoid Anti Infalammatory Drugs (NSAIDs), dapat


menghilangkan rasa nyeri kepala ringan dan sedang, bila sebelumnya diberi obat
yang memacu gastrointestinal. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu :

Asam Asetilsalisilat 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr


Metampiron 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr
Glafein 200 mg tablet dengan dosis 600-1200 mg/hr
Asam Mefenamat 250-500 mg tablet dengan dosis 750-1500 mg/hr
Ibuprofen 400-800 mg tablet dengan dosis < 2400 mg/hr
b. Hipnotik-sedatif/antiansietas. Kerjanya terutama merupakan potensiasi inhibisi
neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Efek
sampingnya berupa inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan
psikomotor, gangguan koordinator berpikir, bingung, disartria, mulut kering dan
rasa pahit. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu :

Klordiazepoksid 5 mg tablet dengan dosis 15-30 mg/hr


Klobazam 10 mg tablet dengan dosis 20-30 mg/hr
Lorazepam 1-2 mg tablet dengan dosis 3-6 mg/hr
Diazepam 2-5 mg tablet dengan dosis 2-10 mg/hr
c. Antidepresan. Cara kerjanya dengan memblokade pengambilan kembali
noradrenalin dan memblokade aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor
histamin. Efek sampingnya adalah mengantuk, mulut kering, mata kabur dan
sukar berak. Obat-obatan yang dapat digunakan misalnya :

13
Amitriptilin 10/25 mg tablet dengan dosis 150-300mg/hr
Maprotiline 25/50/75 mg tablet dengan dosis 25-75 mg/hr
Amineptine 100 mg tablet dengan dosis 200 mg/hr
d. Antagonis serotonin, sebaiknya diberikan dalam bentuk sediaan injeksi atau
spray nasal, jika pemberian oral tidak memungkinan saat ada gejala mual atau
muntah. Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar
neurotransmitter serotonin di otak. Obat yang digunakan yaitu :
Metysergid 2 mg tablet dengan dosis 4-6 mg/hr
Sumatriptan 100 mg tablet dengan dosis 300 mg/hr
Fluoksetin 10 mg tablet dengan dosis maksimal 60 mg/hr
e. Agonis selektif reseptor 2, obat yang digunakan yaitu tizanidin. Cara kerjanya
adalah dengan mencegah mengecilnya dan melebarnya pembuluh darah secara
abnormal. Bekerja pada rangsangan sentral neuron-neuron penghambat. Efek
sampingnya adalah mengantuk, mulut kering dan depresi. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tizanidin ternyata efikasius, aman dan dapat ditoleransi pada
terapi profilaksis nyeri kepala harian.
Serangan akut berespon terhadap aspirin dan obat AINS lainnya seperti
asam asetilsalisilat, metampiron maupun asam mefenamat. Untuk tindakan
profilaksis diberikan pengobatan amitriptilin, atau pemberian kembali inhibitor
selektif serotonin dan tizanidin sangat berguna dalam beberapa kasus. Meski
banyak pasien berespon terhadap benzodiazepin seperti diazepam, obat-obat ini
harus dibatasi penggunaannya karena memiliki potensi adiktif.

Selain ketiga jenis terapi diatas adapula cara-cara lain yang bisa digunakan
untuk meredakan nyeri pada tension headache, diantaranya yaitu:5

1. Botulinum toksin A (BTX A), adalah obat yang poten untuk beberapa penyakit
berat yang berhubungan dengan kenaikan tonus otot. Meskipun mekanismenya
belum diketahui secara pasti, diduga BTX A mempunyai target menurunkan
Substance P, dan sebagai relaksan otot.

14
2. Injeksi dengan anastesi lokal, misalnya injeksi prokain, prokain-kofein
kompleks, lidokain dan lain-lain, atau yang lebih dikenal dengan istilah injeksi
trigger point, yang juga membantu mempercepat penyembuhan.

2.9. Prognosis
Prognosis dari Tension Headache umumnya memberikan respon yang baik
terhadap pengobatan tanpa pengaruh efek sisa.1

BAB III
ANALISA KASUS

a Hubungan diagnosis dengan rumah dan lingkungan sekitar


Tidak terdapat hubungan antara keluhan yang dialami pasien dengan keadaan
rumah dan lingkungan sekitar.

15
b Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Berhubungan dengan keadaan pasien belum memiliki anak sehingga memicu
stress.
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien,
hubungan pasien dengan keluarga baik. Tidak terdapat hubungan antara
diagnosa penyakit yang dialami pasien karena bukan penyakit dengan factor
risiko genetik.

c Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Tidak terdapat hubungan antara perilaku kesehatan baik dalam keluarga
maupun lingkungan sekitar terhadap penyakit yang dialami pasien.

d Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini
Kemungkinan penyebab penyakit pada pasien ini karena keadaan stres akhir-
akhir ini sehingga pasien sulit tidur dan kurang istirahat. Hal tersebut
sekaligus dapat menjadi faktor stress yang dapat memicu terjadinya tension
headache.

e Analisis untuk mengurangi paparan dengan faktor resiko atau etiologi pada
pasien ini
Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup
Menjalankan manajemen stress dengan baik
Latihan peregangan dan relaksasi otot

Rencana Edukasi Penyakit kepada Pasien dan Keluarga

Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya, pencegahan


dan pengobatannya.
Memberikan informasi kepada pasien mengenai faktor-faktor yang
menjadi faktor risiko terjadinya penyakit yang dialami pasien.
Istirahat yang cukup
Latihan peregangan dan relaksasi otot
Manajemen stress
Pola makan yang sehat, bergizi dan seimbang

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat,


Jakarta; 2009.h.17-21
2. Price, S.A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.
EGC, Jakarta; 2004.h.975
3. Bendtsen L. Central Sensitization in Tension type Headache-Possible
Pathophysiological Mechanisms. Cephalalgia 2000;20:486-508
4. Bolay H, Moskowitz MA. Mechanism of Pain Modulation in Chronic
Syndromes. Neurology 2002;59:52-57
5. Wibowo, Samekto dan Abdul Gofir. Farmakoterapi dalam Neurologi.
Salemba Medika, Jakarta; 2001.h.108-111

17
LAMPIRAN

18
19

Anda mungkin juga menyukai