Anda di halaman 1dari 17

CUT SARAH FARADILLA

180610080
PEND.DOKTER FK UNIMAL 2018

MODUL 4

KELAINAN KORTEKS ANDRENAL

SKENARIO 4

Lutut Lemah

Tn S 27 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama kelemahan pada kedua
tungkai yang dialami sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien dalam keadaan
sadar, tidak ada kelemahan pada satu sisi tubuh, sakit kepala, atau kejang sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat menderita hipertensi sejak tahun 2013, serta rutin mengonsumsi candesartan
1 x 16 mg dan spironolakton 1 x 25 mg. Pasien juga memiliki riwayat mengalami kelumpuhan
pada kedua tungkai enam bulan yang lalu, serta riwayat sering masuk rumah sakit dan dirawat
dengan hipokalemia berulang sejak dua tahun terakhir. Pasien rutin mengonsumsi K L-aspartate
300 mg 2 x 1 tablet. Pada pemeriksaan fisis, tampak pasien sakit sedang, gizi cukup, dan sadar.
Tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 90 kali/menit, dan pernapasan 20 kali/ menit. Pada
pemeriksaan neurologi tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit 15.700 u/L; hemoglobin 14,9 g/dL; trombosit 368.000 u/L; ureum 41 mg/dl; kreatinin
1,0 mg/dl; natrium 146; kalium 1,1; klorida 102; natrium urin 190 mmol/24 jam; kalium urin 27
mmol/24 jam; serta klorida urin 200 mmol/24 jam. Gambaran EKG menunjukkan sinus ritme
dengan hipertrofi ventrikel kiri. Pada pemeriksaan MRI abdomen didapatkan gambaran tumor
adrenal kiri berukuran 1,7 x 1,5 cm. Bagaimana Anda menjelaskan kasus diatas?

Bagaimana Anda menjelaskan kasus diatas?

JUMP 1
1. Candesartan: golongan obat penghambat reseptor angiotensin II / ARB untuk
menurunkan tekanan darah atau hipertensi
2. Spironolacton : golongan obat diuretik yang bekerja menghambat absorbsi garam,
tetapi tetap menjaga kadar kalium dalam darah agar tetap normal.
3. K L-aspartat : suatu kandungan dari obat Aspar K, didalamnya terdapat bahan aktif yang
biasa digunakan untuk menjaga volume cairan tubuh, serta asam basa dan juga
elektrolit.

JUMP 2 & 3
1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisis & lab pada Tn.S?
TD: 180/100 mmHg: hipertensi derajat 2

Nadi: 90x/menit: normal:60-100x/menit

Pernafasan:20x/menit: normal:16-20x/menit

* pemeriksaan laboratorium

Leukosit:15.700 u/l: Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3: leukositosis

Hemoglobin:14,9 g/dl:normal: Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL ,Wanita: 12 - 16 g/dL

Trombosit:368.000 u/L:normal: Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3

Ureum:41 mg/dl: normal: nilai normal ureum 10 – 50 mg/dl

Kreatinin:1,0 mg/dl: normal: nilai normal kreatinin < 1,5 mg/dl

Natrium:146: normal: nilai normal:135-145 mEq/l

Kalium:1,1: hipokalemia: nilai normal:3,5-5,3 mEq/l

Klorida:102: normal: nilai normal:100-106 mEq/l

Natrium urin:190 mmol/24 jam: normal: nilai normal:40-220 mmol/24 jam

Kalium urin:27 mmol/24 jam: normal: nilai normal:25-125 mmol/24 jam

2. Apakah terdapat Efek dari Konsumsi Obat Candesartan dan Spironolakton dengan
kondisi tubuh Tn.S yang mengalami Kelemahan pada kedua tungkai kakinya ?
Tn.S Mengkonsumsi Candesartan sudah tentunya menimbulkan Efek samping di
antaranya adalah menyebabkan bengkak yang dapat di temukan pada kedua tungkai ini
dapat di sebabkan karna kadar kalium yang tinggi terkandung pada Candesartan
ini,kemudian Sprironolakton ini mempunyai efek samping yang dapat menyebabkan dan
menimbulkan kram pada kaki dan berdampak dengan terjadinya kelemahan pada kedua
ekstremitas tungkai kaki pada Tn.S Tersebut.

3. Adakah hubungan hipertensi dengan penyakit yang diderita tuan S sekarang ?


Ada, karena pada peningkatan hormone kortisol sendiri terjadi dua mekanisme
yang berhubungan dengan hipertesi yaitu:
1.tubuh akan memperkuat efek katekolamin pada pembuluh darah
2.kortisol mulai bereaksi silang dengan rseptor mineralkortikoid yang biasanya hanya
mengikat hormone steroid yang berikatan-mineralocorticoids yang diekresikan dari zona
glomerulosa lapisan korteks adrenal,dengan kata lain karena kortisol yang secara
structural mirip dengan mineralkortikoid dapat mengikat reseptor itu dan itu dapat
memicu mineralokortikoid efek yang utama meningkatkan tekanan darah dengan
menahan cairan.

