Anda di halaman 1dari 69

DAFTAR

ISI
Topik Utama
Situasi Balita
Pendek (Stunting) 01 6

di Indonesia
A. Situasi Global 6

B. Definisi 7
C. Situasi Nasional 7
D. Situasi Ibu dan Calon Ibu 9
E. Situasi Bayi dan Balita 13
F. Situasi Sosial Ekonomi dan Lingkungan 15
G. Dampak 17
H. Upaya Pencegahan 17
Daftar Pustaka 18
Asupan Gizi yang

Optimal untuk
02 19
Mencegah Stunting
A. Pendahuluan 19

B. Proses Terjadinya Stunting 20


C. Strategi Mengatasi Stunting 25
D. Strategi Perbaikan Gizi Masyarakat Masa Lalu
yang Perlu Dilakukan Sekarang 28
Kesimpulan 29
Daftar Pustaka 30
Investasi Gizi untuk

Perbaikan Generasi
03 31
A. Mengapa Perlu Investasi Gizi 31

B. Bagaimana Berinvestasi dengan Bidang Gizi? 32


C. Investasi Gizi di Indonesia 34
Kesimpulan 36
Daftar Pustaka 37
Pencegahan

Stunting dan
04 38
Pembangunan SDM
Daftar Pustaka 43

i
Cegah Stunting, itu Penting.
SALAM
REDAKSI
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas terbitnya Buletin Jendela Data dan
informasi Kesehatan Edisi 1 Semester I Tahun 2018 ini. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan kali ini mengangkat topik tentang Stunting.

Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang sedang dihadapi Indonesia. Hal ini menjadi penting
karena menyangkut kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Upaya
pencegahan dan penurunan angka stunting tidak dapat dilakukan hanya oleh sektor kesehatan, tetapi
dengan melibatkan lintas sektor dan tentunya dari dalam keluarga itu sendiri.

Pada buletin ini terdapat artikel-artikel terkait topik diantaranya Asupan Gizi yang Optimal untuk
Mencegah Stunting, Investasi Gizi untuk Perbaikan Generasi, dan Pencegahan Stunting dan
Pembangunan Sumber Daya Manusia.

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan dan penerbitan buletin ini. Semoga bulletin ini bermanfaat bagi kita agar turut
berkontribusi dalam perbaikan gizi untuk generasi mendatang.

Selamat membaca.

Redaksi

ii
Cegah Stunting, itu Penting.
TIM
REDAKSI
Pelindung
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan
dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes

Pengarah
Kepala Pusat Data dan Informasi
Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes

Penanggung Jawab
Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Informasi
drg. Rudy Kurniawan, M.Kes

Redaktur
Nuning Kurniasih, S.Si, Apt, M.Si

Penyunting
Eka Satriani Sakti, SKM

Desainer Grafis/ Layouter


Rizqitha Maula, A.Md

Sekretariat
Annisa Harpini, SKM, MKM

Mitra Bestari
Atmarita, MPH, Dr.PH
Yuni Zahraini, SKM, MKM
Akim Dharmawan, PhD

Alamat Redaksi

Pusat Data dan Informasi


Jl. HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9, Lantai 10, Blok A.
Jakarta 12950
Telp: 021-5221432, 021-5277167-68

Fax: 021-5203874, 021-5277167-68


iii
Cegah Stunting, itu Penting.
SEKAPUR
SIRIH
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek
dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap
penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak
hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.

Anak merupakan aset bangsa di masa depan. Bisa dibayangkan, bagaimana kondisi sumber daya
manusia Indonesia di masa yang akan datang jika saat ini banyak anak Indonesia yang menderita
stunting. Dapat dipastikan bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam
menghadapi tantangan global.

Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting
terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100
kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah
sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan
dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development
Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.

Dipilihnya topik Stunting pada Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan edisi tahun 2018 ini
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat luas tentang situasi,
kondisi, penyebab, dan dampak stunting bagi bangsa ini. Semoga informasi yang kami sajikan dapat
bermanfaat dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Oktober 2018


Kepala Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI

Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes


NIP. 196204201989031004

iv
Cegah Stunting, itu Penting.
TOPIK UTAMA

01 Situasi Balita Pendek


(STUNTING)
di Indonesia
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI)

Situasi Global
Kejadian balita pendek atau biasa Gambar 1. Tren Prevalensi Balita Pendek
disebut dengan stunting merupakan di Dunia Tahun 2000-2017
salah satu masalah gizi yang dialami 35 32,6
oleh balita di dunia saat ini. Pada 30 29,3 26,1
tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8
23,2 22,2
juta balita di dunia mengalami 25
stunting. Namun angka ini sudah 20
mengalami penurunan jika 15
dibandingkan dengan angka stunting 10
pada tahun 2000 yaitu 32,6%. 5
0 2005 2010 2015 2017
2000
Pada tahun 2017, lebih dari
sumber: Joint Child Malnutrition Eltimates, 2018
setengah balita stunting di dunia
berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita
stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di
Asia Tengah (0,9%).
Gambar 2. Proporsi Jumlah Balita Pendek di Asia Tahun 2017

0,9
4,2
4,8
Asia Selatan
14,9 Asia Tenggara
Asia Timur
Asia Barat
Asia Tengah
58,7

Sumber: Joint Child Malnutrition Eltimates, 2018

Menurut Data
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World
WORLD Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam
negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
HEALTH Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata
prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
ORGANIZATION adalah 36,4%.

1
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 3. Rata-rata Prevalensi Balita Pendek di Regional Asia Tenggara Tahun 2005-2017
Thailand 10.5
Sri Lanka 17. 3
Maldives 20.3
Korea Utara 27.9
Myanmar 29.2
Bhutan 33.6
Nepal 35.8
Bangladesh 36.1
Indonesia 36.4
India 38.4
Timor Leste 50.2

0 10 20 30 40 50 60
Prevalensi Balita Pendek

Sumber: Child stunting data visualizations dashboard, WHO, 2018

B. Definisi
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari
minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk
masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat
hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan
datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

C. Situasi Nasional
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia.
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan
gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi
29,6% pada tahun 2017.

Gambar 4. Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017


35
30 29 27.5 29.6

25
20 18.8 17.8 17.8
%

15 11.9 11.1
9.5
10
5 5.3 4.3 4.6

2015 2016 2017


Gizi Kurang Pendek Kurus Gemuk

Sumber: Pemantauan Status Gizi, Ditjen Kesehatan Masyarakat

Cegah Stunting, itu Penting. 2


Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010,
terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada
tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil
Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan oleh
pemerintah.

Gambar 5. Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2007-2013

40
35
30
25 18.0 17.1 19.2
%

20
15
10 18.8 18.5 18.0

5
0 2007 2010 2013

Sangat Pendek Pendek

Sumber: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Balitbangkes

Survei PSG diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program.
Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini
mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017.

Gambar 6. Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2015-2017

30
25

20 18.9 19.8
%

15 19.0
10

5 10.1 8.5 9.8

0 2015 2016 2017

Sangat Pendek Pendek

Sumber: Pemantauan Status Gizi (PSG), Ditjen Kesehatan Masyarakat

3
Cegah Stunting, itu Penting.
Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan
19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar
8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan
pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan
prevalensi terendah adalah Bali.
Gambar 7. Peta Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2017

Sumber: Pemantauan Status Gizi, 2017

Situasi Ibu dan Calon Ibu

Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah persalinan mempengaruhi
pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting. Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi adalah
postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta asupan
nutrisi yang kurang pada saat kehamilan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa
sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual, faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil
adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat jarak kelahiran. Usia
kehamilan ibu yang terlalu muda (di bawah 20 tahun) berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR). Bayi BBLR mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya stunting.

4
Cegah Stunting, itu Penting.
Dari data Riskesdas tahun 2013, diketahui proporsi kehamilan pada remaja usia 10-14 tahun sebesar
0,02% dan usia 15-19 tahun sebesar 1,97%. Proporsi kehamilan pada remaja lebih banyak terdapat di
perdesaan daripada perkotaan.
Gambar 8. Proporsi Kehamilan pada Remaja Menurut Daerah Tempat Tinggal di
Indonesia Tahun 2013
3 2.71

2.5
2 1.97

1.5 1.28

1
0.5

0 0.03 0.00 0.02

Perdesaan Perkotaan Perdesaan + Perkotaan


10-14 tahun 15-19 tahun

Sumber: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Balitbangkes, 2013

Sedangkan menurut data Susenas tahun 2017, hasil survei pada perempuan berumur 15-49 tahun
diketahui bahwa 54,01% hamil pertama kali pada usia di atas 20 tahun (usia ideal kehamilan). Sisanya
sebesar 23,79% hamil pertama kali pada usia 19-20 tahun, 15,99% pada usia 17-18 tahun, dan 6,21%
pada usia 16 tahun ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa setengah dari perempuan yang pernah
hamil di Indonesia mengalami kehamilan pertama pada usia muda atau remaja.
Gambar 9. Persentase Perempuan Berumur 15 - 49 Tahun yang Pernah Hamil. Menurut Daerah
Tempat Tinggal dan Umur Saat Hamil Pertama Kali di Indonesia Tahun 2017

70
60 61.90
54.01
50
45.53
40
%

30 26.10 23.79

20 20.10 21.64
12.6 15.99
10 8.27 6.21
4.29
0
2015 2016 2017
≤ 16 tahun 17-18 tahun 19-20 tahun ≥ 21 tahun

Sumber: Susenas, Badan Pusat Statistik, 2017

Kondisi ibu sebelum masa kehamilan baik postur tubuh (berat badan dan tinggi badan) dan gizi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting. Remaja putri sebagai calon ibu
di masa depan seharusnya memiliki status gizi yang baik. Pada tahun 2017, persentase remaja putri
dengan kondisi pendek dan sangat pendek meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 7,9% sangat
pendek dan 27,6% pendek.

5
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 10. Persentase Remaja Putri dengan Status Gizi Pendek dan
Sangat Pendek di Indonesia Tahun 2017

30 27.6
24.1
25
20
15

10 7.5 7.9

5
0 2016 2017

Sangat Pendek Pendek

Sumber: Pemantauan Status Gizi, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

Dari sisi asupan gizi, 32% remaja putri di Indonesia pada tahun 2017 berisiko kekurangan energi
kronik (KEK). Sekitar 15 provinsi memiliki persentase di atas rata-rata nasional. Jika gizi remaja putri
tidak diperbaiki, maka di masa yang akan datang akan semakin banyak calon ibu hamil yang memiliki
postur tubuh pendek dan/atau kekurangan energi kronik. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya
prevalensi stunting di Indonesia.
Gambar 11. Persentase Remaja Putri Berisiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) di Indonesia Tahun
2017
Indonesia 32.0
Aceh 14.7

Bali 17.1
Sumatera Utara 18.1
Sulawesi Utara 18.5
Gorontalo 19.7
Kepulauan Riau 19.8 23.2
Kepulauan Bangka
Belitung
Jambi 24.7
Kalimantan Utara 26.3
Sumatera Selatan 26.5
Kalimantan Timur 27. 0
Maluku Utara 27. 2
Papua Barat 27. 7
Bengkulu 28.4
Maluku 29.6
Papua Barat 29.7
DKI Jakarta 29.9
Kalimantan Tengah 30.2
Jawa Barat 32.0
Sulawesi Barat 32.3
Banten 32.7
Riau 33.8
Sulawesi Tengah 34.0
Sulawesi Tenggara 34.1
Jawa Tengah 34.3
DI Yogyakarta 34.4
Kalimantan Selatan 34.5
Sumatera Barat 37. 2
Jawa Timur 37.3
NTT 38.2
Kalimantan Barat 38.5
Sulawesi Selatan 40.9
NTB 42.2
Lampung 44.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Sumber: Pemantauan Status Gizi, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2017


6
Cegah Stunting, itu Penting.
Persentase Wanita Usia Subur (WUS) yang berisiko KEK di Indonesia tahun 2017 adalah 10,7%,
sedangkan persentase ibu hamil berisiko KEK adalah 14,8%. Asupan gizi WUS yang berisiko KEK
harus ditingkatkan sehingga dapat memiliki berat badan yang ideal saat hamil. Sedangkan untuk ibu
hamil KEK sudah ada program perbaikan gizi yang ditetapkan pemerintah yaitu dengan pemberian
makanan tambahan berupa biskuit yang mengandung protein, asam linoleat, karbohidrat, dan
diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51
Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi.
Gambar 12. Persentase Wanita Usia Subur (WUS) dan Ibu Hamil Berisiko KEK di Indonesia Tahun
2017

Indonesia 10.7 14.8


4.5 6.7
Sulawesi Utara
Sumatera Utara 5.3
Bali 6.8
7 0
7.9
Aceh 4 1
.

Jambi .

5.4 8.7
Kepulauan Bangka 7.1
9.5
Belitung 6.5 10.0

Bengkul 6.0 10.0


u 10.3
10.8

Kepualauan Riau 7.8 11.2

Kalimantan 5.8 11.3

Timur 6.5 11.5

Maluku 8.0 11.5

6.9
Gorontalo
11.7

8.6 12.2

Kalimantan Utara
9.0 12.7

Maluku Utara 8.5 13.1

DKI Jakarta 13.


