Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARMASI

PENYAKIT ENSEFALOPATI HIPERTENSI

Disusun Oleh :
Isri Haula Al Zahra 200106090

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANDUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas selesainya
penyusunan makalah ilmiah mengenai Hipertensi Ensefalopati. Hipertensi
merupakan masalah kesehatan global berakibat peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas serta beban biaya kesehatan termasuk di Indonesia. Dalam
perjalanannya apabila tidak terkontrol hipertensi dapat jatuh ke kondisi krisis
dimana ditandai dengan derajat hipertensi yang berat. Pada kondisi tersebut
hipertensi dapat menyebabkan kerusakan organ akut yang dinamakan hipertensi
emergensi. Target organ akut tersebut meliputi otak, jantung, mata, ginjal,
vaskular dan juga hati. Hipertensi ensefalopati merujuk pada gangguan fungsi
otak yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi (hipertensi). Kondisi ini dapat
terjadi ketika tekanan darah tinggi tidak terkendali dan menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah di otak. Hipertensi ensefalopati merupakan kondisi yang
mengancam jiwa dan dibutuhkan terapi secepatnya. Oleh karena itu tatalaksana
yang baik pada krisis hipertensi harus dipahami dengan baik agar dapat mencegah
morbiditas dan mortalitas.
Dalam Makalah Ilmiah ini dijelasakan tatalaksana dan target penurunan
tekanan darah pada pasien hipertensi ensefalopati, sehingga diharapkan dapat
membantu sejawat dalam pemilihan terapi pada hipertensi ensefalopati. Penulis
berupaya agar pedoman ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi dalam terapi
hipertensi ensefalopati.

Bandung, 2024

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Ensefalopati Hipertensi


Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
(TD) yang berat (>180/120 mmHg) disertai bukti kerusakan organ/Target
Organ Damage (TOD) (hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan
intrakranial, kegagalan ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta,
gagal ginjal, atau eklampsia).1 Hipertensi emergensi adalah situasi dimana
peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi, biasanya nilai sistolik lebih
tinggi dari 180 mmHg dan/atau nilai diastolik lebih tinggi dari 120 mmHg,
berhubungan dengan kerusakan organ akut yang mengancam jiwa pada salah
satu organ utama berikut: otak , arteri, retina, ginjal, dan/atau jantung.2
Hipertensi ensefalopati adalah kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba
disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan
keadaan ini dapat menjadi reversible bila tekanan darah diturunkan.
Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom klinik akut reversible yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak yang melampaui
batas autoregulasi otak. Batasan tekanan darah sistolik >180 mmHg dan
tekanan diastolik >120 mmHg. Ensefalopati hipertensi dapat terjadi pada
kondisi normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100
mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik
meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 223 mmHg.3
1.2. Patofisiologi Hipertensi Emergensi
Terdapat dua mekanisme berbeda saling terkait yang berperan dalam
patofisiologi hipertensi emergensi.
1. Pertama, kegagalan mekanisme autoregulasi. Autoregulasi didefinisikan
sebagai kemampuan organ (otak, jantung, dan ginjal) untuk
mempertahankan aliran darah yang stabil saat terjadi perubahan tekanan

1
Neema Putri Prameswari et al., “Wanita Usia 39 Tahun Dengan Ensefalopati Hipertensi: Laporan
Kasus,” ARTERI : Jurnal Ilmu Kesehatan 3, no. 3 (2022): 75–81.
2
Ana Maria Balahura et al., “The Management of Hypertensive Emergencies—Is There a
‘Magical’ Prescription for All?,” Journal of Clinical Medicine 11, no. 11 (2022).
3
Prameswari et al., “Wanita Usia 39 Tahun Dengan Ensefalopati Hipertensi: Laporan Kasus.”
perfusi. Autoregulasi menyebabkan pembuluh darah berdilatasi atau
berkonstriksi sebagai respons terhadap perubahan tekanan perfusi agar
perfusi organ normal dapat dipertahankan. Aliran darah serebral
dipertahankan pada individu normotensif dengan tekanan arteri rata-rata
(mean arterial pressure/MAP) antara 60 mmHg hingga 150 mmHg.
Dalam kasus kegagalan autoregulasi, saat terjadi kenaikan tekanan darah
mendadak yang melampaui batas autoregulasi, pembuluh darah gagal
berkonstriksi sehingga terjadi vasodilatasi. Hal ini menyebabkan tekanan
perfusi jaringan menurun akibat penurunan aliran darah ke jaringan.
Hipertensi emergensi dapat terjadi pada berbagai keadaan klinis, namun
paling umum terjadi pada pasien hipertensi kronis yang tidak diobati atau
hipertensi yang tidak terkontrol, dengan TD biasanya di atas 180/110
mmHg.4
2. Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin yang
menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut, peningkatan tekanan darah,
natriuresis, hipovolemia, dan produksi sitokin proinflamasi, seperti
interleukin. Selain itu, aktivasi platelet juga diduga berperan dalam
hipertensi krisis.5

Gambar 1.1 Patofisiologi Hipertensi Emergensi6


4
Christos Varounis et al., “Cardiovascular Hypertensive Crisis: Recent Evidence and Review of
the Literature,” Frontiers in Cardiovascular Medicine 51, no. January (2017): 1–5.
5
Ibid.
6
Ibid.
1.3. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi
Ada 2 teori yang dapat menggambarkan munculnya hipertensi
ensefalopati yaitu :7
1. Teori “Over Autoregulation” dengan kenaikan TD mengakibatkan spasme
yang berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan
iskemi. Meningkatnya permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya
dinding kapiler, edema di otak, petekie, pendarahan dan mikro infark.
2. Teori ‘Breakthrough of Cerebral Autoregulation” bila TD mencapai
threshold tertentu dapat menyebabkan transudasi, mikro infark dan edema
otak, petekie, pendarahan, fibrinoid dari arteriol.
Otak mempertahankan aliran darah dalam kisaran tekanan perfusi yang
sempit tanpa terpengaruh oleh fluktuasi tekanan arteri sistemik. CPP berkisar
antara 50 hingga 150 mm Hg pada individu sehat, sedangkan tekanan arteri
rata-rata (MAP) biasanya berkisar antara 60 dan 160 mm Hg. Perubahan
aliran darah otak yang disebabkan oleh autoregulasi melibatkan beragam
mekanisme, meliputi respons neurogenik, miogenik, endotel, dan
metabolik.Vasokonstriksi arteriol serebral terjadi dengan peningkatan MAP.
Sebaliknya, penurunan MAP disertai dengan pelebaran arteriol untuk
menjaga CPP tetap konstan.8
Proses adaptif ini mempertahankan perfusi otak yang memadai
meskipun terjadi perubahan tekanan darah sistemik. Namun, peningkatan
tekanan arteri yang tiba-tiba dapat mengganggu mekanisme autoregulasi ini
karena terbatasnya kemampuan konstriksi arteriol. Peningkatan tekanan darah
intraserebral menyebabkan pecahnya BBB, akibatnya cairan kapiler bocor ke
parenkim otak. Edema serebral berkembang, sehingga meningkatkan ICP,
merusak neuron, dan menyebabkan defisit neurologis. Perubahan mental,
defisit penglihatan, dan kejang adalah beberapa manifestasi ensefalopati
hipertensi yang diketahui.9

7
Ninik A Soemyarso, Risky V Prasetyo, and Wihasto Suryaningtyas, Hipertensi Pada Anak
(Surabaya: Airlangga University Press, 2016).
8
Terence Potter, Ankit Agarwal, and Timothy J. Schaefer, Hypertensive Encephalopathy
(Bethesda: StatPearls Publishing LLC, 2024), https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554499/.
9
Ibid.
1.4. Etiologi Hipertensi Emergensi
Penyebab paling sering hipertensi emergensi adalah pasien hipertensi
kronis yang tidak terdiagnosis dan pasien yang tidak patuh minum obat
antihipertensi (medication noncompliance). Penyebab lain hipertensi
emergensi, yaitu :10

1.5. Etiologi Ensefalopati Hipertensi


Hipertensi primer yang tidak terkontrol dengan baik adalah penyebab
paling umum dari ensefalopati hipertensi. Penyebab sekunder dari hipertensi,
seperti gangguan ginjal dan tumor adrenal, juga dapat mempengaruhi kondisi
ini. Mekanisme autoregulasi biasanya memungkinkan otak untuk
mempertahankan tekanan perfusi serebral (CPP) yang memadai, mengubah
resistensi arteri dan arteriolar sebagai respons terhadap perubahan fisiologis.
Peningkatan tekanan darah yang tajam dapat membebani mekanisme ini,

10
Martinova Sari Panggabean, “Penatalaksanaan Hipertensi Emergensi,” Cermin Dunia
Kedokteran 50, no. 2 (2023): 82–91.
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah, gangguan BBB, dan
eksudasi plasma, sel darah merah, dan makromolekul.11
1.6. Diagnosis Hipertensi Emergensi
1. Anamnesis12
 Riwayat hipertensi sebelumnya (durasi, pengobatan hipertensi
sebelumnya, terkontrol atau tidak).
 Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan
darah; simpatomimetik (cocaine, amphetamine, phenylpropanolamine,
phencyclidine, ecstasy), steroid, estrogen, cyclosporine.
 Riwayat penyakit komorbid lainnya (kardiovaskular, ginjal, neurologi,
dll).
 Riwayat kehamilan pada wanita usia reproduktif.
2. Pemeriksaan Fisik13
 Pembacaan tekanan darah harus dilakukan pada kedua lengan dan
pembacaan diulang setelah 5 menit untuk konfirmasi. Jika terdapat
perbedaan dari 20 mmHg antara kedua lengan, maka diseksi aorta harus
dipertimbangkan.
 Saturasi oksigen dan detak jantung.
 Auskultasi untuk mendengar ada tidaknya murmur/bruit pada pembuluh
darah besar, bising jantung, murmur pada abdomen, dan ronkhi paru.
 Ada tidaknya defisit neurologis.
 Funduskopi untuk menilai retinopati.
 Palpasi denyut nadi pada keempat ekstremitas.
 Penurunan tekanan darah ortostatik (untuk mengidentifikasi deplesi
volume).
3. Pemeriksaan Penunjang14
 Funduskopi.
 Elektrokardiogram 12 sadapan.
 Hemoglobin dan hitung trombosit.

11
Potter, Agarwal, and Schaefer, Hypertensive Encephalopathy.
12
Panggabean, “Penatalaksanaan Hipertensi Emergensi.”
13
Ibid.
14
Ibid.
 Kreatinin, eLFG (estimasi laju filtrasi glomerulus), elektrolit
 Rasio albumin-kreatinin urin (mikroalbuminuria), urinalisis lengkap.
 Dipertimbangkan kemungkinan hamil pada Perempuan usia
reproduktif.

Pemeriksaan Spesifik Berdasarkan Indikasi15


 Troponin, CK-MB, atau NT-proBNP (bila ada kecurigaan masalah
jantung, misalnya nyeri dada akut atau gagal jantung akut).
 Foto toraks (bila ada kecurigaan bendungan di paru).
 Ekokardiografi (bila ada kecurigaan diseksi aorta, gagal jantung, atau
iskemi miokard).
 CT angiografi toraks dan/atau abdomen (bila ada kecurigaan diseksi aorta
akut).
 CT atau MRI otak (bila ada kecurigaan masalah sistem saraf).
 USG ginjal (bila ada kecurigaan gangguan ginjal atau stenosis arteri
renalis).
 Penapisan obat dalam urin (bila ada kecurigaan penggunaan
methamphetamine atau cocaine).
1.7. Manifestasi Klinis Ensefalopati Hipertensi
Sindrom klinis yang biasanya terkait dengan hipertensi emergensi
termasuk ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral, infark miokard
akut (MI), gagal jantung akut, edema paru, angina tidak stabil, aneurisma
aorta diseksi, atau preeklamsia/eklampsia. Manifestasi klinis tergantung
kerusakan organ target, seperti sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan,
mual/muntah, nyeri dada, sesak napas, epistaksis, kecemasan yang berat,
pingsan atau penurunan kesadaran. Gejala klinis ensefalopati hipertensi
berupa somnolen, letargi, kejang tonik klonik dan kebutaan kortikal, hingga
gangguan kesadaran. Lesi neurologis fokal jarang terjadi dan jika ada,
hendaknya dicurigai sebagai stroke. Penurunan tekanan darah hendaknya
dilakukan dengan hati-hati.16

15
Ibid.
16
Ibid.
1.8. Algoritma Terapi Hipertensi
1. Algoritma Terapi Hipertensi Emergensi
2. Algoritma Terapi Ensefalopati Hipertensi

Gambar 2.1. Algoritma Terapi Ensefalopati Hipertensi17


17
Thomas Unger et al., 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension Practice
Guidelines (American Heart Association, Inc, 2020).
BAB II
ISI

1.1. Contoh Studi Kasus Ensefalopati Hipertensi


Pada hari Senin tanggal 05 Februari 2024 pukul 19.50. Seorang wanita
bernama Ny. Empol berusia 63 tahun datang ke IGD RSUD Kesehatan Kerja
dengan keluhan mual, muntah lebih dari 8 kali, dan nyeri kepala yang mulai
sejak tadi sore. Pasien memiliki riwayat penggunaan obat hipertensi yang
biasanya pasien beli di warung atau apotek terdekat. Namun pasien tidak rutin
minum obat. Pasien hanya minum obat hipertensi jika keluhan sakit kepala
dirasakan oleh pasien. Jenis obat yang digunakan untuk mengobati keluhan
hipertensi pasien adalah amlodipin. Pasien tidak memiliki alergi. Hasil
pemeriksaan umum, TD 160/97 mmHg, SpO2 95, R 20, HR 73x/menit, S
36,5. Kemudian, pasien dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium dengan
hasil HB 14,0; eritrosit 5,24; hematokrit 43,2; leukosit 8900; trombosit
318000; MCV 82,4; MCH; 26,7; MCHC 32,4; kolestrol total 234; trigliserida
198; kolesterol HDL 39; kolesterol LDL 155; kalium 3,7; ureum; 29;
kreatinin; 0,82; eGFR 80.
1. Data Subjektif
Nama : Ny. Empol
Umur : 63 tahun
Keluhan pasien : Mual, muntah lebih dari 8 kali, dan nyeri kepala
Riwayat alergi : Tidak ada
2. Data Objektif
Riwayat obat : Obat hipertensi
Hasil Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan Normal Hasil Keterangan
TD Sistolik < 120 160/97 mmHg Tekanan darah
mmHg dan tinggi
diastolik < 80
mmHg.18
SpO2 95-100%.19 95 Normal
RR 12-20 20 Normal
napas/menit.20
HR 60-100 73x/menit Normal
beats/min.21
Suhu 36° - 38°C.22 36,5 Normal

Parameter Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Hemoglobin 14,0 12,0 – 16,0 g/dL Normal
Eritrosit 5,24 3,50 – 5,00 Kadar eritrosit
juta/uL tinggi
Hematokrit 43,2 35,0 – 45,0 % Normal
Leukosit 8900 3900 – 11700 uL Normal
Trombosit 318000 150000 – 450000 Normal
uL
MCV 82,4 80 – 100 fL Normal
MCH 26,7 24 – 34 pg Normal
MCHC 32,4 33 – 37 % MCHC rendah
Kolesterol Total 234 < 200,0 mg/dL Tinggi
Trigliserida 198 < 150,0 mg/dL Tinggi
Kolesterol HDL 39 >65 mg/dL Rendah
Kolesterol LDL 155 < 100,0 mg/dL Tinggi
Kalium 3,7 3,5 – 5,3 mmol/L Normal
18
JNC 7 Express, The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (U.S. Department Of Health And Human
Services, 2003).
19
Lukman Aditya and Dinda Riska, “Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar Oksigen Non
Invasive Menggunakan Sensor Max30100,” Jurnal Ilmiah Elektrokrisna 8, no. 2 (2020): 62–69.
20
Wihantoro et al., “Pengukuran Laju Pernapasan (Respiration Rate, RR) Berbasis Beda Suhu
Pernapasan,” Jurnal Teras Fisika 4, no. 2 (2021): 213–218.
21
Melyana and Afrias Sarotama, “Implementasi Peringatan Abnormalitas Tanda-Tanda Vital Pada
Telemedicine Workstation,” Jurnal Nasional Sains dan Teknologi 21, no. 1 (2019): 1–9.
22
Anita Mirawati, Desi Deswita, and Zulharmaswita, “Efektivitas Early Warning System Score
Dalam Pencegahan Perburukan Pasien Di Rumah Sakit,” Jurnal Kesehatan Lentera ’Aisyiyah 5,
no. 1 (2022): 568–576.
Ureum 29 15 – 50 mg/dL Normal
Kreatinin 0,82 0,5 – 0,9 mg/dL Normal
eGFR 80 >= 60
mL/mnt/173m2

3. Assesment
̵ Hasil pemeriksaan tanda vital pada tekanan darah menunjukkan
pasien mengalami tekanan darah tinggi.
̵ Mual, muntah lebih dari 8 kali, dan nyeri kepala kemungkinan
keluhan dari penyakit hipertensi.
̵ Pemeriksaan laboratorium
 Kadar eritrosit tinggi
 MCHC rendah
 Kolesterol total tinggi
̵ Trigliserida tinggi
̵ Kolesterol HDL rendah
̵ Kolesterol LDL tinggi
̵ Kemungkinan penyebab hipertensi pada pasien kadar kolesterol
yang tinggi.
4. Planning
- Pemeriksaan laboratorium
- Memantau tekanan darah pasien
- Pemberian obat

Pasien di diagnosis ensefalopati hipertensi yang disebabkan oleh


tekanan darah tinggi yang parah diatas 130/80 mmHg dan pasien memasuki
instalasi gawat darurat. Ensefalopati Hipertensi merupakan sebuah kegawat
daruratan medis yang disebabkan oleh kenaikan tekanan darah yang berat dan
mendadak.23 Pada anamnesis pasien bernama Ny. Empol datang ke IGD
rumah sakit dengan keluhan mual, muntah lebih dari 8 kali, dan nyeri kepala.

23
Prameswari et al., “Wanita Usia 39 Tahun Dengan Ensefalopati Hipertensi: Laporan Kasus.”
Setelah, diperiksa tanda-tanda vital, tekanan darah pasien tinggi. Ternyata
pasien memiliki riwayat hipertensi dan biasanya pasien mengonsumsi obat
hipertensi yang terdapat di apotek atau warung tanpa periksa terlebih dahulu
ke dokter. Namun pasien tidak rutin minum obat. Pasien hanya minum obat
hipertensi jika keluhan sakit kepala dirasakan oleh pasien. Jenis obat yang
digunakan untuk mengobati keluhan hipertensi pasien adalah amlodipin.
Dari anamnesis didapatkan gejala bahwa pasien mengalami sindrom
hipertensi berat yang dapat dikaitakan dengan Ensefalopati Hipertensi.
Ensefalopati Hipertensi lebih sering terjadi prevalensi wanita lebih banyak
dibanding pria, serta menyerang pada kelompok usia >50 tahun. 24 Pasien
merupakan seorang wanita yang yang termasuk golongan rentan terkena
sindrom hipertensi berat yang berumur 63 tahun. Kemudian, pasien
disarankan untuk cek laboratorium. Hasilnya bahwa kolesterol total pasien
tinggi. Tingginya kadar kolesterol menjadi risiko utama penyebab hipertensi.
Kadar kolesterol yang tinggi dapat membentuk plak yang timbul pada
permukaan dinding arteri.25 Hal ini, menyebabkan diameter pembuluh darah
mengecil (aterosklerosis). Adanya sumbatan dalam pembuluh darah akan
menyebabkan lumen (lubang) pembuluh darah menjadi sempit dan elastis
dinding pembuluh berkurang, sehingga menyebabkan tekanan darah
meninggi. Tekanan darah meningkat dikarenakan timbunan kolesterol pada
dinding pembuluh darah yang berlebihan. Kolesterol dalam tubuh yang
berlebihan akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan
menimbulkan suatu kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan
atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi ini merupakan meningkatnya risiko
terjadinya penyakit jantung dan stroke.26
Pada pemeriksaan eritrosit hasilnya tinggi
Pada kasus pasien mengeluhkan rasa mual sehingga pasien
mendapatkan terapi obat omeprazole dalam bentuk injeksi, obat ini untuk

24
Ibid.
25
Solikin and Muradi, “Hubungan Kadar Kolesterol Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien
Hipertensi Di Puskesmas Sungai Jingah,” Jurnal 7Keperawatan Suaka Insan (Jksi) 5, no. 1
(2020): 143–152.
26
Ibid.
mengatasi gangguan pada pencernaan seperti rasa mual.27 Mual dan muntah
adalah gejala darah tinggi yang dapat terjadi karena peningkatan tekanan di
dalam kepala. Hal ini, dapat terjadi akibat perdarahan di dalam kepala. Salah
satu faktor risiko perdarahan di dalam kepala adalah hipertensi. Seseorang
dengan perdarahan otak dapat mengeluhkan adanya muntah menyembur yang
terjadi tiba-tiba.28
Kemudian, pasien mengalami nyeri kepala. Nyeri kepala pada pasien
hipertensi disebabkan oleh kerusakan vaskuler pembuluh darah. Nyeri timbul
sebagai suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul ketika jaringan
sedang dirusak sehingga menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri.29 Pasien diberikan terapi ketorolak dan
parasetamol. Efek dari penambahan parasetamol pada ketorolak akan lebih
cepat mengalami penurunan intensitas nyeri dibandingkn ketorolak tunggal.
Pada pengobatan hipertensinya pasien diberikan 3 kombinasi obat
hipertensi. Berdasarkan tatalaksana terapi hipertensi JNC 8 dalam pengobatan
awal hipertensi tidak memerlukan kombinasi dua obat tetapi hanya
memerlukan terapi tunggal. Terapi kombinasi digunakan jika pada pasien
dengan terapi tunggal tidak menunjukkan ketercapaian tekanan darah.30
Pasien Ny. Empol sebelumnya menggunakan terapi tunggal untuk
hipertensinya yaitu amlodipin, obat ini tidak efektif karena tekanan darah
tinggi pasien tetap tinggi tidak ada penurunan tekanan darah.
Selanjutnya untuk kombinasi 3 obat yang paling banyak yaitu
kombinasi antara bisoprolol, amlodipin, valsartan. Golongan β-blocker +
CCB + ARB adalah bisoprolol kombinasi dengan amlodipin dan valsartan.
Pada pasien hipertensi stage II terapi kombinasi sangat diperlukan untuk
mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Terutama pada pasien

27
Cristin Wiyani, Imam K, and A.A. Mas Aristya Sukma Dewi, “Terapi Non Farmakologi
Terhadap Stress Karyawan Universitas Respati Yogyakarta,” Prosiding Seminar Nasional :
Pemanfaatan Literasi Digital Dalam Publikasi Ilmiah 1, no. 2 (2019): 476–487.
28
Mia F Ekasari et al., Hipertensi: Kenali Penyebab, Tanda Gejala Dan Penangannya, ed. Ahmad
Jubaedi (Jakarta: Poltekkes Kemenkes, 2021).
29
Richa Jannet Ferdisa and Ernawati Ernawati, “Penurunan Nyeri Kepala Pada Pasien Hipertensi
Menggunakan Terapi Relaksasi Otot Progresif,” Ners Muda 2, no. 2 (2021): 47–52.
30
Paul A. James et al., “2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults: Report from the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National
Committee (JNC 8),” Jama 311, no. 5 (2014): 507–520.
dengan compelling indication yang bertujuan untuk menghindari kerusakan
organ lebih lanjut.31 JNC 8 menganjurkan bahwa obat kombinasi dapat
diberikan jika tekanan darah 20/10 mmHg diatas target dari tekanan darah
target yaitu < 150/90 mmHg.32
Obat gasesuai guideline
DRPs ada interaksi
Duplikasi anti nyeri
Pct pasien ga demam
Pembahasan (obat obatan + perbaikan terapi)

31
Teti Sutriyati Tuloli, Nur Rasdianah, and Faradilasandi Tahala, “Pola Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi,” Indonesian Journal of Pharmaceutical Education 1, no. 3
(2021): 127–135.
32
James et al., “2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in
Adults: Report from the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC
8).”
BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
1.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai