NEUROSURGERY
I. Pendahuluan
0
Teknik kraniotomi terjaga pada awalnya diperkenalkan untuk pembedahan
pada kasus epilepsi, Pada awalnya digunakan pada abad ke 20 untuk
penanganan lesi penyebab epilepsi yang dapat direseksi.
1
permukaan otak. Pada tahun 1950, Pasquet melakukan anestesi umum setelah
dilakukan anestesi lokal, yang kemudian teknik ini dikenal sebagai anestesi
vocal.
Pada tahun 1988, Archer melakukan studi terhadap 354 kraniotomi terjaga
selama reseksi kortikal pada pasien epilepsi yang menggunakan anestesi lokal
dan intravena fentanyl dan droperidol. Tahun berikutnya, Welling
menggunakan teknik yang sama tetapi dengan menggantikan fentanyl
dengan alfentanil. Empat tahun kemudian, Silbergeld mempublikasikan data
yang pertama dengan menggunakan sedasi propofol pada kraniotomi terjaga,
publikasi Silbergeld ini dianggap sebagai perubahan besar kedua untuk
bidang kraniotomi terjaga. Sejak penemuan ini, infus propofol menjadi populer
untuk dipergunakan dalam kraniotomi terjaga, karena memiliki onset yang
cepat, titrabilitas, dan waktu pemulihan yang singkat. Dalam beberapa tahun
terakhir, banyak studi telah dilakukan guna membandingkan
neuroleptoanalgesia antara propofol dengan fentanil. Studi ini, sebagian besar
difokuskan pada sedasi propofol yang dikombinasikan dengan berbagai opioid.
Selain itu, juga membandingkan banyak aspek teknis dari prosedur laryngeal
mask airway (LMA), bispectral Indeks (BIS), target-controlled infusion (TCI).
2
kontrol jalan napas dengan menggunakan ventilasi mekanis, sedangkan AAA:
teknik ini terdiri dari sedasi mendalam atau anestesi umum, yang
memunginkan pernapasan spontan (bila skor OAA / S <3 atau skor BIS <60).
pemberian oksigen dan kontrol jalan napas menggunakan ventilasi mekanis.
Pasien terbangun dan biasanya terekstubasi sepanjang prosedur operasi untuk
pemetaan otak atau reseksi tumor.
3
reseksi lokasi yang tepat selama operasi epilepsi. Akan tetapi aktivasi ini
memiliki dampak negatif bila dilakukan pada operasi reseksi tumor. Opioid juga
dapat mencetuskan neuroeksitasi seperti nistagmus, kekakuan otot,
mioklonus, dan gerakan-gerakan yang menyerupai kejang. Namun, pada dosis
rendah (0,1 mg / kg / min), remifentanil, opioid kerja cepat, tidak
mempengaruhi rekaman ECG bahkan selama kraniotomi terjaga.
4
3. Mual dan muntah:
- Riwayat anestesi sebelumnya;
- Kinetosis.
4. Estimasi tekanan intrakranial:
- Jenis lesi;
- Radiologis dan gejala klinis.
5. Resiko Perdarahan:
- Jenis dan lokalisasi lesi;
- Terapi (obat antiplatelet);
- Riwayat kesehatan.
6. Kerjasama Pasien:
- Kecemasan;
- Toleransi terhadap nyeri;
- Defsit neurologis.
Pasien epilepsi juga harus dievaluasi ketat karena kejang tak terkendali
merupakan kriteria ekslusi relatif untuk kraniotomi terjaga. Kejadian kejang
yang berkaitan stimulasi intra operatif mungkin berhubungan dengan
konsentrasi serum obat antiepilepsi yang rendah, teknik stimulasi, dan rejimen
anestesi (opioid dosis tinggi dan neuroleptik). Hal yang menarik menurut
Szelnyi, pasien dengan epilepsi asimptomatis justru memiliki resiko yang
lebih tinggi terjadinya stimulation associated-seizure intraoperatif
dibandingkan dengan pasien epilepsi simptomatis. Dan yang tidak kalah
penting adalah kerjasama dan partisipasi aktif dari pasien selama menjalani
kraniotomi terjaga. Disphasia berat dan konfusi adalah kriteria eksklusi mutlak
Berkenaan dengan seleksi pasien dan strategi intraoperatif Pichtet al, pada
tahun 2006 mengusulkan protokol multimodal untuk kraniotomi terjaga pada
5
tumor korteks yang mengenai area berbahasa. Yaitu setelah dilakukan
pemetaan kortikal, dilanjutkan dengan prosedur MAC atau AAA, diisesuaikan
dengan keadaan klinis pasien dan hasil gabungan dari pemetaan otak
dan pencitraan MRI fungsional
VI. Premedikasi
Tidak ada konsensus umum mengenai premedikasi, dan keputusan harus
dibuat berdasarkan
kondisi klinis pasien, pendapat ahli anestesi,dan standar rumah sakit.
Sebagian ahli tidak memberikan premedikasi. Midazolam adalah golongan
6
benzodiazepine yang paling sering digunakan untuk kraniotomi, bersifat kerja
cepat, onset cepat, dan dua kali lebih efektif dibanding diazepam.
Pemberian opioid dan traksi dura mater atau pembuluh darah otak dapat
menyebabkan pasien menjadi mual dan muntah. Muntah sangat berbahaya
selama operasi karena risiko aspirasi, kenaikan tekanan intrakranial, dan
pasien menjadi agitasi dan bergerak.
Pemberian propofol tidak diragukan lagi untuk mencegah mual dan muntah
perioperatif. Mayoritas antiemetik berisi metoclopramide (10 mg) dan
7
ondansetron (4-8mg) . Dosis rendah droperidol (0,625-2,5mg) dan
deksametason (4-16 mg). Banyak ahli menggunakan ranitidin untuk
perlindungan lambung dan dikombinasikan dengan antiemetik, untuk
mengurangi risiko pneumonia jika terjadi muntah
8
atas fasia temporalis adalah yang paling sering dilaporkan mengalami nyeri
pasca operasi;
3. saraf supraorbital (akar saraf frontal yang berasal dari cabang ophtalmica
dari saraf trigeminal): infltrasi dari pangkal hidung ke titik tengah mata;
4. supratrochlear saraf (akar saraf frontal yang berasal dari cabang ophtalmica
dari saraf trigeminal): infltrasi bersama-sama dengan saraf supraorbital
5. nervus oksipital (ramus posteriorC2): infltrasi sekitar 2,5 cm lateral ke garis
tengah nuchal , langsung ke medial arteri oksipital;
6. saraf oksipital inferior (anteriorC2 dan C3): infltrasi 2,5 cm lateral dari
salah satu saraf oksipital yang lebih besar,
Blok saraf ini biasanya dilakukan pada sisi kulit kepala yang akan dibedah,
namun, Costello menyarankan agar dilakukan bilateral. Pada kondisi tertentu,
lokal anestesi dapat ditambahkan dengan menggunakan blok pleksus
cevicalis superfcial. Pada tahun 2000, Gebhard melaporkan kasus seorang
pria yang menyentak spontan pada ekstremitas atas dan bawah bagian kanan
saat menjalani kraniotomi terjaga untuk penanganan epilepsi. Dengan
demikian, kontrol penuh terhadap gerakan adalah prasyarat untuk operasi.
Blok interscalene, musculocutaneous, dan ulnar blok saraf, secara terus
menerus serta blok saraf femoral dilakukan untuk mencegah gerakan
9
penggunaan neuroleptoanalgesia terutama dengan penggunaan propofol
yang memungkinkan manajemen pasien yang lebih baik.
Teknik AAA memiliki keuntungan dari segi kontrol jalan napas yang baik dan
sedasi yang mendalam, sehingga pasien tidak menderita rasa sakit atau
ketidaknyamanan. Namun demikian, pendekatan anestesi ini lebih kompleks
daripada MAC, terutama saat diperlukan reposisi perangkat jalan napas
X. Pemantauan intraoperatif
Pemantauan intraoperatif biasanya meliputi elektrokardiogram,pengukuran
tekanan darah invasif dan non-invasif, pulse oximetry (SpO2), laju pernapasan,
kapnograf (EtCO2), dan suhu tubuh. Biasanya, kateter urin juga dipasang. Jika
diperkirakan akan terjadi perdarahan yang banyak intraoperasi, maka perlu
dilakukan pemasangan kateter vena sentral. Pemantauan tekanan darah
invasif tidak dilakukan dalam semua rumah sakit. Akan tetapi dianggap perlu
untuk mengevaluasi perubahan tekanan arteri, PaCO2 dan parameter lainnya
yang berguna seperti hemoglobin, glukosa, dan elektrolit plasma.
10
COPA, LMA, dan facial mask. Metode yang berbeda dilakukan untuk
mengukur volume CO2 yang dihembuskan, dan nilai ini penting untuk
mengamati kecenderungan nilai EtCO2 dan mengevaluasi apakah pasien hipo
atau hiperventilasi. pemasangan kateter urin berguna untuk prosedur yang
memakan waktu yang lama dan memonitor efek diuretik dari penggunaan
manitol. Meskipun demikian, sebagian ahli, tidak menggunakan kateter urin,
terutama jika operasi berlangsung kurang dari empat jam. Ahli yang lain hanya
menggunakan kateter urin untuk pasien perempuan
XI. Kesimpulan
Kraniotomi terjaga untuk reseksi tumor yang melibatkan area fungsional otak
adalah prosedur bedah yang memberikan hasil yang baik bagi pasien. Teknik
ini bersifat kompleks dan memerlukan kerjasama yang baik dari pasien serta
peralatan penunjang yang memadai. Anestesi pada teknik ini untuk
memberikan operasi yang ama, efektif, dan mengurangi distress psikofsik
pada pasien.
Pemilihan teknik anestesi, MAC atau AAA, harus sesuai dengan kemampuan
dan pengalaman ahli anestesi. Teknik AAA, lebih menuntungkan dari sisi
menghindari depresi nafas dan akses ke saluran napas yang lebih terlindung,
sehingga mengurangi komplikasi intraoperatif . Teknik AAA mungkin lebih
disukai untuk pasien dengan kasus yang lebih kompleks. Meskipun belum
pernah ada studi yang mendukung superioritasnya dibandingkan dengan
teknik MAC.
Untuk saat ini, propofol dan remifentanil adalah obat yang paling sering
digunakan untuk prosedur kraniotomi terjaga, terutama dengan sistem infus
TCI sehingga memungkinkan titrasi obat yang lebih baik, menghindari
oversedation dan depresi pernafasan. Sistem monitoring anestesi, seperti BIS,
sangat berguna dalam kraniotomi terjaga, bahkan jika tanda-tanda klinis
adekuat. Perencanaan yang matang, dan pengawasan yang ketat diperlukan
untuk mendapatkan hasil yang baik serta meningkatkan toleransi dan
menurunkan kejadian komplikasi.
11
Daftar Pustaka
1. Burchiel KJ, Clarke H, Ojemann GA, Dacey RG, Winn HR. Use of stimulation
mapping and corticography in the excision of arteriovenous malformations in
sensorimotorand language-related neocortex. Neurosurgery 1989;24:322-7.
12
2. Dufau H, Capelle L, Sichez JP, Faillot T, Abdennour L, Law Koune JD et al.
Intra-operative direct stimulations of thecentral nervous system: the Salptrire
experience with 60 patients. Acta Neurochir (Wien) 1999;141:1157-67.
3. Lders JC, Steinmetz MP, Mayberg MR. Awake craniotomy for microsurgical
obliteration of mycotic aneurysms: technical report of three cases.
Neurosurgery 2005;56:ONS-E201.
4. Bernstein M. Outpatient craniotomy for brain tumor: a pilot feasibility study
in 46 patients. Can J Neurol Sci 2001;28:120-4.
5. Blanshard HJ, Chung F, Manninen PH, Taylor MD, Bernstein M. Awake
craniotomy for removal of intracranial tumor: considerations for early
discharge. Anesth Analg 2001;92:89-94.
6. Saltarini M. Tecnica anestesiologica durante la awake craniotomy.In: Skrap
M, editor. Mappaggio corticale e craniotomie a paziente sveglio. Trento: New
Magazine Edizioni; 2004. p.73-6.
7. Manninen PH, Tan TK. Postoperative nausea and vomiting after craniotomy
for tumor surgery: a comparison between awake craniotomy and general
anesthesia. J Clin Anesth 2002;14:279-83.
8. Manninen PH, Balki M, Lukitto K, Bernstein M. Patient satisfaction with awake
craniotomy for tumor surgery: a comparison of remifentanil and fentanyl in
conjunction with propofol. Anesth Analg 2006;102:237-42.
9. Bulsara KR, Johnson J, Villavicencio A. Improvements in brain tumor surgery:
the modern history of awake craniotomies. Neurosurg Focus 2005;18-E5:1-3.
13