6

11.8
Riau 11.4 13.8

Kalimantan Tengah 11.2 13.8


Sumatera Selatan
11.7
14.0

Kalimantan Selatan 10.9 14.3


Jawa Barat 11.0 14.5

Kalimantan Barat 15.2


Sulawesi Barat
10.1

12.0
15.4
Sumatera Barat 13.1 15.9

Sulawesi Tengah 15. 115.


9

Sulawesi Tenggara 13.0 17.4

Papua Barat 13.0 18.2

Sulawesi Selatan 12.7 18. 3

Nusa Tenggara Barat 12.8 18. 3

DI Yogyakarta 13.2 18. 5

17.4 19.2
Banten 20.7

Jawa Timur 20.0


21.7
Lampung
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Timur
Papua
0 5 10 15 20 25
WUS Resiko KEK Bumil Resiko
KEK

Sumber: Pemantauan Status Gizi, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2017

Kekurangan energi kronik disebabkan oleh asupan energi dan protein yang tidak mencukupi.
Kecukupan konsumsi energi ibu hamil dihitung dengan membandingkan dengan Angka Kecukupan
Energi (AKE) yang dikategorikan menjadi:
1. Defisit jika kurang dari 70% AKE.
2. Defisit ringan antara 70 – 79% AKE.
3. Cukup antara 80 – 119% AKE.
4. Lebih jika 120% AKE atau lebih.

Kecukupan konsumsi protein ibu hamil dihitung dengan membandingkan dengan Angka Kecukupan
Protein (AKP) yang dikategorikan menjadi:
1. Defisit jika kurang dari 80% AKP
2. Defisit ringan antara 80-99% AKCukup jika 100% AKP atau lebih
Berdasarkan PSG tahun 2016, 53,9% ibu hamil mengalami defisit energi dan 13,1% mengalami defisit
ringan. Untuk kecukupan protein, 51,9% ibu hamil mengalami defisit protein dan 18,8% mengalami
defisit ringan. Hal ini menunjukkan bahwa separuh ibu hamil di Indonesia masih belum terpenuhi
kebutuhan energi dan protein.
7
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 13. Persentase Kecukupan Energi dan Protein pada Ibu Hamil
di Indonesia Tahun 2016
Energi Protein
6.7 29.3

26.3

51.9
53.9
18.8
13.1
Defisi Defisit Ringan Cuku
Defisit Defisit Ringan Cukup Lebi t p
h

Sumber: Pemantauan Status Gizi, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2016

Situasi Bayi dan Balita

Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya
termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor
terjadinya stunting. Sedangkan dari sisi pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) hal yang perlu
diperhatikan adalah kuantitas, kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan.

Pada tahun 2017, secara nasional persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD sebesar 73,06%,
artinya mayoritas bayi baru lahir di Indonesia sudah mendapat inisiasi menyusu dini. Provinsi dengan
persentase tertinggi bayi baru lahir mendapat IMD adalah Aceh (97,31%) dan provinsi dengan
persentase terendah adalah Papua (15%). Ada 12 provinsi yang masih di bawah angka nasional
sedangkan Provinsi Papua Barat belum mengumpulkan data.

Gambar 14. Cakupan Bayi Baru Lahir Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Menurut Provinsi Tahun 2017
Indonesia 73. 06 97.31
Aceh
DKI Jakarta 93.99
Sulawesi Tenggara 90.90
Gorontalo 87.76
DI Yogyakarta 87.43
NTB 86.75
Sulawesi Barat 86.55
Kepulauan Riau 86.17
Jambi 85.02
Jawa Timur 84.06
Sulawesi Selatan 83.51
Kepulauan Bangka Belitung 82.37
Sumatera Barat 81.91
Jawa Tengah 77.05
Maluku Utara 75.88
NTT 75.26
Jawa Barat 74.02
Bengkulu 74.49
Kalimantan Timur 74.06
Sulawesi Tengah 73.89
Sumatera Selatan 73.40
Kalimantan Selatan 72.53
Kalimantan Barat 70.75
Kalimantan Tengah 62.09
Lampung 60.42
Kalimantan Utara 58.61
Sumatera Utara 57.47
Riau 57.40
Bali 46. 70
Sulawesi Utara 43.78
Banten 29.99
Maluku 19.13
Papua 15.00
0 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2017

Keterangan: Papua Barat belum mengumpulkan data

Cegah Stunting, itu Penting. 8


Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif pada tahun 2017 sebesar 61,33%. Persentase
tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada Nusa Tenggara Barat (87,35%), sedangkan
persentase terendah terdapat pada Papua (15,32%). Masih ada 19 provinsi yang di bawah angka
nasional. Oleh karena itu, sosialisasi tentang manfaat dan pentingnya ASI eksklusif masih perlu
ditingkatkan.
Gambar 15. Cakupan Bayi Mendapat ASI Eksklusif Menurut Provinsi Tahun 2017

Indonesia 61.33 87.35


NTB
Sulawesi Barat 80.46
NTT 79.45
Jawa Timur 76.01
Sulawesi Selatan 75.45
DI Yogyakarta 75.04
Jambi 70.61
Sumatera Barat 68.32
DKI Jakarta 67.40
Bengkulu 65.66
Lampung 64.98
Sulawesi Tenggara 64.05
Maluku Utara 63.60
Kalimantan Barat 62.73
Bali 61.61
Sumatera Selatan 60.36
Kepulauan Bangka Belitung 59.13
Kalimantan Tengah 58.11
Kalimantan Timur 58.06
Riau 57.65
Sulawesi Tengah 56.61
Jawa Barat 55.40
Jawa Tengah 54.40
Aceh 54.29
Kalimantan Selatan 53.68
Kalimantan Utara 52.93
Gorontalo 47.69
Sumatera Utara 45.74
Kepulauan Riau 44.42
Sulawesi Utara 36.93
Banten 35.87
Maluku 30.02
Papua 24.65
Papua Barat 15.32
0 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2017


Asupan zat gizi pada balita sangat penting dalam mendukung pertumbuhan sesuai dengan grafik
pertumbuhannya agar tidak terjadi gagal tumbuh (growth faltering) yang dapat menye-babkan stunting.
Pada tahun 2017, 43,2% balita di Indonesia mengalami defisit energi dan 28,5% mengalami defisit
ringan. Untuk kecukupan protein, 31,9% balita mengalami defisit protein dan 14,5% mengalami defisit
ringan.
Gambar 16. Persentase Kecukupan Energi dan Protein pada Balita
di Indonesia Tahun 2017

Energi Protein
28.4 18.8

43.2 53.6

28.5 14.5

Defisi Defisit Ringan Cukup Cukup Defisit Defisit


t Ringan

Sumber: Pemantauan Status Gizi, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2017


Untuk memenuhi kecukupan gizi pada balita, telah ditetapkan program pemberian makanan tambahan
(PMT) khususnya untuk balita kurus berupa PMT lokal maupun PMT pabrikan yaitu biskuit MT balita.
Jika berat badan telah sesuai dengan perhitungan berat badan menurut tinggi badan, maka MT balita
kurus dapat dihentikan dan dilanjutkan dengan makanan keluarga gizi seimbang.

9
Cegah Stunting, itu Penting.
Situasi Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting. Kondisi
ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan
kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan
risiko terjadinya penyakit infeksi.

Berdasarkan data Joint Child Malnutrition Estimates tahun 2018, negara dengan pendapatan
menengah ke atas mampu menurunkan angka stunting hingga 64%, sedangkan pada negara
menengah ke bawah hanya menurunkan sekitar 24% dari tahun 2000 hingga 2017. Pada negara
dengan pendapatan rendah justru mengalami peningkatan pada tahun 2017.

Gambar 17. Jumlah Balita Stunting Menurut Pendapatan Negara


di Dunia Tahun 2000 dan 2017
140
120

100 132.9
(juta)

80 101.1
Jumlah

60

40 35.1 37.8 32.4


20
11.8
2.2 1.6
0
Menengah Tinggi
Rendah Menengah
Ke Bawah Ke Atas
2000 2017

Sumber: Joint Child Malnutrition Estimates, 2018

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh higiene dan sanitasi yang buruk (misalnya diare dan
kecacingan) dapat menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan. Beberapa penyakit
infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat badan bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam
waktu yang cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses
penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting.

Pada tahun 2017, 72,04% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap sumber air minum
layak. Provinsi dengan persentase tertinggi adalah Bali (90,85%), sedangkan persentase terendah
adalah Bengkulu (43,83%). Masih terdapat 20 provinsi yang di bawah persentase nasional. Sumber air
minum layak yang dimaksud adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran
umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung,
sumur bor atau pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan kotoran, penampungan
limbah, dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual
melalui tangki, air sumur dan mata air tidak terlindung.

Cegah Stunting, itu Penting. 10


Gambar 18. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses terhadap Sumber Air
Minum Layak Menurut Provinsi Tahun 2017

Indonesia 72.04
Bali 90.85
DKI Jakarta 88.93
Kepulauan Riau 83. 95
Kalimantan Utara 83.78
Kalimantan Timur 82.75
Sulawesi Tenggara 79.83
DI Yogyakarta 77.19
Sulawesi Selatan 76.34
Jawa Tengah 76.09
Jawa Timur 75.54
Riau 75.12
Gorontalo 75.00
Sulawesi Utara 73.29
Papua Barat 73.12
Jawa Barat 70.50
NTB 70.48
Sumatera Utara 70.07
Sumatera Barat 68.83
Kalimantan Barat 68.77
Maluku 68.34
Kepulauan Bangka Belitung 68.14
Sulawesi Tengah 67.10
Banten 66.11
Maluku Utara 65.73
Jambi 65.73
NTT 65.20
Aceh 64.85
Sumatera Selatan 64.02
Kalimantan Tengah 63.90
Sulawesi Barat 60.66
Kalimantan Selatan 60.62
Papua 59.09
Lampung 53.79
Bengkulu 43.83
0 10.00 20.00 30.0040.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

Sumber: Susenas, Badan Pusat Statistik, 2017

Rumah tangga yang memiliki sanitasi layak menurut Susenas adalah apabila fasilitas sanitasi yang
digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan jenis kloset leher angsa atau
plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau
Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan
sendiri atau bersama. Persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak di Indonesia tahun
2017 adalah 67,89%. Provinsi dengan persentase tertinggi adalah DKI Jakarta (91,13%), sedangkan
persentase terendah adalah Papua (33,06%).
Gambar 19. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses terhadap Sanitasi Layak
Menurut Provinsi Tahun 2017

Indonesia 67.89
DKI Jakarta 91.13

Bali 90.51
DI Yogyakarta 89.40
Kepulauan Riau 86.33
Kepulauan Bangka Belitung 83.56
Sulawesi Selatan 76.73
Sumatera Utara 73.00
Kalimantan Timur 72.83
Sulawesi Utara 71.93
Jawa Tengah 71.84
Banten 71.68
Riau 70.04
Sulawesi Tenggara 69.52
NTB 69.25
Jawa Timur 68.83
Kalimantan Utara 66. 59
Sumatera Selatan 66.36
Maluku Utara 66. 18
Papua Barat 65.30
Jawa Barat 64.40
Jambi 64.20
Aceh 63.38
Maluku 63.29
Sulawesi Tengah 61.12
Sulawesi Barat 59.48
Gorontalo 58.75
Kalimantan Selatan 58.09
Lampung 52.89
Sumatera Barat 52.77
Kalimantan Barat 49.65
Kalimantan Tengah 45. 46
NTT 45. 31
Bengkulu 42.71
Papua 33.06 70.00 80.00 90.00
0 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 100.00
Sumber: Susenas, Badan Pusat Statistik, 2017

11 Cegah Stunting, itu Penting.


G. Dampak Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi
dampak jangka pendek dan jangka panjang.

1. Dampak Jangka Pendek.


a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal
Menurut pada anak tidak optimal; dan
c. Peningkatan biaya kesehatan.
WORLD
2. Dampak Jangka Panjang.
HEALTH a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa
ORGANIZATION (lebih pendek dibandingkan pada umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit
lainnya;
c. Menurunnya kesehatan reproduksi;
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang
optimal saat masa sekolah; dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak
optimal.
H. Upaya Pencegahan
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk pada
tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi
pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan
angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program
prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan
untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai berikut:

1.Ibu Hamil dan Bersalin


a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM);

e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);


f. Pemberantasan kecacingan;
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif; dan
i. Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita;
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba

12
Cegah Stunting, itu Penting.
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak
merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
b. Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
b. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok/mengonsumsi narkoba.

Daftar
Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2017. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/Menkes/SK/XII/
2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 tentang
Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Upaya Perbaikan Gizi. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta. Kementerian
Kesehatan RI. 2016. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2015. Jakarta. Kementerian
Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang
Standar Produk Suplementasi Gizi. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2016. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children’s
Fund. 2017. Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia. Jakarta: BAPPENAS dan
UNICEF.
United Nations Children’s Fund, World Health Organization, World Bank Group. 2018. Levels and
Trends in Child Malnutrition: Key Findings of The 2018 Edition of The Joint Child Malnutrition
Estimates.
WHO. 2014. WHO Global Nutrition Target: Stunting Policy Brief. Geneva.
WHO. 2017. Stunted Growth and Development. Geneva.
WHO. Child Malnutrition. http://www.who.int/gho/child-malnutrition/en/
WHO. Child Stunting Data Visualizations Dashboard. http://apps.who.int/gho/data/node.sdg. 2-2-viz-
1?lang=en

13
Cegah Stunting, itu Penting.
TULISAN TERKAIT
TOPIK

02 Asupan Gizi yang Optimal untuk


Mencegah Stunting
Oleh Atmarita, MPH, Dr.PH
Ketua Bidang Penelitian dan Publikasi PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) dan
Anggota APKESI (Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia)

Pendahuluan

Stunting adalah suatu kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada saat periode kritis dari proses
tumbuh dan kembang mulai janin. Untuk Indonesia, saat ini diperkirakan ada 37,2% dari anak usia 0-
59 bulan atau sekitar 9 juta anak dengan kondisi stunting, yang berlanjut sampai usia sekolah 6-18
tahun (Gambar 1).
Gambar 1. Proporsi Anak Stunting menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2013
50.0
043.