4. Apa diagnosa dan diagnosa banding dari kasus Tn.S?


Dx: Hiperaldosteronisme primer/ Conn’s Syndrome type APA
DD:

5. Kenapa pada px EKG dan px MRI abdomen didapatkan hasil seperti pada skenario
tsb ?
Pada px EKG : Kita ketahui pada skenario bahwa Tn. S mengalami hipertensi yang tidak
terkendali. Dimana LVH akibat dari menurunnya jumlah darah yang mengalir dari
ventrikel kiri ke aorta sehingga kondisi ini akan memicu ventrikel kiri untuk bekerja lebih
keras agar dapat menyediakan pasokan darah ke seluruh tubuh.
Pada px MRI : didapatkan tumor yang hanya terdapat di salah satu bagian, tidak di
keduanya, dimana itu menunjukan bahwa terdapat tumor dengan type adenoma
(Aldosteron Producing Adenoma/APA).

6. Kenapa Tn. S bisa mengalami hipokalemia?


Sel kelenjar adrenal yang mengalami adenoma akan menghasilkan hormon
aldosteron secara berlebihan. Hal ini akan merangsang penambahan jumlah kanal natrium
yang terbuka pada sel prinsipal membran luminal dari duktus kolektikus bagian korteks
ginjal, sehingga terjadi reabsorbsi natrium. Absorbsi natrium juga membawa air, sehingga
tubuh menjadi cenderung hipervolemia. Lumen duktus kolektikus akan menjadi bermuatan
lebih negatif, sehingga ion kalium keluar dari sel duktus kolektikus masuk ke dalam lumen
tubuli. Peningkatan ekskresi kalium di urin ini mengakibatkan kadar kalium darah menjadi
berkurang.

Penyebab lain:

a. Mengkonsumsi obat yang dapat menyebabkan hipokalemia


b. Kehilangan cairan tubuh akibat muntah yang berlebihan, diare dan
berkeringat.
c. Terjadinya peningkatan hormon aldosteron yang mengatur kadar pontasium
d. Disfungsi ginjal, seperti Asidosis Tubular Ginjal

7. Bagaimana tata laksana pada kasus Tn.S?


Tujuan terapi hiperaldosteronisme primer :adalah menormalkan tekanan darah,
serum kalium, dan kadar serum aldosteron.
Pasien dengan hiperaldosteronisme primer unilateral ditata laksana dengan
adrenalektomi unilateral. Untuk pasien dengan hiperaldosteronisme primer bilateral,
pilihan pertama terapinya yaitu dengan pemberian antagonis mineralokortikoid. Total
adrenalektomi unilateral adalah pilihan terapi pada APA dan PAH. Pada APA, keadaan
hipokalemia cepat terkoreksi setelah dilakukan adrenalektomi.
Adrenalektomi pada adenoma adrenal akan menormalkan kadar aldosteron
plasma serta menormalkan tekanan darah tanpa membutuhkan spironolakton,
suplementasi kalium, atau obat antihipertensi yang lain.
Penatalaksanaan hiperaldosteronisme primer pada pasien ini mengarah kepada
terapi medikamentosa dengan antagonis mineralokortikoid, yaitu dengan pemberian
spironolakton. Selain itu, diberikan pula suplementasi kalium dan obat antihipertensi
lainnya, seperti captopril untuk mengontrol tekanan darah pasien dan menjaga kadar
kalium tetap normal sampai ditemukan dosis yang sesuai. Dengan demikian, diharapkan
tidak terjadi hipokalemia, serta tekanan darah tetap terkontrol. Setelah pulang dari
perawatan, pasien masih melakukan kontrol ke poliklinik dan tidak ditemukan
hipokalemia setelah pemberian spironolakton. Hasil ini semakin menguatkan bahwa
terapi medikamentosa saja sudah cukup untuk mengatasi kondisi hiperaldosteronisme
primer pada pasien tersebut.
JUMP 4
Kelainan korteks adrenal

Krisis adrenal -------- Cushing syndrome -------- Addison disease

Epidemiologi

Etiologi

Patofisiologi & patogenesis

Manifestasi klinis

Px lab & Px penunjang

Diagnosis & diagnosis banding

Tatalaksana

Komplikasi & prognosis

JUMP 5

Mahasiswa mampu menjelaskan :

1. Epidemiologi dan etiologi kelainan kelenjar adrenal dan kelenjar endokrin lainnya

2. Patofisiologi dan patagonesis kelainan kelenjar adrenal dan kelenjar endokrin lainnya

3. Manifestasi klinis dan pemeriksan fisik & penunjang kelainan kelenjar adrenal dan
kelenjar endokrin lainnya

4. Tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi pada pasien dengan kelainan kelenjar


adrenal dan kelenjar endokrin lainnya

5. Edukasi promotif dan preventif pada pasien dengan kelainan kelenjar adrenal dan
kelenjar endokrin lainnya

6. Prognosis dan komplikasi pada kelainan kelenjar adrenal dan kelenjar endokrin lainnya

7. Tatalaksana Rujukan pada pasien denga kelainan kelenjar adrenal dan kelenjar endokrin
lainnya
JUMP 6 : BELAJAR MANDIRI

1. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI KELAINAN ADRENAL DAN ENDOKRIN LAIN


(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459197/, repository USU)

a. HIPERALDOSTERON
 EPIDEMIOLOGI
o Hiperaldosteronisme primer adalah penyebab paling umum dari hipertensi sekunder
dan terjadi pada sekitar 6% hingga 20% dari pasien hipertensi dewasa, lebih tinggi pada
pasien dengan hipertensi resisten.
o Prevalensi 10% dicatat ketika pasien hipertensi berturut-turut dievaluasi. Namun,
prevalensi meningkat menjadi 30% ketika rasio aldosteron terhadap renin (ARR)
digunakan sebagai metode skrining dalam praktik umum.
o Adenoma yang memproduksi aldosteron hadir pada 50% hingga 60%, dan sisanya
adalah hiperplasia adrenal idiopatik atau bilateral. Ini sekitar dua kali lebih umum pada
wanita daripada pria.
o Sindrom ini dilaporkan pertama kali pada tahun 1955 oleh Jerome W. Conn.
o Sehingga, hiperaldosteronisme primer juga dikenal sebagai sindrom Conn. Pada saat ini,
banyak laporan yang menunjukkan kejadian hiperaldosteronisme primer yaitu berkisar
antara 3-20%.
 ETIOLOGI :
o Sindrom ini mungkin sekunder akibat hiperplasia adrenal, adenoma adrenal, karsinoma
adrenal yang mensekresi aldosteron (1%), atau familial hyperaldosteronism (FH).
o Berbagai perubahan genetik spesifik (lihat di bawah) telah diidentifikasi untuk bentuk
penyakit keluarga yang langka. Pada sebagian besar perubahan genetik ini, titik akhirnya
adalah masuknya Ca dan depolarisasi membran yang mengakibatkan hipersekresi
aldosteron.
o Familial hyperaldosteronism (FH) tipe 1: Persimpangan yang tidak sama antara gen
CYP11B2 dan CYP11B1 yang sangat homolog yang mengkode aldosteron synthase dan
steroid 11 B-hidroksilase, menghasilkan gen chimeric yang berada di bawah
adrenocorticotrophin (ACTH) daripada kontrol RAS.
o Familial hyperaldosteronism (FH) tipe 2: Autosomal dominan, heterogen, tidak ada
respons terhadap penekanan deksametason, mungkin terkait dengan kromosom 7p22.
o Familial hyperaldosteronism (FH) tipe 3: Mutasi pada gen yang mengkode saluran
kalium meluruskan ke dalam Kir3.4 (gen KCNJ5). Mutasi spesifik pada gen KCNJ5, seperti
yang mengubah asam amino G151E, dikaitkan dengan bentuk aldosteronisme yang lebih
ringan, dibandingkan dengan mutasi G151R yang memiliki bentuk lebih parah.
o Mutasi pada tiga gen lain yang mengkode protein membran (Na / K-ATPase (ATP1A), ca
ATPase (ATP2B3) dan Ca1.3 (CACNAID) dikaitkan dengan masuknya Ca dan / atau jalur
pensinyalan kalsium aktif yang mengarah pada peningkatan produksi aldosteron oleh
Gen CYP11B2.
o Baru-baru ini, polimorfisme nukleotida tunggal (c.-2G> C) dari gen NR3C2 yang
mengkode reseptor mineralokortikoid (MR) telah terbukti dikaitkan dengan peningkatan
aktivasi RAS dan peningkatan tekanan darah pada populasi umum.

b. SINDROM CUSHING
 EPIDEMIOLOGI :
 Sindrom Cushing adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis akibat
peningkatan kadar glukokortikoid (kortisol) dalam darah.
 Pada tahun 1932 Harvey Cushing pertama kali melaporkan sindrom ini dan
menyimpulkan bahwa penyebab primer sindrom ini adalah adenoma hipofisis,
sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit Cushing (Cushing’s disease).
Beberapa tahun kemudian dilaporkan bahwa sindrom seperti ini ternyata bisa
disebabkan oleh penyebab primer selain adenoma hipofisis, dan sindrom ini
pun disebut sebagai sindrom Cushing (Cushing syndrome).
 ETIOLOGI :
 Berdasarkan pengaruh hormon adrenokortikotropik (Adrenocorticotropic
hormone–ACTH) terhadap terjadinya hipersekresi glukokortikoid, maka
sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tergantung ACTH
(ACTH-dependent) dan tidak tergantung ACTH (ACTHindependent).

 Sindrom Cushing tergantung ACTH


1. Pada tipe ini hipersekresi glukokortikoid dipengaruhi oleh hipersekresi
ACTH. Hipersekresi kronik ACTH akan menyebabkan hiperplasia zona
fasikulata dan zona retikularis korteks adrenal. Hiperplasia ini
mengakibatkan hipersekresi adrenokortikal seperti glukokortikoid dan
androgen. Pada tipe ini ditemukan peninggian kadar hormon
adrenokortikotropik dan kadar glukokortikoid dalam darah. Yang
termasuk dalam sindrom ini adalah adenoma hipofisis dan sindrom
ACTH ektopik.

 Sindrom Cushing tidak tergantung ACTH


1. Pada tipe ini tidak ditemukan adanya pengaruh sekresi ACTH terhadap
hipersekresi glukokortikoid, atau hipersekresi glukokortikoid tidak
berada di bawah pengaruh jaras hipotalamus-hipofisis. Pada tipe ini
ditemukan peningkatan kadar glukokortikoid dalam darah, sedangkan
kadar ACTH menurun karena mengalami penekanan. Yang termasuk
dalam sindrom ini adalah tumor adrenokortikal, hiperplasia adrenal
nodular, dan iatrogenic.
c. ADDISON DISEASES
 EPIDEMIOLOGI :
1. Penyakit Addison jarang dijumpai, di Amerika Serikat tercatat 0,4 per
100.000 populasi, sedang di rumah sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita
yang dirawat. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr.Soetomo pada tahun
1983, Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom,
laki-laki 56%, dan wanita 44%. Penyakit Addison dapat dijumpai pada
semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 20 – 50 tahun.
2. Penyakit Addison merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
penyakit ini merupakan penyakit yang relatif langka dan masih perlu
dipelajari untuk pemahaman yang lebih baik dalam mendeteksi dan
menanggulanginya secara dini.
3. Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di
Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Frekuensi pada laki-
laki dan wanita hampir sama. laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit
Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat
pada umur 30 – 50 tahun. 50% pasien dengan penyakit addison,
kerusakan korteks adrenalnya merupakan manifestasi dari proses
autoimun.
4. Penyakit addison predileksinya tidak berkaitan dengan ras tertentu.
Sedangkan penyakit addison idiopatik1 autoimun cenderung lebih sering
pada wanita dan anak-anak.
5. Usia paling sering pada penderita addison disease adalah orang dewasa
antara 30-50 tahun. Tapi, penyakit ini tidak dapat timbula lebih awal
pada pasien dengan sindroma polyglanduler autoimun, congenital
adrenal hyperplasia (CAH), atau jika onset karena kelainan metabolisme
rantai panjang asam lemak.

 ETIOLOGI :
1. Penyakit Addison diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu:
Addison Primer  Merupakan penyakit addison yang disebabkan
karena infeksi kronis terutama infeksi jamur pada bagian kelenjar
adrenal, sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain ke kelenjar
adrenal, pengangkatan kelenjar adrenal karena operasi.
2. Addison Sekunder  Merupakan penyakit Addison yang disebabkan
karena tumor atau infeksi dari area khususnya di bagian otak dan kelenjar
pituitary2, kehilangan aliran darah ke pituitary, radiasi untuk perawatan

2
tumor pituitary, operasi pengangkatan kelenjar pitutary, operasi
pengangkatan bagian hypotalamus.
3. Addison Idiopati  Merupakan penyakit Addison yang disebabkan
karena komplikasi penyakit lain seperti TBC dan penyakit autoimun.

2. PATOFISIOLOGI DAN PATAGONESIS KELAINAN KELENJAR ADRENAL DAN KELENJAR


ENDOKRIN LAINNYA
(JUKE/Jurnal Kedokteran.UNILA, Prodia.OHI)

