Anda di halaman 1dari 34

Nama : Muhammad Dicky Firenza

NIM : 180610008

Modul 3
RESPON DALAM BENCANA
SKENARIO 3: DOKTER DARI GARIS DEPAN
Sarbini adalah seorang dokter yang mendedikasikan dirinya untuk kemanusiaan. Setelah
lulus dari pendidikan dokter, dia mendaftarkan diri menjadi relawan pada organisasi
kemanusiaan nasional dan internasional. Dia terlibat dalam banyak kondisi tanggap darurat
bencana. Pada tahun 2004, dia bersama koleganya diturunkan pada bencana gempa dan tsunami
di Aceh. Dia juga aktif dalam menangani bencana lain seperti erupsi gunung Sinabung dan
erupsi gunung Merapi. Sebelumnya Sarbini banyak belajar mengenai disaster preparedness dan
promosi kesehatan pada bencana sehingga dia tidak canggung lagi saat menghadapi bencana
yang selalu datang dengan tiba-tiba. Dia juga memiliki keahlian dalam Rapid health assessment
(RHA).
Baru-baru ini Sarbini diturunkan dalam tim kemanusiaan di bencana banjir bandang di
Aceh. Bagaimana perannya sebagai seorang dokter dalam mempersiapkan promosi kesehatan,
menyikapi kondisi tanggap darurat, menyiapkan RHA dan memberikan terapi bagi kesehatan
jiwa korban dan psikososial saat bencana dan setelah bencana? Bagaimanakah peran lembaga
kemanusiaan tempat Sarbini bernaung dalam menangani bencana? Lalu bagaimana dengan
penerapan interprofessional education?

JUMP 1 : TERMINOLOGI
1. Rapid Health Assessment (RHA)
 penilaian cepat penilaian kesehatan merupakan suatu rangkaian siklus manajemen
kesehatan pd situasi bencana
2. Disaster Preparedness
 serangkaian tindakan kesiapsiagaan sebelum bencana untuk meminimalkan kerugian
materi dan jiwa yang timbul.
3. Interprofessional education
 suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda
untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan dan pelaksanaanya dapat
dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana maupun tahap
pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan yang professional
4. Psikososial
 Istilah gambaran hubungan antara kondisi sosial dengan kondisi mentalnya

JUMP 2 & 3: RUMUSAN MASALAH & HIPOTESA


1. Apa tujuan promosi kesehatan yang dapat dilakukan saat bencana?
untuk meningkatkan kemampuan individu dan masyarakat utk mengembangkan
kesehatan masyarakat agar terwujudnya lingkungan yg sehat. Upaya tsb bisa dilakukan
dgn bbrp strategi, sprt kesehatan lingkungan, peningkatan gizi mayarakat, pemberantasan
pnykit menular, pelayanan kesehatan, mengupayakan kesehatan pengungsi agar ttp
terjaga, menyediakan secara optimal pelayanan kesehatan yg tersedia, pembentukan
klompok bermain utk anak anak, dll.
Promosi Kesehatan Pada Suatu Kejadian Bencana yang dapat di lakukan di antaranya
Mengupayakan Kesehatan Penggungsi atau Korban Terdampak Bencana Tetap Terjaga ,
Mengupayakan agar Lingkungan di Sekitar Lokasi Penggungsian dan Tempat Terdampak
Bencana Tetap Sehat , Menyediakan dan Memnfaatkan Secara Optimal Pelayanan
Kesehatan yang Tersedia , Mengurangi Stress Pada Pengungsi yang di lakukan dengan
membentuk kelompok bermain pada anak-anak terdampak bencana serta Melakukan
Pendekatan Spiritual Untuk Mengurangi Tingkat Stress dan Kondisi Psikososial Korban
yang terdampak.
6.Implementasi dari Rapid Health Asessment tersebut dalam Upaya Penanggulangan
Bencana di suatu daerah adalah mempermudah Tim Penanggulangan dalam
Mengumpulkan Berbagai Informasi Baik Secara Objektif maupun Subjektif yang di
gunakan / di butuhkan untuk menilai kerusakan ataupun kerugian secara materil dan
korban jiwa dari suatu kejadian bencana agar dapat menetapkan serta memperhitungkan
kebutuhan dasar dan logistik yang harus di penuhi sesegera mungkin oleh korban
terdampak bencana tersebut.
2. Apa Saja Organisasi Kemanusian Nasional dan Internasional yang memfokuskan
penanganan Penanggulangan Bencana ?
- BNPB, BPBD, basarnaz, PMI, lembaga Non-Goverment sprti MRI.
- nasional  ACT
- Internasional  Médecins Sans Frontières (Dokter Lintas Batas)
- syarat daftar ACT  siapapun dan apapun keahlian apapun bisa mendaftar.

3. Bagaimana peran sarbini dalam kondisi tanggap darurat?


 Program Tanggap Darurat Bencana Tsunami yang dapat di lakukan di
antaranya adalah mengikuti dari 3T yakni Tanggap Terhadap Gempa , Tanggap
Terhadap Peringatan , dan Tanggap Terhadap Evakuasi , Tanggap terhadap
Gempa adalah Masyarakat dimintai untuk menjauhi tempattempat yang dekat de
ngan terjadinya gelombang Tsunami Seperti Masyarakat yang tinggal atau
sedang berada di Pantai di karenakan Gempa Bumi dengan Magnitudo yang
Kuat Kemungkinan dan Sangat Potensial Menyebabkan Timbulnya Tsunami ,
Tanggap Terhadap Peringatan , di Fase ini Mas yarakat diharapkan untuk cepat
bereaksi setelah Sirine Peringatan Tsunami di Bunyikan agar masyarakat dapat
mempersiapkan dan segera menuju ke tempat jalur evakuasi yang telah di
tentukan , Tanggap terhadap Evakuasi , di Fase ini Masyarakat diminta Segera
mungkin untuk meninggalkan Tempat yang sangat dekat dengan terjadinya
Tsunami. Program Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi yang
dapat di lakukan diantaranya Tidak Berada di Lokasi Radius >< 5 KM dari
Pusat letusan Gunung Merapi , Pada Masyarakat yang Rumahnya Terletak
kurang lebih 5 KM dari Pusat Erupsi Gunung Berapi akan segera di lakukan
tindakan Relokasi Setelah adanya Peringatan yang di keluarkan oleh PVMBG
Setempat , Tidak Berada di Lembah dan Aliran Sungai yang berdekatan
letaknya dengan Gu nung Berapi yang mengalami Erupsi di karenakan
Terjadinya Erupsi Gunung Berapi dapat menyebabkan terjadinya Banjiran Lahar
yang mengandung material Vulkanik . Hindari Berada di Tempat yang
terbuka , di karenakan Erupsi gunung berapi dapat menyebabkan lonta ran
material vulkanik hingga radius >< 12 KM , Gunakan Masker dengan Bagian
dalam Kain yang sudah di basahi dengan air bersih untuk mencegah tehirupnya
debu Material Vulkanik
 bertindak cepat, tdk menjajikan apapun pd korban selamat, konsentrasi, menciptakan
kepemimpinan pada kelompok yg menangani.

4. Apa tujuan dan manfaat dari RHA?


Tujuan RHA :
Penliaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah
Hasilnya berbentuk rekomendasi untuk keperluan penanggulangan benaran masalah
Menilai : jenis bencana, lokasi,penduduk terkena, dampak yang telah/akan terjadi
kerusakan sarana, sumber daya, kemampuan respon setempat.

5. Bagaimana RHA dilakukan dalam kondisi bencana dan bgmn peran dokter disaat
bencana?
mempermudah tim penaggulangan dlm mengumpulkan informasi saat kondisi bencana.
Dilakukan segera atau saat ada sinyal early warning.
Cara melakukan : Bencana trjdi  RHA mengidentifikasi kondisi dan kebutuhan 
memberikan rekomendasi
peran dokter : melakukan penanganan kasus kegawatdarurat trauma dan non trauma,
melakukan pemeriksaan.umum, mendiagnosis keadaan korban bencana dan ikut
menentukan statys korban dalam triase, menetapkan diagnosisterhadap pasien kegawat
dan mencegah terjadinya kecacatan pasien, memberikan pelayanan pengobatan darurat,
melakukan tindakan medis yg dpt dilakukam di posko tanggap darurat dan melakukan
pelayanan kesehatan rehabilitatif.

6. Apa saja kegiatan yang dpt dilakukan saat tanggap darurat bencana?
melakukan pengkajian scara cepat dan tepat, menghitung kerugian sumber daya,
menetapkan status tanggap darurat, melakukan proses evakuasi, melakukan pemenuhan
kebutuhan dasar korban, mendirikan MCK darurat dan sanitasi, memberikan perhatian
khusus pd klompok yang rentan, melakukan pemulihan pada sarana prasarana aktivitas.
Klpk rentan : bayi, lansia, anak2, org cacat, pasien rumah sakit, ibu hamil. Upaya
perlindungan dilakukan oleh lembaga terkait yang dikoordinasikan dgn BNPB/BPBD.

7. Bagaimana terapi psikososial yg dilakukan oleh dr. sarbini saat bencana sprti di scenario?
akan muncul PTSD  gangguan mental akibat trauma dari suatu kejadian. Gejalanya
akan cemas dan gangguan tidur. Muncul stlh 1 bulan dan akan dilakukan terapi pskis atau
trauma healing yg didukung dgn oobat obatan.
cara yg bisa dilakukan :
meminimalkan media ttg kondisi bencana tsb, memberikan dukungan, memberikan
donasi, mngajak korban utk bermain, melakukan kgiatan brsama, menjadi pendengar para
korban, dbrikan trapi psikososial, pemberian terapi konsultatif

8. Bgmn acute medical response saat terjadinya bencana?


meliputi rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif.
a). Triase
 Memilah berdasar beratnya kelainan.
 Menentukan prioritas siapa yang ditolong lebih dulu.
 Oleh petugas pertama tiba/ berada ditempat.
 Untuk memudahkan survei primer
 Pada bencana/ pra RS, sumber daya terbatas.
 Dengan cara tagging/ pelabelan/ pemasangan pita warna, ditulis, dll
b). Resusitasi- stabilisasi
 Perbaiki jalan nafas
 RJP - tindakan sejenis
 Kristaloid - transfusi - hentikan perdarahan
Bila berhasil:
 Tanda vital normal,
 Tidak ada lagi kehilangan darah,
 Keluaran urin normal: 0,5-1 cc/kg/jam,
 Tidak ada bukti disfungsi end-organ.
c). Tindakan definitive
 Transportasi hanya setelah pasien stabil (kecuali pada sistem START +
Ambulans gawat darurat lengkap), ke RS sesuai kebutuhan.
 Tindakan definitif setelah diagnosis: HCU/ICU/ Operasi/ Konservatif/ rujuk
ke RS kelas C, Puskesmas perawatan bila perlu.

9. Bagaimana peran lembaga kemanusiaan saat trjdnya bencana sprti pd scenario?


Mendukung Penguatan Upaya Penanggulangan Bencana , Pengurangan Ancaman
dan Risi ko Kejadian Bencana , Pengurangan Penderitaan yang di Alami oleh
Korban Terdampak Bencana , Mempercepat Proses Pemulihan Bagi Masyarakat
Terdampak Bencana untuk Menjalani Kehidupan yang Baru Secara Normal.

10. Apa saja langkah dlm disaster preparedness?


Langkah-langkah disaster preparedness planning process:
a. Bentuk tim perencanaan untuk menyusun disaster plan yang diketuai oleh disaster
plan coordinator
b. Tentukan ruang lingkup dan tujuan disaste plan
c. Tentukan scenario hal -hal yang dapat mengakibatkan disaster
d. Tentukan dampak yang mungkin terjadi akibat disaster
e. Tentukan tugas/ tanggung jawab disaster control team
f. tentukan kebutuhan prasarana yang dibutuhkan selama dis aster berlangsung di
dalam dan di luar parameter instalasi
g. bentuk organisasi bencana
h. buat prosedur rinci pelaksanaan tugas. gabungkan seluruh langkah 1-8 dalam disaster
plan (pedoman keadaan bencana)
i. lakukan latihan secara berkala
j. penilaian dan revisi disaster plan secara berkala.

11. Bagaiman dampak psikologi korban pasca bencana?


a) dampak ringan : cemas, panic, terlalu waspada. Bisa sembuh sendiri.
b) dampak sedang : gangguan emosi, cemas berkelanjutan. Bisa sembuh sndiri tapi
butuh waktu lama, membutuhkan dukungan social
c) dampak berat : gangguan mental PTSD, cemas menyeluruh, gangguan tingkah laku.

JUMP 4 : SKEMA

JUMP 5 : LO
1. Disaster Preparedness dalam sistem kesehatan
2. Promosi Kesehatan Bencana
3. Acute Medical Response
4. Rapid Health Assessment (RHA)
5. Statistik Bencana di Aceh dan Nasional
6. Aceh dan Indonesia sebagai Ring of Fire
7. Aspek kesehatan jiwa dan psikososial
8. Lembaga kesehatan Nasional dan Internasional dlm reaksi cepat hadapi bencana
9. Interprofessional Education
1. Disaster Preparedness dalam sistem kesehatan
Disaster Preparedness merupakan suatu rencana tertulis tentang persiapan menghadapi
kemungkinan timbulnya bencana.  Persiapan ini bertujuan untuk meminimalkan kerugian materi
atau jiwa yang mungkin timbul.
Kesiapsiagaan bencana banjir
Banjir merupakan peristiwa ketika air menggenangi suatu wilayah yang biasanya tidak
digenangi air dalam jangka waktu tertentu. Banjir biasanya terjadi karena curah hujan turun terus
menerus dan mengakibatkan meluapnya air sungai, danau, laut atau drainase karena jumlah air
yang melebihi daya tampung media penopang air dari curah hujan tadi.
Selain disebabkan faktor alami, yaitu curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi karena
ulah manusia. Contoh, berkurangnya kawasan resapan air karena alih fungsi lahan,
penggundulan hutan yang meningkatkan erosi dan mendangkalkan sungai, serta perilaku tidak
bertanggung jawab seperti membuang sampah di sungai dan mendirikan hunian di bantaran
sungai.
Prabencana
 Mengetahui istilah-istilah peringatan yang berhubungan dengan bahaya banjir, seperti
Siaga I sampai dengan Siaga IV dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan.
 Mengetahui tingkat kerentanan tempat tinggal kita, apakah berada di zona rawan banjir.
 Mengetahui cara-cara untuk melindungi rumah kita dari banjir.
 Mengetahui saluran dan jalur yang sering dilalui air banjir dan apa dampaknya untuk
rumah kita.
 Melakukan persiapan untuk evakuasi, termasuk memahami rute evakuasi dan daerah
yang lebih tinggi.
 Membicarakan dengan anggota keluarga mengenai ancaman banjir dan merencanakan
tempat pertemuan apabila anggota keluarga terpencar-pencar.
 Mengetahui bantuan apa yang bisa diberikan apabila ada anggota keluarga yang terkena
banjir.
 Mengetahui kebutuhan-kebutuhan khusus anggota keluarga dan tetangga apabila banjir
terjadi.
 Membuat persiapan untuk hidup mandiri selama sekurangnya tiga hari, misalnya
persiapan tas siaga bencana, penyediaan makanan dan air minum.
 Mengetahui bagaimana mematikan air, listrik, dan gas.
 Berkaitan dengan harta dan kepemilikan, maka Anda bisa membuat catatan harta kita,
mendokumentasikannya dalam foto, dan simpan dokumen tersebut di tempat yang aman.
 Hindari membangun di tempat rawan banjir kecuali ada upaya penguatan dan peninggian
bangunan rumah.
 Perhatikan berbagai instrumen listrik yang dapat memicu bahaya saat bersentuhan dengan
air banjir.
 Turut serta mendirikan tenda pengungsian dan pembuatan dapur umum.
 Menggunakan air bersih dengan efisien.
Saat bencana
 Apabila banjir akan terjadi di wilayah Anda, maka simaklah informasi dari berbagai
media mengenai informasi banjir untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
 Apabila terjadi banjir, segeralah evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
 Waspada terhadap arus bawah, saluran air, kubangan, dan tempat-tempat lain yang
tergenang air.
 Ketahui risiko banjir dan banjir bandang di tempat Anda, misalnya banjir bandang dapat
terjadi di tempat Anda dengan atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa atau deras.
 Apabila Anda harus bersiap untuk evakuasi: amankan rumah Anda. Apabila masih
tersedia waktu, tempatkan perabot di luar rumah atau di tempat yang aman dari banjir.
Barang yang lebih berharga diletakan pada bagian yang lebih tinggi di dalam rumah.
 Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang. Cabut alat-alat
yang masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh peralatan yang bermuatan
listrik apabila Anda berdiri di atas/dalam air.
 Apabila Anda harus berjalan di air, berjalanlah pada pijakan yang tidak bergerak.
Gunakan tongkat atau sejenisnya untuk mengecek kepadatan tempat Anda berpijak.
 Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik, abaikan mobil
dan keluarlah ke tempat yang lebih tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan, Anda dan
mobil dapat tersapu arus banjir dengan cepat.
 Bersihkan dan siapkan penampungan air untuk berjaga-jaga seandainya kehabisan air
bersih.
Pascabencana
 Hindari air banjir karena kemungkinan kontaminasi zat-zat berbahaya dan ancaman
kesetrum.
 Waspada dengan instalasi listrik.
 Hindari air yang bergerak.
 Hindari area yang airnya baru saja surut karena jalan bisa saja keropos dan ambles.
 Hindari lokasi yang masih terkena bencana, kecuali jika pihak yang berwenang
membutuhkan sukarelawan.
 Kembali ke rumah sesuai dengan perintah dari pihak yang berwenang.
 Tetap di luar gedung/rumah yang masih dikelilingi air.
 Hati-hati saat memasuki gedung karena ancaman kerusakan yang tidak terlihat seperti
pada fondasi.
 Perhatikan kesehatan dan keselamatan keluarga dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air bersih jika Anda terkena air banjir.
 Buang makanan yang terkontaminasi air banjir.
 Dengarkan berita atau informasi mengenai kondisi air, serta di mana mendapatkan
bantuan perumahan/shelter, pakaian, dan makanan.
 Dapatkan perawatan kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat.
 Bersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah dari sisa-sisa kotoran setelah banjir.
 Lakukan pemberantasan sarang nyamuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Kesiapsiagaan bencana gempa bumi


Gempa bumi adalah peristiwa berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan
antar lempeng bumi, aktivitas sesar (patahan), aktivitas gunung api, atau runtuhan batuan. Jenis
bencana ini bersifat merusak, dapat terjadi setiap saat dan berlangsung dalam waktu singkat.
Gempa bumi dapat menghancurkan bangunan, jalan, jembatan, dan sebagainya dalam sekejap.
Sampai saat ini, belum ada ahli dan institusi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa
bumi. Institusi yang berwenang untuk mengeluarkan informasi kejadian gempa bumi adalah
BMKG.
Prabencana
 Menyiapkan rencana untuk penyelamatan diri apabila gempa bumi terjadi.
 Melakukan latihan yang dapat bermanfaat dalam menghadapi reruntuhan saat gempa
bumi, seperti merunduk, perlindungan terhadap kepala, berpegangan ataupun dengan
bersembunyi di bawah meja.
 Menyiapkan alat pemadam kebakaran, alat keselamatan standar, dan persediaan obat-
obatan.
 Membangun konstruksi rumah yang tahan terhadap guncangan gempa bumi dengan
fondasi yang kuat. Selain itu, Anda bisa merenovasi bagian bangunan yang sudah rentan.
 Memperhatikan daerah rawan gempa bumi dan aturan seputar penggunaan lahan yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
Saat bencana
Di dalam bangunan, seperti rumah, sekolah ataupun bangunan bertingkat:
 Guncangan akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, upayakan keselamatan
diri Anda dengan cara berlindung di bawah meja untuk menghindari dari benda-benda
yang mungkin jatuh dan jendela kaca. Lindungi kepala dengan bantal atau helm, atau
berdirilah di bawah pintu. Bila sudah terasa aman, segera lari keluar rumah.
 Jika sedang memasak, segera matikan kompor serta mencabut dan mematikan semua
peralatan yang menggunakan listrik untuk mencegah terjadinya kebakaran.
 Bila keluar rumah, perhatikan kemungkinan pecahan kaca, genteng, atau material lain.
Tetap lindungi kepala dan segera menuju ke lapangan terbuka, jangan berdiri dekat tiang,
pohon, atau sumber listrik atau gedung yang mungkin roboh.
 Jangan gunakan lift apabila sudah terasa guncangan. Gunakan tangga darurat untuk
evakuasi keluar bangunan. Apabila sudah di dalam elevator, tekan semua tombol atau
gunakan interphone untuk panggilan kepada pengelola bangunan.
 Kenali bagian bangunan yang memiliki struktur kuat, seperti pada sudut bangunan.
 Apabila Anda berada di dalam bangunan yang memiliki petugas keamanan, ikuti
instruksi evakuasi.
 Jika berada didalam mobil jauhi persimpangan, pinggirkan mobil Anda di kiri bahu jalan
dan berhentilah.
 Ikuti instruksi dari petugas berwenang dengan memerhatikan lingkungan sekitar atau
melalui alat komunikasi lainnya seperti radio atau gawai.
Pascabencana
 Tetap waspada terhadap gempa bumi susulan.
 Ketika berada di dalam bangunan, evakuasi diri Anda setelah gempa bumi berhenti.
Perhatikan reruntuhan maupun benda-benda yang membahayakan pada saat evakuasi.
 Jika berada di dalam rumah, tetap berada di bawah meja yang kuat. Periksa keberadaan
api dan potensi terjadinya bencana kebakaran.
 Berdirilah di tempat terbuka jauh dari gedung dan instalasi listrik dan air. Apabila di luar
bangunan dengan tebing di sekeliling, hindari daerah yang rawan longsor.
 Jika di dalam mobil, berhentilah tetapi tetap berada di dalam mobil. Hindari berhenti di
bawah atau di atas jembatan atau rambu-rambu lalu lintas.

Kesiapsiagaan bencana tsunami


Tsunami terdiri dari rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan
mencapai lebih dari 900 km/jam atau lebih di tengah laut. Jenis bencana ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain gempa bumi yang terjadi di dasar laut, runtuhan di dasar laut, atau
karena letusan gunungapi di laut.
Apabila mendengar peringatan dini tsunami, segera lakukan evakuasi menuju ke tempat
tinggi, seperti bukit dan bangunan tinggi.
Prabencana
 Ketahui tanda-tanda sebelum tsunami terjadi, terutama setelah gempa bumi (intensitas
gempa bumi lama dan terasa kuat, air laut surut, bunyi gemuruh dari tengah lautan,
banyak ikan menggelepar di pantai yang airnya surut, dan tanda-tanda alam lain).
 Memantau informasi dari berbagai media resmi mengenai potensi tsunami setelah gempa
bumi terjadi.
 Cepat berlari ke tempat yang tinggi dan berdiam diri di sana untuk sementara waktu
setelah satu gempa bumi besar mengguncang.
 Segera menjauhi pantai dan tidak perlu melihat datangnya tsunami atau menangkap ikan
yang terdampar di pantai karena air surut.
 Mengetahui tingkat kerawanan tempat tinggal akan bahaya tsunami dan jalur evakuasi
tercepat ke dataran yang lebih tinggi.
Saat bencana
 Setelah gempa bumi berdampak pada rumah Anda, jangan berupaya untuk merapikan
kondisi rumah. Waspada gempa bumi susulan.
 Jika Anda berada di rumah, usahakan untuk tetap tenang dan segera membimbing
keluarga untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi dan aman.
 Tidak semua gempa bumi memicu tsunami.Jika mendengar sirine tanda bahaya atau
pengumuman dari pihak berwenang mengenai bahaya tsunami, Anda perlu segera
menyingkir dari daerah pantai.Perhatikan peringatan dan arahan dari pihak berwenang
dalam proses evakuasi.
 Jika telah sampai di daerah tinggi, bertahanlah disana karena gelombang tsunami yang
kedua dan ketiga biasanya lebih besar dari gelombang pertama serta dengarkan informasi
dari pihak yang berwenang melalui radio atau alat komunikasi lainnya.
 Jangan kembali sebelum keadaan dinyatakan aman oleh pihak berwenang.
 Tsunami tidak datang sekali, tetapi bisa sampai lima kali. Oleh karena itu, sebelum ada
pengumuman dari pihak berwenang bahwa kondisi telah aman, janganlah meninggalkan
tempat evakuasi karena seringkali gelombang yang datang kemudian justru lebih tinggi
dan berbahaya.
 Hindari jalan melewati jembatan. Anda dianjurkan untuk melakukan evakuasi dengan
berjalan kaki.
 Bagi Anda yang melakukan evakuasi menggunakan kendaraan dan terjadi kemacetan,
segera kunci dan tinggalkan kendaraan serta melanjutkan evakuasi dengan berjalan kaki.
 Apabila Anda berada di kapal atau perahu yang tengah berlayar, upayakan untuk tetap
berlayar dan menghindari wilayah pelabuhan.
Pascabencana
 Tetap utamakan keselamatan dan bukan barang-barang Anda.Waspada dengan instalasi
listrik dan pipa gas.
 Anda dapat kembali ke rumah setelah keadaan dinyatakan aman dari pihak berwenang.
 Jauhi area yang tergenang dan rusak sampai ada informasi aman dari pihak berwenang.
 Hindari air yang menggenang karena kemungkinan kontaminasi zat-zat berbahaya dan
ancaman tersengat aliran listrik.
 Hindari air yang bergerak karena arusnya dapat membahayakan Anda.
 Hindari area bekas genangan untuk menghindari terperosok atau terjebak dalam kubang.
 Jauhi reruntuhan di dalam genangan air karena sangat berpengaruh terhadap keamanan
perahu penyelamat dan orang-orang di sekitar.
 Berpartisipasi dalam kaporisasi sumber-sumber air bersih, perbaikan jamban dan saluran
pembuangan air limbah.
 Hindari lokasi yang masih terkena bencana, kecuali jika pihak berwenang membutuhkan
relawan.
 Hati-hati saat memasuki gedung karena ancaman kerusakan yang tidak terlihat seperti
pada fondasi.
 Perhatikan kesehatan dan keselamatan keluarga dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air bersih jika Anda terkena air genangan tsunami.
 Buanglah makanan yang terkontaminasi air genangan.
 Dengarkan berita atau informasi mengenai kondisi air, serta di mana mendapatkan
bantuan tenda darurat, pakaian, dan makanan.
 Apabila Anda terluka, dapatkan perawatan kesehatan di pos kesehatan terdekat.

Kesiapsiagaan bencana erupsi gunung api


Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai ancaman bahaya erupsi gunung api yaitu
tingkat status gunungapi (level) dan Kawasan Rawan Bencana (KRB).
Prabencana
 Perhatikan arahan dari PVMBG dan perkembangan aktivitas gunungapi.
 Siapkan masker dan kacamata pelindung untuk mengatasi debu vulkanik.
 Mengetahui jalur evakuasi dan shelter yang telah disiapkan oleh pihak berwenang.
 Siapkan dukungan logistik, antara lain makanan siap saji, lampu senter dan baterai
cadangan, uang tunai yang cukup serta obat-obatan khusus sesuai pemakai.
Saat Bencana
 Tidak berada di lokasi yang direkomendasikan untuk dikosongkan. Tidak berada di
lembah atau daerah aliran sungai.
 Hindari tempat terbuka. Lindungi diri dari abu letusan gunungapi.
 Gunakan kacamata pelindung.
 Jangan memakai lensa kontak.
 Gunakan masker atau kain basah untuk menutup mulut dan hidung.
 Kenakan pakaian tertutup yang melindungi tubuh seperti, baju lengan panjang, celana
panjang, dan topi.
Pascabencana
 Kurangi terpapar dari abu vulkanik.
 Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu vulkanik sebab bisa
merusak mesin kendaraan.
 Bersihkan atap dari timbunan debu vulkanik karena beratnya bisa merobohkan dan
merusak atap rumah atau bangunan.
 Waspadai wilayah aliran sungai yang berpotensi terlanda bahaya lahar pada musim hujan.

2. Promosi Kesehatan Bencana


Tim kesehatan yang terlibat dalam penanganan bencana, seluruhnya bertanggung jawab
untuk menjamin prinsip-prinsip kesehatan melekat dalam pekerjaannya dengan standar maksimal
dan mampu setiap saat menarik respon dari mereka yang terkena dampak bencana untuk suatu
melakukan upaya perbaikan. Hal ini akan sangat tergantung kepada banyak hal termasuk
individu-individu yang ikut terlibat, skill yang dimiliki dan sumber daya yang dimiliki.
Bentuk-bentuk promosi kesehatan dalam situasi emergensi akan tergantung dengan berbagai
hal. Implementasi program promosi di lingkungan pengungsian misalnya, bisa akan bervariasi
mengingat situasi dan penyebab pengungsian itu sendiri.
Bencana dapat merusakkan kehidupan keluarga dan melumpuhkan tatanan sosial.
Terlebih lagi jika terjadi pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah, potensial terjadi
diskriminasi, kejahatan dan tindak kekerasan lainnya. Selain hal tersebut bencana juga akan
menyebabkan masalah kesehatan seperti diare, influenza, tifus dan penyakit yang lainnya.
Situasi bencana membuat kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak dan lanjut
usia mudah terserang penyakit dan malnutrisi. Akses terhadap pelayanan kesehatan dan pangan
menjadi semakin berkurang. Air bersih sangat langka akibat terbatasnya persediaan dan
banyaknya jumlah orang yang membutuhkan. Sanitasi menjadi sangat buruk, anak-anak tidak
terurus karena ketiadaan sarana pendidikan. Dalam keadaan yang seperti ini risiko dan penularan
penyakit meningkat.
Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dilakukan promosi kesehatan agar:
a. Kesehatan dapat terjaga
b. Mengupayakan agar lingkungan tetap sehat
c. Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
d. Anak dapat terlindungi dari kekerasan
e. Mengurangi stres 

Kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan:


1. Kajian dan analisis data yang meliputi:
a. Sarana dan prasarana klaster kesehatan meliputi sumber air bersih, jamban, pos kesehatan
klaster, Puskesmas, rumah sakit lapangan, dapur umum, sarana umun seperti mushola,
posko relawan, jenis pesan dan media dan alat bantu KIE, tenaga promkes/tenaga
kesmas, kader, relawan dan lain sebagainya.
b. Data sasaran : jumlah Ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja, lansia/ orangtua,
orang dengan berkebutuhan khusus dan orang sakit.
c. Jumlah titik pengungsian dan hunian sementara.
d. Jumlah pengungsi dan sasaran di setiap titik pengungsian.
e. Lintas program, lintas sektor, NGO, Universitas dan mitra lainnya yang memiliki
kegiatan promkes dan pemberdayaan masyarakat.
f. Regulasi pemerintah setempat dalam hal melakukan upaya promotif dan preventif.
Dilanjutkan dengan analisis data berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada di wilayah
terdampak bencana.

2. Perencanaan
Berdasarkan kajian dan analisis data, akan menghasilkan berbagai program dan kegiatan,
dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada.

3. Implementasi kegiatan, yang mencakup:


a. Rapat koordinasi klaster kesehatan termasuk dengan pemerintah setempat, NGOs, dan
mitra potensial lainnya untuk memetakan program dan kegiatan yang dapat
diintegrasikan/kolaborasikan.
b. Pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk, poster, dan stiker.
c. Pemutaran film kesehatan, religi, pendidikan, hiburan dan diselingi pesan kesehatan.
d. Senam bersama (masyarakat umum)termasuk senam lansia.
e. Konseling, penyuluhan kelompok, keluarga dan lingkungan dengan berbagai pesan
kesehatan (PHBS di pengungsian).
f. Penyelenggaraan Posyandu (darurat) integrasi termasuk Posyandu Lansia di pengungsian
atau di tempat hunian sementara.
g. Advokasi pelaksanaan gerakan hidup sehat kepada pemerintah setempat.
h. Pendekatan kepada tokoh agama/tokoh masyarakat untuk menyebarluaskan informasi
kesehatan.
i. Penguatan kapasitas tenaga promkes daerah melalui kegiatan orientasi promosi kesehatan
paska bencana.
j. Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha melalui program CSR, LSM
kesehatan, kelompok peduli kesehatan, donor agency.
k. Monitoring dan evaluasi program.

Sasaran promosi kesehatan adalah:


 Petugas kesehatan
 Relawan
 Tokoh masyarakat, tokoh agama
 Guru
 Lintas sektor
 Kader
 Elompok rentan: ibu hamil, anak-anak, lanjut usia
 Masyarakat
 Organisasi masyarakat
 Dunia usaha

Promosi kesehatan dalam kondisi darurat untuk meningkatkan pemahaman keluarga dan
masyarakat untuk melakukan PHBS di pengungsian , yaitu:
1) ASI terus diberikan pada bayi
2) Biasakan cuci tangan pakai sabun
3) Menggunakan air bersih
4) Buang air besar dan kecil di jamban
5) Buang sampah pada tempatnya
6) Makan makanan bergizi
7) Tidak merokok
8) Memanfaatkan layanan kesehatan
9) Mengelola stres
10) Melindungi anak
11) Bermain sambil belajar

3. Acute Medical Response


Acute emergency response meliputi rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi
definitif.
a). Triase
 Memilah berdasar beratnya kelainan.
 Menentukan prioritas siapa yang ditolong lebih dulu.
 Oleh petugas pertama tiba/ berada ditempat.
 Untuk memudahkan survei primer
 Pada bencana/ pra RS, sumber daya terbatas.
 Dengan cara tagging/ pelabelan/ pemasangan pita warna, ditulis, dll
b). Resusitasi- stabilisasi
 Perbaiki jalan nafas
 RJP - tindakan sejenis
 Kristaloid - transfusi - hentikan perdarahan
Bila berhasil:
 Tanda vital normal,
 Tidak ada lagi kehilangan darah,
 Keluaran urin normal: 0,5-1 cc/kg/jam,
 Tidak ada bukti disfungsi end-organ.
c). Tindakan definitive
 Transportasi hanya setelah pasien stabil (kecuali pada sistem START + Ambulans
gawat darurat lengkap), ke RS sesuai kebutuhan.
 Tindakan definitif setelah diagnosis: HCU/ ICU/ Operasi/ Konservatif/ rujuk ke RS
kelas C, Puskesmas perawatan bila perlu.

Perawatan di lapangan
1. Triase
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi
segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan
dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah,
hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban, seperti berikut.
 Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang
mengalami:
 Syok oleh berbagai kausa
 Gangguan pernapasan
 Trauma kepala dengan pupil anisokor
 Perdarahan eksternal massif

Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai


kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan di lapangan ini penderita lebih dapat
mentoleransi proses pemindahan ke Rumah Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan
yang lebih invasif. Triase ini korban dapat dikategorisasikan kembali dari status “merah”
menjadi “kuning”.

 Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan
dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:
 Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen)
 Fraktur multipel
 Fraktur femur / pelvis
 Luka bakar luas
 Gangguan kesadaran / trauma kepala
 Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.

 Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
 Fraktur minor
 Luka minor, luka bakar minor
 Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat
dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
 Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi lapangan, juga
akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

 Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia


2. Pertolongan pertama
Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas Pemadam Kebakaran, Polisi,
tenaga dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga Perawat Gawat Darurat Terlatih.
Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut:
 Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.
 Tempat penampungan sementara
 Pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan
 Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan
Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa kontrol jalan napas, fungsi
pernapasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol perdarahan, imobilisasi fraktur,
pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat
bahwa, bila korban masih berada di lokasi yang paling penting adalah memindahkan korban
sesegera mungkin, membawa korban gawat darurat ke pos medis lanjutan sambil melakukan
usaha pertolongan pertama utama, seperti mempertahankan jalan napas, dan kontrol perdarahan.
Resusitasi Kardiopulmoner tidak boleh dilakukan di lokasi kecelakaan pada bencana massal
karena membutuhkan waktu dan tenaga.

3. Pos Medis Lanjutan


Pos medis lanjutan didirikan sebagai upaya untuk menurunkan jumlah kematian dengan
memberikan perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat mungkin. Upaya stabilisasi
korban mencakup intubasi, trakeostomi, pemasangan drain thoraks, pemasangan ventilator,
penatalaksanaan syok secara medikamentosa, analgesia, pemberian infus, fasiotomi, imobilisasi
fraktur, pembalutan luka, pencucian luka bakar. Fungsi pos medis lanjutan ini dapat disingkat
menjadi “Three ‘T’ rule” (Tag, Treat, Transfer) atau hukum tiga (label, rawat, evakuasi).
Lokasi pendirian pos medis lanjutan sebaiknya di cukup dekat untuk ditempuh dengan
berjalan kaki dari lokasi bencana (50–100 meter) dan daerah tersebut harus:
 Termasuk daerah yang aman
 Memiliki akses langsung ke jalan raya tempat evakuasi dilakukan
 Berada di dekat dengan Pos Komando
 Berada dalam jangkauan komunikasi radio.
Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya adanya paparan material berbahaya, pos medis
lanjutan dapat didirikan di tempat yang lebih jauh. Sekalipun demikian tetap harus diusahakan
untuk didirikan sedekat mungkin dengan daerah bencana.

4. Pos Penatalaksanaan Evakuasi


Pos penatalaksanaan evakuasi ini berfungsi untuk:
 Mengumpulkan korban dari berbagai pos medis lanjutan
 Melakukan pemeriksaan ulang terhadap para korban
 Meneruskan/memperbaiki upaya stabilisasi korban
 Memberangkatkan korban ke fasilitas kesehatan tujuan
Jika bencana yang terjadi mempunyai beberapa daerah pusat bencana, di setiap daerah pusat
bencana tersebut harus didirikan pos medis lanjutan. Dengan adanya beberapa pos medis
lanjutan ini pemindahan korban ke sarana kesehatan penerima harus dilakukan secara
terkoordinasi agar pemindahan tersebut dapat berjalan secara efisien.

4. Rapid Health Assessment (RHA)


Rapid Health Assessment (penilaian kesehatan secara cepat) dilakukan untuk mengatur
besarnya suatu masalah yang berkaitan dengan kesehatan akibat bencana, yaitu dampak yang
terjadi maupun yang kemungkinan dapat terjadi terhadap kesehatan, sebarapa besar kerusakan
terhadap sarana permukiman yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan merupakan
dasar bagi upaya kesehatan yang tepat dalam penanggulangan selanjutnya. RHA adalah kegiatan
pengumpulan data dan informasi dengan tujuan untuk menilai kerusakan dan mengidentifikasi
kebutuhan dasar yang diperlukan segera sebagai respon dalam suatu kejadian. Ketika bencana,
RHA (Rapid Health Assessment) dilakukan hari H hingga H+3.

Rapid Health Assesment (RHA) melihat dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-barang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa
yang harus disediakan,berapa banyak pengungsi lansia, anak-anak, seberapa parah tingkat
kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.
RHA dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Initial Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah Kesehatan Awal)
Dalam hal ini dilakukan oleh petugas kesehatan tingkat kecamatan di bawah tanggung jawab
Kepala Puskesmas setempat. Ini dilakukan untuk menetukan jenis bantuan awal yang dibutuhkan
segera.
2. Integrated Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah KesehatanTerpadu)
Menindaklanjuti assessment awal dan mendata kebutuhan para korban di pengungsian.
Dengan adanya assessment terpadu ini kita dapat melakukan penanggulangan gizi, memberikan
imunisasi, melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit potensial sehingga kejadian
penyakit di lokasi bencana dapat dikontrol.

Manfaat dan tujuan RHA


Assessment terhadap kondisi darurat merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Artinya
seiring dengan perkembangan kondisi darurat diperlukan suatu penilaian yang lebih rinci.
Manfaat Rapid Health Assessment adalah:
1. Mengidentifikasi fakta-fakta di lokasi bencana.
2. Mengindikasi kebutuhan yang harus segera dipenuhi.
Tujuan dari dilakukannya assessment awal secara cepat adalah:
1. Mendapatan informasi yang memadai tentang perubahan keadaan darurat.
2. Menjadi dasar bagi perencanaan program.
3. Mengidentifikasi dan membangun dukungan berbasis self-help serta aktivitas-aktivitas
berbasis masyarakat.
4. Mengidentifikasi kesenjangan, guna:
a. Menggambarkan secara tepat dan jelas jenis bencana, keadaan, dampak, dan
kemungkinan terjadinya perubahan keadaan darurat.
b. Mengukur dampak kesehatan yang telah terjadi dan akan terjadi.
c. Menilai kapasitas sumber daya yang ada dalam pengelolaan tanggap darurat dan
kebutuhan yang perlu direspon secepatnya.
d. Merekomendasikan tindakan yang menjadi prioritas bagi aksi tanggap darurat.
5. Pasca bencana: berdasarkan dari RHA untuk menentukan langkah selanjutnya
a. Pengendalian penyakit menular (ISPA, diare, DBD, chikungunya, tifoid,dll)
b. Pelayanan kesehatan dasar
c. Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan sampah,
sanitasi makanan, dll)

Lingkup Assessment RHA


1. Aspek Medis
Untuk menilai dampak pelayanan medis terhadap korban dan potensi pelayanan kesehatan.
Dalam aspek medis, meliputi:
a. Puskesmas setempat dan sekitar
Segera mengerahkan dan menyiapkan petugas kesehatan untuk menangani kejadian bencana,
seperti longsor.
b. Rumah Sakit
Rumah sakit siap siaga dalam menindaklanjuti dan menerima rujukan bencana, seperti longsor.
c. Dinas Kesehatan Kota.
Memerintahkan semua puskesmas untuk melibatkan atau mengirim tenaga kesehatan.

2. Aspek Epidemiolog
Untuk menilai potensi munculnya KLB penyakit menular pada periode pasca kejadian/ bencana.
Dalam aspek epidemiologi, dengan contoh sebagai berikut:
a. Menilai kemungkinan munculnya diare,
b. Kemungkinan munculnya luka infeksi,
c. Kemungkinan munculnya penyakit menular,

3. Aspek Kesehatan Lingkungan


Untuk menilai masalah yang terkait dengan sarana kesehatan lingkungan yang diperlukan bagi
pengungsi dan potensi yang dapat di manfaatkan. Dalam aspek kesehatan lingkungan, meliputi:
a. Air bersih
b. Jamban
c. Pembuangan sampah
d. Tempat pengungsian yang aman
e. Dapur umum
Metode RHA
1. Wawancara : saksi, tokoh masyarakat, para pejabat di daerah bencana
2. Observasi : dilakukan terhadap kondisi lingkungan daerah bencana

Analisis RHA
1. Luasnya lokasi kejadian
a. Hubungan transportasi dengan lokasi: perjalanan terganggu (karena jalan yang rusak
akibat bencana)
b. Dampak terhadap kelancaran evakuasi: tidak bisa secara cepat segera sampai tempat
pengungsian, jarak pengungsian: di zona aman (yang ditetapkan oleh pemerintah),
sekitar 5 menit dari lokasi kejadian
c. Pelayanan kesehatan: kurangnya tenaga kesehatan
d. Lokasi pemberi bantuan: di zona aman yang ditetapkan pemerintah sekitar 5 menit
dari lokasi kejadian
2. Dampak Kesehatan Terhadap Penduduk
a. Penduduk mengalami patah tulang dan luka luka
b. Penduduk mengalami kematian
c. Penduduk banyak Gangguan Psikis
3. Potensi Sarana Pelayanan
a. Kurangnya tenaga kesehatan dan mendirikan posko kesehatan
4. Potensi Sumber Air Bersih dan Sanitasi
a. Kurangnya ketersediaan air bersih
5. Ketersediaan logistic
b. Kurangnya persediaan obat-obatan yang diperlukan

Pelaksanaan RHA saat bencana


1. Melapor kepada gubernur dan menginformasikan kepada PKK Depkes tentang terjadinya
bencana atau adanya pengungsi
2. Mengaktifkan Pusdalops penanggulangan bencana tingkat provinsi
3. Berkoordinasi dengan Depkes dalam hal ini PPK
4. Berkoordinasi dengan rumah sakit provinsiuntuk mempersiapkan menerima rujukan dari
lokasi bencana
5. Berkoordinasi dengan rumah sakit rujukan di luar provinsi
6. Berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kotauntuk melakukan RHA
7. Memobilisasi tenaga kesehatan untuk tugas perbantuan ke daerah bencana
8. Berkoordinasi dengan sektor terkait untuk penganggulangan bencana
9. Menuju lokasi terjadinya bencana atau tempat penampungan pengungsi

5. Statistik Bencana di Aceh dan Nasional


Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa sepanjang tahun
2017 telah terjadi 2.862 kali bencana. Dari jumlah tersebut, hampir 99 persen adalah bencana
hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca dan aliran permukaan. Rincian
kejadian bencana tersebut terdiri dari banjir (979), puting beliung (886), tanah longsor (848),
kebakaran hutan dan lahan (96), kekeringan (19), gempa bumi (20), gelombang pasang dan
abrasi (11), dan letusan gunung api (3).
Selain bencana hidrometeorologi, wilayah Indonesia juga rawan bencana geologi. Selama
tahun 2017, BMKG mencatat telah terjadi 6.893 kali gempa. Di antara gempa tersebut, 208 kali
dengan magnitudo (kekuatan gempa) lebih dari 5, gempa dirasakan 573 kali, dan gempa merusak
sebanyak 20 kali.
Dari sebaran bencana, provinsi yang paling banyak terjadi bencana adalah di Jawa
Tengah (1.071 kejadian), Jawa Timur (434), Jawa Barat (318), Aceh (91), dan Kalimantan
Selatan (63). Sedangkan untuk ingkat kabupaten/kota, daerah yang paling banyak terjadi bencana
adalah Kabupaten Cilacap (109), Bogor (79), Kota Semarang (73), Banjarnegara (70),
Temanggung (69), dan Banyumas (67).
Table 1 Kejadian di Aceh tahun 2017

Aceh

Jumlah Kejadian 91

Meninggal dan Hilang 7

Korban Luka-luka Jiwa 390

Menderita dan Mengungsi 210.905

Rusak Berat 262

Rusak Sedang 155


Rumah
Rusak Ringan 339

Kerusakan Terendam Unit 11.583

Fasilitas Pendidikan 2

Fasilitas Peribadatan 4

Fasilitas Kesehatan -

Table 2 Jenis Kejadian Bencana di Aceh tahun 2017

Kejadian Bencana di Aceh

Kejadian Jumlah Kejadian

Banjir 53

Puting Beliung 27

Tanah Longsor 2

Gempa Bumi 2

Kekeringan 0

Gelombang Pasang 1
Gunung Api 0

6. Aceh dan Indonesia sebagai Ring of Fire


Sabuk Gempa Pasifik (Ring of Fire) merupakan daerah berbentuk seperti tapal kuda yang
mengelilingi Samudera Pasifik mencakup panjang 40.000 km. Sekitar 90% gempa bumi
terjadinya di daerah ini dan 81% gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api tersebut.
Indonesia masuk ke dalam Sabuk Gempa Pasifik sehingga sering terjadi gempa bumi dan letusan
gunung berapi. Seringnya Indonesia dilanda gempa bumi menyebabkan resiko terjadinya
tsumami akan semakin besar pula. Resiko tersebut akan semakin meningkat karena Indonesia
berada pada pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia.
Aktifitas tektonik yang terjadi menyebabkan terbentuknya deretan gunung api (volcanic
arc) di sepanjang pulau Sumatera, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, utara Sulawesi-Maluku, hingga
Papua. Deret gunung api di Indonesia merupakan bagian dari deret gunung api sepanjang Asia-
Pasifik yang sering di sebut sebagai Ring of Fire atau deret sirkum pasifik. Zona atau wilayah
yang berada diantara pertemuan lempeng dan deret gunung api sering di sebut sebagai zona aktif
atau dikenal dengan istilah busur depan (fore arc), di wilayah ini umumnya banyak terdapat
patahan aktif dan sering terjadi gempa bumi, misalnya wilayah bagian barat dari bukit barisan,
pesisir selatan Jawa, dan pesisir pantai utara Papua. Sedangkan zona atau wilayah yang berada di
sisi setelah deret gunung api yang bisa dikenal sebagai busur belakang (back arc) cenderung
lebih jarang dijumpai patahan aktif dan biasanya banyak dijumpai endapan alluvial dan rawa,
seperti wilayah pesisir timur Sumatera, pesisir Utara Jawa, dan pesisir selatan Papua.
Indonesia memiliki 129 gunung api aktif, 79 buah diantaranya telah pernah meletus
semasa sejarah (sejak tahun 1600), sebanyak 26 buah masih dalam taraf solfatara dan furmola;
21 gunung api telah termasuk sulfatara karena tidak jelas lagi kawahnya. Jumlahnya jauh
melebihi jumlah gunung api di negara manapun di dunia. Dari data penyebaran gunung api di
Indonesia, terdapat di Pulau Sumatra 30 buah, di Pulau Jawa 35 buah, di Pulau Bali dan Nusa
Tenggara 30 buah, di Pulau Maluku 16 buah, di Pulau Sulawesi 18 buah.
Persebaran letak gunung api di Indonesia terbagi dalam beberapa zona. Zona gunung api
ini pada umumnya terletak di busur dalam. Zona tersebut ialah: Gunung api zona Sunda
membentuk busur yang dimulai dari ujung Sumatera bagian utara sampai ke Pulau Alor. Di
busur ini terdapat 300 buah baik yang sudah padam maupun yang masih aktif. Gunung api
tersebut umumnya terdapat bertumpuk-tumpuk, misalnya dilihat di daerah Toba, daerah
Priangan, Jawa Timur, dan Flores. Gunung api yang berdiri sendiri antara lain ceremai atau
disebut gunung api soliter.
Lalu ada gunung api zona Banda merupakan kelanjutan dari busur Sunda. Dasar kerucut
gunung api di sini ada di dasar laut Banda. Jadi gunung ini merupakan pulau vulkanik.
Kumpulan Banda, ketinggiannya tidak lebih dari 1.000 meter. Kemudian ada Gunung api zona
Minahasa dan Sangihe berlanjut sampai pulau Mindanao di Filipina. Kumpulan Minahasa dan
Sangihe, merupakan gunungapi-gunungapi yang sangat aktif. Contoh Gunung Soputan dan
Gunung lokon. Lantas ada gunungapi zona Halmahera, letak gunung api disini hampir pada
sebuah garis lurus dari selatan ke utara mula Pulau Makai sampai Tobelo. Contoh: Gunung
Tidore dan G. Maitora. Terakhir ada gunungapi zona Bonthain yang terletak di Sulawesi Selatan
yang pada umumnya sudah tidak aktif lagi.
7. Aspek kesehatan jiwa dan psikososial
Untuk membantu orang yang selamat kita harus menyadaribahwa kebanyakan reaksi stres
terhadap bencana adalah normal. Reaksi stres yang ringan sampai sedang dalam situasi darurat
dan fase awal dari bencana prevalensinya tinggi karena orang-orang yang selamat (keluarganya,
komunitasnya, dan anggota penyelamat) betul-betul memahami bahaya yang dahsyat yang
berhubungan dengan peristiwa bencana.
Dampak psikologis pasca bencana dikategorikan menjadi:
a Distres psikologis ringan
Individu dikatakan mengalami distress psikologis ringan bila setelah bencana merasa cemas,
panik dan terlalu waspada. Pada situasi ini terjadi natural recovery (pemulihan alami) dalam
hitungan hari/minggu. Orang orang dengan kondisi distress psikologis ringan tidak butuh
intervensi spesifik. Hal ini akan tampak pada sebagian besar survivor/korban yang selamat.
b Distres psikologis sedang
Bila individu merasa cemas menyeluruh, menarik diri dan mengalami gangguan emosi maka kita
kategorikan mengalami distress psikologis sedang. Pada kondisi ini natural recovery
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, bahkan dapat berkembang menjadi gangguan
mental dan tingkah laku yang berat. Orang dengan kondisi distress psikologis sedang
membutuhkan dukungan psikososial untuk natural recovery.
c Gangguan tingkah laku dan mental yang berat
Situasi ini terjadi bila individu mengalami gangguan mental karena trauma atau stress seperti
PTSD (Post Traumatic Sindrome Disorder), depresi, cemas menyeluruh, fobia, dan gangguan
disosiasi. Gangguan tingkah laku dan mental yang berat ini jika tidak dilakukan intervensi
sistemik akan mudah menyebar. Keadaan ini membutuhkan dukungan mental dan penanganan
oleh mental health professional.

8. Lembaga kesehatan Nasional dan Internasional dlm reaksi cepat hadapi


bencana
Dalam bidang kesiapsiagaan, penyiapan data sumber daya yang akurat dari semua
komponen yang terlibat dalam kebencanaan sangat dibutuhkan. Pengidentifikasian dan
pendataan sumber daya yang siap untuk digerakkan atau dikerahkan akan mempengaruhi respon
terhadap kejadian bencana sehingga dapat meminimalisasi dampak dari kejadian bencana
tersebut, baik berupa korban maupun materi. Sedangkan pada masa awal tanggap darurat (72 jam
pertama) dibutuhkan kecepatan dalam penanganan bencana, salah satunya adalah menyiapkan
data sumber daya baik sumber daya manusia maupun peralatan.
Sumber daya kesiapsiagaan yang dimiliki oleh lembaga nasional terdiri dari lembaga yang
terdiri dari K/L antara lain:
 Kementerian Pertahanan (Kemenhan)
 Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
 Kementerian Sosial (Kemensos)
 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera),
 Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
 Kementerian Pertanian (Kementan)
 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
 Tentara Nasional Indonesia (TNI)
 Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas)
 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Organisasi kemasyarakatan antara lain:


 Palang Merah Indonesia (PMI)
 Yakkum Emergency Unit (YEU)
 Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
 Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBPI NU)
 Disaster Management Center Dompet Dhuafa (DMC-DD)
 Senkom Mitra Polri, dan
 Jakarta Rescue

Lembaga internasional antara lain:


 United Nations World Food Programme (UN WFP)
 United Nations Office For The Coordination Of Humanitarian Affairs (UNOCHA)
 World Health Organization (WHO)
 United Nations Children’s Fund (UNICEF),dan
 United Nations Population Fund (UNFPA).

9. Interprofessional Education
Dalam penelitian yang dikemukakan oleh Hakqul Fattah (2017) Woril Health
Organization (WHO) (2010) menyatakan bahwa Interprofessional Education adalah salah satu
konsep pendidikan teritegrasi untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi. IPE dilaksanakan
oleh dua mahasiswa atau lebih dari profesi kesehatan yang berbeda dan saling berkontribusi
dalam mempelajari tentang bagaimana memberikan pelayanan dengan sistem kolaborasi yang
efektif dan menghasilkan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk pasien. Selain itu IPE
merupakan langkah awal yang paling dibutuhkan untuk mempersiapkan calon-calon tenaga
medis yang siap berkolaborassi sehingga dapat mewujudkan tenaga medis yang siap memberikan
pelayanan sesuai dengan kebutuhan kesehatan pasien (WHO, 2010).
Prinsip Pelaksanaan Interprofessional Education
Prinsip pelaksanaan Interprofessional Education menurut Barr et al., (2017) terdapat tiga prinsip
pelaksanaan IPE, yaitu :
1). Value/Nilai
 Berfokus pada kebutuhan individu (pasien), keluarga dan komunitas agar dapat
meningkatkan kualitas dan hasil pelayanan kesehatan
 Memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh anggota dari setiap profesi untuk
memberikan pendapat.
 Mengahargai individualitas dan perbedaan antara nggota tim.
 Menghargai identitas dan keahlian setiap profesi.
 Mengedepankan penyamaran antar profesi dalam lingkungan pembelajaran.
 Menanamkan nilai uninprofesional dan multiprofesional.
2). Process/Proses
 Terdiri dari rangkaian sistem pembelajaran untuk pendidikan, kesehatan manajerial,
medis, perawatan social dan profesi lainnya.
 Mengajak mahasiswa untuk berpartisipasi pada perencanaan, perkembangan dan
evaluasi hasil pembelajaran
 Meninjau kembali kebijakan dan praktek secara kritis dari perbedaan perspektif.
 Tiap anggota dari profesi yang berbeda dapat saling belajar dan berbagi pengalaman
serta keahlian masing-masing.
 Manajemen konflik yang baik, sehingga dapat menyamakan pendapat dan menyepakati
hasil dari diskusi.
 Pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran di universitas dan di tempat di
tempat kerja.
 Perpaduan antara teori dan praktek.
 Menggunakan pengajaran dasar evidence-based, termasuk runtutan atau rangkaian dan
penempatan pelasanaan IPE.
 Menerapkan kriteria dan proses pengkajian jyang konsisten bagi seluruh profesi dengan
t juan agar menjadi profesi yang berkualifikasi.
 Melibatkan service users dan perawat dalam proses belajar mengajar
3). Outcome/Hasil
 Menghasilkan tenaga professional.
 Meningkatkan praktik dalam setiap profesi.
 Saling bekerjasama dan komunikasi dengan tujuan memperbaiki pelayanan kesehatan.
 Memperbaiki individu (pasien), keluarga dan komunitas.
 Tiap anggota dapat mendeskripsikan pengalamannya.
 Perkembangan yang terjadi pada anggota IPE dapat dijadikan dan penelitian yang
sistemati

Anda mungkin juga menyukai