240.
39.439.9
40.8
141.

38.9
45.0
135.

934.

536.
36.1

34.1

35.9
733.

835.
37.8
38.7

37.7

36.7
40.0

437.
30.830.7
28.6

29.0

32.3

32.8

29.7
35.0

26.2
924.
%

527.

525.
627.
125.
128.
27.7

27.8

26.0
30.0

323.
25.0

20.0

15.0

10.0

5.0

0.0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Umur (tahun)
Laki-laki Perempuan

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2013

Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0 – 59 bulan, dimana tinggi badan menurut umur
berada di bawah minus 2 Standar Deviasi (<-2SD) dari standar median WHO. Lebih lanjut dikatakan
bahwa stunting akan berdampak dan dikaitkan dengan proses kembang otak yang terganggu, dimana
dalam jangka pendek berpengaruh pada kemampuan kognitif. Jangka panjang mengurangi kapasitas
untuk berpendidikan lebih baik dan hilangnya kesempatan untuk peluang kerja dengan pendapatan
lebih baik.

Dalam jangka panjang, anak stunting yang berhasil mempertahankan hidupnya, pada usia dewasa
cenderung akan menjadi gemuk (obese), dan berpeluang menderita penyakit tidak menular (PTM),
seperti hipertensi, diabetes, kanker, dan lain-lain.

Kondisi ini semua sudah semakin jelas untuk Indonesia, yang menunjukkan adanya tren
(kecenderungan) PTM meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013 (Gambar 2), dimana diperkirakan
ada 70-an juta penduduk dewasa (>18 tahun) yang menderita PTM (Gambar 3).
14
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 2. Tren Penyakit Tidak Menular Tahun 2007-2013

100 Keterangan:
Pop 1: Hipertensi, Diabet, Kanker, Obesitas, Obesitas
80.0 sentral
Pop 2: Hipertensi, Diabet, Kanker, Obesitas
Proporsi (%) Pop 3: Hipertensi, Diabet, Obesitas
60.0 Pop 4: Hipertensi, Diabet, Obesitas, Obesitas sentral

40.0 47.7 42.4 42.3 47.6


32.8
33.5 33.2
29.0
20.0
0.0 Pop 1 Pop 2 Pop 3 Pop 4

Kategori
PTM

2007 2013

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2007 dan 2013

Gambar 3. Kondisi Penyakit Tidak Menular terkait Obesitas pada Usia 18 Tahun ke Atas

100.0 Keterangan:
Pop 1: Hipertensi, Diabet, Kanker, Obesitas, Obesitas
sentral
80.0 Pop 2: Hipertensi, Diabet, Kanker, Obesitas
Pop 3: Hipertensi, Diabet, Obesitas
Pop 4: Hipertensi, Diabet, Obesitas, Obesitas sentral
Pop 5: Obesitas, Diabet

137.
258.

151.

046.

854.
58.1

37.1

54.9
60.0
151.445.45.3631.

44.2

548.48.4
44.1

43.9
49.0948.

144.

146.
41.2141.
839.

15.3 839.
37.1

40.0
137.

322.

032.
33.7

339.39.3

20.7

25.4
Proporsi(%)

37.1137.

836.
835.35.7

35.335.2

439.39.3
420.

20.0
Laki-Laki Perempuan Kota Desa Q1 Q2 Q3 Q4 Q5

Karakteristik
Pop 1 Pop 2 Pop 3 Pop 4 Pop 5

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2013

Proses Terjadinya Stunting


Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan
anemia. Menjadi parah ketika hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan, ditambah
lagi ketika ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai. Remaja putri di Indonesia usia
15-19 tahun (Gambar 4), kondisinya berisiko kurang energi kronik (KEK) sebesar 46,6% tahun 2013.
Ketika hamil, ada 24,2% Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun dengan risiko KEK, dan anemia
sebesar 37,1%.
15
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 4. Proporsi Wanita Usia Subur Risiko KEK menurut Umur
di Indonesia Tahun 2007 dan 2013

646.
2007 2013
50 50

538.
331.930.

40 40

130.
630.
823.
218.

30

920.
319.

421.

617.

20.7
30
116.

712.

612.

310.
13.1

10.2

311.

710.
98.

13.6
17.3

11.8
20 20

65.
18.
7.9
10
10
0 0

15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Hami Tidak Hami Tidak
l Hamil l Hamil

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2007 dan 2013

Dilihat dari asupan makanan, ibu hamil pada umumnya defisit energi dan protein. Hasil dari Survei
Nasional Konsumsi Makanan Individu (SKMI) tahun 2104 menunjukkan sebagian besar ibu hamil (kota
dan desa) maupun menurut sosial ekonomi (kuintil 1-5) bermasalah untuk asupan makanan, baik
energi dan protein (Gambar 5).

Gambar 5. Proporsi Ibu Hamil Defisit Energi dan Protein


menurut Karakteristik Tahun 2014
100.0
80.0 67.967.1

60.460.0
60.0 46.5 52.8 48.9
51.549.6 52.955.7 42.1 50.0 44.0
40.0
20.0

0.0

Kota Desa Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil


5
Karakteristik
Defisit Energi Defisit Protein

Sumber: Survei Konsumsi Makanan Individu, 2014

Kondisi-kondisi di atas disertai dengan ibu hamil yang pada umumnya juga pendek (< 150 cm) yang
proporsinya 31,3%, berdampak pada bayi yang dilahirkan mengalami kurang gizi, dengan berat badan
lahir rendah < 2.500 gram dan juga panjang badan yang kurang dari 48 cm (Gambar 6). Jika digabung
anak yang lahir dengan berat badan < 2.500 gram dan panjang badan < 48 cm, untuk Indonesia ada
sekitar 4,3% , bervariasi dari 0,8% di Maluku dan 7,6% di Papua (Gambar 7).
16
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 6. Proporsi Berat Badan Lahir dan Panjang Badan Lahir
di Indonesia Tahun 2010 dan 2013
100.0 BBLR: 11,1% 100.0 PBL < 48 cm:
82.5 85.0 pada tahun 20,2% pada
80.0 2010 dan 80.0 76.4 tahun 2013
10,2% pada
tahun 2013 20.2
60.0 60.0
40.0 40.0

20.0 11.1 6.4 20.0


10.2
3.3
4.8
0.0 ≤2500 gr >2500-3.999 gr >4.000 gr 0.0 <48 cm 48-52 cm >52 cm

2010 2013

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2010 dan 2013

Gambar 7. Proporsi Anak dengan Berat Badan Lahir < 2.500 gram
dan Panjang Badan Lahir < 48 cm di Indonesia Tahun 2013

10.0
8.0 7.6

6.0

4.3

4.0
2.0

0.8
Lampung
Sumatera Barat

Riau
Sulawesi Tenggara

Jambi

Sumatera Utara
Banten
Bengkulu

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

DKI Jakarta
Aceh

IndonesiaNusaTenggaraBarat
Jawa Barat

Jawa Tengah

0.0
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan

DI Yogyakarta
Sulawesi Barat

Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung

Jawa Timur
Maluku Utara

Sulawesi Utara
Maluku

Gorontalo

Papua
Jambi
Papua Barat

Bali
Kepulauan Riau

Sulawesi Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah

Sumatera Selatan
Kalimantan Timur

Nusa Tenggara Timur

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2013

Setelah bayi lahir dengan kondisi tersebut, dilanjutkan dengan kondisi rendahnya Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) yang memicu rendahnya menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan tidak
memadainya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI). Dari berbagai survei nasional
(Riskesdas 2013, Sirkesnas 2016, SDKI 2012 – 2017) bayi yang menyusui eksklusif belum sampai
50%. (Gambar 8, Tabel 1).

Lebih lanjut, berdasarkan kajian dari SDKI 2012 dan mengikuti ketentuan dari pedoman pemberian
makan pada anak yang dikeluarkan oleh WHO, ternyata anak Indonesia yang terkategori dalam
minimum acceptable diet hanya 36,6% (Gambar 9)

17
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 8. Gambaran Proses Mulai Menyusui Tahun 2013 dan 2016

Riskesdas 2013 Sirkesnas 2016


50 50
41.3 42.7
28.3
40 40
31.5
30 30
18.6
20 20

5.0 5.4
11.6 12.2
10 10
3.3
< 1 jam 1-6 jam 7-23 jam 24-47 jam > 48 jam
0 0
< 1 jam 1-6 jam 7-23 jam 24-47 jam > 48 jam
(IMD) (IMD)
Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2013 dan Survei Indikator Kesehatan Nasional, 2016

Tabel 1. Gambaran Menyusui di Indonesia Tahun 2012 dan 2017

Tidak Menyusui
Menyusui Menyusui dan Menyusui Menyusui
Umur Menyusui Ekslusif dan Minum Intake Cairan dan Susu dan
(bulan) Air Lainnya Formula MP-ASI
2012 2017 2012 2017 2012 2017 2012 2017 2012 2017 2012 2017

0-1 3,9 7,7 50,8 68,5 4,2 3,6 0,1 0,2 31,5 19,6 9,6 2,2
2-3 6,4 13,2 48,9 54,6 9,0 5,8 0,9 1,0 18,0 18,2 16,7 7,2
4-5 12,5 14,7 27,1 38,2 7,9 8,6 0,8 0,5 7,9 10,2 43,9 27,9
6-8 12,8 16,9 3,4 8,0 2,5 3,3 0,5 0,4 2,1 1,5 78,8 89,9
9-11 20,4 24,7 1,1 1,0 1,0 0,6 0,5 0,0 0,3 0,0 76,8 73,7
12-17 25,4 25,3 1,0 0,2 0,6 0,2 0,2 0,0 0,1 0,0 72,8 74,3
18-23 40,3 41,1 0,7 0,4 0,2 0,1 0,3 0,0 0,0 0,1 58,4 58,2
sumber: Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2012 dan 2017

Gambar 9. Kesenjangan Kebijakan Pola Asuh

Kebijakan Fakta
100.0

IYCF 5:
Pedoman MP-ASI 80.0 78.7 66.1 Minimum
75.5 58.2
WHO/Unicef: dietary diversity
60.0 61.4
51.8 43.1 IYCF 6: Minimum
Setiap bayi 6-23 bulan men- 40.0 34.2 36.6 meal frequency
gonsumsi sekurangnya 4 IYCF 7:
20.0
kelompok jenis makanan (dari 7 Minimum
kelompok bahan makanan) 0 Antara Antara anak Antara anak acceptable diet
dengan frekuensi minimal 3x
sehari (minimum acceptable anak yang yang tidak usia 6-23 bulan
diet). mendapat ASI mendapat ASI

Sumber: Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2007


Cegah Stunting, itu Penting. 18
Data SKMI 2014 juga menunjukkan asupan anak > 6 bulan cenderung mengonsumsi 95% dari
kelompok serealia (karbohidrat), sangat kurang dari kelompok protein, buah, dan sayur (Tabel 2).

Tabel 2. Asupan Makanan Bayi dan Anak 0-35 Bulan pada Tahun 2014

Umur Kelompok % Umur Kelompok % Umur Kelompok %


Pangan Pangan Pangan
Serealia 23,5 Serealia 95,8 Serealia 98,5
Umbi-umbian 0,3 Umbi-umbian 0,6 Umbi-umbian 0,5
Kacang- 1,4 Kacang- 0,9 Kacang- 0,1
kacangan kacangan kacangan
0-6 Buah dan 1,8 7-11 Buah dan 0,6 1-3 Daging dan 0,1
olahan olahan olahan
bulan Susu dan bulan Telur dan tahun Susu dan
olahan 73,0 0,1 0,9
olahan olahan
(ASI=70%)
Susu dan 1,9
olahan
Total 100,0 Total 100,0 Total 100,0

Sumber: Survei Konsumsi Makanan Individu, 2014


Dari uraian di atas, tidak heran jika angka stunting di Indonesia tidak berubah dan cenderung
meningkat. Terjadi gagal tumbuh ( growth faltering) mulai bayi berusia 2 bulan, dampak dari calon ibu
hamil (remaja putri) yang sudah bermasalah, dilanjutkan dengan ibu hamil yang juga bermasalah.

Hal ini sangat terkait oleh banyak faktor, utamanya secara kronis karena asupan gizi yang tidak
memadai dan kemungkinan rentan terhadap infeksi, sehingga sering sakit. Secara kumulatif, Gambar
10 berikut menunjukan kejadian gagal tumbuh anak Indonesia pada tahun 2013 dan jika dibandingkan
antara anak stunting dan anak normal, ada perbedaan tinggi badan yang cukup mencolok.