a. HIPERALDOSTERON
 Hiperaldosteronisme primer disebabkan oleh adenoma penghasil aldosteron,
hiperplasia adrenal idiopatik bilateral, karsinoma adrenal penghasil
aldosteron, dan aldosteronisme familial.
 Peningkatan jumlah aldosteron mempotensiasi reabsorpsi natrium ginjal dan
retensi air, dan ekskresi kalium.
 Peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal menghasilkan ekspansi volume
plasma yang merupakan mekanisme awal utama untuk hipertensi. Ini dapat
menyebabkan peradangan jaringan dan dorongan simpatis yang tinggi,
dengan perkembangan selanjutnya dari fibrosis pada organ-organ vital,
seperti jantung, ginjal, dan pembuluh darah.
 Akibatnya, ini dapat menyebabkan perkembangan penyakit ginjal kronis,
fibrilasi atrium, stroke, penyakit jantung iskemik dan gagal jantung kongestif.
d. CUSHING SYNDROME
 Keadaan hiperglukokortikoid pada sindrom Cushing menyebabkan
katabolisme protein yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein.
 Kulit dan jaringan subkutan menjadi tipis, pembuluh-pembuluh darah menjadi
rapuh sehingga tampak sebagai stria berwarna ungu di daerah abdomen,
paha, bokong, dan lengan atas.
 Otot-otot menjadi lemah dan sukar berkembang, mudah memar, luka sukar
sembuh, serta rambut tipis dan kering.
 Keadaan hiperglukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim
glukoneogenesis dan aminotransferase.
 Asam-asam amino yang dihasilkan dari katabolisme protein diubah menjadi
glukosa dan menyebabkan hiperglikemia serta penurunan pemakaian glukosa
perifer, sehingga bisa menyebabkan diabetes yang resisten terhadap insulin.
 Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan
enzim lipolisis sehingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.
 Pada sindrom Cushing ini terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa
dijumpai adalah obesitas dengan redistribusi lemak sentripetal. Lemak
terkumpul di dalam dinding abdomen, punggung bagian atas yang
membentuk buffalo hump, dan wajah sehingga tampak bulat seperti bulan
dengan dagu ganda.
 Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan
resorpsi matriks protein, penurunan absorbsi kalsium dari usus, dan
peningkatan ekskresi kalsium dari ginjal.
 Akibat hal tersebut terjadi hipokalsemia, osteomalasia, dan retardasi
pertumbuhan. Peningkatan ekskresi kalsium dari ginjal bisa menyebabkan
urolitiasis.
 Pada keadaan hiperglukokortikoid bisa timbul hipertensi, namun
penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
 Hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensinogen akibat
kerja langsung glukokortikoid pada arteriol atau akibat kerja glukokortikoid
yang mirip mineralokortikoid sehingga menyebabkan peningkatan retensi air
dan natrium, serta ekskresi kalium.
 Retensi air ini juga akan menyebabkan wajah yang bulat menjadi tampak
pletorik. Keadaan hiperglukokortikoid juga dapat menimbulkan gangguan
emosi, insomnia, dan euforia. Pada sindrom Cushing, hipersekresi
glukokortikoid sering disertai oleh peningkatan sekresi androgen adrenal
sehingga bisa ditemukan gejala dan tanda klinis hipersekresi androgen seperti
hirsutisme, pubertas prekoks, dan timbulnya jerawat.

e. ADDISON DISEASES
 Penyakit addison atau insufiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks
adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-
hormon korteks adrenal.
 Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab
pada 75% kasus penyakit addison (Stern & Tuck, 1994).
 Penyebab lainnya mencakup operasi peningkatan kelenjar adrenal atau infeksi
yang paling sering di temukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjar tersebut.
 Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal.
Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan
tuberkulosis sebagai penyebab penyakit addison, namun penigkatan
tuberkulosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan
pencantuman penyakit infeksi kedalam daftar diagnosis.
 Sekresi ACTH ynag tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan
menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
 Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang
menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang
mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan
sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul ® MSH
hiperpigmentasi.
 Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan
natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal
kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume.
Penurunan volume plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan
kekurangan air dan volume mengakibatkan hipotensi.

3. MANIFESTASI KLINIS DAN PEMERIKSAN FISIK & PENUNJANG KELAINAN KELENJAR


ADRENAL DAN KELENJAR ENDOKRIN LAINNYA
(JUKE/Jurnal Kedokteran.UNILA, Prodia.OHI)

