Anda di halaman 1dari 8

Hiperaldosteronisme Primer (Tumor Aldosterone)

1. Definisi dan Etiologi


Hiperaldosteronisme primer pertama kali dijelaskan oleh Dr. Jerome Conn tahun 1954
sebagai sindrom yang terdiri dari kelemahan otot periodic, hypokalemia, alkalosis, dan
hipertensi dengan peningkatan kadar aldosterone urin1, dimana hal ini menjadi
karakteristik patognomonik pada PA yang disebut juga sebagai Penyakit Conn. Namun,
saat ini telah diketahui bahwa PA dapat terjadi unilateral atau bilateral. Gambaran
histologisnya pun bervariasi. Oleh karena itu, pada tahun 2020, European Society of
Hypertension Consensus (Konsensus Hipertensi ESH 2020) mendefinisikan
hiperaldosteronisme primer (PA) sebagai sekelompok kondisi patologis yang terkait
dengan sekresi aldosteron yang tidak tepat akibat asupan natrium, yang relatif otonom
dari aktivitas sistem renin-angiotensin dan kadar kalium. 2 Hiperaldosteronisme primer
adalah penyebab tersering hipertensi sekunder.3
Hiperaldosteronisme primer disebabkan oleh produksi kelenjar adrenal yang berlebih,
khususnya pada zona glomerulosa. Kasus ini seringkali muncul sebagai tumor primer
kelenjar yang dikenal dengan sindrom Conn atau hyperplasia adrenal bilateral. Bentuk
lain yang lebih jarang dari PA adalah hyperplasia adrenal unilateral, tumor sekresi
aldosterone ektopik, karsinoma adrenokortikal yang memproduksi aldosterone, dan
hyperaldosteronisme familial tipe 1.4

1. Mehdi, Ali., Pratibha R., George T. Our evolving understanding of primary


aldosteronism. CLEVELAND CLINIC JOURNAL OF MEDICINE VOLUME. 88 (4) : 221-227.
doi:10.3949/ccjm.88a.20166
2. Ruiz-Sánchez, J.G.; Pazos Guerra, M.; Meneses, D.; Runkle, I. Primary
Hyperaldosteronism: When to Suspect It and How to Confirm Its Diagnosis.
Endocrines 2022, 3, 29–42. https://doi.org/10.3390/ endocrines3010003
3. Sossa, J., Dedjinnin JSGA., Dodji MIY., et al. The Management of Primary
Hyperaldosteronism in a Poor Technology Environment. 2021. Hindawi Case Reports
in Urology. https://doi.org/10.1155/2021/6672052
4. Dominguez A, Muppidi V, Gupta S. Hyperaldosteronism. [Updated 2022 Jul 12]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499983/
2. Hormon Suprarenal
3. Faktor Risiko
Kelompok dengan risiko tinggi yang menjadi populasi target untuk srining PA
menurut Konsensus ESH 2020 adalah sebagai berikut2 :
a. Hipertensi resisten
b. Hipertensi grade 3 (> 180/100 mmHg)
c. Hipertensi dan hypokalemia
d. Hipertensi dan insidentaloma adrenal
e. Hipertensi dan atrial fibrilasi
f. Hipertensi grade 2
g. Hipertensi grade 1 (dianggap “meragukan”)
h. Riwayat keluarga PA atau stroke dini
i. Hipertensi dengan onset usia muda (< 40 tahun) yang dianggap sebagai
“probable).
4. Manifestasi Klinis
a. Hipokalemia
Hipokalemia adalah manifestasi yang paling banyak dikenal yang berhubungan
dengan hiperaldosteronisme. PA sering ditemukan pada pasien hipertensi dengan
hypokalemia, dimana prevalensi hypokalemia pada pasien PA bervariasi antara
2.7% hingga 57.1%. Meskipun prevalensi PA pada pasien hypokalemia dengan HT
cukup tinggi, dalam praktik klinis terstandar, hypokalemia tidak menjadi indikasi
utama skrining awal untuk PA.2
Dahulu, hypokalemia dianggap sebagai komponen penting gambaran klinis
individu dengan PA. Hipokalemia menunjukkan fenotip klinis PA yang lebih
kompleks dan dapat bermanfaat dalam klasifikasi subtype serta memprediksi respon
bedah pada adrenalektomi. Namun studi terkini menyimpulkan bahwa hypokalemia
bukan menjadi penanda konsisten pada PA, namun lebih kepada ukuran kasar dalam
membedakan Aldosterone-producing adenoma (APA) dari Bilateral adrenal
hyperplasia (BAH) dan untuk memprediksi respon bedah pada APA. Hipokalemia
juga kurang sensitif dan spesifik dalam mendeteksi kasus PA ( Lattanzio et al., 2020).
Tidak adanya hypokalemia tidak boleh digunakan untuk mengeksklusi gangguan ini. 1
Hipokalemia sedang hingga berat dapat menyebabkan gejala neuromuskuler seperti
kelelahan, kelemahan otot, kram otot, paresthesia, dan aritmia jantung. 4
Lattanzio, M.R., Matthew R.W. Hyperaldosteronism: How Current Concepts Are Transforming the
Diagnostic and Therapeutic Paradigm. KIDNEY360 1: 1148–1156, 2020. doi:
https://doi.org/10.34067/KID.0000922020
b. Hipertensi
Hipertensi sekunder merupakan manifestasi klinis paling sering pada PA, dimana
terhitung sebanyak 4% dari seluruh pasien hipertensi di klinik primer dan 10% dari
pasien hipertensi yang dirujuk. PA umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi
resisten, yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di klinik atau kantor > 140
mmHg, tekanan diastolic > 90 mmHg, atau peningkatan keduanya, dengan
pengobatan minimal 3 antihipertensi dari kelas yang berbeda, termasuk diuretic.
Karena efek samping kardiovaskuler dari berlebihnya aldosterone yang
meningkatkan tekanan darah, pasien PA memiliki risiko morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler yang lebih tinggi dibandingkan hipertensi esensial. (Vilela)
Hipertensi dapat terjadi akibat reabsorpsi natrium, ekspansi volume, dan
peningkatan resistensi vaskuler perifer. Gejala hipertensi yang biasanya muncul yaitu
nyeri kepala, pusing, gangguan penglihatan, nyeri dada, dan dyspnea.4
Pedoman terkini tentang skrining PA merekomendasikan hanya pada pasien
hipertensi atau pasien dengan riwayat PA turunan pertama. Hubungan antara tekanan
darah dan kadar aldosterone dalam sirkulasi seperti halnya pada aktivitas
mineralokortikoid cukup jelas. Sehingga, mudah untuk memahami bahwa prevalensi
PA meningkat seiring dengan derajat keparahan HT, yaitu berkisar 6-16% pada HT
resisten saat didiagnosis dengan ISLT dan hampir 30% saat dilakukan tes pengisian
garam oral (OSLT).2
c. Alkalosis Metabolik
5. Patogenesis
6. Penegakan Diagnosis
Langkah pertama penegakan diagnose adalah dengan skrining rasio aldosterone
terhadap renin. Pedoman Endocrine Society yang dipublikasi tahun 2016
merekomendasikan pemeriksaan rasio aldosterone-renin sebagai pemeriksaan skrining
yang paling dapat dipercaya. Pemeriksaan ini termasuk kadar aldosterone plasma dan
aktivitas renin plasma, atau kadar renin direct bersamaan dengan rasio aldosterone-renin.
Pemeriksaan dilakukan pada pasien risiko tinggi PA. Rasio aldosterone-renin disebut
tinggi (hasil skrining positif) jika nilai rasionya > 30 ng/dL per ng/ml/jam atau kadar
aldosteron plasma > 15 ng/dl (Mehdi et al., 2021)
Langkah kedua adalah pemeriksaan untuk mengkonfirmasi hasil. Pasien dengan nilai
rasio aldosterone-renin yang positif (tinggi) harus menjalani pemeriksaan diagnostic
untuk mengkonfirmasi atau mengeksklusi PA. Beberapa pedoman menyebutkan ada
empat prosedur pemeriksaan konfirmasi : supresi natrium oral, supresi infus saline,
supresi fludrokortison, dan tes captopril challenge. Semua pemeriksaan ini berprinsip
bahwa aldosterone normalnya ditekan dengan intervensi di atas. Produksi aldoteron
persisten menunjukkan aldosteronisme independen renin yang otonom, sehingga
mengkonfirmasi diagnosis hiperaldosteronisme primer (Mehdi et al., 2021).
Gambaran radiologis yang detail diperlukan untuk memberi kepastian diagnostik. CT
scan dan MRI paling sering digunakan sebagai pemeriksaan lini pertama dalam
mendeteksi lesi adrenal berdasarkan anatomi (Pemayun et al., 2017). CT scan atau MRI
direkomendasikan pada seluruh pasien PA untuk mengeksklusi karsinoma yang
memproduksi aldosterone dan untuk identifikasi drainase vena adrenal, namun CT scan
tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk tindakan pembedahan karena tidak mampu
mengidentifikasi penyebab adrenal. Pemeriksaan AVS (adrenal-vein sampling)
merupakan kunci dalam identifikasi kandidat adrenalektomi unilateral, sehingga harus
diusulkan pada pasien PA (Rossi, 2021). Saat hiperaldosteronisme primer sudah
terdiagnosa, AVS harus dilakukan karena menjadi gold standar untuk menentukan
kelenjar adrenal kanan atau kiri yang terlibat. Pemeriksaan ini mahal dan memerlukan
peralatan dan keahlian yang baik.3 Namun, pedoman Endocrine Society Clinical Practice
tahun 2016 tidak merekomendasikan AVS pada pasien usia muda (<35 tahun) dengan
hypokalemia spontan, tanda kelebihan aldosterone yang jelas, dan lesi adrenal unilateral
pada gambaran radiologi yang konsisten dengan adenoma kortikal pada CT scan adrenal
(Vilela et al., 2017).
Gambar 1. A. CT scan adrenal menunjukkan nodul 1.8 cm pada kelenjar adrenal kanan dan
nodul 1.2 cm pada kelenjar adrenal kiri. B. Gambaran fluoroskopi dari AVS. (Vilela et al.,
2017).

Skrining pasien hipertensi dengan peningkatan risiko PA

Pertimbangkan nilai kuantitatif ARR dalam konteks ekstresi Na+


urin dan K+ serum 24 jam

Normal (<20.6 ng/mlU) Sangat tinggi (> 45


Meningkat (20.6-45 ng/mlU) ng/mlU)

Konfirmasi peningkatan ARR


Curiga PA
CT adrenal untuk eksklusi
ACC dan nilai anatomi vena
adrenal

Pasien ingin terapi jangka panjang?

Tidak Ya

Medikamentosa AVS

Bilateral--> Medikamentosa

Unilateral --> pembedahan


Gambar 2. Algoritme Diagnosis PA (Rossi)

Pemayun, Tjokorda GD., Ridho N., Maretina W.W., Ardy S. Primary Hyperaldosteronism Due
to Adrenocortical Adenoma: a Case Report. Acta Med Indones - Indones J Intern Med. 2017. 49 (3).
249-254.
Rossi, GP. AN UPDATE OF THE GUIDELINES FOR DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF PRIMARY
ALDOSTERONISM. European Society of Hypertension : Scientific Newsletter Update on Hypertension
Management. 26 (79).
Vilela, L.A.P., Madson Q.A. Diagnosis and management of primary aldosteronism. Arch
Endocrinol Metab. 2017;61/3. 305-312.
Sossa, J., Dedjinnin J.G.A., Dodji M.IY.

Tabel 1. Ambang Positif Pemeriksaan Biokimiawi untuk PA

7. Diagnosis Banding
Similar presentations have been observed in essential hypertension, Liddle syndrome,
syndrome of apparent mineralocorticoid excess, congenital adrenal hyperplasia, primary
glucocorticoid resistance, and ectopic adrenocorticotropic hormone (ACTH) syndrome.Essential
hypertension presents with a normal PAC/PRA ratio. Liddle syndrome will have low aldosterone
levels and will typically present in childhood. Syndrome of apparent mineralocorticoid excess
will present with low aldosterone levels, high urinary free cortisol levels, hereditary
implications, and/or a history of excessive licorice consumption. Congenital adrenal hyperplasia
will have a family history of 11-beta-hydroxylase or 17-alpha-hydroxylase deficiency and low
aldosterone levels. Primary glucocorticoid resistance will have low aldosterone levels, an
elevated ACTH and cortisol, and a family history of this syndrome. Ectopic ACTH syndrome will
have elevated ACTH that cannot be suppressed with high-dose dexamethasone, and these
patients will have an underlying tumor. Dominguez

8. Komplikasi dan Tatalaksana


Adrenalektomi laparoskopi unilateral adalah terapi terbaik untuk pasien dengan PA
unilateral yang menginginkan perawatan jangka panjang dan kandidat anesthesia
umum. Adrenalektomi membuat masa tinggal di rumah sakit yang lebih singkat
karena merupakan operasi dengan risiko sangat rendah. Saat dipandu AVS,
adrenalektomi biasanya mengkoreksi hiperaldosteronisme dan mengatasi hipertensi
arterial pada 45% pasien. Selain itu, tindakan ini juga mengatasi hipertensi resisten
pada pasien risiko sangat tinggi. Alasan yang umum kegagalan terapi bedah dalam
menangani PA diagnosis yang tidak akurat, contohnya adrenalektomi yang tidak
dipandu AVS dan yang lebih sering lagi adalah penyakit ginjal kronis dan atau
hipertensi esensial yang terjadi bersamaan, dimana terlibat pada 30% pasien PA dan
tidak dapat diterapi dengan adrenalektomi (Rossi).
Antagonis reseptor mineralokortikoid (MRA) terapi tunggal atau kombinasi dengan
agen lain diindikasikan untuk persiapan adrenalektomi dan merupakan obat utama
mengontrol hypokalemia dan tekanan darah yang tinggi pada pasien yang tidak layak
untuk dioperasi atau tidak menunjukkan PA unilateral pada AVS. Obat yang
direkomendasikan adalah spironolakton, canrenone, potassium canrenoat. Saat
mendapat terapi MRA, kadar renin harus diukur karena nilainya yang masih rendah
menunjukkan dosisnya tidak adekuat. MRA harus dititrasi hingga dosis harian
tertinggi yang dapat ditoleransi (mulai dosis 12.5 dan dinaikkan, namun biasanya 25-
100 mg) sehingga kontrol tekanan darah dan normokalemia tercapai. Titrasi ke atas
ini menimbulkan efek samping yang sering pada pria yaitu ginekomastia dan
impotensi, namun dapat dihindari dengan menurunkan dosis dan atau dikombinasi
dengan agen lain. Inhibitor kanal natrium epitel seperti amiloride dan triamterene
merupakan pilihan yang baik untuk dikombinasikan dengan MRA agar mengurangi
efek samping. (Rossi)
Pada wanita, spironolakton memiliki efek samping perdarahan vaginam atau flek di
antara siklus haid dan nyeri pada payudara jika diberikan dosis tinggi. Jika terjadi efek
samping, eplerenon diberi untuk menggantikan spironolakton dengan dosis2x
spironolakton dan diberikan 2x. Contoh, eplerenon 50 mg diberikan 2x sehari untuk
mengganti spironolakton 50 mg 1x sehari. Eplerenon cukup mahal dan dapat menjadi
terapi awal MRA jika tidak ada masalah biaya. Prinsip titrasi pada dosis eplerenon
sama dengan spironolakton. Eplerenon untuk hipertensi dapat dinaikkan dosisnya
hingga 400 mg/hari. Kesalahan utama peresepan spironolakton pada PA adalah dosis
awal dimulai terlalu tinggi dan dosis dititrasi terlalu cepat. Kesalahan tersering
peresepan eplerenon adalah tidak menggunakan dosis yang cukup tinggi dan tidak
dibagi dalam 2 dosis harian (Bird).
The most common complication and comorbidity associated with these patients is the
increased risk of cardiovascular mortality. This is related to excessive aldosterone secretion
and can present as atrial fibrillation, left ventricular hypertrophy, myocardial infarction, and
stroke. (Dominguez)

Byrd, JB., Adina FT., Richard JA. Primary Aldosteronism Practical Approach to Diagnosis and
Management. Circulation. 2018;138:823–835. DOI: 10.1161/CIRCULATIONAHA.118.033597

Anda mungkin juga menyukai