Gambar 10. Kejadian Gagal Tumbuh, dan Perbedaan Tinggi Badan antara
Anak Stunting dan Anak Normal di Indonesia Tahun 2013

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2013

19
C. Strategi Mengatasi C. Stunting
Merujuk pada pola pikir UNICEF/Lancet, masalah stunting terutama disebabkan karena ada pengaruh
dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, dan ketahanan pangan, maka
berikut ini mencoba untuk membahas dari sisi pola asuh dan ketahanan pangan tingkat keluarga.

Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi implementasi program yang harus dilaksanakan. Pola
asuh (caring), termasuk di dalamnya adalah Inisiasi Menyusu Dini (IMD), menyusui eksklusif sampai
dengan 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI) sampai
dengan 2 tahun merupakan proses untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak.

Kebijakan dan strategi yang mengatur pola asuh ini ada pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan Pasal 128, Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang ASI, dan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015.

Amanat pada UU Nomor 36 Tahun 2009 adalah:


a. Setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan, kecuali atas
indikasi medis.
b. Selama pemberian ASI pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus
mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

Amanat UU tersebut diatur dalam PP Nomor 33 Tahun 2013 tentang ASI yang menyebutkan:
a. Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif. Pengaturan pemberian ASI Eksklusif
bertujuan untuk: a. menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya; b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya; dan c. meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah
daerah, dan pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
b. Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan inisiasi
menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.
Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara
tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:


1)Tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/ kota;

2) Air Susu Ibu Eksklusif;


3) Penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya;
4) Tempat kerja dan tempat sarana umum;
5) Dukungan masyarakat;
6) Pendanaan; dan
7) Pembinaan dan pengawasan.

Amanat UU, dan PP tersebut sudah masuk ke Renstra Kemenkes 2015-2019, dengan menargetkan:
a. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50%.
b. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebesar 50 %.
20
Cegah Stunting, itu Penting.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, beberapa hal terkait dengan masih rendahnya IMD dan ASI
eksklusif antara lain menyangkut konselor ASI yang belum merata di seluruh Puskesmas. Pelatihan
konselor ASI sudah dilakukan sampai dengan tingkat kabupaten, tapi pelatihan konselor ke seluruh
Puskesmas tidak ada informasi berapa persen Puskesmas yang sudah mempunyai konselor ASI. Jika
Puskesmas sudah ada konselor ASI tidak diketahui berapa persen petugas yang berhasil memberikan
konseling kepada Ibu untuk meyakinkan agar melakukan IMD dan menyusui eksklusif.

Kesenjangan lain adalah masih lemahnya pemantauan pelanggaran dan penegakan hukum terhadap
penggunaan susu formula dan belum semua tempat kerja menyediakan tempat menyusui sesuai yang
diharuskan.

Sesudah bayi berusia 6 bulan, walaupun ketentuannya masih harus menyusui sampai usia 2 tahun,
bayi memerlukan makanan pendamping agar pemenuhan gizi untuk tumbuh dapat terpenuhi.
WHO/UNICEF dalam ketentuannya mengharuskan bayi usia 6-23 bulan dapat MPASI yang adekuat
dengan ketentuan dapat menerima minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan (serealia/umbi-umbian,
kacang-kacangan, produk olahan susu, telur, sumber protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A,
sayur dan buah lainnya-Minimum Dietary Diversity/MMD).

Di samping itu, yang diperhatikan juga adalah untuk bayi harus memenuhi ketentuan Minimum Meal
Frequency (MMF), yaitu bayi 6-23 bulan yang diberi atau tidak diberi ASI, dan sudah mendapat MP-
ASI (makanan lunak/makanan padat, termasuk pemberian susu yang tidak mendapat ASI) harus
diberikan dengan frekuesi sebagai berikut:

a. Untuk bayi yang diberi ASI:


• Umur 6-8 bulan: 2 x/hari atau lebih;
• Umur 9-23 bulan: 3 x/hari atau lebih.
b. Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI: 4 x/hari atau lebih.

Lebih lanjut, ketentuan MP-ASI untuk bayi 6-23 bulan, harus memenuhi Minimum Acceptable Diet
(MAD), yaitu gabungan dari pemenuhan MMD dan MMF.
Pada kenyataannya kondisi ini tidak terpenuhi, pencapaian indikator pola pemberian makan bayi
adekuat berdasarkan standar makanan bayi dan anak (WHO/UNICEF) ternyata masih rendah, hanya
36,6% anak 6-23 bulan yang asupannya mencapai pola konsumsi yang memenuhi diet yang dapat
diterima (minimal acceptable diet/MAD).

Strategi ke depan terkait dengan pola asuh, maka direkomendasikan beberapa hal antara lain:
1. Melakukan monitoring pasca pelatihan konselor menyusui utamanya di tingkat kecamatan dan
desa;
2. Melakukan sanksi terhadap pelanggar PP tentang ASI;
3. Melakukan konseling menyusui kepada pada ibu hamil yang datang ke ante natal care/ANC (4
minggu pertama kehamilan) untuk persiapan menyusui;
4. Meningkatkan kampanye dan komunikasi tentang menyusui;
5. Melakukan konseling dan pelatihan untuk cara penyediaan dan pemberian MP-ASI sesuai standar
(MAD).

Ketahanan pangan (food security) tingkat rumah tangga adalah aspek penting dalam pencegahan
stanting. Isu ketahanan pangan termasuk ketersediaan pangan sampai level rumah tangga, kualitas
makanan yang dikonsumsi (intake), serta stabilitas dari ketersediaan pangan itu sendiri yang terkait
dengan akses penduduk untuk membeli.

Masalah ketahanan pangan tingkat rumah tangga masih tetap menjadi masalah global, dan juga di
Indonesia, dan ini sangat terkait dengan kejadian kurang gizi, dengan indikator prevalensi kurus pada
semua kelompok umur. Dalam jangka panjang masalah ini akan menjadi penyebab
21
Cegah Stunting, itu Penting.
meningkatnya prevalensi stunting, ada proses gagal tumbuh yang kejadiannya diawali pada
kehamilan, sebagai dampak kurangnya asupan gizi sebelum dan selama kehamilan.
Amanat ketahanan pangan di Indonesia adalah dari UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan
juga UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan antara lain:
1. Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas dan
kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui: a) penetapan target pencapaian angka konsumsi
pangan per kapita pertahun sesuai dengan angka kecukupan gizi; b) penyediaan pangan yang
beragam, bergizi seimbang, aman, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat; dan c). pengembangan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, bermutu, dan aman;

2. Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi


pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan mendukung hidup sehat, aktif, dan
produktif;
3. Penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan
membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai
dengan potensi dan kearifan lokal;
4. Penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan dengan: a) mempromosikan penganekaragaman
konsumsi pangan; b) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi
aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang;
c) meningkatkan keterampilan dalam pengembangan olahan pangan lokal; dan d)
mengembangkan dan mendiseminasikan teknologi tepat guna untuk pengolahan pangan lokal;

5. Pemerintah menetapkan kebijakan di bidang gizi untuk perbaikan status gizi masyarakat.
Kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a) penetapan
persyaratan perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan apabila terjadi
kekurangan atau penurunan status gizi masyarakat; b) penetapan persyaratan khusus mengenai
komposisi pangan untuk meningkatkan kandungan gizi pangan olahan tertentu yang
diperdagangkan; c) pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan kelompok
rawan gizi lainnya; dan d) peningkatan konsumsi pangan hasil produk ternak, ikan, sayuran, buah-
buahan, dan umbi-umbian lokal;
6. Pemerintah dan pemerintah daerah menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi setiap 5 (lima)
tahun.

Pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan ketahanan pangan
tingkat keluarga, tertulis sebagai berikut:
1. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat, melalui antara lain a) perbaikan pola konsumsi makanan, dan b) peningkatan akses
dan mutu pelayanan gizi;
2. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga miskin dan dalam
keadaan darurat;
3. Pemerintah juga bertanggung jawab terhadap pendidikan dan informasi yang benar tentang gizi
kepada masyarakat. (Bab VIII, Pasal 142; ayat 3 UU 36/2009).

Dari amanat tersebut masih banyak yang belum terpenuhi, jika memperhatikan fakta yang ada seperti
yang sudah diuraikan sebelumnya, seperti terkait masih banyaknya antara lain ibu hamil yang
asupannya defisit dari sisi energi dan protein.

Beberapa program yang terekam dari lapangan dan sudah dilaksanakan antara lain: 1) Beras Miskin
(Raskin)/Beras Sejahtera (Rastra) (Bulog); 2) Bantuan Pangan Non Tunai (Kementerian Sosial); 3)
Program Keluarga Harapan/PKH (Kementerian Sosial); 4) Pemberian Makanan Tambahan/PMT ibu
hamil (Kementerian Kesehatan); 5) Bantuan pangan asal sumber lain (Pemda, LSM, dan lain-lain).

22
Cegah Stunting, itu Penting.
Isu kesenjangan antara kebijakan dan implementasi program ketahanan pangan penduduk, adalah:

1. Tidak pernah dilakukan perhitungan kekurangan gizi setiap keluarga miskin yang harus dipenuhi
berdasarkan fakta data defisit energi dan protein (seharusnya perhitungan keku-rangan gizi setiap
keluarga miskin yang harus dipenuhi adalah 500 kkal dan 10 gram protein/ kap/hari);

2. Di lapangan banyak sekali program pemberian bantuan pangan atau PMT dari sumber yang tidak
standar; dan
3. Belum ada kebijakan yang khusus tentang pemenuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita
dan kelompok rawan gizi lainnya.

Strategi ke depan, diharapkan, dapat rekomendasi untuk yang akan datang antara lain:
1. Dapat disusun program yang secara khusus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga miskin
meliputi target sasaran termasuk ibu hamil, bentuk jenis makanan harus memenuhi standar gizi,
terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang lain; dan
2. Perlu dibuat standar bantuan pangan.

Strategi Perbaikan Gizi Masyarakat Masa Lalu yang


Perlu Dilakukan Sekarang

Tahun 1980-an ketika perbaikan gizi menjadi perbaikan gizi nasional, yang waktu itu dikenal dengan
Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) – lihat Gambar 11 sudah menekankan pentingnya
pemantauan pertumbuhan dengan pesan sederhana

“Anak sehat tambah umur tambah berat”


Sebenarnya sangat sejalan dengan goal SDG’s yang antara lain menyebutkan “tidak ada satupun
penduduk yang tertinggal”, artinya semuanya harus mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi, yang
pada Gambar 11, tertulis “Seluruh Keluarga” perlu mempraktekkan pola asuh dan juga mengangkat
tentang ketahanan pangan.

Keberhasilan program perbaikan gizi ini perlu diikuti dengan surveilans (sistem kewaspadaan pangan
dan gizi) atau melakukan pemantauan terus menerus disertai dengan kajian serta tindakan yang
segera harus dilakukan.

23
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 11
RUMAH ANAK SEHAT, TAMBAH UMUR TAMBAH
BERAT, MENJADI KUAT DAN CERDAS

Sumber: Modifikasi dari Direktorat Gizi Kementerian Kesehatan, 1980

KESIMPULAN
Asupan gizi yang optimal untuk pencegahan stunting dapat dilakukan dengan
gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen
negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar sehat, cerdas
dan produktif, yang merupakan aset sangat berharga bagi bangsa dan negara
Indonesia. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
diperlukan status gizi yang optimal dengan cara melakukan perbaikan gizi
secara terus menerus.

Adapun sasaran gerakan nasional ini meliputi : a) masyarakat khususnya


remaja, ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah usia dua tahun; b) kader-kader
di masyarakat; c) perguruan tinggi; d) pemerintah dan pemerintah daerah; e)
media massa; f) dunia usaha; dan f) lembaga swadaya masyarakat dan mitra
pembangunan internasional.

Sedangkan kegiatannya dilaksanakan melalui: a) kampanye nasional dan


daerah; b) advokasi dan sosialisasi lintas sektor dan lintas lembaga;
c) dialog untuk menggalang kerja sama dan kontribusi; d) pelatihan; e) diskusi;
e) intervensi kegiatan gizi langsung (spesifik); f) intervensi gizi tidak langsung
(sensitif); dan g) kegiatan lain.
24
Cegah Stunting, itu Penting.
Daftar
Pustaka
Kementerian Kesehatan R.I. 2008. Laporan Riskesdas 2007.
Kementerian Kesehatan R.I. 2010. Laporan Riskesdas 2010.
BPS. Macro-International. Laporan SDKI 2012. BKKBN. 2017.
Laporan Sementara SDKI 2017 Kementerian Kesehatan R.I.
2014. Laporan Riskesdas 2013. Kementerian Kesehatan R.I.
2015. Laporan SKMI 2014. Kementerian Kesehatan R.I. 2017.
Laporan Sirkesnas 2016. Undang-Undang No.36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Undang-Undang No 18 Tahun 2012
tentang Pangan.
Kementerian Kesehatan R.I. 2015. Rencana Strategis Kemenkes 2015-2019; Kepmenkes No.HK.
02.02/MENKES/ 52/2015.
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Air Susu Ibu.
Trihono, dkk. 2015. Pendek (Stunting) di Indonesia, masalah dan solusinya. Lembaga Penerbit
Balitbangkes.
BPS. 2017. Susenas 2016.
Global Nutrition Report, 2016 dan 2017.
UNICEF/WHO. 2007. Indicator for assessing Infant and Young Feeding Practices.
UNICEF/WHO. 2012. Guiding Principle for Complementary Feeding of breast fed child.
UNICEF. 2012. Programming Guide. Infant and Young Child Feeding, 2012.
Lancet Series. 2013. Nutrition.
Bappenas 2013. Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
dalam rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), Tahun 2013.
Bappenas 2013. Kerangka kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka
1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Tahun 2013.
Instruksi Presiden No. 83 Tahun 2017. tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi.