a. HIPERALDOSTERON
 Gejala utama hiperaldosteronisme adalah tekanan darah tinggi, yang bisa
berkisar dari sedang hingga berat. Dalam beberapa kasus, tekanan darah
tinggi yang berkaitan dengan hiperaldosteronisme tidak merespons
pengobatan. 
 Pada kondisi yang lain, hiperaldosteronisme hanya dapat merespon kombinasi
obat-obatan tertentu.
 Tekanan darah tinggi biasanya tidak memiliki gejala khusus. Namun tekanan
darah tinggi biasanya dapat disertai dengan gejala-gejala lain sebagai berikut:
sakit kepala, Pusing, masalah penglihatan, sakit dada, sesak napas
 Gejala utama lain dari hiperaldosteronisme adalah hipokalemia, yang merujuk
pada kadar kalium yang rendah dalam darah Anda. Meskipun tidak selalu
menimbulkan gejala, kasus hipokalemia yang lebih moderat dapat
menyebabkan: Kelelahan, Kram otot, Rasa haus meningkat, Peningkatan rasa
buang air kecil , Kelemahan otot, Jantung berdebar.
 Pemeriksaan radiologi dengan CT-scan atau MRI merupakan cara untuk
membedakan ketiganya. Apabila didapatkan ukuran kelenjar >4 cm, maka
perlu dipikirkan adanya kecurigaan karsinoma adrenal, apabila didapatkan
kelenjar adrenal membesar satu sisi maka diagnostik terdapat APA.
Sedangkan, apabila didapatkan kedua kelenjar membesar, maka penyebab
hiperaldosteronisme primer adalah hiperplasia adrenal.
 Penilaian ekskresi kalium dalam urin dapat dinilai dengan Transtubular
Potassium Concentration Gradient (TTKG). TTKG merupakan estimasi kadar
kalium dalam cairan tubulus, tepatnya pada akhir duktus koligentes bagian
kortikal.
b. CUSHING SINDROME
 Perjalanan sindrom Cushing bervariasi. Awitan sindrom ini ada yang timbul
secara mendadak dan ada yang muncul perlahan-lahan. Gejala dan tanda
klinis ada yang segera tampak jelas dan ada yang samar. Gejala dan tanda
klinis pada bayi tampak lebih berat dan lebih jelas dibandingkan pada anak-
anak. Gejala umum yang bisa ditemukan pada setiap usia adalah obesitas
dengan distribusi lemak sentripetal. Gejala ini ditandai oleh bentuk wajah
yang bulat dan dagu ganda, serta sifat pletorik yang khas, dan dapat ditemui
adanya buffalo hump. Tinggi badan anak memberi kesan perawakan pendek
yang menunjukkan adanya retardasi pertumbuhan. Tanda ini sudah terjadi
lebih dulu daripada gejala obesitas. Pada sindrom Cushing yang disebabkan
oleh tumor adrenokortikal, pertumbuhan tinggi badan anak bisa normal atau
lebih cepat akibat pelepasan androgen yang meningkat. Kulit tipis disertai
adanya stria ungu pada abdomen, paha, bokong, dan lengan atas. Kulit mudah
mengalami memar dan terinfeksi jamur. Gejala hipertensi juga merupakan
gejala umum yang pada sindrom Cushing bisa menyebabkan gagal jantung.
Urolitiasis bisa ditemukan pada masa bayi dan kanak-kanak. Gejala gangguan
psikologis yang bisa ditemui antara lain gangguan emosi, insomnia, dan
euforia. Gejala dan tanda klinis akibat sekresi berlebihan androgen adrenal
antara lain hirsutisme, jerawatan, virilisme pada anak perempuan, dan
pseudopubertas pada anak laki-laki.
 Pemeriksaan kadar kortisol plasma Dalam keadaan normal kadar kortisol
plasma sesuai dengan irama sirkadian atau periode diurnal, yaitu pada pagi
hari kadar kortisol plasma mencapai 5 – 25 Ug/dl (140 – 160 mmol/l) dan
pada malam hari akan menurun menjadi kurang dari 50%. Bila pada malam
hari kadarnya tidak menurun atau tetap berarti irama sirkadian sudah tidak
ada. Dengan demikian sindrom Cushing sudah dapat ditegakkan. Namun
pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada anak berusia kurang dari 3 tahun
sebab irama sirkadian belum dapat ditentukan pada usia kurang dari 3 tahun.
2. Pemeriksaan kadar kortisol bebas atau 17-hidroksikortikosteroid dalam urin
24 jam Pada sindrom Cushing kadar kortisol bebas dan 17-
hidroksikortikosteroid dalam urin 24 jam meningkat. 3. Tes supresi adrenal
(tes supresi deksametason dosis tunggal) Deksametason 0,3 mg/m2 diberikan
per oral pada pukul 23.00, kemudian pada pukul 08.00 esok harinya kadar
kortisol plasma diperiksa. Bila kadar kortisol plasma <5 Ug/dl maka telah
terjadi penekanan terhadap sekresi kortisol plasma dan kesimpulannya
normal. Pada sindrom Cushing kadar kortisol plasma >5 Ug/dl.
 Langkah kedua dalam pemeriksaan ini adalah menelusuri kemungkinan
penyebabnya. Banyak macam pemeriksaan yang dapat digunakan, dan di
bawah ini merupakan salah satu rangkaian pemeriksaan yang bisa dipakai.
c. ADDISON DISEASES

Gejala yang berhubungan dengan kekurangan kortisol

 Lemah badan, cepat lelah, anoreksia, mual mual, muntah, diare,


 hipoglikemi, hipertensi ortostatik ringan, hiponatremi, eosinophilia.

Gejala yang berhubungan dengan kekurangan aldosteron

 Hipertensi ortostatik, hiperkalemia, hiponatremia

Gejala yang berhubungan dengan kekurangan androgen

 Kehilangan bulu bulu axilla dan pubis

Gejala yang berhubungan dengan kelebihan ACTH

 Hiperpigmentasi kulit dan permukaan mukosa 9


 Diagnosis :
 Periksa kadar kortisol baseline pada pagi hari dan ACTH, lalu dilakukan
 cosyntropin (ACTH) stimulation test. Kadar kortisol biasanya rendah dan kadar
ACTH tinggi dan eksogen ACTH tidak meningkatkan kortisol karena kelenjar
adrenal tidak berfungsi. Pemeriksaan lebih lanjut tergantung dari
kemungkinan penyebab penyakit yaitu autoimun, infeksi dan keganasan.

