BAROTRAUMA
PEMBIMBING:
dr. Renie Augustine, Sp. THT-KL
PENULIS:
Lathiifa Herly Hendy
030.11.164
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Lathiifa Herly Hendy
030.11.164
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Renie Augustine, Sp. THTKL selaku dokter
pembimbing THT RSUD Budhi Asih pada tanggal
Juni 2015
Jakarta, ..........................
Mengetahui
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Barotrauma tepat
pada waktunya.
Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat pemenuhan tugas dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan THT di RSUD Budhi Asih.
Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada dr. Renie Augustine, Sp. THTKL selaku dokter pembimbing dan konsulen THT di RSUD Budhi Asih yang telah
membimbing saya dalam penyusunan referat ini. Selain itu ucapan terimakasih
juga saya sampaikan kepada dr.Djoko Srijono, Sp. THT-KL, dr. Dumasari iregar,
Sp. THT-KL, dr. Putri Anugrah Rizky, Sp. THT-KL, teman-teman dan perawat,
serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang ikut
membantu dalam penyusunan referat ini.
Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan referat ini. Penulis
menyadari jika referat ini masih banyak kekurangan dan tidak sempurna. Oleh
karena itu saya mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyajiannya dan
penulis mengharapkan kritik serta saran demi perbaikan referat ini. Akhir kata
saya mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
(Lathiifa Herly Hendy)
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................
1
Lembar Pengesahan...................................................................................................
2
Kata Pengantar...........................................................................................................
3
Daftar Isi.....................................................................................................................
4
Daftar Gambar............................................................................................................
6
Bab I. Pendahuluan..................................................................................................
7
Bab II. Tinjauan Pustaka........................................................................................
9
2.1
Anatomi
Telinga
....................................................................................................................................
9
2.1.1
Telinga
Luar
....................................................................................................................................
9
2.1.2
Telinga
Tengah
....................................................................................................................................
10
2.1.3
Telinga
Dalam
....................................................................................................................................
12
2.2 Anatomi Sinus...............................................................................................
13
2.2.1 Sinus Maksila.............................................................................................
14
2.4.6
Pencegahan
....................................................................................................................................
26
2.7
Barotrauma
Sinus
Paranasal
....................................................................................................................................
27
2.7.1
Definisi
....................................................................................................................................
27
2.7.2
Prevalensi
....................................................................................................................................
27
2.7.3
Patofisiologi
....................................................................................................................................
27
2.7.4
Gejala
Klinis
....................................................................................................................................
28
2.7.5
Penatalaksanaan
....................................................................................................................................
29
2.7.6
Pencegahan
....................................................................................................................................
30
Bab III. Kesimpulan.................................................................................................
31
Daftar Pustaka..........................................................................................................
32
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Telinga.......................................................................................
9
Gambar 2. Gambar 2. Anatomi ruang telinga tengah.................................................
10
Gambar 3. Anatomi tuba Eustachius..........................................................................
11
Gambar 4. Anatomi Sinus..........................................................................................
13
Gambar 5. Hukum Boyle...........................................................................................
21
Gambar 6. Patofisiologi barotrauma..........................................................................
22
Gambar 8. Derajat barotrauma auris media...............................................................
24
BAB I
PENDAHULUAN
cedera yang paling sering ditemukan pada penyelaman dan terbang. Hal ini
terutama karena terdapatnya fungsi ventilasi tuba Eustachius. Dikenal dua bentuk
barotrauma telinga yaitu barotrauma telinga waktu turun (descent) dan barotrauma
telinga waktu naik (ascent). Barotrauma sinus juga memiliki insiden yang cukup
tinggi pada penerbang. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila penyelam
ataupun penerbang tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam ruang
telinga tengah pada waktu tekanan luar bertambah ataupun berkurang.(2)
Pada ketinggian 8000 kaki gas-gas yang terperangkap dalam rongga tubuh
volumenya bertambah 20% dari volume saat di darat. Semakin cepat kecepatan
pendakian maka semakin besar risiko mengalami ketidaknyamanan atau nyeri.(2,3)
Perubahan tekanan pada kedalamaan 17 kaki pertama dibawah air setara dengan
perubahan tekanan pada ketinggian 18.000 kaki pertama diatas permukaan bumi.
Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat
menyelam dibandingkan pada saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan mengapa
insiden barotrauma pada telinga tengah paling tinggi terjadi pada saat menyelam.
Barotrauma telinga tengah dapat terjadi pada penyelaman kompresi udara yaitu
dengan menggunakan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus)
atau penyelaman dengan menahan napas. Seringkali terjadi pada kedalaman 10-20
kaki. Sekalipun insidens relatif lebih tinggi pada saat menyelam, namun masih
lebih banyak orang yang bepergian dengan pesawat dibandingkan orang yang
menyelam. Pesawat komersial telah diberi tekanan udara namun hanya sampai
8000 kaki. Karenanya, barotrauma masih mungkin terjadi namun insidensnya
tidak setinggi yang diakibatkan oleh proses menyelam. Hal ini disebabkan karena
pada saat menyelam, untuk mengatasi tekanan yang meningkat, harus dilakukan
usaha untuk menyeimbangkan tekanan misalnya melalui perasat Valsalva,
sedangkan pada saat naik pesawat komersial, tekanan yang menurun biasanya
dapat diseimbangkan secara pasif. (1,4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam.(3)
10
11
12
tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan
kohlea. Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan
ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm.(1,3)
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior,
posterior dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Koklea
membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35
mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani.(3)
Kanalis semisirkularis saling berhubungan tidak lengkap dan membentuk
13
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli
sebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut
luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. Di telinga dalam terdapat
kanalis semisirkularis dan utrikel yang diperlukan untuk keseimbangan,
sedangkan sakulus dan duktus koklea diperlukan untuk pendengaran.(1,3)
2.2 Anatomi Sinus
Manusia mempunyai rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga
udara hidung; jumlah, ukuran, bentuk, dan simetri bervariasi yang disebut sinus.
Sinus sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi
nama sesuai dengan lokasinya, yaitu: sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus
frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel toraks bersilia,
bertingkat palsu (pseudostratified) atau epitel saluran pernapasan yang mengalami
modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke
dalam rongga hidung. Pada orang sehat, rongga sinus terdiri dari udara bebas.(1)
14
15
mukosa disuplai oleh cabang supraorbital dan supratrochlear cabang dari nervus
frontalis yang berasal dari nervus trigeminus.(3)
2.2.3 Sinus Etmoid
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4 cm, dan
lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid
berongga rongga, terdiri dari sel sel yang menyerupai sarang tawon,(2) yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka
media dan dinding medial orbita.(5)
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior
yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di
meatus superior. Sel sel sinus etmoid anterior biasanya kecil kecil dan banyak,
letaknya dibawah perlekatan konka media, sedangkan sel sel sinus etmoid
posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterosuperior dari perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior
ada bagian yang sempit, disebut resessus frontal, yang berhubungan dengan sinus
frontal. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. Suplai darah berasal dari cabang nasal
dari arteri sphenopalatina. Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan
maksilaris nervus trigeminus. (1,5)
2.2.4 Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm.
Volumenya bervariasi dari 5 7,5 ml.(3)
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari arteri etmoid
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmikus, sedangkan
arteri oftalmikus berasal dari arteri karotis interna. Bagian depan dan atas dari
16
rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoid anterior yang
merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus
(nervus V 1). Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapatkan persarafan
sensoris dari nervus maksilla melalui ganglion sphenopalatina. Ganglion
sphenopalatina disamping memberikan persarafan sensoris juga memberikan
persarafan vasomotor/ otonom pada mukosa hidung. Ganglion ini menerima
serabut serabut sensoris dari nervus maksila (nervus V 2), serabut parasimpatis
dari nervus petrosis superfisialis mayor, dan serabut serabut simpatis dari nervus
petrosus profundus. Ganglion sphenopalatina terletak di belakang dan sedikit
diatas dari ujung posterior konka media.(1,3,5)
2.3 Fungsi Sinus Paranasal
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain (3):
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus
kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan
beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus
b. Sebagai panahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan
fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
tidak dianggap bermakana.
d. Membantu resonansi udara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan
mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif.
17
18
proses
sehingga melepaskan
19
2.6.2 Prevalensi
Barotrauma memiliki prevalensi tertinggi pada masalah kesehatan yang
berhubungan dengan penerbangan dan telah menjadi salah satu faktor dari
kecelakaan penerbangan. Sekitar 65% dari anak-anak dan 46% dari orang dewasa
melaporkan adanya rasa tidak nyaman atau nyeri di telinganya saat penerbangan.
Insiden dari barotrauma pada penerbang yang sehat mencapai 1,9-9%. Dalam satu
penerbangan, 31% merasakan adanya rasa tidak nyaman di telinganya saat take
off dan 85% saat landing. Tingginya jumlah penumpang yang bepergian dengan
menggunakan pesawat menyebabkan banyaknya orang yang berisiko mengalami
barotrauma. Barotrauma telinga tengah juga merupakan cedera terbanyak yang
dialami saat menyelam. Sekitar 30% terjadi saat menyelam pertama kali dan 10%
terjadi pada penyelam yang sudah sering melakukan penyelaman.(9-10)
2.6.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, tuba Eustachius membantu menjaga agar tekanan
di kedua tempat tersebut tetap sama dengan cara membiarkan udara dari luar
masuk ke telinga tengah atau sebaliknya. Untuk memelihara tekanan yang sama
pada kedua sisi dari gendang telinga yang intak, diperlukan fungsi tuba yang
normal. Jika tuba Eustachius tersumbat, tekanan udara di dalam telinga tengah
berbeda dari tekanan di luar gendang telinga, menyebabkan barotrauma.(1,5,8)
Barotrauma telinga tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius untuk
menyamakan tekanan antara telinga tengah dan lingkungan saat terjadi perubahan
tekanan. Kecepatan dan besarnya perubahan tekanan berpengaruh terhadap
terjadinya barotrauma. Makin cepat perubahan tekanan yang terjadi dan makin
besar perbedaan tekanan yang ada, maka makin mudah barotrauma terjadi.
(4)
20
21
22
23
Jika seorang penyelam terus turun pada kedalaman, maka akan terjadi
ketidakseimbangan tekanan. Jika terjadi peningkatan tekanan maka gendang
telinga akan terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang
berada pada telinga tengah, sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada
telinga tengah lebih rendah dari tekanan air di luar, menciptakan vakum relatif
dalam ruang telinga tengah. Tekanan negatif ini menyebabkan pembuluh darah
pada gendang telinga akan terjadi kebocoran dan akhirnya dapat pecah. Jika terus
menurun, selain pecahnya gendang telinga yang menyebabkan udara atau air
dapat masuk kedalam telinga tengah untuk menyamakan tekanan, dapat pula
terjadi pecahnya pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan ke dalam telinga
tengah untuk menyamakan tekanan, dan perdarahan sering terjadi. (10,11)
Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga tengah
yaitu nyeri akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering
dirasakan sebelum pecahnya gendang telinga. Gejala tersebut dapat sedikit
berkurang dengan berhenti untuk menyelam yang lebih dalam dan segera naik
beberapa meter secara perlahan. (10)
Jika penyelaman ke bawah terus berlanjut, meskipun ada rasa sakit, tetap
dapat terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri akan
berkurang dengan cepat. Kecuali penyelam memakai pakaian diving dengan topi
keras, rongga telinga tengah dapat terkena air ketika pecahnya gendang telinga
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan
disarankan agar tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada
saat membran timpani pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo. Hal
tersebut dapat menyebabkan disorientasi, mual dan muntah. Vertigo ini terjadi
akibat adanya gangguan dari maleus, inkus dan stapes, atau dengan air dingin
yang merangsang mekanisme keseimbangan telinga bagian dalam. Barotrauma
pada telinga tengah terjadi tidak harus disertai dengan
pecahnya membran
timpani. (10)
Berdasarkan kelainan membran timpani pada pemeriksaan otoskopi,
barotrauma auris media waktu turun dibagi(12) :
24
25
barotrauma
bersifat
simptomatis
dengan
26
2.6.6 Pencegahan
Selama dalam pajanan perubahan tekanan atmosfer, seseorang harus
melakukan gerakan-gerakan fisiologis seperti menelan atau menguap jika telinga
mulai terasa penuh. Jika gerakan tersebut gagal menghilangkan keluhan, maka
seseorang harus melakukan perasat Valsava selama tidak ada infeksi saluran nafas
atas. (1,6)
Seorang yang memiliki faktor-faktor predisposisi suatu gangguan fungsi
tuba seperti penderita infeksi atau alergi hidung dan tenggorokan, sebaiknya
sesaat sebelum melakukan penerbangan atau mengikuti simulasi dalam ruang
bertekanan, menyemprotkan ke setiap sisi hidung dengan dekongestan topikal,
lalu beberapa menit kemudian dilakukan penyemprotan ulang. Sebaiknya
dekongestan tersebut dapat mencapai daerah nasofaring, sehingga efek
vasokonstriksi dapat diperoleh.(6,15)
2.7 Barotrauma Sinus Paranasal
2.7.1 Definisi
Barotrauma sinus terjadi ketika terjadi perbedaan tekanan antara udara di
dalam sinus dengan tekanan di luar. Penderita dapat merasakan nyeri di sekitar
tulang pipi atau di bagian atas mata, kadang juga dapat terjadi infeksi sinus,
perdarahan dari hidung, dan sakit kepala.(5)
2.7.2 Prevalensi
Insiden barotrauma sinus pada penerbang memiliki prevalensi sebanyak
1,5-4%. Frontal sinus merupakan sinus yang paling sering mengalami barotrauma
sinus, yaitu sebanyak 70-80% dari seluruh kasus barotrauma sinus, diikuti oleh
sinus maksilaris sebanyak 19-29%, sedangkan pada sinus etmoid prevalensinya
sebanyak 1,17-1,5%. Sinus sfenoid merupakan sinus yang paling jarang
mengalami barotrauma sinus.(16)
2.7.3 Patofisiologi
Sinus paranasalis bermuara di rongga hidung. Lubang muara tersebut
relatif sempit. Dinding rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa dan selalu dalam
27
keadaan basah, maka di dalam rongga sinus itu selalu ada uap air yang jenuh. (1)
Karena cara terjadinya serangan pada semua sinus adalah sama saja, maka akan
diterangkan salah satunya saja, yaitu pada sinus maxilaris. Sewaktu di permukaan
laut, tekanan udara di sinus maxilaris sama dengan di rongga hidung/di udara luar
sekitar tubuh, yaitu 76 cmHg (1 atm). Bila kemudian orang ini kita bawa ke
ketinggian tertentu, misalnya 5,5 km, dimana tekanan udara kira-kira 1/2 Atm,
maka akan terjadi perbedaan tekanan di dalam rongga sinus dan di rongga hidung.
Bila kecepatan naiknya secara perlahan-lahan, perbedaan tekanan tersebut akan
dapat diatasi dengan adanya aliran udara dari rongga sinus ke rongga hidung.
Tetapi bila kecepatan perubahan tekanan demikian besar, maka mengingat
sempitnya lubang muara sinus itu, aliran udara yang terjadi tidak akan dapat
mencapai keseimbangan tekanan, berarti tekanan di dalam rongga sinus lebih
tinggi daripada di rongga hidung, dengan akibat terjadinya penekanan terhadap
mukosa sinus. Inilah yang mengakibatkan timbulnya rasa sakit dan inflamasi,
yang disebut Barosinusitis.(5,17,18)
Besarnya lubang muara sinus turut menentukan proses terjadinya
barosinusitis. Semakin kecil muara sinus itu, makin besar kemungkinan terjadinya
barosinusitis. Pada seseorang yang menderita sakit di saluran pernafasan atas,
pembengkakan/penebalan mukosa mengakibatkan penyempitan muara sinus,
sehingga akan mengalami kesulitan dalam mencapai keseimbangan tekanan.(10,17)
2.7.4 Gejala Klinis
Penyakit barotrauma sinus menimbulkan kumpulan gejala yang agak
karakteristik yang hanya bervariasi sesuai beratnya penyakit dan lokasinya.
Berdasarkan lokasi sakitnya, gejalanya antara lain:(17)
1. Sinus maksilaris
Nyeri pipi tepat di bawah mata, nyeri kepala, wajah terasa bengkak, gigi
terasa nyeri, dan disertai dengan adanya pus dalam hidung, atau sekret
dalam nasofaring.(18)
2. Sinus etmoidalis
Berupa nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan
hidung, drainase, dan sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis
28
nyeri
kepala
mengarah
ke
verteks
kranium.
Kadang
29
pertumbuhan kuman
Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi skunder
Antibiotik lini pertama pada infeksi akut adalah amoxicillin atau
sulfamethoxazole pada pasien alergi penisilin.
2.7.6 Pencegahan
Menurut klasifikasi Weissman, langkah pertama dalam pencegahan adalah
mengidentifikasi individu berisiko. Faktor risiko utama untuk barotrauma sinus
adalah infeksi pernapasan atas yang aktif dan rinitis alergi.(16)
Profilaksis pengobatan bagi individu yang berisiko harus mencakup
dekongestan oral sebelum penerbangan dan semprot hidung dekongestan selama
penerbangan. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa terdapat manfaat dari
vasoknstriktor oral dan topikal.(16)
BAB III
KESIMPULAN
Barotrauma terjadi karena adanya perbedaan antara tekanan udara di
rongga-rongga tubuh dengan tekanan udara luar secara tiba-tiba. Hal ini dapat
menyebabkan kegagalan tubuh untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan
tekanan tiba-tiba tersebut. Sehingga terjadi kelainan seperti barotrauma telinga
tengah dan barotrauma sinus. Barotrauma paling sering terjadi pada telinga
tengah. Gejala gejala pada saat barotrauma berupa rasa nyeri pada telinga, rasa
penuh dan berkurangnya pendengaran. Sedangkan gejala pada barotrauma sinus
tergantung pada lokasi sinus. Pengobatan pasien dengan keadaan barotruma
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies LR, Higler Effendi H editors. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:
EGC. 1997: 90-2.
2. Prasetyo A.T, Soemantri BJ, Lukmantya. Pengaruh Kedalaman Dan Lama
Menyelam
Terhadap
Ambang-Dengar
Penyelam
Tradisional
Dengan
31
32
33