25
Cegah Stunting, itu Penting.
03
TULISAN TERKAIT
TOPIK
Investasi Gizi untuk Perbaikan
Generasi
Oleh Yuni Zahraini, SKM, MKM
Direktorat Gizi Masyarakat

Kondisi gizi masyarakat yang buruk dapat menghambat pertumbuhan ekonomi sekitar 8% yang secara
langsung disebabkan karena kerugian akibat penurunan produktivitas, rendahnya kualitas pendidikan
dan pengetahuan yang kurang. Menurut Global Nutrition Report, setiap tahunnya 3 juta anak balita di
dunia mengalami kekurangan gizi dan secara global kerugian akibat biaya yang perlu dikeluarkan
untuk perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas mencapai miliaran dolar. Keadaan tersebut
sebetulnya dapat dicegah, melalui berbagai forum ilmiah telah disampaikan berbagai bukti bahwa
dengan perbaikan gizi pada seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) mulai kehamilan sampai
sampai anak berusia dua tahun, maka dapat membantu jutaan anak untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal serta memberikan dampak perbaikan ekonomi dalam jangka panjang.

Mengapa Perlu Investasi Gizi?


Pada tahun 2012, The Copenhagen Consensus menetapkan
prioritas yang perlu dilakukan dalam menghadapi 10 tantangan
utama dunia. Tantangan tersebut meliputi konflik bersenjata,
keanekaragaman hayati, penyakit kronis, perubahan iklim,
pendidikan, kelaparan dan malnutrisi, penyakit menular, bencana
alam, pertumbuhan populasi, serta air dan sanitasi. Hasil
indentifikasi para ekonom dunia melalui konsensus ini menemukan
bahwa cara yang dinilai paling cerdas dalam mengalokasikan
pendanaan untuk menghadapi tantangan tersebut yaitu melalui
investasi untuk perbaikan status gizi. Manfaat yang didapat akan
sangat bermakna dalam peningkatan kesehatan, pendidikan, dan
produktivitas manusia.
Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada “double burden of malnutrition” atau masalah gizi ganda
dimana pada satu sisi masih harus berupaya keras untuk mengatasi masalah kekurangan gizi salah
satunya stunting, sementara di sisi lain masalah kelebihan gizi mulai merangkak naik yang berujung
pada peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM) pada kelompok dewasa. Berinvestasi melalui
pemenuhan gizi mutlak diperlukan sebagai bagian dari rumusan perencanaan pembangunan sebuah
negara. Mendapat asupan gizi yang cukup adalah hak asasi yang selayaknya didapatkan oleh setiap
individu. Gizi yang cukup dapat menunjang lebih optimal pertumbuhan dan perkembangan sejak janin
hingga tahapan kehidupan selanjutnya. Pada jangka panjang pemenuhan kebutuhan gizi dapat
memperbaiki kualitas generasi selanjutnya, dimana secara tidak langsung akan meningkatkan
manfaat ekonomi yang signifikan melalui perbaikan kualitas sumber daya manusia.

Investasi untuk perbaikan gizi dapat membantu memutus lingkaran kemiskinan dan meningkatkan
Produk Domestik Bruto (PDB) negara hingga 3% per tahun. Investasi $1 pada gizi dapat
menghasilkan kembalinya $30 dalam peningkatan kesehatan, pendidikan dan produktivitas ekonomi.
Melalui hasil analisis yang dilaporkan dalam Global Nutrition Report 2014, disebutkan juga lebih jelas
bahwa setiap investasi 1 USD di Indonesia untuk menurunkan stunting melalui intervensi spesifik
dengan cakupan minimal 90%, akan memberikan manfaat sebesar 48 kalinya (48 USD).

Cegah Stunting, itu Penting. 26


B. Bagaimana Berinvestasi dengan Bidang Gizi?
The Lancet Series tahun 2013 tentang Gizi Ibu dan Anak menekankan bahwa intervensi gizi sensitif
pada bidang pertanian, kesejahteraan sosial, perkembangan anak usia dini, dan pendidikan di sekolah
secara tidak langsung menjadi faktor penentu status gizi. Status gizi seseorang tercermin dari
berbagai determinan yang saling mempengaruhi dalam rentang waktu tertentu baik bersifat
akut dalam jangka pendek maupun jangka panjang atau kronis. Melalui peningkatan status gizi, dapat
terbangun B .
sumber daya manusia berkualitas diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik. Dampak ini hanya bisa terjadi bila semua sektor bekerjasama mengatasi masalah di bidangnya,
sebagaimana berikut:
Gambar 1. Kerangka Konsep Malnutrisi

Dampak antar
organisasi

Dampak Jangka Pendek: Dampak Jangka Panjang:

Perkembangan Kognitif, Keseha-


Kematian, Kesakitan, Kecacatan
tan, Produktivitas Ekonomi

Masalah Gizi Ibu dan Anak

Penyebab

Asupan Makan Kurang

Langsung Penyakit Infeksi


Penyebab Tidak
Kerawanan Pangan Pola Asuh Pelayanan Kesehatan,
Langsung Rumah Tangga Tidak Memadai Lingkungan, RT

Akar Akses Pelayanan Keuangan dan SDM Sosial, Budaya,


Masalah Tidak Memadai Tidak Memadai Ekonomi, dan Politik

Sumber: UNICEF Conceptual Framework of Malnutrition (adapted)

Menurut
JOHN HODDINOTT, Dengan hanya 100 USD per anak yang dialokasikan untuk
intervensi gizi melalui penyediaan zat gizi mikro, makanan
DKK dari pendamping, perawatan kecacingan dan diare, dan program
perubahan perilaku, dapat mengurangi masalah kurang gizi
INTERNATIONAL kronis hingga 36% di negara berkembang. Penelitian yang
dilakukan oleh Peter Orazem dari Iowa State University juga
FOOD POLICY menunjukkan manfaat pendidikan dari investasi ini,
mengingat masalah kekurangan gizi juga berdampak pada
RESEARCH hambatan anak untuk menerima pelajaran.

INSTITUTE

27
Cegah Stunting, itu Penting.
Sejak tahun 2010 upaya perbaikan gizi di dunia dikembangkan dalam bentuk gerakan gizi
internasional yang dikenal sebagai gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) sebagai respon negara-negara
di dunia terhadap kondisi status gizi di sebagian besar negara berkembang dan akibat kemajuan yang
tidak merata dalam pencapaian MDGs khususnya pada Tujuan I C yaitu menurunkan hingga
setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015. Sasaran
yang ingin dicapai pada akhir tahun 2025 disepakati adalah:
1) Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen; 2) Menurunkan proporsi anak
balita yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5 persen; 3) Menurunkan anak yang lahir berat
badan rendah sebesar 30 persen; 4) Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih; 5)
Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 persen;

Investasi gizi yang terbukti se-cara


bermakna dapat mening-katkan
status gizi terbagi men-jadi 3 (tiga)
area besar yaitu
6) Meningkatkan persentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang 50
persen.

Intervensi
Spesifik

Intervensi
Sensitif

Lingkungan yang
mendukung
(enabling-environment).

Intervensi Gizi Spesifik Intervensi Gizi Sensitif Lingkungan yang


Intervensi gizi spesifik lebih Intervensi gizi sensitif ditujukan mendukung (enabling-
ditujukan pada upaya menangani untuk mengatasi penyebab tidak environment)
penyebab langsung masalah gizi langsung yang mendasari Area investasi ketiga yaitu
(asupan makan dan penyakit terjadinya masalah gizi (ketahanan lingkungan yang mendukung,
infeksi) dan berada dalam lingkup pangan, akses pelayanan ditujukan untuk faktor-faktor
kebijakan kesehatan. Melalui kesehatan, kesehatan lingkungan, mendasar yang berhubungan
intervensi spesifik, sekitar 15% serta pola asuh) dan terkait dengan dengan status gizi seperti
kematian anak balita dapat kebijakan yang lebih luas tidak pemerintahan, pendapatan, dan
dikurangi bila intervensi berbasis terbatas bidang kesehatan saja kesetaraan. Investasi ini dapat
bukti tersebut dapat ditingkatkan tetapi juga pertanian, pendidikan, berbentuk undang-undang,
hingga cakupannya mencapai 90%, hygiene air dan sanitasi, peraturan, kebijakan, investasi
termasuk stunting yang dapat perlindungan sosial, dan untuk pertumbuhan ekonomi, dan
diturunkan sekitar 20,3% serta pemberdayaan perempuan. peningkatan kapasitas
mengurangi prevalensi sangat Program dan kebijakan gizi sensitif pemerintahan. Sebagian besar
kurus 61,4%. Selebihnya ini memiliki kontribusi yang cukup investasi yang menyasar pada
membutuhkan peran dari intervensi besar untuk mendukung penyebab tidak langsung dan akar
sensitif (sekitar 80%). pencapaian target perbaikan gizi masalah gizi bukanlah hal yang
meskipun secara tidak langsung. langsung berkaitan dengan
masalah gizi – dengan kata lain
kegiatan yang dilakukan tidak
secara eksplisit ditujukan untuk
tujuan penanggulangan masalah
gizi – namun intervensi ini dapat
menjadi bagian penting dari
perbaikan gizi.
Dengan memadukan ketiga hal tersebut dalam skala besar, sesuai kebutuhan, kapasitas, dan
kesempatan politis dalam setiap konteks, maka diharapkan keberhasilan berupa peningkatan status
gizi dapat tercapai.

28
Cegah Stunting, itu Penting.
Menurut
DIREKTUR
COPENHAGEN
CONSENSUS
CENTER (BJØRN
LOMBORG)
prioritas khusus perlu diberikan kepada bidang pertanian.
Secara global, dengan 2 milliar dollar per tahun untuk
meningkatkan produksi pangan, dapat menghasilkan
pengembalian lebih dari 1.600%. Tidak hanya mengurangi
kelaparan, dengan kualitas pangan yang baik maka dapat
meningkatkan asupan gizi anak sehingga kualitas belajar
turut meningkat. Dengan pendidikan yang lebih baik maka
saat bekerja bayaran yang diterima lebih tinggi hingga
mampu memutus rantai kemiskinan. Pada saat yang sama,
dengan peningkatan produktivitas pertanian maka
pembabatan hutan menjadi berkurang dan ini berdampak
positif pada terjaganya keanekaragaman hayati serta
keseimbangan iklim dunia.

Selanjutnya menurut konsensus ini, dengan mempertimbangkan keterbatasan anggaran yang ada,
terdapat 16 prioritas investasi lainnya untuk pemenuhan gizi secara langsung (spesifik) maupun tidak
langsung (sensitif) di antaranya :
1. Intervensi paket lengkap dengan gizi mikro untuk menanggulangi kelaparan dan peningkatan
pendidikan.
2. Subsidi paket penanggulangan malaria.
3. Meningkatkan cakupan imunisasi anak.
4. Pemberian obat cacing pada anak sekolah untuk peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan.

5. Pengobatan Tuberkulosis.
6. Penelitian dan pengembangan untuk peningkatan produksi pangan, mengurangi kelaparan,
mempertahankan keanekaragaman hayati, mengurangi efek perubahan iklim.
7. Investasi pada sistem peringatan dini yang efektif untuk perlindungan dari bencana alam.
8. Peningkatan kapasitas dalam bidang pembedahan.
9. Imunisasi Hepatitis B.
10. Penggunaan obat generik pada kasus serangan jantung akut di negara miskin (telah diberlakukan
lebih dulu di negara maju).
11. Kampanye mengurangi garam untuk menurunkan kejadian penyakit kronis.
12. Penelitian dan pengembangan Geo-Engineering untuk manajeman radiasi yang lebih baik.
13. Bantuan tunai bersyarat dengan penilaian kehadiran sekolah.
14. Penelitian dan pengembangan akselerasi vaksin HIV.
15. Memperluas uji coba lapangan terhadap kampanye manfaat pendidikan.
16. Intervensi sumur gali dan pompa tangan.
Percepatan Perbaikan Gizi dengan fokus pada 1000 Hari
Investasi gizi di Indonesia Pertama Kehidupan (HPK), yang mengedepankan upaya
diperkuat dengan bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui
Peraturan Presiden Nomor 42 penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku
kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk
Tahun 2013 percepatan perbaikan gizi masyarakat.
tentang Gerakan Nasional
harmonisasi program ini membutukan koordinasi dan
dukungan teknis, advokasi tingkat tinggi, serta kemitraan
Investasi Gizi di lintas sektoral untuk mempercepat sasaran perbaikan gizi
Indonesia masyarakat yang diharapkan dengan fokus perbaikan gizi
pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Upaya peningkatan efektivitas dari
berbagai inisiatif dan
program/kegiatan yang sudah ada Pembuat kebijakan dan pelaksana program lintas sektor
melalui dukungan dari kepemimpinan memiliki kekuatan untuk memperbaiki masa depan melalui
nasional, penetapan prioritas, dan pengembangan intervensi gizi sensitif yang

29
Cegah Stunting, itu Penting.
berdampak pada optimalisasi gizi individu dan negara. Mulai berinvestasi sesegera mungkin dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang lebih baik, memutus lingkaran kemiskinan, dan
meningkatkan pembangunan ekonomi. Kuncinya adalah bersinergi untuk memutus siklus masalah gizi
demi perbaikan generasi masa mendatang. Mengingat peluang yang sangat luas untuk upaya
perbaikan SDM dengan dampak trans-generasi, saat ini Indonesia semakin memperkuat koordinasi
dari berbagai sisi.