4. TATALAKSANA FARMAKOLOGI DAN NONFARMAKOLOGI PADA PASIEN DENGAN


KELAINAN KELENJAR ADRENAL DAN KELENJAR ENDOKRIN LAINNYA
(JUKE/Jurnal Kedokteran.UNILA, Prodia.OHI)

a. HIPERALDOSTERON
 Analisis gas darah pasien ini menunjukkan kesan alkalosis metabolik dengan
hipertensi tanpa keluhan muntah, diare, penggunaan obat diuretik, dan obat-
obatan lain yang berpotensi menurunkan kadar kalium.
 Maka, diagnosis potensial pada pasien ini adalah hiperaldosteronisme primer.
Selanjutnya, apabila dicurigai terdapat hiperaldosteronisme primer, maka
dilakukan pemeriksaan plasma aldosterone concentration (PAC) dan plasma
renin activity (PRA) secara bersamaan.
 Rasio antara PAC (ng/dl) dengan PRA (ng/ml per jam) yang disebut sebagai
aldosterone renin ratio (ARR) memiliki nilai diagnostik yang bermakna. Nilai
ARR >100 dianggap sebagai nilai diagnostik yang bermakna untuk terjadinya
hiperaldosteronisme.9 Pada pasien ini, dengan hasil kadar aldosteron 39 ng/dl
dan aktivitas renin plasma 0,09 ng/ml/jam, maka didapatkan hasil ARR 433,33.
Nilai ini sudah sesuai dengan keadaan hiperaldosteronisme.
 Terdapat tiga subtipe hiperaldosteronisme, yaitu adenoma (Aldosteron
Producing Adenoma/APA), hiperplasia adrenal, dan karsinoma adrenal.
Pemeriksaan radiologi dengan CT-scan atau MRI merupakan cara untuk
membedakan ketiganya.
 Apabila didapatkan ukuran kelenjar >4 cm, maka perlu dipikirkan adanya
kecurigaan karsinoma adrenal, apabila didapatkan kelenjar adrenal membesar
satu sisi maka diagnostik terdapat APA. Sedangkan, apabila didapatkan kedua
kelenjar membesar, maka penyebab hiperaldosteronisme primer adalah
hiperplasia adrenal.
 Tes challenge dengan obat captopril.
 Tes infus saline.
 Tes salt-loading.
 Tes supresi dengan fludrocortisone.
 CT atau MRI scan perut.
 Sampel vena adrenal.
 Adrenalektomi unilateral pada pasien dengan adenoma unilateral (sindrom
Conn) menyembuhkan hipertensi pada 30% hingga 60% kasus, tetapi angka
kesembuhan rata-rata hanya 19% setelah adrenalektomi unilateral atau
bilateral pada pasien dengan hipaldosteronisme idiopatik yang
pengobatannya terutama bersifat medis. Perawatan ini termasuk antagonis
aldosteron seperti spironolactone atau eplerenone atau diuretik hemat kalium
lainnya seperti amiloride.

b. CUSHING SINDROME
 penyakit Cushing Tujuan tata laksana penyakit  Cushing adalah
mengendalikan hipersekresi hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang bisa
ditempuh dengan tindakan bedah, radiasi, dan obatobatan.
 Tindakan bedah yang dinilai cukup berhasil sekarang ini adalah bedah mikro
transfenoid (transphenoidal microsurgery).
 Ada beberapa cara radiasi yang bisa digunakan seperti radiasi konvensional,
gamma knife radiosurgery, dan implantasi radioaktif dalam sela tursika.
Kerugian pemakaian radiasi ini adalah kerusakan sel-sel yang mensekresi
hormon pertumbuhan.
 Obat-obatan Obat yang digunakan untuk mengendalikan sekresi ACTH
misalnya siproheptadin. Obat ini bisa dipakai sebelum tindakan bedah atau
bersama-sama dengan radiasi. Obat yang digunakan untuk menghambat
sekresi glukokortikoid adrenal adalah ketokonazol, metirapon, dan
aminoglutetimid.

c. ADDISON DISEASES
 Pemberian kortisol po 15 mg pagi hari dan hidrokortison po 10 mg sore hari
( dosis dikurangi secara bertahap, lalu gunakan dosis terendah yang masih
dapat ditoleransi ).
 Gantikan aldosteron dengan fludrikortison 50-200mcg/hari, dosis titrasi sesuai
dengan tekanan darah dan kadar Kalium Yang paling penting adalah memakai
tanda ditangan yang menerangkan penyakit penderita dan instruksi untuk
meningkatkan duakali lipat atau tiga kali lipat dosis hidrokortison selama stres
fisiologik.

5. EDUKASI PROMOTIF DAN PREVENTIF PADA PASIEN DENGAN KELAINAN KELENJAR


ADRENAL DAN KELENJAR ENDOKRIN LAINNYA.
(JUKE/Jurnal Kedokteran.UNILA)

 Pencegahan primer

Pencegahan primer seperti promosi kesehatan dan pencegahan khusus. Sasarannya ialah faktor
penyebab, lingkungan & pejamu. Bisa dilakukan dengan cara :

1.      Menghindari rokok sebagai salah satu faktor resiko kanker baik pada adrenal
maupun ektopik.

2.      Menghindari radiasi agar tidak terjadi tumor.

3.      Menjalani pola hidup sehat seperti berolahraga, makan-makanan yang bergizi dan
menjadi salah satu pencegahan primer sehingga terhindar dari penyakit-penyakit
misalnya rheumatoid atritis  dan mencegah pengkonsumsian obat kortikosteroid yang
berlebihan tanpa saran dari dokter.

