Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

Disusun oleh :
dr. Sarah Nabila Rachmi

Pembimbing :
dr. Pupun Lufianti

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD. CIKALONG WETAN
KABUPATEN BANDUNG BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah kepada kita, terutama kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan. Dalam laporan kasus ini penulis mengangkat judul “Hipertensi
Emergensi” yang sekaligus merupakan tugas laporan kasus Program Internsip
Dokter Indonesia di RSUD Cikalong Wetan.

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa banyak


kekurangan dan juga banyak menemui berbagai macam hambatan dan kesulitan
karena masih terbatasnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki, namun berkat
adanya bimbingan, bantuan serta pengarahan dari pembimbing dan berbagai
pihak maka, penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Semakin penulis mempelajari kasus dan literatur mengenai masalah ini,


semakin penulis sadar bahwa banyak sekali yang belum penulis ketahui. oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna
menyempurnakan laporan ini.

Cikalong Wetan, 01 April 2022

dr. Sarah Nabila Rachmi


BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan faktor risiko paling penting yang dapat dimodifikasi


untuk semua penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan dikaitkan
dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Penyakit ini merupakan faktor
risiko utama dari penyakit kardiovaskular, khususnya penyakit jantung koroner dan
stroke, termasuk juga penyakit ginjal kronik, gagal jantung, aritmia, hingga
demensia. Setidaknya, terdapat 30% populasi dewasa di dunia mengalami
hipertensi. Di Amerika Serikat, setengah dari populasi dewasa (47%, 1,6 juta)
mememiliki hipertensi, 1%-2% mengalami hipertensi krisis. Adapun di Indonesia,
prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi
34,1% pada tahun 2018.

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik (TDS)


> 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg pada
pemeriksaan berulang. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menjadi sebuah
hipertensi krisis yang didefisinikan sebagai peningkatan tekanan darah yang berat
(biasanya, tekanan darah sistolik >180 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120
mmHg). Hipertensi krisis dibagi menjadi dua yaitu hipertensi urgensi atau
hipertensi emergensi, klasifikasi tersebut tergantung pada kerusakan target organ,
meliputi jantung, ginjal, dan otak.

Kondisi hipertensi emergensi merupakan kondisi kegawatdaruratan karena


adanya kerusakan target organ yang dapat menyebabkan luaran buruk, baik berupa
morbiditas maupun mortalitas. Diagnosis dan tata laksana secara tepat dapat
menurunkan kemungkinan luaran yang tidak diharapkan. Dengan demikian,
laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan diagnosis dan tata laksana pasien
dengan hipertensi emergensi sehingga dapat bermanfaat bagi dokter umum di
instalasi gawat darurat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah akut yang ditandai
dengan tanda-tanda kerusakan organ target. Ini dapat mencakup edema paru,
iskemia jantung, defisit neurologis, gagal ginjal akut, diseksi aorta, dan eklampsia.
Peningkatan tekanan darah (BP) yang berat (>180/120 mm Hg) ditandai dengan
komplikasi disfungsi organ target yang akan datang atau progresif, meliputi aorta,
otak, mata, jantung, dan ginjal.

2.2 Etiologi
Hipertensi emergensi yang paling umum adalah peningkatan tekanan darah
yang cepat dan tidak dapat dijelaskan pada pasien dengan hipertensi esensial kronis.
Sebagian besar pasien yang mengalami hipertensi emergensi memiliki riwayat
pengobatan hipertensi yang tidak adekuat atau penghentian pengobatan secara tiba-
tiba.7 Penyebab lain dari hipertensi emergensi yaitu penggunaan obat-obatan
rekreasional, penghentian klonidin secara tiba-tiba, pengangkatan post
pheochromocytoma, dan sklerosis sistemik, penyakit parenkim ginjal seperti
pielonefritis kronis, glomerulonefritis primer, nefritis tubulointerstitial, gangguan
sistemik dengan keterlibatan ginjal: lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik,
vasculitis. Selain itu, penyakit renovaskular seperti penyakit aterosklerotik,
displasia fibromuskular, poliarteritis nodosa, penyakit endokrin seperti
pheochromocytoma, sindrom Cushing, hiperaldosteronisme primer, obat-obatan
tertentu seperti kokain, amfetamin, siklosporin, klonidin (penghentian), fensiklidin,
pil diet, pil kontrasepsi oral, adanya interaksi obat seperti inhibitor monoamine
oksidase dengan antidepresan trisiklik, antihistamin, atau makanan yang
mengandung tiramin. Faktor sistem saraf pusat (SSP) juga dapat menyebabkan
hipertensi emergensi, seperti adnaya trauma SSP atau gangguan sumsum tulang
belakang (sindrom Guillain-Barré). Adanya koarktasio aorta,
preeklamsia/eklampsia, dan hipertensi pasca operasi juga dapat mencetuskan
terjadinya hipertensi emergensi.

2.3 Faktor Risiko


Sebuah systematic review yang dilakukan oleh Benenson et al 8 menyatakan
bahwa risiko terjadinya hipertensi krisis lebih tinggi pada pasien dengan riwayat
kardiovaskular, seperti penyakit ginjal kronis, penyakit jantung koroner, atau
stroke. Selain itu, pasien dengan riwayat mengonsumsi alcohol secara tidak sehat
dan menggunakan obat rekreasional juga memiliki risiko terjadinya hipertensi krisis
lebih tinggi.
Pasien dengan hipertensi emergensi lebih sering terjadi pada laki-laki, usia
tua, memiliki riwayat diabetes mellitus dan hiperlipidemia. Ketidakpatuhan
terhadap obat antihipertensi dan ketidaksadaran terhadap penyakit hipertensi
diketahui tidak meningkatkan risiko terjadinya hipertensi emergensi.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang mengakibatkan disfungsi organ akhir pada hipertensi
emergensi tidak sepenuhnya diketahui. Meskipun demikian, terdapat dua
mekanisme berbeda tetapi saling berkaitan yang memainkan peran dalam
patofisiologi hipertensi krisis.

Mekanisme yang pertama adalah gagalnya mekanisme autoregulasi dari


dinding pembuluh darah. Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci dalam
hipertensi dan hipertensi krisis. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan dari
organ (jantung, otak, dan ginjal) dalam menjaga stabilitas aliran darah terhadap
kemungkinan terjadinya perubahan tekanan perfusi. Jika perfusi turun, aliran darah
juga akan mengalami penurunan sementara, tapi kemudian akan kembali normal.
Pada kasus terjadinya malfungsi autoregulasi, jika perfusi turun maka aliran darah
turun dan resitensi pembuluh darah meningkat.
Pada krisis hipertensi, autoregulasi yang gagal dari pembuluh darah dan aliran
darah dapat membuat peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba dan resistensi
vascular sistemik. Kejadian yang mendadak ini dapat menyebabkan stress mekanik
dan cedera pada endotel.
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensis (RAAS) yang
menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut dan membuat sebuah lingkaran setan
sehingga memungkinkan terjadinya iskemia. Selain itu, keadaan protrombotik juga
diketahui memiliki peran kunci dalam krisis hipertensi.

2.5 Diagnosis
Pada pasien yang datang dengan peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi,
anamnesis dan pemeriksaan yang cermat diperlukan untuk menentukan pasien
mana yang mengalami hipertensi emergensi yang sebenarnya. Gejala seperti sakit
kepala, pusing, perubahan status mental, sesak napas, nyeri dada, penurunan
produksi urin, muntah, atau penurunan visus memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Sumber timbulnya hipertensi secara tiba-tiba juga harus diselidiki untuk tata
laksana yang tepat.
Temuan pemeriksaan dapat bervariasi tergantung pada organ target spesifik
yang mengalami kerusakan. Pada disfungsi jantung, ronki dapat terdengar pada
auskultasi paru, distensi vena jugularis atau edema perifer. Selain itu, bunyi jantung
tambahan juga dapat ditemukan. Pada kondisi hipertensi dengan onset yang sangat
cepat, sering terjadi pada penyalahgunaan simpatomimetik, dispnea yang nyata
tanpa adanya edema perifer akibat edema paru dapat ditemukan.
Disfungsi neurologis dapat menyebabkan perubahan status mental, visus yang
menurun, ataksia atau disfungsi serebelum lainnya, afasia, atau mati rasa atau
kelemahan unilateral dapat diamati. Pemeriksaan neurologis yang tepat yang
mencakup pemeriksaan nervus kranialis, motoris, dan sensoris, serta tes serebelar
dan pengujian gaya berjalan perlu dilakukan. Pemeriksaan visus dan funduskopi
dapat dilakukan untuk mengetahui adanya papilledema, eksudat, maupun
perdarahan.
Gambar 1. Algoritma Diagnosis dan Tata Laksana Pasien dengan Hipertensi
Krisis

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan


hipertensi emergensi dapat berupa peeriksaan laboratorium seperti metabolic,
urinalisis, penanda jantung, B-natriuretic peptide. Selain itu, pemeriksaan EKG
direkomendasikan terutama pada pasien yang disertai gejala iskemia jantung.
Pemeriksaan computed tomography (CT) disarankan pada pasien dengan gejala dan
tanda deficit neurologis. Pemeriksaan foto toraks dapat berguna pada pasien yang
datang dengan gejala sesak. Adanya pelebaran mediastinum dapat mengindikasikan
diseksi aorta, meskipun demikian pemeriksaan CT angiography dada dan abdomen
lebih disarankan untuk mengonfirmasi kecurigaan diseksi aorta.

2.6 Tata Laksana


Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang mengevaluasi strategi pengobatan
yang berbeda untuk keadaan darurat hipertensi. Menetapkan organ target yang
terpengaruh, apakah memerlukan intervensi khusus selain penurunan tekanan
darah, dan apakah ada penyebab pencetus peningkatan tekanan darah akut yang
mungkin mempengaruhi rencana pengobatan (misalnya kehamilan); skala waktu
yang direkomendasikan dan besarnya penurunan tekanan darah yang diperlukan
untuk pengurangan tekanan darah yang aman perlu diperhatikan; jenis pengobatan
penurun tekanan darah yang diperlukan. Dalam keadaan darurat hipertensi, i.v.
pengobatan dengan obat dengan waktu paruh pendek sangat ideal untuk
memungkinkan titrasi hati-hati dari respon tekanan darah terhadap pengobatan di
area klinis ketergantungan yang lebih tinggi dengan fasilitas untuk pemantauan
hemodinamik terus menerus
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. H
Umur : 37 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Tanggal masuk : 04 Desember 2021

3.2 Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama: nyeri kepala
Pasien mengalami nyeri kepala terasa nyutnyutan dan berat sejak 2 hari yang lalu. Keluhan
disertai dengan nyeri pada leher belakang sejak 1 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Nyeri leher
tidak disertai penjalaran dengan VAS score 7/10, nyeri terus menerus, dengan durasi > 15 menit,
tidak membaik dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan pandangannya menjadi buram .
Keluhan disertai dengan mual dan muntah tiap pasien makan. Muntah berisi cairan dan sisa
makanan.
Pasien menyangkal ada keluhan atau riwayat nyeri dada sebelumnya (-). Pasien
menyangkal ada sesak napas, penurunan kesadaran, demam, maupun kejang.
Riwayat penyakit terdahulu
Pasien terdiganosis Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, rutin minum obat amlodipine 5 mg.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat pengobatan
Sebelum masuk rumah sakit, pasien pergi ke klinik dan dilakukan pemeriksaan tekanan darah
dengan tensi sistolik 190 mmHg. Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Cikalong Wetan untuk
pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut.
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
Riwayat sosial
Pasien seorang pedagang. Pasien sudah menikah dan memiliki anak. Pasien sering merokok dan
minum kopi.
PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda vital :
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4V5M6
 Tekanan Darah : 190/110 mmHg
 Nadi : 93 x/menit
 Frekuensi Nafas : 24 x/ menit
 SpO2 : 97%
 Suhu : 36,6 0 C

Status Internal
Kepala

 Mata : Conjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-,


 Pupil : Bulat, isokor, Ø 3mm kanan = kiri, reflek cahaya+/+
Leher

 JVP : 5+0 cmH2O


 Tidak ada pembesaran KGB maupun tiroid
Thorax

 Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, kanan = kiri. Tidak ada retraksi pada
dinding dada, terdapat bintik-bintik hitam di daerah bawah leher, diskret
 Palpasi : Vokal fremitus lapang paru kanan dan kiri sama kuat
 Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri
 Auskultasi : suara napas vesikuler kiri dan kanan, tidak ada ronki maupun
wheezing
 Cor : Ictus cordis tidak terlihat, bunyi jantung murni, reguler, murmur (-)

Abdomen


Inspeksi : datar, darm contour (-), darm steifung (-).

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, nyeri perkusi (-),

Palpasi : supel, defence musculer (-), nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, turgor
kembali cepat
Anus dan Rektum

 Tidak diperiksa
Ekstremitas
 Ekstremitas atas : Akral hangat , CRT <2 detik, deformitas (-), edema + non
pitting, regio manus hingga 1/3 proximal antebrachii dextra, warna kehitaman,
konsistensi keras, terdapat vesikel dan bula kendur dan bekas vesikel dan bula
yang sudah pecah di daerah dorsum dan palmar manus, diskret. Kekuatan
motorik +5|+5, Refleks Fisiologis Sulit dinilai|+, Refleks Patologis Sulit
diniliai+|+, Sensoris +N/+N
 Ekstremitas bawah : Akral hangat , Edema -/-, CRT <2 detik, deformitas (-),
kekuatan motorik +5|+5, Refleks Fisiologis +|+, Refleks Patologis +|+,
Sensoris +N/+N

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Tanggal 17 Januari 2019 (IGD)
Hb 12 g/dl
Ht 36 %
Leukosit 9650/ mm3
Trombosit 250.000/ mm3
MCV 81
MCH 28
MCHC 35
Masa Perdarahan / BT >30 menit
Masa Pembekuan / CT >30 menit
GDS 115
Ureum 27,4
Creatinin 0,51

FOLLOW UP

04/12/2021 S: sakit kepala nyutnyutan A:


(+) mual (+) nyeri perut (+
Hipertensi Emergensi
KU : Sakit sedang, Kes:
Sindroma Dispepsia
Compos Mentis
P:
TD : 170/100 mmHg
N : 86 kali/menit  IVFD RL 1500cc/24 jam
 Omeprazole 2x40 mg iv
R : 22 kali/menit  Ondansetron 3x4 mg iv
 Captopril 3x25 mg po
S : 36.2oC
 Amlodipin 1x10 mg po
Sp O2: 99% room air  Bisoprolol 1x2,5 mg po

PF :
Kepala: CA +/+, SI-/-
Thorax: vesikuler ka=ki,
ronkhi +/+, whz -/-
BJ I dan II reguler,
murmur (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Nyeri tekan seluruh region
abdomen
Ekstremitas: Akral
hangat, CRT < 2 S, edem -
/-

05/12/2021 S: sakit kepala nyutnyutan A:


(+) mual (+) nyeri perut
Hipertensi Emergensi
(+)
Sindroma Dispepsia
KU : Sakit sedang, Kes:
Compos Mentis P:
TD : 154/96 mmHg  IVFD RL 1500cc/24 jam
 Omeprazole 2x40 mg iv
N : 88 kali/menit
 Ondansetron 3x4 mg iv
R : 20 kali/menit  Captopril 3x25 mg po
 Amlodipin 1x10 mg po
S : 36.6oC
 Bisoprolol 1x2,5 mg po
Sp O2: 98% room air

PF :
Kepala: CA -/-, SI-/-
Thorax: vesikuler ka=ki,
ronkhi +/+, whz -/-
BJ I dan II reguler,
murmur (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Nyeri tekan seluruh region
abdomen
Ekstremitas: Akral
hangat, CRT < 2 S, edem -
/-

06/12/2021 S: sakit kepala nyutnyutan A:


(-) mual (+) berkurang
Hipertensi Emergensi
nyeri perut (-)
Sindroma Dispepsia
KU : Sakit sedang, Kes:
Compos Mentis P:
TD : 140/80 mmHg Boleh pulang
N : 76 kali/menit  Omeprazole 2x20 mg
 Captopril 3x25 mg po
R : 20 kali/menit
 Amlodipin 1x10 mg po
S : 36.4oC  Kontrol ke poli penyakit
dalam, dan edukasi untuk
Sp O2: 99% room air kontrol ke poli mata

PF :
Kepala: CA -/-, SI-/-
Thorax: vesikuler ka=ki,
ronkhi +/+, whz -/-
BJ I dan II reguler,
murmur (-)
Abdomen: Supel, BU (+)
Nyeri tekan seluruh region
abdomen
Ekstremitas: Akral
hangat, CRT < 2 S, edem -
/-

Anda mungkin juga menyukai