Pada tahun 2016 telah dilakukan identifikasi terhadap 56 program terkait gizi termasuk 14 macam
program baru, dan 43 dari 46 program terkait gizi yang telah teridentifikasi pada tahun 2015 di
Indonesia. Program-program tersebut berasal dari 13 kementerian/lembaga yang telah
mengalokasikan 5,29 per kapita di tahun 2015 (estimasi dalam dollar, dengan pembobotan).

Tabel 1. Alokasi Tertimbang Intervensi Gizi Tahun 2014-2015

Alokasi tertimbang tahun 2014 Alokasi tertimbang tahun 2015

Jumlah (USD) per Kapita USD Jumlah (USD) per Kapita USD

Gizi Spesifik 126.686.991 0,50 173.296.223 0,68

Gizi Sensitif 666.069.042 2,61 1.179.058.989 4,62

Total 792.756.033 3,10 1.352.355.212 5,29

Sumber: Budget Analysis for Nutrition, The Sun Movement, 2015

Gambar 2. Gambaran Tren Alokasi terkait Gizi di Kementerian dan Lembaga Tahun 2014-2015

700 3.00

Kapita
600 2.50
Deflator Alokasi

500 2.00
per Alokasi
400
1.50
Nominal

300
1.00
200
Pop 3
100 0.50

2007

0 Kementerian Kementerian Kementerian BKKBN 0.00


Kementerian Lainnya
Sosial PUPR Kesehatan Pertanian (8 K/L)

Alokasi tertimbang tahun 2014 (USD) Alokasi tertimbang tahun 2015 (dalam harga tahun 2014)
Alokasi tertimbang per kapita tahun 2015 (USD)

Sumber: Budget Analysis for Nutrition, The Sun Movement, 2015

30
Cegah Stunting, itu Penting.
Tabel 2. Jumlah Program dengan Alokasi terkait Intervensi Gizi
di Kementerian dan Lembaga Tahun 2014-2015
Kementerian/ Jumlah Program Jumlah Program Perubahan dari
dengan Alokasi dengan Alokasi
Lembaga 2014 ke 2015 (%)
(2014) (2015)
Kementerian Sosial 2 3 235%

Kementerian PUPR 2 2 36%

Kementerian 10 11 43%
Kesehatan
Kementerian 10 10 8%
Pertanian
BKKBN 7 7 42%

Lainnya (8K/L) 18 23 -9%

Sumber: Budget Analysis for Nutrition, The Sun Movement, 2015


Dari hasil identifikasi yang telah dilakukan, Indonesia masih membutuhkan investasi untuk perbaikan
gizi yang lebih besar terutama pada intervensi spesifik. Komitmen terhadap perbaikan gizi juga masih
perlu ditingkatkan dalam bentuk alokasi dana di berbagai sektor. Untuk mendapatkan dampak yang
lebih signifikan, perlu lebih diperjelas penerima manfaat langsung maupun tidak langsung dari alokasi
yang dianggarkan. Analisis biaya dapat dilakukan untuk berbagai tujuan, mulai dari advokasi
perencanaan multi sektoral sampai penganggaran dan pembiayaan terkait gizi.

KESIMPULAN
Pencapaian target penurunan stunting pada anak-anak dan anemia pada
wanita, serta meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif diketahui dapat
menjadi salah satu bentuk investasi gizi yang sangat menguntungkan apabila
dilakukan secara terus-menerus selama sepuluh tahun ke depan. Investasi
yang dilakukan dapat menyelamatkan 3.7 juta nyawa anak di dunia,
mengurangi 65 juta anak stunting, dan 265 juta wanita anemia (dibandingkan
dengan baseline data dunia tahun 2015). Kombinasi antara perbaikan
kesehatan dan upaya pengentasan kemiskinan dinilai mampu menyelamatkan
sekitar 2,2 juta jiwa dan menurunkan sekitar 50 juta kasus stunting pada tahun
2025.

Untuk membangun lingkungan yang mendukung optimalisasi investasi gizi,


diperlukan lingkungan yang mendukung melalui penguatan dalam aspek ilmu
pengetahuan dan hasil-hasil penelitian, pemerintah dan politik, serta kapasitas
dan sumber daya.

Investasi melalui penguatan di masing-masing program perlu memperhatikan


penguatan dari sisi tujuan, desain/perencanaan, dan implementasinya;
peningkatan target, jangka waktu untuk penerapan intervensi; menyusun
kegiatan berdasarkan kebutuhan program serta mempertimbangkan penerima
manfaat.

31
Cegah Stunting, itu Penting.
Daftar
Pustaka
Actions and Accountability to Accelerate The World’s Progress on Nutrition, Global Nutrition Report.
2014.
Budget Analysis for Nutrition, A Guidance Note For Countries, Scaling Up Nutrition. 2017
Investigating Nutrition In National Budgets, Budget Analysis for Nutrition – by The SUN
Movement, for The SUN Movement. 2015.
Multi-sectoral Approaches to Nutrition, Nutrition-spesific and Nutrition-sensitive Interventions to
Accelerate Progress. UNICEF.
Nobel Laurates : More Should Be Spent on Hunger, Health. Copenhagen Consensus 2012. Shekar M,
et al. Investing in Nutrition, The Foundation for Development. An Investment Framework
ToReach The Global Nutrition Targets. Scaling Up Nutrition.

32
Cegah Stunting, itu Penting.
TULISAN TERKAIT
TOPIK

04 Pencegahan Stunting dan


Pembangunan Sumber Daya
Manusia
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat dan Sekretariat
Percepatan Perbaikan Gizi - Bappenas

Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya


peningkatan yang positif selama beberapa tahun terakhir (Badan Pusat Statistik, 2018). Pertumbuhan
ekonomi yang baik dapat dilihat dari peningkatan investasi di dalam negeri dan ekspor, penurunan
jumlah dan persentase penduduk miskin, serta penurunan tingkat pengangguran terbuka. Human
Capital Report pada tahun 2017 melaporkan bahwa posisi daya saing Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia berada pada peringkat 65 dari 130 negara, meningkat dari posisi 72 dari 130 pada tahun
2016. Hal ini sejalan dengan temuan dari berbagai penelitian yang menunjukkan adanya korelasi
positif antara pertumbuhan ekonomi dengan kualitas SDM. Peningkatan kualitas SDM harus dimulai
sejak dini. Studi menunjukkan bahwa investasi pada awal kehidupan erat kaitannya dengan kualitas
SDM yang lebih tinggi di masa yang akan datang (Heckman, 2008).

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011-2018

6.2 6.0
5.6 5.4
5.0 4.9 5.0 5.1 5.1

Target

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018*

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018

Namun demikian, pencapaian Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pembangunan belum diikuti dengan peningkatan status kesehatan terutama pada balita, ibu hamil,
dan remaja putri. Masalah gizi seperti gizi buruk dan stunting masih menjadi persoalan besar yang
perlu diatasi segera. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa satu dari tiga anak balita di Indonesia mengalami masalah
stunting . Permasalahan gizi ini terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak hanya terjadi
pada kelompok penduduk miskin tetapi juga pada kelompok kaya.

33
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 2. Prevalensi Stunting pada Balita menurut Karakteristik

60
50 48.4

42.4
42.1 38.5
40 38.1 36.2
32.5 32.3
30 29.0

20

10

Laki-laki Perempuan Perkotaan Perdesaan Terbawah Menengah Menengah Menengah Teratas


0

bawah atas

Jenis Kelamin Tempat Tinggal Kuintil Indeks Kepemilikan

Sumber: Riset Kesehatan Dasar, 2013

Stunting memiliki dampak yang besar terhadap tumbuh kembang anak dan juga perekonomian
Indonesia di masa yang akan datang. Dampak stunting terhadap kesehatan dan tumbuh kembang
anak sangat merugikan. Stunting dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak terutama
pada anak berusia di bawah dua tahun. Anak-anak yang mengalami stunting pada umumnya akan
mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif dan motoriknya yang akan mempengaruhi
produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, anak stunting juga memiliki risiko yang lebih besar untuk
menderita penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, dan
penyakit jantung pada saat dewasa. Secara
Gambar 3. Perbandingan Perkembangan Otak ekonomi, hal tersebut tentunya akan menjadi
Anak Stunting dan Sehat beban bagi negara terutama akibat
meningkatnya pembiayaan kesehatan. Potensi
kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
stunting sangat besar. Laporan World Bank
pada tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi
kerugian ekonomi akibat stunting mencapai 2-
3% Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan
demikian, apabila PDB Indonesia sebesar Rp
13.000 trilyun, maka potensi kerugian ekonomi
yang mungkin dialami adalah sebesar Rp260-
390 trilyun per tahun. Di beberapa negara di
Perkembangan Otak Anak Stunting Perkembangan Otak Anak Sehat
Afrika dan Asia potensi kerugian akibat
Sumber: World Bank, 2017 stunting bahkan lebih tinggi lagi bisa mencapai
11% .
Gambar 4. Potensi Kerugian Negara secara Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat
Ekonomi Akibat Masalah Gizi kaitannya dengan tingkat pendapatan
keluarga. Keluarga dengan tingkat pendapatan
Jika yang rendah pada umumnya memiliki masalah
Rp PDB Indonesia dalam hal akses terhadap bahan makanan
13.000 Triliun terkait dengan daya beli yang rendah. Selain
pendapatan, kerawanan pangan di tingkat
Potensi Kerugian

2-3%
rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh
260-390 T/ tahun inflasi harga pangan. Faktor penting lain yang
mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan
The Worldbank, 2016
gizi pada
sumber: World Bank, 2016

34
Cegah Stunting, itu Penting.
anak balita adalah buruknya pola asuh terutama pemberian ASI eksklusif akibat rendahnya tingkat
pengetahuan orang tua, buruknya kondisi lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih, rendahnya
akses pada pelayanan kesehatan. Melihat faktor penyebab permasalahan stunting yang multi dimensi,
penanganan masalah gizi harus dilakukan dengan pendekatan multi sektor yang terintegrasi.

Dalam mengatasi permasalahan gizi, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 42
Tahun 2013 yang mengatur mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
Peta Jalan Percepatan Perbaikan Gizi terdiri dari empat komponen utama yang meliputi advokasi,
penguatan lintas sektor, pengembangan program spesifik dan sensitif, serta pengembangan
pangkalan data. Intervensi gizi baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak langsung (sensitif) perlu
dilakukan secara bersama-sama oleh kementerian/lembaga serta pemangku kepentingan lainnya.
Penanganan stunting tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan memiliki
dampak yang signifikan. Upaya pencegahan stunting harus dilakukan secara terintegrasi dan
konvergen dengan pendekatan multi sektor. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh
kementerian/lembaga serta mitra pembangunan, akademisi, organisasi profesi, organisasi masyarakat
madani, perusahaan swasta, dan media dapat bekerjasama bahu-membahu dalam upaya percepatan
pencegahan stunting di Indonesia. Tidak hanya di tingkat pusat, integrasi dan konvergensi upaya
pencegahan stunting juga harus terjadi di tingkat daerah sampai dengan tingkat desa.

Gambar 5. Pendekatan Multisektor dan Intervensi Terintegrasi dalam Strategi

sumber: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, 2018


Upaya pencegahan stunting yang konvergen dan terintegrasi perlu segera dilakukan. Sejak akhir
tahun 2017, Kementerian PPN/Bappenas telah meluncurkan “Intervensi Pencegahan Stunting
Terintegrasi” sebagai upaya komprehensif dengan pendekatan multi sektor. Upaya ini mencakup
intervensi multi sektor yang cukup luas mulai dari akses makanan, layanan kesehatan dasar termasuk
akses air bersih dan sanitasi, serta pola pengasuhan. Hal ini menegaskan kembali bahwa
permasalahan stunting bukanlah semata-mata masalah sektor kesehatan tetapi melibatkan faktor-
faktor lain di luar kesehatan. Sebagai langkah awal, pada tahun 2018 sebanyak 100 kabupaten/kota
dan 1000 desa telah terpilih sebagai fokus area intervensi. Selanjutnya, untuk tahun 2019, 60
kabupaten/kota dan 600 desa telah ditambahkan sebagai area fokus intervensi pencegahan stunting
terintegrasi.
35
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 6. Kerangka Konseptual Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi

Program Intervensi Efektif Intervensi Outcome

* Perbaikan Gizi * Tablet Tambah Darah Konsumsi Gizi Remaja Putri


Masyarakat * ASI Ekslusif yang Adekuat Bumil & Busui:
* PKGBM * Makanan Pendamping-
* GSC ASI * Anemia
* PKH * Suplemen gizi mikro * BBLR
* PAUD-GCD * Suplemen gizi makro * ASI Ekslusif
* PAMSIMAS * Tata Laksana Gizi
* SANIMAS Pola Asuh
Kurang/ Buruk
* STBM * Suplementasi vit.A yang Tepat Stunting
* BKB * Garam beryodium Baduta:
* KRPL * Air bersih dan sanitasi
* UKS * Cuci tangan pakai sabun
* Kegiatan Lain * Pemberian obat cacing Pelayanan * Diare
* Bantuan Pangan Non- * Gizi Buruk
Kesehatan,
Tunai * Kecacingan
dan Kesehatan
Lingkungan

Enabling Factor:
Advokasi, JKN, NIK, Akta Kelahiran, Dana Desa, Dana Insentif, Keamanan, dan Ketahanan Pangan
Sumber: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, 2018

Upaya pencegahan masalah gizi termasuk stunting juga menjadi bagian dari pelaksanaan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) khususnya Tujuan 2 Tanpa Kelaparan. Pelaksanaan TPB
menekankan pada prinsip no one left behind sebagai bagian dari hak asasi manusia untuk menjamin
tidak terjadinya diskriminasi dan secara spesifik memberikan perhatian khusus kepada kelompok
masyarakat rentan atau miskin. Pada tahun 2017, Presiden Republik Indonesia telah menandatangani
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan. Pada tanggal 5 Juni 2018, telah diluncurkan Rencana Aksi Nasional TPB 2017-2019
yang merupakan panduan bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan
lainnya dalam melaksanakan upaya pencapaian target TPB
termasuk di dalamnya Tujuan 2 untuk menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan
5

gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.


36
Cegah Stunting, itu Penting.
Gambar 7. Lembar Fakta Tujuan 2 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Sumber: Sekretariat SDGs Indonesia (sdgsindonesia.or.id)

Tantangan utama dalam pelaksanaan intervensi pencegahan stunting terintegrasi adalah membangun
komitmen dan dukungan yang bekelanjutan dari pimpinan tertinggi dalam memprioritaskan
pembangunan gizi di Indonesia. Tantangan selanjutnya adalah memastikan intervensi pencegahan
stunting dapat dilaksanakan secara terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan multisektor sampai
ke tingkat daerah. Oleh karena itu, advokasi dan koordinasi harus terus dilakukan baik di tingkat pusat
maupun daerah untuk meningkatkan komitmen dan menyamakan persepsi terhadap tujuan
pelaksanaan kegiatan percepatan pencegahan stunting. Upaya pencegahan stunting juga harus
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan berbasis hasil, pemberdayaan masyarakat, dan
perubahan perilaku. Selain itu, pelaksanaan upaya percepatan pencegahan stunting juga perlu
didukung dengan sistem monitoring dan evaluasi yang efektif dan berkesinambungan. Saat ini,
Kementerian PPN/Bappenas sedang mengembangkan kerangka rencana monitoring dan evaluasi
untuk intervensi pencegahan stunting terintegrasi. Pengembangan sistem monitoring terpadu dan
berbasis teknologi sangat diperlukan untuk memantau perkembangan pencapaian pelaksanaan
intervensi dan tantangan yang mungkin terjadi agar dapat ditangani dalam waktu cepat.

Upaya pencegahan stunting merupakan prioritas nasional pemerintah Indonesia. Program prioritas
dalam pencegahan stunting meliputi percepatan pengurangan kemiskinan, peningkatan pelayanan
kesehatan dan gizi masyarakat, pemerataan layanan pendidikan berkualitas, peningkatan akses
terhadap perumahan dan pemukiman layak, serta peningkatan tata kelola layanan dasar. Pencegahan
stunting juga merupakan upaya untuk dapat memanfaatkan bonus demografi berdasarkan proyeksi
penduduk pada tahun 2035. Saat ini masih banyak ditemukan anak balita Indonesia yang mengalami
stunting maka lima belas tahun kedepan, bangsa Indonesia akan memiliki SDM yang tidak produktif
dan bonus demografi tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal. Oleh karena itu, pencegahan stunting
harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Investasi pencegahan stunting perlu dilakukan sejak
dini untuk memastikan SDM Indonesia di masa yang akan datang berkualitas dan memiliki daya saing
yang tinggi.
37
Cegah Stunting, itu Penting.
Daftar
Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2018. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Juli 2018. Diunduh dari
https://www.bps.go.id/publication/2018/07/06/7e2c4030c4b8386bfecf962d/laporan-bulanan-
data-sosial-ekonomi-juli-2018.html.
Biro Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Diunduh dari: https://www.
bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indonesia_2010-2035.pdf.
Heckman, J. J. 2008. Schools, Skills, and Synapses. Economic Inquiry, 46: 289-324. doi:10.1111/
j.1465-7295.2008.00163.x.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
The World Bank. 2016. Reaching the Global Target to Reduce Stunting: How Much Will it Cost
and How Can We Pay for it?. In The Economics of Human Challenges, ed B. Lomborg.
Cambridge, U.K: Cambridge University Press.
The World Bank. Reaching the Global Target to Reduce Stunting: How Much Will it Cost and How
Can We Pay for it?. In The Economics of Human Challenges, ed B. Lomborg. Cambridge,
U.K.: Cambridge University Press. 2016.
World Economic Forum. 2017. The Global Human Capital Report 2017, Preparing People for the
Future of Work.
World Economic Forum, The Global Human Capital Report 2017, Preparing People for the Future of
Work.

38
Cegah Stunting, itu Penting.
1.000 Desa Prioritas Stunting Tahun 2018

Dalam rangka percepatan penurunan angka stunting, pemerintah menetapkan 1.000 desa prioritas
intervensi stunting yang berada di 100 kabupaten/kota dan 34 provinsi. Penetapan 100 kabupaten/kota
prioritas ditentukan dengan melihat indikator jumlah balita stunting (Riskesdas 2013), prevalensi
stunting (Riskesdas 2013), dan tingkat kemiskinan (Susenas 2013) hingga terpilih minimal 1
kabupaten/kota dari seluruh provinsi.

Sedangkan untuk pemilihan desa, ditentukan dengan melihat jumlah penduduk desa (data BPS dan
Kemendagri tahun 2015), jumlah penduduk miskin desa (basis data terpadu BPS/TNP2K), tingkat
kemiskinan desa (hasil perhitungan tingkat kemiskinan tahun 2014), dan penderita gizi buruk di desa
selama 3 tahun terakhir. Dari perhitungan ini dipilih 10 desa di setiap kabupaten/ kota kecuali
Kepulauan Seribu (diambil seluruh desa yaitu 6 desa) dan sisa 4 desa dialokasikan ke Kabupaten
Timor Tengah Selatan, Alor, Lembata, dan Tambrauw masing-masing 1 desa.

Daftar 1.000 desa prioritas stunting tahun 2018 adalah sebagai berikut:

Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa


Linge Pasar Ipuh
Owaq Taringgonan
Ise-Ise Binabo Jae
Pegasing Padang Lawas
Bonan Dolok
Aceh Tengah Pantan Reduk
Pasir Julu
Simpang Juli
Paran Julu
Pantan Jerik
Lolomboli
Melala
Esiwa
Uning Berawang Ramung
Sisobahili
Aceh Tirmi Ara
Bitaya
Ara Nias Utara
Anaoma
Nien
Sumatera Fulolo
Teungoh Mangki
Utara Ononamolo Tumula
Ulee Gunong
Pidie Peunadok Ombolata
Mns. Panah Hili Hao
Panton Beunot Hilimbaruzo
Campli Usi Madolaoli
Mesjid Usi Onozitoli Olora
Balee Ujong Rimba Saewe
Kota Gunungsit
Sematar Lasara Sowu
Kebun Kelapa Siwalubanua I
Secanggang Hiliweto Idanoi
Pematang Serai Hilimbowo Idanoi
Langkat Padang Tualang Tuhegeo Ii
Paluh Manis Simpang Tonang
Sumatera Securai Utara Cubadak
Securai Selatan Malampah
Utara
Sungai Meran Pasaman Ladang Panjang
Perlis Sumatera
Binjai
Janji Matogu Ur Barat
Muaro Sei Lolo
Sisalean
Koto Rajo
Padang Lawas Sigading
Aia Bangih
Pasaman Barat
H Dolok Latong Ujuang Gadiang

Kajai

39
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa

Talu Tajimalela
Sinuruik Taman Agung
Katiagan Banjarmasin
Sumatera Pasaman Barat Lampung Bangun Rejo
Rabi Jongor
Barat Kemukus
Batahan Selatan
Batu Balak
Parik
Way Gelam
Sungai Aua
Karya Mulya Sari
Menaming
Mekar Sari
Suka Maju
Buyut Udik
Tambusai Timur
Mataram Ilir
Kepenuhan Hilir
Gunung Batin Udik
Ulak Patian
Riau Rokan Hulu Tulung Kakan
Rambah Samo Lampung Lampung Mataram Udik
Marga Mulya Tengah Riau Periangan
Teluk Aur Tanjung Rejo
Bangun Purba Barat Cabang
Kepayang Gedung Ratu
Sanggaran Agung Bandar Putih Tua
Tebing Tinggi Negara Nabung
Talang Kemulun Surabaya Udik
Hiang Sakti Sukadana Timur
Koto Sekilan Ambai Negeri Tua
Pulau Tengah Lampung Timur Negeri Jemanten
Koto Tengah Ngesti Karya
Jambi Kerinci Tri Tunggal
Sanggaran Agung
Tanjung Wangi
Tebing Tinggi
Gunung Raya
Talang Kemulun
Peradong
Hiang Sakti
Air Nyatoh
Koto Sekilan Ambai
Berang
Pulau Tengah
Kepulauan Simpang Tiga
Koto Tengah
Ibul
Tanjung Merindu Bangka Bangka Barat Pangek
Sukarami Belitung
Tumbak Petar
Tanjung Beringin Rukam
Jambu Ilir Tuik
Sumatera Ogan Komering Suka Damai Tugang
Selatan Ilir Menggeris Batubi Jaya
Tanjung Sari Gunung Putri
Benawa Mekar Jaya
Sugih Waras Pian Tengah
Muara Telang Kepulauan Natuna Selaut
Padang Tinggi Riau Sungai Ulu
Pengubaian Batu Gajah
Tanjung Betuah Kelarik Utara
Air Batang Serantas
Mentiring Ii Setumuk
Bengkulu Kaur
Tuguk Pulau Tidung
Cucupan Kepulauan Pulau Pari
Babat Dki Jakarta Pulau Untung Jawa
Seribu
Datar Lebar Ii Pulau Panggang
Talang Jawi Ii
Lampung
Lampung
Selatan Pancasila

40
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa
Dki Jakarta Kepulauan Pulau Kelapa Puspasari
Seribu Mandalahayu
Pulau Harapan
Mulyasari
Sukatani
Sukakerta
Pabuaran
Tasikmalaya Calingcing
Cibeber Ii
Kiarajangkung
Cibatok 2
Sundakerta
Bogor Banyu Resmi
Banjarsari
Cimande
Pasir Bunci Margamulya
Tangkil Sagaranten
Leuwi Karet Citundun
Sukamulih Pakembangan
Pasirsuren Kadurama
Bantargadung Ciputat
Kuningan
Mangunjaya Sukaraja
Limusnunggal Cikeusik
Sukabumi Bantargebang Cisantana
Bonyongsari Ciasih
Pondok Kaso Tengah Bunigeulis
Cidahu Serang Kulon
Kebonpedes Bojonggebang
Kamurang Kudumulya
Cikancana
Kudukeras
Ciwalen
Cipeujeuh Wetan
Rawabelut Cirebon
Astanajapura
Cianjur Kertaharja
Sinarancang
Kertamukti
Jawa Barat Sarabau
Jawa Barat Cibuluh
Gempol
Sukabungah
Walahar
Puncakwangi
Cimarga
Pusakajaya
Rancatungku Malaka
Dampit Ungkal
Narawita Mekarsari
Tanjungwangi Cijeruk
Sumedang
Bandung Mekarlaksana Cilembu
Babakan Mekarbakti
Girimulya Sukahayu
Cihawuk Margamukti
Karangtunggal Kebonkalapa
Cibodas Jayamulya
Lembang Karangmulya
Leuwigoong Wirapanjunan
Wanakerta
Ilir
Sukarasa
Eretan Wetan
Garut Padamukti Indramayu
Cilandak
Simpang
Mekarjaya
Pasirlangu
Karanganyar
Jayamekar
Kawungluwuk
Girimukti
Karangsewu Mekarsari
Tasikmalaya Tanjungbarang Kediri
Kotasari
Subang
Mulyasari
41
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa
Bunihayu Selanganggeng
Kawungluwuk Purbalingga Bantarbarang
Sukadana Kalitinggar Kidul
Subang Majasari Rangkah
Legonkulon
Indrosari
Mayangan
Plempukankembaran
Cintamekar
Kaibonpetangkuran
Mulyajaya
Tlogopragoto
Sindangkarya Kebumen
Kebagoran
Kutagandok
Temanggal
Baturaden
Semali
Karawang Srikamulyan
Pagebangan
Sukakerta
Jawa Barat Kamurang Patukrejo