4.      Menyebarluaskan pendidikan kesehatan seperti gaya hidup sehat, gizi, faktor


lingkungan, dan lain sebagainya,

5.      Melakukan pemeriksaan kesehatan awal, berkala, dan khusus.

 Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya unutk menemukan tanda-tanda dan gejala sindom cushing
sedini mungkin, mencegah meluasnya penyakit, dan mengurangi bertambah berat penyakit tersebut
diantaranya :

1.      Pengawasan dan penyuluhan untuk pasien sindrom dan penyakit cushing, agar
pasien tersebut benar-benar mengetahui cara pengobatan dan cara mengobati gejala-gejala
yang bermunculan dari penyakit ini .

2.      Pengamatan langsung mengenai perawatan klien sindrom cushing.

3.      Case- finding secara active, mencakup identifikasi sindrom cushing pada orang-


orang yang dicurigai dan rujukan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma darah.
 Peran dokter
 Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien
dengan sindrom metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti
tentang gaya hidup pasien serta hambatan-hambatan yang dialami mereka
dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut.
 Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien
tentang hubungan gaya hidup dengan kesehatan, yang kemudian memberikan
pesan-pesan tentang peranan diet dan latihan fisik yang teratur dalam
menurunkan risiko penyulit dari sindrom metabolik.
 Dokter keluarga hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi
sasaran jangka pendek dan jangka panjang dari diet dan latihan fisik yang
diterapkan serta membantu mengidentifikasi adanya hambatan dalam
menerapkan perubahan gaya hidup.

6. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI PADA KELAINAN KELENJAR ADRENAL DAN KELENJAR


ENDOKRIN LAINNYA
(Repository.unimus)

komplikasi Sindrom Cushing


 Tekanan darah tinggi
 Peningkatan gula darah
 Rentan terserang infeksi
 Pengeroposan tulang (osteoporosis)
 Kehilangan massa otot

Addison diseases
 Umumnya pemberian obat pengganti hormon di atas tidak menimbulkan efek samping, kecuali
jika dosis pemberiannya terlalu tinggi. Efek samping yang dapat muncul adalah osteoporosis,
perubahan suasana hati, dan insomnia. Sementara pada kasus krisis Addison, penanganan yang
akan dilakukan dokter adalah memberikan infus larutan melalui pembuluh darah vena. Larutan
yang diberikan antara lain adalah gula (dextrose) dan garam (saline).
 Selama masa pengobatan, penderita penyakit Addison perlu memeriksakan diri secara rutin tiap
6 bulan atau 1 tahun agar dokter dapat memantau perkembangan kondisinya, serta
menyesuaikan dosis obat bila diperlukan.
 Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh penderita penyakit Addison agar terhindar dari
situasi darurat adalah memastikan obat-obatan selalu tersedia di dekatnya. Hal tersebut untuk
meminimalkan risiko penderita lupa minum obat yang bisa memperburuk kondisi.
 Pada keadaan tidak didapatkan perdarahan adrenal bilateral, kemungkinan hidup dari
penderita dengan krisis adrenal akut yang didiagnosa secara cepat dan ditangani secara baik,
mendekati penderita tanpa krisis adrenal dengan tingkat keparahan yang sama.
 Penderita yang penyakitnya berkembang menjadi perdarahan sebelum dapat dilakukan
pemeriksaan CT scan atau test hormonal jarang yang dapat bertahan hidup. Karena insiden dari
krisis adrenal dan perdarahan adrenal sulit diketahui secara pasti maka mortalitas dan
morbiditasnya tidak diketahui dengan jelas.

7. TATA LAKSANA RUJUKAN PASIEN SINDROMA METABOLIK


(laporan kasus, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN dr.
Cipto Mangunkusumo 2Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo)
 Kriteria Rujukan
 Penatalaksanaan hiperaldosteronisme primer pada pasien ini mengarah
kepada terapi medikamentosa dengan antagonis mineralokortikoid, yaitu
dengan pemberian spironolakton. Selain itu, diberikan pula suplementasi
kalium dan obat antihipertensi lainnya, seperti captopril untuk mengontrol
tekanan darah pasien dan menjaga kadar kalium tetap normal sampai
ditemukan dosis yang sesuai. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi
hipokalemia, serta tekanan darah tetap terkontrol.
 Setelah pulang dari perawatan, pasien masih melakukan kontrol ke poliklinik
dan tidak ditemukan hipokalemia setelah pemberian spironolakton. Hasil ini
semakin menguatkan bahwa terapi medikamentosa saja sudah cukup untuk
mengatasi kondisi hiperaldosteronisme primer pada pasien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai