Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

OSTEOARTRITIS

Disusun oleh:
Mira Handayani Nasution
Rosmala Dewi Sagala
Wirdatul Husna
Dina Mawaddah Lubis
Ady Putra

Pembimbing :
Dr. Kurniawan Silalahi, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT TK. II PUTRI HIJAU
MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karen atas rahmat
karuniaNya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul .
Dan padaNecrosis Finger V Manus Destra + Suspect Fraktur Digiti V
kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan kepada
semua pihak yang telah membantu secara moril dan material sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk memperbaiki di masa yang
akan datang.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kita semua.

Medan, 2 juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i


KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................1
BAB II. TINJUAN PUSTAKA ........................................................................2
2.1 Defenisi ............................................................................................
2.2 Etiologi ..............................................................................................
2.3 Faktor Resiko ....................................................................................
2.4 Patogenesis ........................................................................................
2.5 Patofisiologi ......................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis .............................................................................
2.7 Diagnosis ...........................................................................................
2.8 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................
2.8.1 Pemeriksaan Radiologi ...............................................................
2.8.2 MRI .............................................................................................
2.8.3 Pemeriksaan Laboratorium .........................................................
2.9 Penatalaksanaan ...............................................................................
2.9.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologis .............................................
2.9.2 Penatalaksanaan Farmakologis ...................................................
2.9.3 Pembedahan ................................................................................
2.10 Diagnosa Banding ...........................................................................
2.11 Komplikasi ......................................................................................
2.12 Prognosis .........................................................................................

LAPORAN KASUS ...........................................................................................


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan


kerusakan kartilago sendi. Prevelensi OA lutut menurut radiologis di Indonesia cukup
tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita. Degenerasi sendi yang
menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan,
panggul, kaki, dan tulang belakang (spine) meskipun bisa terjadi pada sendi sinovial mana
pun. Prevalensi kerusakan sendi sinovial ini meningkat dengan pertambahan usia. Pasien
OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan
pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus
menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Diperkirakan 1 sampai 2 juta
orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan
terhadap dampak OA akan semakin besar karena semakin banyaknya populasi yang
berusia tua.

Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui penyebabnya yang dikenali sebagai


idiopatik. Osteoartritis sekunder dapat terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi,
perkembangan, kelainan neurologi dan metabolik. Osteoartritis merupakan sekuen
retrogresif dari perubahan sel dan matriks yang berakibat kerusakan struktur dan fungsi
kartilago artikular, diikuti oleh reaksi perbaikan dan remodeling tulang. Karena reaksi
perbaikan dan remodeling tulang ini, degenerasi permukan artikuler pada OA tidak bersifat
progresif, dan kecepatan degenerasi sendi bergantung pada tiap individu dan sendi.

Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor –


faktor resiko, latihan intervensi fisioterapi dan terapi farmakologis. Pada fase lanjut sering
diperlukan pembedahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang


melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan
nyeri dan kekakuan pada sendi.1
Osteoatritis adalah kelainan sendi kronik yang disebabkan karena
ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler,
kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua.2

2.2 Etiologi

Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer


dan OA sekunder. Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui
penyebabnya dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. Meski demikian, osteoartritis primer banyak
dihubungkan pada penuaan. Sedangkan osteoartritis sekunder adalah OA yang
disebabkan oleh penyakit atau kondisi lainnya seperti pada post-traumatik, kelainan
kongenital dan pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan
sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi
yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.3
2.3 Faktor Ririko
Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut.

 Peningkatan usia, OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai


penderita OA yang berusia dibawah 40 tahun. Prevalensi osteoartritis lutut
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan osteoartritis
lutut ini terjadi pada usia lebih dari 65 tahun dengan rata-rata usia pada laki-
laki 59,7 tahun dan rata-rata usia pada perempuan 65,3 tahun
 Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang
berkerja lebih berat, diduga dapat menyebabkan terjadinya AO.
 Jenis kelamin wanita, Perkembangan OA sendi-sendi interfalang distal tangan
(nodus Heberden) lebih dominan pada perempuan.
 Trauma, riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat
menimbulkan stres mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi
penyakit.
 Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama pada
kasus yang mengenai tangan dan panggul.3
2.4 Patogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan
inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu
fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi.
 Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar
sel, faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs).
Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo
nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
 Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-
α) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk
membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki
dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan
menghasilkan kerusakan pada sendi .
 Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan
terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya
mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan
rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin
yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot.
Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan
radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling trabekula dan
subkondrial.
 Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag
didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis,
material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin
aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk
memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan
sendi. Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan
selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi
komponen matriks rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang
sintesis.4

Gambar Osteoartritis
2.5 Patofisiologi

2.6 Manifestasi klinis


OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat
mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
 Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi,
instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika
melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya dengan aktifitas
minimal sudah dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisa berkurang dengan
istirahat.
 Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika
setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
 Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi
rawan.
 Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai nodus
Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau
nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan
pergerakan sendi yang progresif.

 Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan


mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.5

2.7 Diagnosis

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratoris 6 :

a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:

1. umur > 50 tahun


2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

b.Klinis, dan radiologis:


Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:

1. umur > 50 tahun


2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:

1. usia >50 tahun


2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas
75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut6:

1.pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan


2.pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3.pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-
masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

2.8 Pemeriksaan penunjang

2.8.1 Pemeriksaan Radiologi


Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. Kriteria radiologis pada osteoarthritis
menggunakan klasifikasi Kellgren Lawrence dan Ahlback, yakni sebagai berikut6,7 :
Grade Kriteria
0 Normal
1 Penyempitan celah sendi yang masih meragukan,
kemungkinan terbentuk osteofit
2 Osteofit terbentuk pasti, penyempitan celah sendi tidak ada atau
masih dipertanyakan
3 Osteofit sedang, terjadi penyempitan celah sendi, sklerosis,
kemungkinan terjadi deformitas
4 Osteofit besar, ditandai penyempitan, sklerosis yang memberat
dan pasti terjadi deformitas

Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.

Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of

Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Keterangan :

a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya


celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai
terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah
terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki. Sumber : Jacobson, JA,
et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :Degenerative Joint Disease and
Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan menyempitnya


celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).8
Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint
Disease and Variation

Keterangan :Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan


ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).6

Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :Degenerative


Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi,


sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah)6.
2.8.2 MRI

Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai
penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit ini
sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x6.

2.8.3 Pemeriksaan Laboratorium


Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan
darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas –
batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan
sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein6.

2.9 Penatalaksanaan

Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi yang
mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh
karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan,
agar pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan
pendekatan multidisiplin atau holistic9.

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:

1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

2.9.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologis:


a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
 Latihan statis dan memperkuat otot-otot
 Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas
pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu9

2.9.2 Penatalaksanaan Farmakologis


1. Sistemik
a. Analgetik
i.Non narkotik: parasetamol
ii. Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
i. Oral
ii. injeksi
iii. suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga
dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA, sebagian peneliti
menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs
(SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat
ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin
sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.

a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP. Salah
satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan belum
dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1
in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur
tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987
c. Pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada
lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebra,
dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian
Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3
mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik
dan menghambat oksigen reaktif.
e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim dan
bermanfaat dalam terapi OA
f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in vitro,
radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-
keluhan pada pasien OA.

2. Topikal
a. Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat
counter irritant : Krim rubefacients dan capsaicin.
b. Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran yang
dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac : Krim NSAIDs..
3. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan
modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan
steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.
Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah
melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.

Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone ) :Hanya diberikan jika ada satu
atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian
NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk
menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan
dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk
sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan
untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight : Di Indonesia terdapat 3 sediaan
injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi
bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau
tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril.
Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari
riwayat alergi terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan
Osflex.
2.9.3 Pembedahan

Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu


risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :

1 Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi


2 Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1. Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah


sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang
sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus
repair.

2. . Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru

ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-

density polyethylene.

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe
instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,

deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan

kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction,

Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion9.

2.10 Diagnosis Banding10

1. Nekrosis avaskuler baik yang bersifat idiopatik ataupun sekunder oleh karena sebab
lain misalnya pasca trauma atau obat-obatan.
2. Artritis reumatoid
Pada stadium awal osteoartritis poli-artikuler sering sulit dibedakan dengan artritis
reumatoid karena pada stadium ini ditemukan pula nyeri dan inflamasi pada jari tangan.
Pada stadium lanjut kelainan lebih mudah dibedakan. Pada artritis reumatoid kelainan
terutama pada bagian distal interfalangeal dan metakarpofalangeal .
3. Artritis gout
Pada artritis gout biasanya bersifat poliartritis kronik disertai dengan benjolan berupa
tofus dan pada pemeriksaan radiologis terlihat adanya destruksi tulang periartikuler
4. Bursitis
Pada bursitis nyeri meningkat bersamaan dengan pergerakan dan makin memburuk saat
malam hari namun tidak terjadi kelainan sendi pada kasus ini10.

2.11 Komplikasi

1. Herniasi kapsular
Osteoarthritis di lutut terkadang berkaitan dengan efusi dan hernia dari kapsul posterior
2. Stenosis spinal
Hipertrofi OA yang berkepanjangan dari lumbar dapat menyebabkan stenosis spinal
3. Spondylolisthesis
Umumnya terjadi pada pasien di atas 60 tahun, biasanya terjadi pada L4/L51.10

2.12 Prognosis

Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan sendi yang
terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya terkait dengan faktor penyebab
terjadinya osteoarthritis. Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan, yaitu apabila pengobatan
dengan menggunakan obat tidak rasional pada pasien.11
LAPORAN KASUS

Status Pasien

Nama : Naomi Ester

No. RM/Ruang : 004614/10 B

Tanggal Masuk : 02 Agustus 2018

Dokter : dr. Kurniawan, Sp. OT

I. Identitas Pribadi
 Nama pasien : Naomi Ester
 Umur : 62 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Status : Menikah
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Jalan Kamboja 8 no. 53 Helvetia
 Agama/suku : Islam/Batak

II. Riwayat Penyakit Saat Ini


a. Keluhan Utama :
Nyeri pada lutut sebelah kanan
b. Telaah :
Os datang ke IGD Rumah Sakit Putri Hijau dengan keluhan nyeri pada lutut sebelah
kanan. Hal ini sudah dialami sejak ± 5 tahun yang lalu. Nyeri bersifat hilang
timbul. Nyeri dirsakan seperti ditusuk-tusuk dan berdenyut sehingga pasien sulit
berjalan. Nyeri semakin memberat saat pasien beraktivitas dan sedikit berkurang
saat pasien beristirahat dan minum obat. Pasien merasa kaku dan nyeri lutut
terutama pada pagi hari setelah bangun tidur.
Riwayat Penyakit Terdahulu :

riwayat trauma (-), Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-)

c. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada
d. Riwayat Penggunaan Obat :
Os lupa nama obat
e. Riwayat Alergi Obat :
Tidak ada

III. Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
 Kesan Sakit : Sakit sedang
 Sensorium : Compos mentis
 Kuantitatif : GCS 15 ( E : 4, M : 6, V : 5)
 Nadi : 88 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Temperatur : Afebris
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 BB :83 kg
 TB :150 cm

B. Status Generalisata
1. Kulit
 Sianosis : dalam batas normal
 Ikterus : dalam batas normal
 Pucat : dalam batas normal
 Turgor : dalam batas normal
 Edema : dalam batas normal
 Lainnya : dalam batas normal
2. Rambut : dalam batas normal

3. Kepala : normocephali
 Wajah : normal
 Dismorfik : normal

4. Mata

 Palpebra : edema (-)


 Konjungtiva : pucat (-), hiperemis (-), sekret (-)
 Sklera : ikterik (-)
 Pupil : isokor (-)
 Refleks Cahaya : +/+

5. Hidung : dalam batas normal

6. Mulut

 Bibir : dalam batas normal


 Gusi : dalam batas normal
 Pallatum : dalam batas normal
 Lidah : dalam batas normal
 Tonsil : dalam batas normal
 Faring : dalam batas normal

7. Telinga : dalam batas normal


8. Leher
 KGB : dalam batas normal
 Kaku Kuduk : negatif

9. Thorax

a. Paru
 Inspeksi : simetris kanan = kiri
 Palpasi : stem fremitus kedua lapangan paru
 Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : vesikular pada kedua lapangan paru
b. Jantung
 Auskultasi : Bunyi Jantung I & II Normal

10. Abdomen

 Inspeksi : soepel dan simetris, distensi (-)


 Palpasi : nyeri tekan (-), turgor (-), asites (-), hepar & lien
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : peristaltik (+) normal
11. Genitalia : tidak didapatkan kelainan

12. Anus/rectum : tidak didapatkan kelainan

13. Neurologis : tidak dilakukan pemeriksaan

C. Status Lokalisata

Ekstremitas inferior genu dextra

1. Look : Deformitas genu varus (+), hiperemis (-), edema (-)


2. Feel : Nyeri tekan (+), krevitasi (+), hangat (-)
3. Move : Pergerakan motorik sendi lutut terbatas (+), nyeri gerak (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


A. Darah Rutin
 Hb : 12,70 g/dL
 Ht : 38,0 g/dL
 Leukosit : 6.040 /uL
 Trombosit : 225.700 /Ul
 LED : 10
B. Radiologi
Foto Genu Dextra:
Tulang pembentuk genu dextra dalam batas normal.
Sela sendi menyempit, permukaan sendi tidak sklerotik.
Eminentia intercondyloidea meruncing.
Tidak tampak garis fraktur/dislokasi.
Tidak tampak osteofit.
Concl:
OA genu dextra grade III.

V. Diagnosa Kerja
OA Genu Dextra Grade III

VI. Diagnosa Banding


 Reumathoid arthritis
 Septic arthritis
 Gout arthritis
 Spondyloartopati

VII. Rencana Kerja


Total Knee Replacment (TKR)

VIII. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/menit
- inj ceftriaxone 2 gr/hari

IX. Penatalaksanaan Post TKR


IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Fosmycin 2gr/12 jam
Inj. Ketrolac 10mg/8 jam
Inj. Ranitidine 25mg/12 jam
DAFTAR PUSTAKA

1. Center for Disease Control and Prevention (CDC):


Osteoarthritis.http://www.cdc.gov/arthritis/basics/osteoarthritis.html. (diakses pada tanggal
1 November 2014)
2. Sjamsuhidajat R., Karnadihardja W., Prasetyono T. O. H., Rudiman R., 2011. Buku ajar
ilmu bedah sjamsuhidajat de jong, Ed. 3. Jakarta, EGC, 1006-8
3. Altman RD. Clinical features of osteoarthritis. Dalam : Hochberg MC, Silman AJ, Smolen
JS, et al. (eds.) Rheumatology. Ed. ke-5. Philadelphia : Mosby Elsevier; 2011. Hal.1723-30.
4. Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S., 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid 2. Edisi 5. Jakatra: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Davey P., 2006. At a Glace Medicine. Alih bahasa oleh, Rahmalia A., Novianti C. Jakarta:
Erlangga. 374-5
6. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
7. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease
and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
8. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis. American
Family Physician. 64(2):279–286
9. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. IKAPI : Jakarta. 2009.
11. Kapoor M. The Role of Proinflammatory Cytokines in The Pathopgysiology of OA. Nature
reviews Rheumatology. 2011: 7 : 33-42.[Cited 26 November 2014]. Available from:
http://www.nature.com/nrrheum/journal/v7/n1/fig_ tab/nrrheum.2010.196_F1.html

Anda mungkin juga menyukai