Ciptamarga Sumbersari
Gembongan Ngalian
Pamekaran Tanjunganom
Ciptagumati Pulosaren
Jatimekar Pakuncen
Wonosobo
Cimerang Kwadungan
Ciburuy Purwojiwo
Bandung Barat Cipatik Pagerejo
Pataruman Sigedang
Tanjungwangi Igirmranak
Sindangkerta Sanggrahan
Jati Randusari
Saguling Titang
Tambakreja Jawa Sumyang
Karangnangka Tengah
Granting
Sidayu Klaten
Ngaren
Karangmangu
Butuhan
Cilacap Pucung Lor
Keprabon
Bajing Kulon
Tibayan
Kawunganten Lor
Gemblegan
Brani
Termas
Paketingan
Sindurejo
Karangasem
Rambat
Gunung Wetan
Jawa Karanglewas Juworo

Tengah Srowot Geyer


Grebegan
Karangendep Ledokdawan
Banyumas Paningkaban Karang Anyar
Banjaranyar Sidorejo
Gununglurah Karangharjo
Datar Putatsari
Pandak Cabeyan
Plumutan Kapuan
Cilapar Getas
Purbalingga Brecek Sumberpitu
Sempor Lor Bangowan
Candinata Blora
Temurejo
Kradenan
Patalan
Adirejo

Klokah

42
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa
Blora Klokah Wonorejo
Jetak Tambakrejo
Bumirejo Baturetno
Guntur Mulyoasri
Sido Mulyo Wonoayu
Kedungori Malang
Purwosekar
Demak Gedangalas
Pujon Kidul
Sambiroto
Wiyurejo
Boyolali
Pait
Donorejo
Brongkal
Kembangan
Ngampelrejo
Betahwalang
Purwoasri
Mandiraja
Glagahwero
Wangkelang
Cangkring
Longkeyang
Jawa Tengah Parunggalih Tempurejo
Jember
Pemalang Kebandungan Jelbuk
Purana Patempuran
Tambakrejo Gambiran
Kalirandu Sukogidri
Losari Slateng
Tumbal Penanggungan
Jatisawit Tegalmijin
Kalilangkap Cindogo
Kalinusu Wonokerto
Pruwatan Bandilan
Brebes Janegara Bondowoso
Walidono
Glonggong Sumberwringin
Jawa Timur
Wanasari
Gadingsari
Dukuhmaja
Baratan
Grinting
Sumber Tengah
Cigadung
Tegalwatu
Nomporejo
Sogaan
Tuksono
Kalikajar Kulon
Karangsari
Kalikajar Wetan
Sendangsari
Randutatah
Di Yogyakarta Kulon Progo Donomulyo Probolinggo
Kebon Harjo Petunjungan
Pagerharjo Bhinar
Sidoharjo Krejengan
Gerbosari Rawan
Ngargosari Seboro
Cakul Mojoduwur
Kayen Patranrejo
Botoputih Sumber Urip
Jajar Bodor
Dawuhan
Cengkok
Jawa Timur Trenggalek Kedunglurah Nganjuk
Mojokendil
Puru
Sumberkepuh
Nglebo
Sukoharjo
Ngrandu
Perning
Mlinjon
Lumpang Kuwik
Nguwok
Lamongan
Ganggantingan
43
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa
Datinawong Kadumaneh
Plososetro Pasirdurung
Palangan Koroncong
Lamongan Glagah Banten Pandeglang
Pakulurun
Konang
Pasirkarag
Panggang
Tegalongok
Wonorejo
Lebih
Karangturi
Siangan
Bumi Anyar
Sanding
Durjan
Manukaya
Dlemer
Lodtunduh
Morombuh Bali Gianyar
Singekerta
Bangkalan Tebul
Batah Timur Kedisan
Gunung Sereng Pupuan
Duwek Buter Taro
Neroh Beresela
Glisgis Mesanggok
Tana Mera Buwun Mas
Pulau Mandangin Gili Gede Indah
Gunung Maddah Mambalan
Banyumas Penimbung
Lombok Barat
Sampang Jrengik Langko
Jawa Timur Bancelok Batu Mekar
Trapang Lembar
Karang Anyar Kuripan
Pacanggaan Jagaraga
Gunung Kesan
Mantang
Jarin
Sukadana
Durbuk
Mertak
Candiburung
Banyu Urip
Campor
Selong Belanak
Pamekasan Pangbatok Lombok Tengah
Mekar Sari
Banyupelle
Sukaraja
Rek Kerrek
Marong
Angsanah
Nusa Teng- Dakung
Panaan gara Barat
Potoan Daja Teratak
Aengbaja Raja Kembang Kerang Daya
Sera Tengah Lenek Kali Bambang
Kambingan Timur Lenek Duren
Tamedung Belanting
Sumpenep Nyabakan Timur Dadap
Lombok Timur
Bilangan Bagik Payung Timur
Romben Barat Bintang Rinjani
Romben Guna Batu Nampar
Lapa Daya Batu Nampar Selatan
Sapeken
Pandan Wangi
Langensari
Stowe Brang
Koncang
Bao Desa
Banten Pandeglang Kadugadung
Kelungkung
Bayumundu
Sumbawa Sempe
Maman

Berang Rea

44
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa
Ongko Mataru Barat
Sumbawa Luk Bunga Bali
Berora Alor
Lalafang
Mungkin Lamma
Oo
Ubedolumolo
Katua
Rawangkalo
Dorebara
Wolomeze
Cempi Jaya
Lanamai I
Dompu Persiapan Jala
Denatana
Mumbu Ngada
Mainai
Nusa Teng- Bakajaya
Turaloa
Sorinomo
gara Nginamanu Selatan
Barat Upt Nangakara
Ranggo Kezewea
Warupele I
Jenggala
Sigar Penjalin Bea Mese
Rempek Kentol
Kayangan Golo Ncuang
Lombok Utara Dangiang Robek
Sesait Watu Baur
Manggarai
Sukadana Renda
Mumbul Sai Ling
Karang Bajo Nggalak
Pemenang Timur Lemarang
Bijaepunu Lenda
Nakfunu Makamenggit
Taupi Tandula Jangga
Nusa
Meusin Lai Taku
Tenggara
Timor Tengah Nununamat Timur Prai Bokul
Nunusunu Wanggameti
Selatan Sumba Timur
Manufui
Kombapari
Naifatu
Matawai Amahu
Nifulinah
Mandahu
Tune
Lai Lara
Bestobe
Prai Bakul
Noeltoko
Loko Wano
Maukabatan
Lingu Lango
Nusa Teng- Nansean
Loeram Tarona
gara
Timur Timor Tengah Fatuana Katiku Loku

Utara Tasinifu Hupu Mada


Sumba Barat
Kiusili Pari Rara
Maurisu Utara Watu Karere
Benus Tebara
Oekopa Modu Waimaringu
Pintu Mas Patiala Dete
Tanglapui Timur Idalolong
Maukuru Atulaleng
Alor Lembur Tengah Roho
Manetwati Kaohua
Dapitau
Lembata Leuwohung
Piring Sina
Bareng
Kalikur

Tubung Walang
45
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa

Wulandoni Alam Pakuan


Lembata Todanara Mahawa
Jontona Batu Tajam
Lalukoen Kalimantan Serengkah Kanan
Oebatu Ketapang Rangga Intan
Barat
Oelasin Sukabangun
Oelasin Ulak Medang
Holoama Sungai Kinjil
Rote Ndao Oeledo Mekar Raya
Keoen Mangkarap
Mbiu Lombo Rodok
Bolatena Ampah Dua
Pukuafu Muara Palantau
Kabela Wuntu Kalimantan Barito Timur Ketab
Umbu Kawolu Tengah Kupang Bersih
Anapalu Bararawa

Holur Kambata Bambulung


Sumba Tengah Watu Asa Muruduyung
Tana Mbanas Barat Putut Tawuluh
Lenang Selatan Padang Bangkal
Bolubokat Barat Kalimantan Hulu Sungai Simpang Empat
Konda Maloba Selatan Utara Baruh Tabing
Jingah Bujur
Tana Modu
Api Api
Karang Indah
Babulu Laut
Nusa Tengga- Ate Dalo
Gunung Makmur
Kawango Hari
ra Timur Sri Raharja
Sumba Barat Kori
Kalimantan Penajam Paser Sumber Sari
Daya Kendu Wela
Timur Utara Labangka Barat
Bila Cenge
Tengin Baru
Waitaru
Sukaraja
Kali Ngara
Karang Jinawi
Pocong
Binuang
Golo Mangung
Malinau Hilir
Satar Padut
Long Sule
Compang Deru
Bila Bekayuk
Manggarai Timur Haju Ngendong
Luso
Lembur
Kalimantan Malinau Respen Tubu
Torok Golo
Utara Lubok Manis
Satar Lenda
Sesua
Rondo Woing
Long Lebusan
Nanga Pu’un
Long Lake
Bebae
Matei Nahakramo Baru
Loboaju Sangkub Ii
Manggarai Timur Jiwuwu Sangkub Timur
Keduru Monompia
Sabu Raijua Raerobo Saleo
Mehona Bolaang Saleo I
Sulawesi Utara Mongondow Bohabak I
Waduwala Utara
Dainao Biontong
Eikare Biontong I
Kalimantan Muara Jekak Ollot Ii
Barat Paku Selatan

46
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa

Dondo Soboli Sandapadang


Balanga Lebani
Koili Labuang Rano
Jaya Bakti Mamuju Pamgasaan
Sulawesi Banggai Boitan Salutiwo
Tengah Lontos Hinua
Indang Sari Mappu
Mantan B Banuada
Bolobungkang Parappe
Batusimpang Padang Timur
Lebani Karama
Limbuang Sattoko
Pariwang Polewali Landikanusuang
Ongko Sulawesi Barat Mandar Luyo
Sulawesi Enrekang Parinding Paccadi
Selatan Banua Bala
Sawito Leggo
Tongkonan Basse Kalumammang
Baroko Pamboborang
Benteng Alla Utara Benteng
Laburunci Bonde Utara
Kabawokole Majene Banua Adolang
Todanga Adolang Dua
Bukit Asri Pesuloang
Sulawesi Buton Talaga Baru Pundau
Tenggara Siontapina Bambangan
Sampuabalo
Majene Salutationgan
Kumbewaha
Kabiraan
Labuandiri
Trana
Manuru
Roho
Liyodu
Pulau Hatta
Kayumerah
Waer
Bakti
Maluku Tengah Mosso
Haya-Haya
Piliana
Gorontalo Gorontalo Huidu Utara
Haria
Tabumela
Seti
Biluhu Barat
Tihuana
Lobuto
Maluku Maneo Rendah
Bumela
Ambara Negeri Kawa
Bongo Tua Murnaten

Pangi Wakolo
Tangga Jaya Uweth
Tanah Putih Seram Bagian Waesala
Gorontalo Boalemo Bajo Barat Tahalupu
Hutamonu Buano Utara
Bolihutuo Luhu
Bubaa Iha
Lito Lumahlatal
Towayu Halmahera Pasir Putih
Kopeang Maluku Utara Gilalang
Selatan
Sulawesi Barat Mamuju Keang Kampung Baru
Lele
Jiko

47
Cegah Stunting, itu Penting.
Provinsi Kabupaten/Kota Desa Provinsi Kabupaten/Kota Desa

Jiko Ekemanida
Akedabo Bomomani
Maluku Utara Halmahera Yamly Abaimaida
Selatan Kukupang Dogiya Magode
Kurunga Abaugi / Obaikagopa
Sawat Deiyapa
Honelama Bonakunu/Gabaikunu
Papua Jayawijaya Trikora Modio
Nanggo Dogiya Ukudawata / Upibega
Wouma Papua Megaikebo
Ketimavit Bilogai
Mawampi Puyagiya
Jayawijaya Agamoa Yalai
Napua Mamba
Holima Intan Jaya Eknemba / Elenemba
Walaik Ugimba
Marlo Nggamagae
Aulani Titigi
Kagimaluk Sanaba
Yigonikme Pugisiga
Tolikara Mome Seribauw
Pagona Magis
Timbindelo Tofot
Kimilo Kamaro
Missa Sorong Selatan Waigo
Kumbur Konda
Ganume Wamargege
Papua Kuabaga Bariat
Milinggame Manelek
Muleme Papua Barat Komanggaret
Lanny Jaya Arungwi Wausin
Gubo Kebar Barat/ Senopi
Kukepake Syarwom
Kotorambur Metbesa
Kimbo Tambrauw Kebar Tengah/ Anjai
Ilunggijime Inam
Sirit Kebar Timur/ Jandurau
Yimogi Atay
Gimi Akmuri
Dal
Nduga Gurumbe
Kaboneri
Silankuru
Grinbun
Baklema

Sumber :
TNP2K, Kementerian Koordintor Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas. 2017. Pemilihan 10 Desa Prioritas
di 100 Kabupaten/Kota Prioritas Penanganan Kemiskinan dan Stunting. https://cegahstunting.id/wp-content/uploads/2018/04/6.-Paparan-1000-Desa-
Prioritas-Proxy-Gizi-Buruk-per-16-November-2017_ringkas.pdf diunduh pada 17 Oktober 2018

Cegah Stunting, itu Penting. 48


Publikasi Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan
dapat diunduh di www.kemkes.go.id

dan di www.pusdatin.kemkes.go.id
Kementerian Kesehatan
Pusat Data dan Informasi
Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Lantai 10 Blok A
Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai