Korespondensi:
Nama korespondensi
Afiliasi
Alamat afiliasi
Email: contoh@jap.com
Abstrak
Latar belakang: Fraktur leher femur memiliki prevalensi yang tinggi pada pasien
geriatri dengan angka mortalitas yang tinggi. Tatalaksana kasus ini seringkali
memerlukan replacement pada caput femur (hip hemiarthroplasty). Sebagian besar
pasien geriatri memiliki komorbiditas dan sulit untuk mentoleransi anestesi umum
atau neuraksial. Teknik anestesi yang lebih aman pada ekstremitas bawah
menggunakan blok saraf perifer lebih disukai. Kombinasi blok saraf sciatic dan
kompartemen psoas dapat memberi anestesi yang adekuat untuk pembedahan
pinggul sehingga mengurangi angka kematian. Blok saraf femoralis menurunkan
insidensi komplikasi dibandingkan blok kompartemen psoas.
Kasus: Seorang pasien wanita berusia 88 tahun, berat badan 70 kg, dengan fraktur
sub-trochanter femoral distal disertai dislokasi, hipertensi emergensi, Hyperplasia
Heart Disease (HHD), dan gagal jantung stadium B Fc II menjalani hemiarthroplasty
dengan anestesi regional blok saraf skiatik dan blok femoralis. Setelah operasi,
dilakukan blok anestesi regional blok sub-arachnoid menggunakan bupivacaine 0,5%
7 mg + fentanyl 25 mcg + Morphin 0,1 mcg; manajemen nyeri pasca operasi
dilakukan dengan USG nervus skiatik menggunakan pendekatan parasakral, dengan
pemberian naropin 0,375% dan 50 mg trilac dengan volume total 20 cc. Kemudian
dilakukan blok femoral dengan 0,375% dan trilac 50 mg total volume 20 cc.
Monitoring hemodinamik pasca operasi dilakukan di unit perawatan intensif. Pasien
diobservasi untuk skala nyeri selama rawat inap, waktu mobilisasi, dan lama tinggal.
Kesimpulan: Kombinasi blok saraf femoralis dan skiatik pada bagian proksimal insisi
kulit dapat memberikan penanganan nyeri yang adekuat pada tindakan
hemiartroplasti pinggul.
Kata kunci: Blok Saraf Femoralis, Hemiartroplasti, Blok Saraf Siatik Parasakral
Pendahuluan
Fraktur leher femur memiliki prevalensi yang tinggi pada pasien geriatri
komorbiditas dan sulit untuk mentoleransi anestesi umum atau neuraksial. Teknik
yang lebih aman pada ekstremitas bawah menggunakan blok saraf perifer lebih
disukai. Kombinasi blok saraf sciatic dan kompartemen psoas dapat memberikan
dapat dihindari dengan anestesi blok regional karena teknik ini tidak memerlukan
persiapan khusus, puasa, atau optimalisasi pra operasi. Selain itu, stabilitas
kardiorespirasi yang lebih baik dapat dicapai dengan menggunakan blok saraf
Teknik ini dapat menghindari efek samping seperti : meningitis, hipotensi, nyeri
pengembangan teknik baru seperti USG dan stimulator saraf perifer. Teknik anestesi
yang paling bermanfaat tetapi sering diabaikan pada bedah ekstremitas bawah
adalah kombinasi blok saraf siatik dan femoralis (3:1). Namun, dosis maksimum
pengguna obat harus dipantau dengan cermat karena volume ganda digunakan
setelah operasi (ERAS) pertama kali dideskripsikan oleh Henrik Kehlet pada tahun
1997. Konsep ini sering digunakan di bidang ortopedi dengan tujuan untuk
pemulihan fungsional.3
dengan protokol ERAS untuk pasien yang menjalani artroplasti sendi. GNP memberi
analgesia yang cukup dengan efek samping yang sedikit, seperti komplikasi
pemberian opioid epidural atau intravena (PCA). Efektivitas GNP dalam artroplasti
telah dibuktikan oleh banyak penelitian yang menunjukkan PNB merupakan faktor
Pasien wanita berusia 88 tahun datang dengan keluhan riwayat jatuh di kamar
mandi 3 hari sebelum datang ke rumah sakit. Pasien mengeluh nyeri pada pinggang
Dari pemeriksaan fisik didapatkan GCS 456 dengan jalan napas bebas,
terdapat gigi yang tanggal, dan pernapasan spontan adekuat dengan SpO2 98%
pada udara ruangan. Berat badan pasien 70 kg. Pada pemeriksaan jantung
didapatkan pergeseran apeks jantung pada ICS III mid-clavicula sinistra dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan paru. Frekuensi nadi 100-120 x/menit, nadi
teratur, dan tekanan darah 160/90 mmHg. Pada pemeriksaan skala nyeri didapatkan
skala nyeri Visual Analog Scale (VAS) 6-7. Pada pemeriksaan status lokalis tungkai
kanan asimetris, ROM menurun, nyeri pada sendi pinggul dextra, terdapat edema,
krepitasi, nyeri gerakan pasif aktif, tidak ditemukan angulasi, dan saturasi distal 96%.
dislokasi, hipertensi emergensi, Hyperplasia Heart Disease (HHD), dan Gagal Jantung
stadium B Fc II. Dari departemen ortopedi, pasien telah diedukasi untuk menjalani
mendapatkan injeksi ketorolac 30 mg tiga kali sehari dan injeksi ranitidin 50 mg.
ditetapkan untuk setuju operasi dengan risiko tinggi. Pasien mendapat terapi
captopril 3x25 mg, amlodipin 1x5 mg, dan spironolakton. Dari departemen anestesi,
pasien menjalani operasi ERAS dan prosedur blok saraf tepi (saraf femoralis dan saraf
dan kemungkinan emboli udara selama pembedahan dan setelah 24 jam pasca
operasi. Pasien dirawat di ICU untuk observasi pasca operasi. Pasien diminta puasa 6
jam sebelum operasi dan selama puasa dilakukan rehidrasi dengan cairan infus HES
tekanan darah 129/66 mmHg, nadi 114 x/menit, dan SpO2 99% dengan nasal
intravena. Kemudian diberi injeksi campuran Bupivakain 10 mg, Fentanil 50 mcg, dan
Morfin 0,1 mcg pada lumbar 4. Setelah hemodinamik dipastikan stabil, pasien
dan ketorolac 30 mg. Blok saraf sciatic yang dilakukan pasca operasi diberikan
Gambar 2.Jarum blok sudah naik ke saraf femoralis pada blok femoralis
Setelah prosedur operasi hari pertama, pasien mengeluhkan nyeri minimal
dan sudah dapat melakukan tirah baring. Keluhan seperti mual dan muntah tidak
ditemukan, namun pasien mengeluh sulit buang air besar sejak hari pertama masuk.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan GCS 456, RR 18x/menit, SpO2 100% dengan nasal
cannula 2 lpm, tekanan darah 106/80mmhg, nadi 90x/menit, suhu 36,5 C, VAS
stasioner 0, VAS tirah baring 0-1, dan VAS nyeri gerak 1-2 (Gambar 3), produksi urin
0,7cc/kg berat badan. Pasien mendapatkan terapi injeksi ketorolak 3x30 mg, dan
kalnex 3x500 mg. Ranitidine 2x50 mg, Ondansentron 3x4 mg, dan Lactolosa syr
3x1Cth. Dari bagian kardiologi didapatkan injeksi Lovenox 1x0.4 cc SC, ramipril 5 mg
Gambar 3. Pasien menunjukkan nyeri VAS dengan skor Visual analog 0 dan nyeri
fisik didapatkan hasil GCS 456, RR 18x/menit, SpO2 98% udara ruangan, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,5 C, VAS stasioner 0-1, VAS tirah
baring 1-1 (Gambar 4), dan produksi urin 0,7cc/kgbb. Pasien tetap mendapatkan
terapi yang sama ditambah dengan pembuangan drain. Latihan berjalan mulai
VAS 0-1.
Pembahasan
Patah tulang pinggul adalah patah tulang yang terjadi antara tepi caput
femoralis dan 5 sentimeter di bawah trochanter minor. Fraktur ini umumnya dibagi
ekstrakapsular dibagi lagi menjadi trochanter (inter- atau pertrochanteric dan reverse
mekanisme fiksasi.4
kesehatan masyarakat yang utama. Sebanyak 70.000 hingga 75.000 patah tulang
pinggul (patah tulang femur proksimal) terjadi setiap tahun di Inggris dengan
setahun. Sebagian besar biaya ini dihitung berdasarkan hari rawat inap dan
pada tahun 2015 menjadi 101.000 pada tahun 2039, sehingga akan meningkatkan
pengeluaran tahunan. Saat ini, sekitar 25% pasien dengan patah tulang pinggul
berasal dari perawatan institusional, dan sekitar 10-20% dari mereka yang dirawat
pinggul, yang menjadi alasan utama pasien datang ke bangsal trauma ortopedi.
National Hip Fracture Database Inggris melaporkan usia rata-rata seseorang dengan
patah tulang pinggul adalah 84 tahun untuk pria dan 83 tahun untuk wanita, dimana
76% kasus terjadi pada wanita. Sekitar 10% pasien patah tulang pinggul meninggal
dalam waktu 1 bulan dan sekitar 30% dalam waktu 12 bulan, oleh karena itu kasus ini
disebabkan oleh penyakit penyerta yang terkait, tidak hanya dari patah tulang saja.
Oleh karena itu, patah tulang pinggul bukan hanya permasalahan bedah saja.
Perawatan patah tulang pinggul yang efektif membutuhkan koordinasi dari berbagai
Tingkat kematian patah tulang pinggul pada lansia berkisar dari 14% hingga
36% dengan disertai penurunan kemandirian dan kualitas hidup sementara bahkan
permanen. Pedoman saat ini menyarankan bahwa operasi untuk patah tulang
pinggul harus dilakukan dalam waktu 24 jam setelah cedera, karena periode tersebut
berhubungan dengan hasil fungsional yang lebih baik, rawat inap yang lebih pendek,
durasi nyeri yang lebih singkat dan tingkat non-union yang rendah, serta komplikasi
ini mengurangi lama tinggal di tempat tidur untuk pasien, sehingga mengurangi
risiko komplikasi terkait, yaitu dekubitus, trombosis vena dalam, dan infeksi saluran
perdebatan ini adalah kurangnya definisi awal operasi yang diterima. Terdapat
ketidakpastian apakah 24, 48, atau 72 jam, atau periode yang lebih lama, harus
dianggap sebagai "penundaan yang tidak dapat diterima" untuk operasi patah
tulang pinggul.8
Terdapat dua macam patah tulang pinggul, yaitu adalah fraktur columna
femoralis dan fraktur intertrokanter. Fraktur leher femur mengancam suplai darah ke
fragmen tulang proksimal. Fraktur ini umumnya diterapi dengan reduksi dan fiksasi
internal. Fiksasi fraktur dilakukan dengan beberapa skrup atau pin (misalnya,
Knowles) atau rakitan pelat sisi sekrup kompresi (misalnya, Richards, Zimmer).
Komplikasi yang paling sering adalah non-union dan nekrosis avaskular caput
femoral. Prostesis medullar untuk penggantian caput dan colum femur dipilih
mobilisasi pasca operasi lebih cepat, waktu operasi dan kehilangan darah lebih besar
dibandingkan dengan prosedur fiksasi internal. Selain itu, kematian pasca operasi
mungkin sedikit lebih tinggi pada pasien yang ditangani dengan hemiarthroplasty
Pemahaman yang baik tentang anatomi regional dan teknik bedah sangat
penting untuk memberikan anestesi blok saraf yang efektif ketika pendekatan
pinggul lateral digunakan. Kulit dan fasia (traktus iliotibial) diinsisi pada aspek lateral
femur, trokanter mayor proksimal dan distal. Otot gluteus medius dan minimus
kemudian dipisah untuk membuka kapsul pinggul yang diiris untuk membuka sendi
pinggul. Anestesi yang tidak lengkap pada persendian, otot, atau kulit akan
umum lebih disukai dalam manajemen bedah trauma selama beberapa dekade
dan keseimbangan fisiologis pada pasien trauma. Selain itu, GA pada pasien yang
menjalani operasi darurat belum memiliki status puasa yang jelas. Dengan demikian,
penerapan GA yang aman dan tanpa komplikasi tidak dapat dipastikan. Anestesi
regional adalah pilihan paling aman untuk pasien ini karena prosedurnya sederhana,
aman, dan efektivitasnya lebih baik, serta memiliki efek stabilitas kardiovaskular yang
unggul, dan rehabilitasi awal pasca operasi. Dari berbagai teknik anestesi regional,
terlihat bahwa anestesi spinal dan epidural memberikan analgesia pasca operasi dan
stabilitas hemodinamik yang lebih baik selama anestesi dibandingkan anestesi spinal
sekali pakai. Namun, penggunaan jarum spinal dan epidural yang besar dengan
kateter untuk anestesi spinal secara terus menerus menyebabkan berbagai efek
samping, misalnya nyeri kepala pasca pungsi dural, hipotensi, bradikardia, hematoma
spinal, dan meningitis. Sebagai perbandingan, blok saraf perifer ekstremitas bawah
memiliki efek hemodinamik minimal dan tidak terdapat penurunan aliran darah
regional pada ekstremitas bawah. Dahulu, blok saraf perifer jarang dipilih sebagai
prosedur anestesi pada pasien yang menjalani operasi ekstremitas bawah karena
kurangnya pengalaman ahli anestesi dalam melakukan prosedur ini. Berbagai studi
masih dilakukan untuk menilai keamanan kombinasi blok femoral dan skiatik
dibandingkan blok neuraksial sentral dan anestesi umum untuk pembedahan pada
ekstremitas bawah.2
femoris), saraf obturator (melalui cabang pinggulnya) dan pleksus sakral (melalui
cabang artikular saraf ke saraf quadratus femoris, gluteal superior dan sciatic).
Untungnya, semua saraf ini dapat memblok di area inguinal dan parasakral. 10 Blok
saraf femoralis dapat memblokir cabangnya ke rektus femoris. Blok proksimal saraf
obturator dapat memblokir cabang coxalnya. Blok saraf skiatik parasakral dapat
memblokir seluruh pleksus sakral. Blok saraf tersebut di atas berhasil memberi
anestesia ke seluruh ekstremitas bawah (termasuk semua otot pinggul) kecuali area
kulit tertentu dan otot iliopsoas (diinervasi di perut). 11 Area kulit yang distal dari insisi
disuplai oleh saraf LFC yang dapat dengan mudah diblok dengan ultrasonografi.
Namun, area kulit proksimal disuplai oleh saraf subkostal dan iliohypogastric, oleh
karena itu blok saraf CFL, atau bahkan blok kompartemen psoas, tidak dapat
membius area kulit ini. Namun, hal ini mudah dikoreksi dengan infiltrasi subkutan LA.
selama traksi distal pada femur untuk membawa caput femur prostetik kembali ke
manuver ini membutuhkan waktu hanya beberapa detik dan dapat ditangani dengan
sedasi ringan.1
Blok kompartemen psoas, bila dikombinasikan dengan blok saraf skiatik dan
infiltrasi kulit, dapat memberikan anestesi yang efektif untuk operasi pinggul. 12
Namun, risiko yang terkait dengan blok kompartemen psoas bisa lebih parah
tersering dari blok kompartemen psoas (hingga 40%) dan dapat menyebabkan
lumbal dapat menjadi komplikasi yang serius, terutama pada pasien bedah pinggul
dengan blok saraf skiatik secara kontinyu dalam operasi penggantian pinggul dan
Akkaya et al. membandingkan blok saraf femoralis dan sciatic yang dipandu
ultrasonografi dan anestesi spinal untuk artroplasti lutut total dan menemukan blok
saraf perifer sebagai metode yang sederhana, aman, dan efektif. 11.13 Pasien yang
ekstremitas bawah dengan kombinasi blok saraf femoralis dan sciatic. Hasil serupa
ditemukan oleh Vijayamohan et al. dalam sebuah studi tentang penggantian lutut
total yang dilakukan di bawah gabungan blok saraf femoralis dan siatik. 2 Baddoo
juga menyimpulkan blok saraf perifer sebagai teknik anestesi yang efektif untuk
kardiovaskular yang memadai serta analgesia pasca operasi. 14 Tantry et al. juga
penyakit katup berat di bawah kombinasi blok saraf femoralis dan sciatic tanpa
komplikasi.15
dilakukan dengan blok saraf Femoral dan sciatic. 17 Gabungan blok saraf femoralis
dan sciatic memberikan durasi analgesia pasca operasi yang lebih lama sekitar 12-13
jam dibandingkan dengan blok neuraksial sentral yaitu sekitar 4-5 jam. Tindakan ini
efek samping seperti mual pasca operasi, muntah, sedasi, dan kontrol nyeri yang
pada blok saraf skiatik, misalnya anterior, posterior, dan parasakral, namun
dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Hasil serupa dicatat oleh Tagariello dalam
studi mengenai pendekatan blok saraf skiatik yang menunjukkan bahwa angka
keberhasilan dengan pendekatan posterior mendekati 99% pada lebih dari 15.000
pasien.2
optimalisasi penting dilakukan. Dalam studi Bansal et al., waktu onset rata-rata blok
sensorik dan motorik, durasi rata-rata blok sensorik dan motorik dan analgesia pasca
operasi, kebutuhan dosis total analgesik penyelamat, skor VAS perioperatif selama 24
jam, insidensi efek samping dan komplikasi yang sebanding pada kedua kelompok
dinilai dalam pemantauan. Skala analog visual (VAS) dijelaskan kepada pasien untuk
menentukan tingkat analgesia pada periode pasca operasi. Hal ini dilakukan dengan
menunjukkan garis 0–10 cm dengan tanda "0" berarti "tidak sakit" dan tanda "10"
berarti "sakit berat".2 Nyeri intraoperatif dinilai menggunakan visual analog scale
(VAS); 0 = bebas rasa sakit dan 10 = rasa sakit terberat yang bisa dibayangkan. VAS
hingga 3 dianggap tidak nyaman. VAS lebih dari 3 dianggap nyeri. Pasien yang
mengalami nyeri (VAS > 3) setiap saat selama operasi dianggap memiliki anestesi
yang tidak adekuat dan mendapat opioid atau anestesi umum. Pasien yang
menyelesaikan pembedahan tanpa memerlukan pemberian opioid (VAS ≤ 3 selama
operasi) dianggap memiliki anestesi yang adekuat. 1 Bansal et al. dalam penelitiannya
menemukan bahwa skor VAS bernilai 0 hingga 10 jam pasca operasi, dengan skor
VAS puncak 3 saat 15 jam pasca operasi dan menurun menjadi skor VAS 2 saat 24
Pada laporan kasus ini, masih terdapat nilai bias untuk evaluasi nyeri VAS
dalam 24 jam pertama, karena efek opioid (morfin) intratekal yang dapat bertahan 24
jam pasca blok subarachnoid. Kombinasi blok saraf membutuhkan dosis LA yang
besar, oleh karena itu risiko toksisitas harus selalu dipertimbangkan. Jika ada,
berlebihan, komplikasi terkait semen, trombosis vena dalam, atau emboli paru)
Kesimpulan
Kombinasi blok saraf femoralis dan saraf skiatik untuk multimodal analgesik sangat
Pernyataan Resmi
1. Taha AM, Ghoneim MAE. Hip hemiarthroplasty using major lower limb nerve blocks: A
doi:10.4103/1658-354X.136432
2. Bansal L, Attri JP, Verma P. Lower limb surgeries under combined femoral and sciatic nerve
3. Park HJ, Park KK, Park JY, Lee B, Choi YS, Kwon HM. Peripheral Nerve Block for Pain
Management after Total Hip Arthroplasty: A Retrospective Study with Propensity Score
6. Shin S, Kim SH, Park KK, Kim SJ, Bae JC, Choi YS. Effects of anesthesia techniques on
7. Orosz GM, Magaziner J, Hannan EL, et al. Association of Timing of Surgery for Hip Fracture
8. Simunovic N, Devereaux PJ, Sprague S, et al. Effect of early surgery after hip fracture on
mortality and complications: Systematic review and meta-analysis. C can med assoc j.
2010;182(15):1609-1616. doi:10.1503/cmaj.092220
9. Covert CR, Fox GS. Anaesthesia for hip surgery in the elderly. Can J Anaesth.
1989;36(3):311-319. doi:10.1007/BF03010771
10. Nielsen TD, Moriggl B, Barckman J, et al. The Lateral Femoral Cutaneous Nerve:
doi:10.1097/AAP.0000000000000737
1041. doi:10.1213/ane.0b013e3181966f03
12. De Leeuw MA, Zuurmond WWA, Perez RSGM. The psoas compartment block for hip
surgery: The past, Present, and future. Anesthesiol Res Pract. 2011;2011.
doi:10.1155/2011/159541
13. Aksoy M, Dostbil A, Ince I, et al. Continuous spinal anaesthesia versus ultrasound-guided
combined psoas compartment-sciatic nerve block for hip replacement surgery in elderly
doi:10.1186/1471-2253-14-99
14. Baddoo H. A preliminary report on the use of peripheral nerve blocks for lower limb
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19652751%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/
articlerender.fcgi?artid=PMC2709170
15. Tantry TP, Kadam D, Shetty P, Bhandary S. Combined femoral and sciatic nerve blocks for
lower limb anaesthesia in anticoagulated patients with severe cardiac valvular lesions.
16. Stavros G memtsoudis, et al. Anaesthetic care of patients undergoing primary hip and