Anda di halaman 1dari 16

Referat

GOUT ARTHRITIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF IPD
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh :
Triana Puti Nendes, S.Ked
2106111068

Preseptor :

dr. Rahmawati, Sp. PD-KGH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM CUT MUTIA
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
FAKULTAS KEDOKTERAN
ACEH UTARA
2021
i

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan
karunia Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gout Arthritis“.
Penyusunan referat ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior pada Bagian/SMF Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Cut
Meutia Aceh Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr Rahmawati, Sp.PD-KGH selaku
preseptor selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Dalam atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk memberikan
bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi penulis sehingga
referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang
akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Lhokseumawe, Desember 2021

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2

2.1 Definisi......................................................................................................2

2.2 Epidemiologi.............................................................................................2

2.4 Etiologi......................................................................................................2

2.5 Patogenesis................................................................................................3

2.6 Manifestasi Klinis......................................................................................4

2.7 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................4

2.8 Diagnosis...................................................................................................5

2.9 Tatalaksana................................................................................................7

2.10 Komplikasi...........................................................................................11

2.11 Prognosis..............................................................................................11

BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN

Gout arthritis adalah penyakit inflamasi kronis yang sering terjadi pada
orang dewasa, 3-4 kali dibandingkan rheumatoid arthritis. Gout arthritis paling
banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1.
Prevalensi gout meningkat sesuai umur dengan rerata 7% pada pria umur
>75 tahun dan 3% pada wanita umur >85 tahun (1). Insidensi gout meningkat
dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah insidensi obesitas dan sindorm
metabolik (2).
Gout terjadi dikarenakan akumulasi dari kristal urat pada jaringan yang
menyebabkan inflamasi dan nyeri saat serangan akut gout. Perjalanan alamiah
gout terdiri dari tiga fase, yaitu hiperurisemia tanpa gejala klinis, arthritis gout
akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal) dan arthritis gout
kronik (1).
Beberapa penelitian menujukkan bahwa pengelolaan gout masih belum
optimal ditunjukkan dengan angka ketidaktepatan dalam penegakan diagnosis
yang menyebabkan ketidaktepatan pada pengobatan pasien (3).
.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gout adalah penyakit inflamasi kronis yang ditandai dengan tingkat asam
urat yang tinggi dan sedimentasi dari kristal monosodium urat di persendian dan
jaringan disekirar persendian (4).
2.2 Epidemiologi
Gout merupakan kasus inflamasi artritis yang banyak terjadi dan sering
terjadi pada dewasa. Gout mengenai 1 – 4% populasi dewasa. Prevalensi gout
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor demografi seperti
etnis, usia, dan jenis kelamin. Dalam penelitian yang dilakukan oleh U.S.
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), prevalensi gout
pada populasi kulit hitam non Hispanik (4,8%) lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi kulit putih non-Hispanik (4,0%) dan populasi Hispanik (2%). Prevalensi
gout meningkat sesuai umur dengan rerata 7% pada pria umur >75 tahun
dan 3% pada wanita umur >85 tahun. Prevalensi gout diperkirakan antara 13.6
per 1000 pria dan 6.4 per 1000 wanita. Prevalensi gout juga lebih tinggi di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan (1,2,5,6).
Terjadi peningkatan insidensi gout dikarenakan kebiasaan makan yang
buruk, seperti makanan cepat saji, kurangnya latihan fisik, dan peningkatan
insidensi obesitas dan sindrom metabolik (6).
2.4 Etiologi
1. Faktor risiko
Hiperurisemia adalah penyebab utama gout. Orang dengan tingkat serum
urat yang tinggi tidak hanya dapat meningkatkan risiko dari serangan akut
gout, tapi juga meningkatkan frekuensi serangan akut (7,8).
Faktor lain yang dapat menyababkan gout dan/atau hiperurisemia adalah
usia, jenis kelamin laki-laki, diet purin, alkohol, obat-obatan, penyakit
komorbid, dan genetik. Obat-obatan yang dapat menyebabkan gout
dan/atau urisemia diantaranya adalah diuretic, aspirin dosis rendah,
etambutol, pirazinamid, dan siklosporin (7).
3

Penelitian yang berhubungan dengan genom menemukan bahwa beberapa


gen berhubungan dengan gout, diantaranya adalah SLC2A9, ABCG2,
SLC22A12, GCKR, dan PDZK1 (9).
Makanan dapat berkontribusi dalam hiperurisemia dan gout seperti
mengkonsumsi makanan laut, organ, dan daging merah. Minuman seperti
alkohol, minuman kaleng, soda, dan minuman yang tinggi fruktosa
berkontribusi terhadap gout dan/atau hiperurisemia (7).
2. Pemicu
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pada konsenstrasi urat
ekstraseluler memiliki potensi dalam memicu serangan akut gout. Kondisi
ini termasuk stress (prosedur operasi, trauma, atau kelaparan), faktor
makanan (seperti makanan berlemak, bir, dan wine), dan obat-obatan
(aspirin, diuretik, dan alopurinol) (10).
2.5 Patogenesis
1. Hiperurisemia dan deposisi kristal monosodium urat
Hiperurisemia adalah kunci dari perkembangan gout dan dapat
menyebabkan nukleasi dan perkembangan kristal monosodium urat
dengan mengurangi kelarutan urat. Asam urat dalam darah berasal dari
pemecahan purin secara eksogen dan endogen, yang akan diekskresikan
melalui ginjal. Produksi berlebihan dan/atau rendahnya ekskresi dari asam
urat dapat menjadi dasar dari peningkatan tingkat serum asam urat (8).
2. Inflamasi imbas kristal monosodium urat
Inflamasi terjadi ketika makrofag melakukan fagositosis dari kristal
monosodium urat dan memicu pembentukan dan aktivasi dari kompleks
protein sitosolic (NLRP2 inflammasome). Kompleks ini akan menarik
caspase-1 yang akan mengaktifasi pro-IL-1 beta menjadi IL-1 beta. IL-1
beta memainkan peran penting dalam respon inflamasi gout. Hal ini akan
menyebabkan vasodilatasi, penarikan monosit dan memulai inflamasi.
Sekresi dari IL-1 beta akan menyebabkan kerapuhan tulang dan kartilago.
Sitonkin lain seperti TNF-1, IL-6, CXCL8 dan COX-2 juga terlibat dalam
respon inflamasi (4,11)
4

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari gout adalah (12)
1. Podagra
Gout artritis akut biasanya dimulai dengan nyeri yang tiba-tiba, dan
biasanya di malam hari. Sendi metatarsophalangeal akan terlibat dan akan
membengkak, hangat, kemerahan, dan lembek.. Nyeri akan memberat
dalam beberapa jam.
2. Tofi
Tofi adalah deposit asam urat dalam bentuk kristal monosodium urat. Tofi
terbentuk di sendi, tulang rawan, tulang.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Analisis cairan sinovial
Identifikasi kristal monosodium urat merupakan standar baku dalam
diagnosis gout. Cairan synovial saat serangan gout akut biasanya berwarna
kuning dan tampak berawan. Cairan ini mengandung kristal dan leukosit.
Analisis cairan synovial atau aspirasi tofus dibawah mikroskop akan
terlihat kristal berbentuk jarum dan birefringen negatif (10).
2. Laboratorium
Ditemukan peningkatan hitung leukosit, erythrocyte sedimentation rate
(ESR) dan C-reaktive protein (CRP) selama serangan akut gout, tapi ini
tidak spesifik dan tidak mengkomfirmasi diagnosis.
Saat serangan akut, serum urat mungkin dalam tingkat normal.
Pemeriksaan ulang tingkat asam urat pada pasien setelah serangan akut
gout. Hiperurisemia dapat mengkonfirmasi diagnosis definitive dari gout.
Ekskresi asam urat melalui urin dapat dilakukan, terutama pada populasi
muda dengan penyebab hiperurisemia non spesifik (10).
3. Radiologi
Ultrasonography (USG) dan dual energy CT (DECT) dapat membantu
dalam diagnosis gout. Desposisi monosodium urat dapat terlihat di USG
sebagai hyperechoic enchancement pada kartilago, dan disebut sebagai
5

double contour sign. DECT dapat mengidentifikasi urat dikarenakan


redaman sinar setelah paparan dari dua spektrum x-ray yang berbeda (10).
2.8 Diagnosis
Artritis gout terjadi akibat peningkatan kadar asam urat serum atau
hiperurisemia yang berlangsung kronik sehingga terjadi deposisis kristal
Monosodium Urat (MSU) di persendian (1)
Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga fase, yaitu (1)
a. Hiperurisemia tanpa gejala klinis
Fase ini ditandai dengan kadar asam urat serum > 6,8 mg/dl. Periode ini
dapat berlangsung cukup lama dan Sebagian dapat berubah menjadi artritis
gout
b. Artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal)
Serangan artritis out akut yang pertama paling sering mengenai sendi
metatarsophalangeal (MTP) 1 yaitu sekitar 80 – 90 % kasus, yang secara
klasik disebut podagra. Onset serangan tiba-tiba, sendiri yang terkena
mengalami eritema, hangat, bengkak, dan nyeri
Serangan artritis akut kedua dapat dialami dalam 6 bulan sampai 2 tahun
setelah serangan pertama. Serangan akut kedua dan seterusnya dapat
mengenai lebih dari satu persendian, dapat melibatkan tungkai atas, durasi
serangan lebih lama, interval antar serangan lebih pendek dan lebih berat.
Serangan artritis akut yang tidak terobati dengan baik akan mengakitarkan
artritis gout kronis yang ditandai dengan inflamasi ringan pada sendi
disertai destruksi kronis pada sendi-sendi yang mengalami serangan artritis
akut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan deformitas sendi dan tofus pada
jaringan (kristal MSU dikelilingi sel mononuclear dan sel raksasa)
c. Artritis gout kronis
Artritis gout kronis berkembang dalam 5 tahun dari onset pertama artritis
gout akut pada sekitar 30% pasien yang tidak terobati dengan baik.
Kriteria diagnosis artritis gout akut dapat menggunakan kriteria menurut
American College of Rheumatology (ACR)/ European League against
Rheumatism (EULAR) [Tabel 1]
6

Langkah-langkah dalam menggunakan kriteria ACR/EULAR tahun 2015 sebagai


berikut

Langkah1 : Langkah 2: Langkah 3:


Kriteria Awal Kriteria Cukup Kriteria
Klasifikasi
Minimal 1 Ditemukan kristal Digunakan
episode bengkak, MSU pada sendi apabila tidak
nyeri pada sendiri atau bursa yang memenuhi
perifer atau bursa terlibat (misalnya kriteria cukup
cairan sinovial) diklasifikasikan
atau tofus sebagai gout jika
Jika ditemukan, jumlah skor dari
maka dapat riteria pada tabel
diklasifikasikan 1≥8
sebagai gout
tanpa
mengaplikasikan
klasifikasi pada
tabel 1

Tabel 1 Kriteria Gout dari ACR/EULAR 2015 (1)


Kriteria Kategori Skor
Klinis
Pola keterlibatan sendi/bursa selama Pergelangan kaki atau 1
episode simptomatik telapak kaki (monoarticular
atau oligoarticular tanpa
keterlibatan sendi MTP-1)
Sendi MTP-1 terlibat dalam 2
episode simptomatik, dapat
monoarticular maupun
oligoarticular)
Karakteristik episode simptomatik
 Eritema
 Tidak dapat menahan nyeri 1 karakteristik 1
akibat sentuhan atau penekanan 2 karakteristik 2
pada sendi yang terlibat 3 karakteristik 3
 Kesulitan berjalan atau tidak
dapat mempergunakan sendi
yang terlibat
7

Terdapat ≥ 2 tanda episode simptomatik


tipikal dengan atau tanpa terapi
 Nyeri < 24 jam 1 episode tipikal 1
 Resolusi gejala ≤ 14 hari Episode tipikal rekuren 2
 Resolusi komlit diantara episode
simptomatik
Bukti klinis adanya tofus Ditemukan tofus 4
Nodul subkutan yang tampak seperti
kapur di bawah kulit yang
transparan, seringkali dilapisi
jaringan vascular; lokasi tipikal:
sendi, telinga, bursa olecranon,
bantalan jari, tendon
Laboratoris
Asam urat serum dinilai dengan metode <4 mg/dL (<0,24 mmol/L) -4
uricase 6-8 mg/dL (<0,360 <0,48 2
Idealnya dilakukan pada saat pasien mmol/L) 3
tidak sedang menerima terapi penurun 8-<10 mg/dL (0,48- <0,60 4
asam urat dan sudah > 4 minggu sejak mmol/L)
timbul episode simptomatik (atau selama ≥10 mg/dL (≥0,60 mmol/L)
fase interkritikal)
Analisis cairan synovial pada snedi atau MSU negative -2
bursa yang terlibat
Pencitraan
Bukti pencitraan deposisi urat pada sendi Terdapat tanda deposisi urat 4
atau bursa simptomatik: ditemukan
double-contour sign positif pada
ultrasound atau DECT menunjukkan
adanya deposisi urat
Bukti pencitraan kerusakan sendiri Tedapat bukti kerusakan 4
akibat gout: radiografi konvensional sendi
pada tangan dan/atau kaki menunjukkan
minimal 1 erosi

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana dapat dilakukan pada setiap fase (1)
1. Hiperurisemia tanpa gejala klinis
a. Pilihan tata laksana yang paling disarankan adalah modifikasi gaya
hidup, termasuk pola diet.
8

b. Pemberian obat penurun asam urat tidak dianjurkan secara rutin


dengan pertimbangan risiko dan efektifitas obat penurun asam urat
2. Gout Akut
a. Serangan gout akut harus ditangani secepatnya. Evaluasi adanya
kontraindikasi sebelum pemberian terapi
b. Pilihan gout akut dengan onset <12 jam adalah kolkisin dengan dosis
awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0,5 mg. Terapi pilihan lain
diantaranya : OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila dibutuhkan
aspirasi sendi dilanjutkan injeksi kortikosteroid. Perhatikan
kontraindikasi terapi sebelum diberikan. Kolkisin dan OAINS tidak
boleh diberikan pada pasien dengan mendapat terapi penghambat P-
glikoprotein dan/atau CYP3A4 seperti siklosporin atau klaritromisin.
c. Pemberian obat penurun asam urat tidak dianjutkan pada terapi
serangan gout akut, namun dilanjutkan pada pasien yang sudah
mengonsumsi obat tersebut secara rutin
d. Obat penurun asam urat dianjutkan dimulai 2 minggu setelah serangan
akut reda.
e. Indikasi memulai terapi penurunan asam urat adalah pasien dengan
serangan gout ≥2 kali serangna, pasien serangan gout pertama kali
dengan kadar asam urat serum ≥8 atau usia <40 tahun
f. Pada penyakit komorbid:
i. Hipertensi: pertimbangkan untuk menganti terapi antihipertensi
golongan thiazide atau loop diuretic
ii. Dislipidemia: pertimbangkan untuk memulai terapi statin atau
fenofibrate
3. Fase Interkritikal dan Gout Kronis
a. Terapi penurun asam urat lini pertama yang dapat diberikan yaitu
alopurinol yang diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat
dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimal 900 mg/hari (jika
fungsi ginjal baik). Apabila diberikan melebihi 300 mg/hari, maka
pembarian obat harus terbagi.
9

Jika terjadi toksisitas akibat alopurinol, salah satu pilihan adalah terapi
urokosurik dengan probenecid 1- 2 g/hari. Probenecid dapat diberikan
pada pasien dengan fungsi ginjal normal, namun dikontraindikasikan
pada pasien dengan urolitiasis atau eksresi asam urat urin ≥800 mg/24
jam. Pilihan lain adalah febuxostat dengan dosis 80-120 mg/hari.
b. Terapi pencegahan serangan gout akut diberikan selama 6 bulan sejak
awal pemberian terapi penurun kadar asam urat dengan kolkisin 0,5-1
mg/hari, dosis harus dikurangi pada gangguan fungsi ginjal. Pasien
yang mengalami intoleransi atau kontraindikasi kolkisin dapat
diberikan OAINS dosis rendah selama tidak ada kontraindikasi
c. Kadar asam urat serum harus dimonitor dan dijaga agar <6 mg/dL.
Pada pasien dengan gout berat (seperti tofi, artopati kronis, sering
terjadi serangan artritis gout) target kadar asam urat serum diupayakan
sampai <5 mg/dL untuk melarutkan kristal monosodium urat
d. Semua pilihan obat untuk menurunkan kadar serum asam urat dimulai
dengan dosis rendah dan titrasi dosis meningkat sampai tercapai kadar
asam urat <6 mg/dL dan bertahan sepanjang hidup
e. Gout kronis dengan tofi dan kualitas hidup buruk, bila terapi penurun
kadar asam urat tidak mencapai target dapat diberikan kombinasi
inhibitor xantin oksidase dan obat urikosurik atau diganti dengan
peglotikase
Tatalaksana Gout pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal
1. Pengelolaan gout akut pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
a. Serangan gout akut pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dapat
diberikan kortikosteroid oral atau injeksi intraarticular
b. Kolkisin dosis rendah (0,5 mg 1x/hari) dapat dipertimbangkan bila
bersihan kreatinin masih >50 ml/menit
c. Analgesia golongan opioid dapat ditambahkan bila pasien masih nyeri
2. Pengelolaan gout kronik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
a. Pada gangguan fungsi ginjal pemberian alopurinol dimulai 100
mg/hari dan dosis dititrasi sampai target kadar asam urat serum <6
10

mg/dL. Pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 3-5 dibutuhkan


penyesuaian dosis pemeliharaan alopurinol
b. Pada gangguan fungsi ginjal dengan bersihan kreatinin >30 ml/menit,
pemberian febuxostat tidak perlu penyesuaian dosis
c. Pemberian profilaksis kolkisin tidak memerlukan penyesuaian dosis
pada pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang memiliki
bersihan kreatinin >60 ml/min/1.73m2. Sedangkan pada pasien yang
memiliki bersihan kreatinin 30 – 60 ml/min/1.73m2 dosis yang
diberikan dibatasi 0.5 mg, pasien dengan bersihan kreatinin 10 – 30
ml/min/1.73m2 dosis dibatasi 0.5 mg setiap 2 – 3 hari, dan pemberian
kolkisin perlu dihindari pada pasien dengan bersihan kreatinin <10
ml/min/1.73m2.
Rekomendasi perubahan Gaya Hidup
1. Pasien yang overweight harus melakukan modifikasi pola makan untuk
memiliki berat badan ideal.
2. Diet
Hindari makanan yang mengandung tinggi purin dengan nilai biologik
yang tinggi, seperti hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi.
Makanan yang harus dibatasi antara lain daging sapi, domba, babi,
makanan laut tinggi purin (sardin, kelompok shellfish seperti lobster,
tiram, kerang, udang, kepiting, tiram scallop). Alhokol dalam bentuk bir,
wiski, dan fortified wine meningkatkan risiko serangan gout. Demikian
pula dengan fruktorsa yang ditemukan dalam corn syrup, pemanis pada
minuman ringan, dan jus buah. Disarankan mengkonsumsi vitamin C,
dairy product rendah lemak seperti susu dan yogurt rendah lemak, ceri
dan kopi untuk menurunkan risiko serangan gout.
Disarankan untuk menjaga berat tubuh yang ideal. Hindari diet ketat dan
tinggi protein. Konsumsi air yang cukup. Asupan air minum >2 liter per
hari disarankan pada keadaan gout dengan urolithiasis. Sedangkan saat
terjadi serangan gout direkomendasikan untuk meningkatkan asupan air
minum minimal 8-16 gelas perhari.
11

3. Latihan fisik
Latihan fisik dilakukan secara rutin 3 – 5 hari seminggu selama 30 – 60
menit. Olahraga meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan
sendi, dan ketahanan kardiovaskular. Olahraga bertujuan untuk menjaga
berat badan ideal dan menghindari terjadinya gangguan metabolisme.
4. Lain-Lain
Disarankan untuk menghindari kebiasaan merokok
2.10 Komplikasi
Komplikasi dari gout arthritis diantaranya adalah tophi, deformitas sendi,
osteoarthritis, keropos tulang, nefropati urat, dan nefrolitiasis. Gout juga dapat
menyebabkan komplikasi okular, seperti konjungtivitis, uveitis, atau skleritis
disebabkan presipitasi kristal urat (10). Tophi dapat berkembang di beberapa
tempat seperti di jari, tangan, kaki, siku, atau tendon Achilles. Tophi biasanya
tidak nyeri, tapi dapat membengkak dan lunak selama serangan gout (13).
2.11 Prognosis
Prognosis dari gout artritis tergantung dengan kormobiditas dari
individual. Angka mortalitas meningkat pada individual dengan komorbid
kardiovaskular dan sindrom metabolik. Ketika gout ditatalaksana yang tepat,
pasien akan hidup normal dengan gejala sisa yang ringan. Pasien dengan gejala
yang timbul sebelum usia 30 tahun dan tingkat serum asam urat > 9.0 mg/dL
(>0.5 mmol/L) akan memiliki manifestasi klinis awal yang lebih parah. Untuk
pasien yang tidak melakukan modifikasi gaya hidup, serangan akut berulang
sering terjadi (10,14)
BAB 3
KESIMPULAN
Gout arthritis adalah penyakit inflamasi kronis yang sering terjadi pada
orang dewasa, 3-4 kali dibandingkan rheumatoid arthritis. Goat arthritis paling
banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1.
Insidensi gout meningkat dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah
insidensi obesitas dan sindorm metabolik.
Gout terjadi dikarenakan akumulasi dari kristal urat pada jaringan yang
menyebabkan inflamasi dan nyeri saat serangan akut gout. Perjalanan alamiah
gout terdiri dari tiga fase, yaitu hiperurisemia tanpa gejala klinis, arthritis gout
akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal) dan arthritis gout
kronik. Pada pasien yang mengalami gout akut, biasanya ditemukan inflamasi
akut ditandai dengan nyeri hebat, nyeri sentuh/tekan, onset tiba-tiba disertai
bengkak dengan atau tanpa eritema yang mencapai Pundak 6-12 jam pada satu
sendi. Pasien dapat mengalami gout kronis minimal 5 tahun dari serangan
pertama. Kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis gout adalah
menggunakan kriteria gout dari ACR/EULAR 2015.
Pengelolaan pasien dengan hiperurisema tanpa gejala klinis adalah dengan
modifikasi gaya hidup. Pengelolaan pasien dengan gout akut dengan onset <12
jam adalah kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.05 mg.
Terapi lain diantarnaya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila dibutuhkan
aspirasi sendi diikuti injeksi kortikosteroid. Pengelolaan pasien dengan fout fase
interkritikal dan gout kronis adalah dengan pemberian alopurinol (100-900
mg/hari), probenecid (1-2 g/hari) atau febuxostat (80-120 mg/hari). Komplikasi
dari gout arthritis diantaranya adalah tophi, deformitas sendi, osteoarthritis,
keropos tulang, nefropati urat, dan nefrolitiasis. Prognosis dari gout artritis
tergantung dengan kormobiditas dari individual. Ketika gout ditatalaksana yang
tepat, pasien akan hidup normal dengan gejala sisa yang ringan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Pedoman Diagnosis
dan Pengelolaan Gout. 2018. 1–33 p.
2. Singh JA, Gaffo A. Gout epidemiology and comorbidities. Semin Arthritis
Rheum. 2020;50(3):S11–6.
3. Edwards NL. Quality of care in patients with gout: Why is management
suboptimal and what can be done about it? Curr Rheumatol Rep.
2011;13(2):154–9.
4. Chen J, Wu M, Yang J, Wang J, Qiao Y, Li X. The Immunological Basis in
the Pathogenesis of Gout The role of MSU in gout development. Iran J
Immunol. 2017;14(2):90–8.
5. Dehlin M, Jacobsson L, Roddy E. Global epidemiology of gout:
prevalence, incidence, treatment patterns and risk factors. Nat Rev
Rheumatol. 2020;16(7):380–90.
6. Kuo CF, Grainge MJ, Zhang W, Doherty M. Global epidemiology of gout:
Prevalence, incidence and risk factors. Nat Rev Rheumatol.
2015;11(11):649–62.
7. Neogi T. Gout. Ann Intern Med. 2016;165(1):ITC1–15.
8. Dalbeth N, Gosling AL, Gaffo A, Abhishek A. Gout. Vol. 397, The Lancet.
2021.
9. Merriman TR, Choi HK, Dalbeth N. The genetic basis of gout. Rheum Dis
Clin North Am. 2014;40(2):279–90.
10. Fernando A, Rednam M, Widrich J. Gout. StatPearls. 2021;
11. So AK, Martinon F. Inflammation in gout: Mechanisms and therapeutic
targets. Nat Rev Rheumatol [Internet]. 2017;13(11):639–47. Available
from: http://dx.doi.org/10.1038/nrrheum.2017.155
12. Schlesinger N. Clinical features of gout. Gout. 2013;63(4):70–7.
13. Mayo Clinic Staff. Gout: Complications. Mayo Clinic. 2018.
14. Mandell BF. Gout. Merck Manual. 2020.

Anda mungkin juga menyukai