Anda di halaman 1dari 17

Ni Wayan Eni Sukmawati

18D10152/Anestesiologi B Tk. 2

LAPORAN KASUS

Identitas : Ibu X / P / 37 tahun


Alamat : Jimbaran, Kuta Selatan
Diagnosis : G2P1001, 32 minggu Tunggal Hidup, Asma Berat
Tindakan : SC Greencode
Status Fisik : ASA IV-E dengan GA-OTT

Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak. Pasien juga mengalami demam hilang timbul.
Riwayat kejang disangkal. 1 jam sebelum operasi pasien mengalami penurunan kesadaran
dan muntah cairan berbuih warna merah muda, sehingga dilakukan tindakan resusitasi untuk
mengamankan jalan nafas.
Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada.
Riwayat penyakit sistemik : tidak ada
Riwayat operasi : tidak ada
Riwayat penyakit lain : Asma (+)

Pemeriksaan Fisik:
BB : 80 kg, TB : 160 cm, BMI 31,25 Suhu axilla 36,9°C; VAS sulit dievaluasi.
SSP : Somnolen, Apatis
Respirasi. : RR 28 x/menit, ronchi (+/+) dan wheezing(+/+), SpO2 85% on Bagging.
KV : HR 117 x/menit, BP 132/102 mmHg, S1-S2 tunggal, murmur tidak ada.
GI : Gravida (+), TFU 2 jari di atas umbilicus, DJJ 168 x/menit
UG : BAK spontan.
MS : Fleksi defleksi baik, Mallampati sulit dievaluasi

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (27/03/2017) : WBC 13,84 x103/µL; HGB 10,89 g/dL; HCT 35,34 %; PLT
210,2 x103/µl.
Kimia Darah (24/03/2017) : SGOT 57,5 U/L (11-27), SGPT 24 U/L (11-34), GDS 75 mg/dl

Permasalahan Aktual :
• SSP: Kesadaran Somnolen-Apatis
• Respirasi: RR 28 x/menit, ronchi (+/+) dan wheezing(+/+), SpO2 85% on Bagging,
sekret warna merah muda
• Gravida 32 minggu

Permasalahan Potensial
• Perdarahan
• Hemodinamik tidak stabil
KESIMPULAN: Status Fisik ASA IV-E

PERSIAPAN PRA ANESTESIA


Persiapan di Ruang Perawatan
Evaluasi identitas penderita
Persiapan Psikis
• Anamnesis umum dan anamnesis khusus
• Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang rencana anestesi
yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan, ruang operasi sampai di ruang
pemulihan.
Persiapan fisik
• Puasa 8 jam sebelum operasi
• Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi
• Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi
• Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan penunjang
• Memeriksa surat persetujuan operasi
• Memasang iv line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan 20
tetes per menit

Persiapan di ruang persiapan IRD


• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi
• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan.
• Evaluasi ulang status present dan status fisik.
• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi.

Persiapan di Kamar Operasi


• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas.
• Menyiapkan monitor dan kartu anestesia.
• Mempersiapkan obat dan alat anestesia.
• Menyiapkan obat dan alat resusitasi.
• Evaluasi ulang status present penderita

Teknik Anestesi GA-OTT


Pre medikasi : tidak ada
Analgetik : Fentanyl 100 mcg iv
Fas. Intubasi : Rocuronium 40 mg iv
Induksi : Propofol titrasi sampai pasien terhipnosis
Maintanance : O2 : Air 2:2 lpm, Sevoflurane
Medikasi lain : Ketamin 50 mg, Methylprednisolon 12

Durante operasi:
Hemodinamik : TD 61-103/ 40-71; Nadi 110-126x/menit; SpO2 85-96%
Cairan masuk : RL 1000 ml.
Cairan keluar : BAK 60 cc, perdarahan 300 cc
Lama operasi : 1 jam

Pasca operasi
Analgetik : Morfin 20 mg dalam 20 cc NS via syringe pump dengan kecepatan 0,6 cc/jam
dan paracetamol 1 gr tiap 8 jam IV
Perawatan : Intensif
Pembahasan

1. Analgetik : Fentanyl 100 mcg IV


 Dosis
a. Premedikasi : 50-100 mcg (IM) diberikan 30-60 menit sebelum
operasi
b. Tambahan pada anestesi regional : 50-100 mcg (IM/IV lambat)
selama 1-2 menit bila diperlukan penambahan analgesic
c. Pasca operasi (ruang pemulihan) : 50-100 mcg (IM), dapat
diulangi dalam 1-2 jam bila perlu
d. Tambahan pada analgesik anestesi umum :
Dosis rendah : 2 mcg/kgBB
Dosis tinggi 20-50 mcg/kgBB
e. Sebagai anestesi : 50-100 mcg/kgBB
f. Nyeri kronik : (indikasi pemberian fentanil dengan sediaan
transdermal) Dosis ditentukan secara individual (tergantung
tingkat keparahan nyeri pasien, respon pasien, terapi analgesik
yang sudah diterima pasien sebelumnya, faktor risiko terkait
adiksi dan penyalahgunaan) dengan melakukan titrasi dosis
terhadap dosis opioid yang digunakan sebelumnya. Dosis awal
tidak boleh melebihi 25 mcg/jam (Direkomendasikan agar titrasi
dosis dimulai dari dosis paling rendah dengan menggunakan
opioid short-acting sebelum menggunakan fentanil patch).

 Indikasi
Indikasi pemberian fentanyl adalah sebagai analgesik, untuk anestesi
general atau lokal; depresan saluran nafas terkait manajemen pada pasien
yang menggunakan alat bantu nafas di ICU.
 Kontra Indikasi
o Orang yang hipersensitif atau alergi terhadap obat-obatan jenis opioid
o Tidak diberikan pada kondisi nyeri biasa yang tidak akut seperi migrain,
atau ssakit kepala lainnya serta nyeri pasca operasi
o Penderita gangguan pernapasan akut maupun kronis atau PPOK
o Penderita ileus paralitik ata penyumbatan usus
 Efek samping
o Depresi ventilasi yang persisten maupun rekuren :
Fentanil yang bersequesterasi bisa diabsorbsi kembali dari
usus halus kembali ke sirkulasi dan meningkatkan
konsentrasi plasma menyebabkan depresi ventilasi.
o Efek kardiovaskular : Dalam perbandingan dengan
morfin, fentanil dalam dosis besarpun (50mg/kg IV) tidak
mempengaruhiatau memprovokasi pelepasan histamin
sehingga dilatasi vena yang menyebabkan hipotensi
minimal.
o Tekanan Intrakranial : Pemberian fentanyl pada trauma
kepala berhubungan dengan peningkatan 6-9 mhg pada
tekanan intrakranial, ataupun menjaga PaCo2 yang tidak
berubah. Peningkatan ini biasanya diakibatkan oleh
penurunan MAP dan tekanan perfusi otak.
 Farmakodinamik
Fentanil menyediakan stabilitas jantung dan stress yang berhubungan
dengan hormonal, yang berubah pada dosis tinggi. Dosis 100 mg (w.o ml) setara
dengan aktifits analgesik 10mg morfin. Fentanil memiliki kerja cepat dan efek
durasi kerja kurang lebih 30 menit setelah dosis tunggal IV 100mg. Fentanil
bergantung dari dosis dan kecepatan pemberian bisa menyebabkan rigiditas otot,
euforia, miosis dan bradikardi.
 Farmakokinetik
Sebagai dosis tunggal, fentanil memiliki onset kerja yang cepat dan
durasi yang lebih singkat dibanding morfin. Disamping itu juga terdapat jeda
waktu tersendiri antara konsentrasi puncak fentanil plasma, dan konsentrasi
puncak dari melambatnya EEG. Jeda waktu ini memberi efek waktu
Equilibration antara darah dan otak selama 6,4 menit. Dikarenakan durasi dan
kerja dosis tunggal fentanil yang cepat, mengakibatkan distribusi ke jaringan
yang tidak aktif menjadi lebih cepat pula, seperti jaringan lemak dan otot skelet,
dan ini menjadi dasar penurunan konsentrasi obat dalam plasma.
 Penggunaan secara klinis
Diberikan untuk analgesik nakotik , sebagai tambahan pada general atau
regional anestesi, atau untuk pemberian dengan neuroleptik (droperidol) sebagai
premedikasi,untuk induksi, sebgai tambahan pemeliharaan general anestesi
maupun regional anestesi

 Kesimpulan :
Fentanyl kurang tepat digunakan pada penderita asma berat, karena
fentanyl memiliki kontraindikasi dengan penderita gangguan pernapasan akut
maupun kronis, sehingga jika diberikan kepada penderita asma, maka akan
memperburuk kondisi pasien. Untuk dosisnya sudah benar karena untuk dosis
dewasa pemberian analgetik memang membutuhkan dosis 50-100 mcg IV setiap
1-2 jam.

2. Fas. Intubasi : Rocuronium 40 mg iv


 Dosis
Rocuronium kurang potent dibanding pelumpuh otot steroid lain. Dosis
untuk intubasi 0,45 – 0,9 mg/kg IV dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis
yang lebih rendah dari 0,4 mg/kg dapat memungkinkan pembalikan 25 menit
setelah intubasi. Rocuronium intramuskuler (1 mg/kg untuk bayi, 2 mg/kg untuk
anak-anak) menyebabkan paralisis pita suara dan diafragma untuk intubasi,
namun belum akan terjadi 3 – 6 menit kemudian (injeksi deltoideus onsetnya
lebih cepat dari pada quadricep) dan dapat dibalikkan setelah 1 jam. Infus
rocuronium membutuhkan dosis 5 – 12 μg/kg/menit. Rocuronium durasi
kerjanya akan memanjang pada pasien usia lanjut. Dosis inisial akan meningkat
pada penyakit hati lanjut, kemungkinan akibat volume distribusi yang lebih
besar.

 Indikasi
Intubasi trakea dan relaksasi otot selama pembedahan dan ventilasi
mekanik.
 Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap rocuronium bromide atau ion bromide.

 Efek samping
 Reaksi Anafilaksis
Walaupun jarang reaksi anafilaksis yang diakibatkan pelumpuh otot
termasuk Rocuronium pernah dilaporkan. Pada beberapa kasus reaksi ini
berakibat fatal. Oleh karena itu penggunaannya harus diawasi.
 Penglepasan histamin dan reaksi histaminoid
Penggunaan zat ini dapat mengakibatkan penglepasan histamin baik lokal
ataupun sistemik. Reaksi lokal seperti gatal dan kemerahan pada tempat
suntikan. Reaksi sistemik berupa bronkospasme, gangguan pada jantung
seperti hipotensi dan takikardi.
 Reaksi local pada tempat suntikan
Nyeri pada saat penyuntikkan Rocuronium pernah dilaporkan. Terutama
pada pasien yang belum hilang kesadarannya secara penuh dan sebagian
pada pasien yang diinduksi oleh propofol.

 Farmakodinamik
Rokuronium berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir
motorik. Tidak ada perubahan yang secara klinis bermakna terhadap parameter
hemodinamik. Rocuronium bromide memiliki aktifitas vagolitik ringan dan
terkadang dapat menimbulkan takikardi. Rocuronium bromide tidak melepaskan
konsentrasi histamin yang secara klinis bermakna.
 Farmakokinetik
Awitan aksi : 45-90 detik
Efek puncak : 1-3 menit
Lama aksi : 15-150 menit (tergantung dosis)
 Interaksi Obat
Meningkatkan efek :
o Anestetik inhalasi dan eter
o Pelumpuh otot non-depolarisasi lainnya
o Dosis tinggi dari tiopental, metoheksital, ketamin, fentanil,
gammahidroksibutirat, propofol, dan etomidat.
o Suksametonium
o Antibiotik : Aminoglikosida, lincosamid, antibiotik polipeptida,
antibiotik acylaminopenisilin, tetrasiklin, dan dosis tinggi
metronidazol
o Diuretik : tiamin, MAO inhibitor, quinidin, protamin, alfa-
adrenergik bloker, garam magnesium, calcium channel blocking
agents, dan garam lithium
Menurunkan efek :
o Neostigmin, Edrofonium, pyridostigmin, derivat aminopyridine
o Kortikosteroid, fenitoin, dan karbamazepin.
o Noradrenalin, azathioprine, teofilin, kalsium klorida dan
potassium klorida.

 Kesimpulan :
Berdasarkan pembahasan diatas mengenai farmakologi dari rocuronium,
obat tersebut tidak dianjurkan pada pasien Gravida karena akan memperburuk
keadaan pasien, karena peringatan obat ini salah satunya tidak diperbolehkan
digunakan untuk ibu hamil dan dosis yang digunakan terlalu besar, seharusnya
600 mcg/kg BB atau 0,6-0,8 mg/kg BB

3. Induksi: Propofol titrasi sampai pasien terhipnosis


 Dosis
Propofol biasa digunakan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
selama pembedahan atau tindakan operatif selama 1 jam. Dosis 2-2,5 mg/kgBB
untuk induksi, sedangkan untuk mempertahankan anestesi dosisnya 0,1-0,2
mg/kgBB permenit.

 Indikasi
Indikasi propofol digunakan untuk induksi anestesi pada pasien yang
berusia lebih dari 3 tahun. Untuk mempertahankan anestesi digunakan pada
pasien yang berusia lebih dari 2 bulan dan pada pasien dewasa. Untuk induksi
dan mempertahankan anestesi diberikan pada pasien dewasa. Selain itu,
digunakan untuk perawatan pasien sedasi selama prosedur diagnostik,
pengobatan pasien yang agitasi selama induksi anestesi, dan pada pasien ICU
yang menggunakan ventilator mekanik.

 Kontra Indikasi
Salah satu kontra indikasi penggunaan propofol adalah propofol
dikontraindikasikan pada paien dengan hipersensitivitas, propofol dapat
menyebabkan syok yang disebabkan oleh depressi pada pusat pernafasan dan
pada sistem kardiovaskuler.

 Efek samping
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Hipotensi terjadi
sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan
vaskuler sistemik. Terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang kuat.
Pada sistem pernafasan adalah depresi pernafasan, apnea, bronkospasme
dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia,
takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada sistem saraf pusat adanya sakit kepala,
kejang, mual dan muntah.

 Farmakodinamik
Onset untuk induksi anestesi berupa infus bolus (dosis tunggal) adalah
9-51 detik, rata-rata sekitar 30 detik. Durasi rata-rata 3-10 menit.

 Farmakokinetik
Distribusi propofol, setelah pemberian intravena, terjadi dengan waktu
paruh (t1/2a) 2-8 menit dan waktu paruh pembuangan (t1/2b) propofol kira-kira
1-3 jam. Propofol cepat dimetabolisme di hati dengan konjugasi glukoronid dan
sulfat. Propofol akan diekskresi melalui urin. Kurang dari 1% akan diekskresi
dalam bentuk utuh. Bersihan tubuh total obat anestetik terjadi dengan kecepatan
lebih besar dari aliran hati, yang menunjukan bahwa pembuangannya meliputi
mekanisme lain di samping metabolisme oleh enzim hati.

 Kesimpulan :
Berdasarkan pembahasan farmakologi propofol di atas, maka obat ini
masih boleh digunakan untuk menginduksi pasien karna manfaat obat ini lebih
banyak dibangdingkan dampak negativenya.
Propofol termasuk obat dalam Kategori B, dimana di beberapa binatang
percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada
studi terkontrol pada wanita hamil. Propofol dapat diserap ke dalam
ASI. Sehingga penggunaannya harus dibawah pengawasan dokter. Awasi juga
efek samping dalam penggunaan obat ini karena salah satunya yaitu mengalami
gangguan pernafasan dimana pasien mengalami riwayat penyakit asma.

4. Sevoflurane
 Dosis
Seperti halnya dengan anestesi volatil lainnya, Sevoflurane
meningkatkan intensitas dan lamanya blok neuromuskular yang diinduksi oleh
pelumpuh otot non-depolarisasi. Ketika digunakan sebagai tambahan pada
anetesi alfentanil-N2O, Sevoflurane dan Isoflurane sama potensialnya dengan
blok neuromuskular yang diinduksi oleh pancuronium, vecuronium atau
atracurium. Oleh karena itu, selama pemberian Sevoflurane dosis disesuaikan
untuk pelumpuh otot yang sama dibutuhkan dengan Isoflurane.

 Efek samping
o Agitasi
o Perubahan gelombang elektrofisiologi otak
o Perubahan Gelombang Elektrokardiografi
o Interaksi dengan soda lime

 Indikasi
Sevoflurane diindikasikan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi
umum pada pasien dewasa dan anak baik untuk pembedahan rawat inap maupun
rawat jalan.

 Kontra Indikasi
Sevoflurane dapat menyebabkan hipertermia malignant. Sevoflurane tidak
dapat digunakan pada pasien yang diketahui sensitive terhadap sevoflurane atau
senyawa halogenasi lain atau pada pasien yang diduga dapat terjadi hipertermia
malignant.
 Farmakokinetik
Sevoflurane merupakan agen inhalasi yang wangi dengan peningkatan
konsentrasi di alveolar yang cepat sehingga menjadi pilihan yang sempurna
sebagai obat induksi pada pasien pediatrik dan dewasa. Bahkan, induksi inhalasi
dengan 4-8% sevoflurane dengan campuran 50% oksigen dan nitrous okside
dapat
dicapai dalam waktu 1-3 menit. Oleh karena solubilitas dalam darah yang rendah
yang mengakibatkan penurunan konsentrasi di alveolar segera setelah dihentikan
sehingga fase pulih sadar lebih cepat jika dibandingkan dengan isoflurane.

 Kesimpulan :
Untuk kasus emergency diatas sudah benar diberikan obat analgetik
terlebih dahulu sebelum diberikannya obat Sevoflurane. Pemberian Sevoflurane
memiliki efek samping yaitu salah satunya mual dan muntah. Pantau terus
kondisi pasien terutama jalan nafasnya agar tidak terjadinya aspirasi. Efek
anestesi dapat tercapai dengan kadar 0,5-3% sevofluran dengan atau tanpa
pemakaian nitrogen oksida Sevoflurane juga termasuk dalam Kategori B sama
seperti Propofol.

5. Medikasi Lain : Ketamin 50 mg, Methylprednisolon 125 mg


 Dosis Ketamine
Bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg BB

 Indikasi Ketamine
Untuk induksi anestesi, analgesia perioperative, prosedur sedasi, hingga
terapi untuk depresi.

 Kontra Indikasi Ketamine


Pasien dengan riwayat hipersensitivitas dengan ketamine, dan
komponennya, atau obat yang segolongan, serta pasien dengan kondisi
hipertensi, dalam keadaan intoksikasi alcohol, dan gangguan kejiwaan.

 Efek samping Ketamine


Ketamin memberikan efek pada sistem kardiovaskuler melalui
rangsangan dari sistem simpatis pusat dan sebagian kecil melalui hambatan
pengambilan
noreprineprin pada terminal saraf simpatis.
Kenaikan Tekanan darah dan frekuensi jantung sekitar 30 % serta
peningkatan Noradrenalin di dalan tubuh. Pada tahap pemulihan dapat timbul
mimpi buruk dan halusinasi, serta produksi saliva yang bertambah banyak.

 Farmakokinetik dan farmakodinamik Ketamine


Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5 mg/KgBB IM.
Stadium depresi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesia
dapat diberikan dosis 25-100 mg/KgBB/menit. Stadium operasi terjadi dalam
12-25 menit. Mekanisme kerja ketamin bekerja sebagai antagonis nonkompetitif
pada reseptor NMDA yang tidak tergantung pada tegangan akan mempengaruhi
ikatan pada tempat ikatan fensiklidin. Reseptor NMDA adalah suatu reseptor
kanal ion (untuk ion na+,ca2+,dan k+) maka blockade reseptor ini berarti bahwa
pada saat yang sama, ada blockade aliran ion sepanjang membrane neuron
sehingga terjadi hambatan pada depolarisasi neuron di SSP.

 Dosis Methylprednisolone
o Proses awal berfariasi antara 4- 48 mg perhari tergantung pada jenis dan
beratnya penyakit, serta respon penderita bila telah diperoleh efek terapi
yang memuaskan, dosis harus diturnkan sampai dosis efektif ninimal
untuk pemeliharaan. Pada situasi klinik yang memerlukan
Methylprednisolone dosis tinggi termasuk multiple sclerosis:
- 160 mg perhari selama 1 minggu, dilanjutkan menjadi 64 mg
perhari selama1 bulan menunjukkan hasil yang efektif. Jika
selama periode terapi yang dianggap wajar respon terapi yang
diharapkan tidak tercapai hentikan pengobatan. Setelah
pemberian obatdalam jangka lama, penghentian obat dialkukan
secara bertahap.
- Pemberian obat secara ADT(Altemate- day terapy):adalah
regiment dosis untuk 2 hari diberikan langsung dalam 1 dosis
tunggal pada pagi hari(obat diberikan tiap 2 hari sekali). Tujuan
dari terapi ini meningkatkan farmakologi pasien terhadap
pemberian dosis pengobatan jangka lama untuk mengurangi efek-
efek yang tidak diharapkan. Termasuk supresi adrenal pituitary,
keadaan : “cushingoed”, simpton penurunan kortikoi dan supresi
pertumbuhan pada anak.
-
 Indikasi Methylprednisolone
o Gangguan Endokrin : Insufisiensi adrenokortikoid primer dan skunder.
o Gangguan rematik: sebagai terpai tambahan untuk pengobatan jangka
pendek pada arthritis prosiasis, rheumatoid arthritis, ankylosing
spondylitis,, bursitis akut dan sub akut, tenosynovitis akut non spesifik,
arthritis gout akut, osteoarthritis paska trauma, sinovitis pada
osteoarthritis dan epikondilitis.
o Penyakit koalgulan: selama aksaserbasi atau terapi pemeliharaan pada
lupus eritematosus sistemik, asriditisrematik akut, dermatomiositis
sistemik.
o Penyakit kulit: pemfikus, bulous dermatitis herpetifornis, eritomultiform
parah(syndrome Steven-Jhonson), fongoides meokusis, psoriasis parah,
dan seboroid dermatitis parah.
o Kondisi alergi: rhinitis alergi musiman atau tahunan, asma bronchial,
reaksi hipersensitif obat, dermatitis kontak dan dermatitis atopic.
o Gangguan pada mata: pengobatan alergi dan inflamasi yang parah, akut
dan kronis pada mata.
o Gangguan pernafasan: serkoidosis symptomatic, syndrome loefler,
berylliosis, tuberculosis paru-paru yang tersebar atau fulminant
(pengobata tambahan) yang diberikan bersamaan dengan kemoterapi anti
Tuberkulosa yang sesuai, dan pneuaspirasi.
o Gangguan darah: tombositopenia purpura idiopatik dan trombositopenia
skunder pada dewasa, acquered(autoimune) hemolitik anemia,
atritrobalstopenia dna anemia hipoblastik kongenital.penyakit neopastik
untuk terapi paliativ dari leukemia dan lymphaoma pada dewasa
meringankan leukemia akut pada anak-anak. Keadaan edema
menyebabkan diuresis atau remisi proteinuria pada syndrome nefrotik
tanpa uremia, idiopatik atau yang disebabkan lupus eritematosis.
o Penyakit gastrointerstinal membantu oenderita melewati masa kritis pada
penyakit radang lambung dan interistik regional.
o System saraf: ekserbasi akut pada multiple sclerosis.
o Lainlain: tuberculosis pada selaput otak, pengobatan trikenosis.

 Kontra Indikasi Methyprednisolone


o Infeksi jamur sistemik dan hipersensitif terhadap komponen obat
o Pemberian jangka lama pada penderita ulkusduodenus dan peptikum,
osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.
o Pasien yang baru mendapat imunisasi.

 Efek samping Methylprednisolone


o Efek musculoskeletal : Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang
tertunda, dan atropi mamatriks protein tulang yang menyebabkan
osteoporosis, retak tulnag belakang kerana tekanan, nekrosis aseptic
pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang belakang.
o Gangguan cairan dan elektolit: retensi natrium yang menimbulkan
edema, kekurangan kalium, hipokalemik alkalosis, hipotensi, seranagn
jantung kongestif
o Efek pada mata: katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanaan
intra ocular, glaucoma, eksoftalmus
o Efek pada endokrin: menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan
cushingoid, hambatan pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa
menurun, hiperglikemia, bahaay diabetes mellitus.
o Saluran pencernaan: ulterasi peptic dengan kemungkinan perforasi
dengan pendarahan, pankreatitis, ulserasi esophagitis, perforasi pada
perut, pendarahan gastrik, kembung perut.
o Neurologi :peningkatan tekanan intrakranal, perubahan fisik,
pseudotumor ceri dan epilepsi.
o Mengganggu penyembuhan luka

 Kesimpulan :
Penggunaan Methylprednisolon 125 mg untuk mengobati asma sudah
benar melalui via suntik. Efek samping obat ini yaitu pasien mengalami mual
dan muntah sehingga pantau terus jalan nafas pasien dan efek samping lainnya
yaitu naiknya tekanan darah pasien. Obat ini juga termasuk dalam Kategori B.
Selalu pertimbangkan manfaat dan risiko yang akan didapat pasien jika manfaat
lebih besar maka obat ini bisa digunakan.
Sedangkan penggunaan Ketamin 50 mg dilakukan secara IM (Intramuskular).
Karena dosisnya 50 mg sedangkan tiap 10 mg/kgBB menghasilkan efek anestesi
selama 12 menit maka harus dilakukan secara 5 kali. Perhatikan juga efek
samping obat ini yaitu kejang. Karena pasien sebelumnya pernah mengalami
kejang 1 jam sebelum operasi.

Pasca operasi

1. Analgetik : Morfin 20 mg dalam 20 cc NS


 Dosis dan Sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam
bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk
nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg
diperlukan.

 Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-
opioid. Morfin dan opioid menimbulkan analgesia dengan cara berikatan dengan
reseptor opioid terutama di sistim saraf pusat(SSP) dan medulla spinalis yang
berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Morfin sering diperlukan untuk
nyeri :
1. Infark miokard
2. Neoplasma
3. Kolik renal atau kolik empedu
4. Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner
5. Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan
6. Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca
bedah.
7. Rasa sakit hebat yang terkait dengan laba-laba janda hitam
envenomation, ular berbisaenvenomation, atau gigitan atau sengatan
lainnya.
8. Sakit yang disebabkan oleh cedera korosif pada mata, kulit, atau
saluran pencernaan.
9. Edema paruakibat gagal jantung kongestif.Kimia-diinduksi edema
paru noncardiogenic bukan merupakan indikasi untuk terapi morfin.

 Kontra Indikasi
a. Diketahui hipersensitif terhadap morfin.
b. Pernapasan atau depresi sistem saraf pusat dengan kegagalan
pernapasan yang akan datang, kecuali pasien diintubasi atau peralatan
dan personil terlatih berdiri untuk intervensi jika diperlukan.
c. Dugaan cedera kepala.Morfin dapat mengaburkan atau menyebabkan
depresi sistem saraf pusat berlebihan.

 Efek Samping
Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia,
rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar,
merangsang batuk, dan meyebabkan konstipasi. Morfin menimbulkan
ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya.
Efek subyektif yang dialami oleh individu pengguna morfin antara lain
merasa gembira, santai, mengantuk, dan kadang diakhiri dengan mimpi yang
menyenangkan.
Efek pada sistema pernafasan berupa depresi pernafasan, yang sering
fatal dan menyebabkan kematian. Efek ini umumnya terjadi beberapa saat
setelah pemberian intravenosa atau sekitar satu jam setelah disuntikkan
intramuskuler. Efek ini meningkat pada penderita asma, karena morfin juga
menyebabakan terjadinya penyempitan saluran pernafasan.
Efek pada sistema saluran pencernaan umumnya berupa konstipasi, yang
terjadi karena morfin mampu meningkatkan tonus otot saluran pencernaan dan
menurunkan motilitas usus. Pada sistema urinarius, morfin dapat menyebabkan
kesulitan kencing.

 Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan saraf pusat dan organ yang
mengandung otot polos. Efek morfin pada system saraf pusat mempunyai dua
sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi,
perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi
parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi
hormon anti diuretika (ADH).

 Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit
yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus,
tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek
analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama.
Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin
terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan
keringat.

 Kesimpulan :
Morfin dapat dikeluarkan melalui ASI dengan rasio 2,5:1 sehingga
berpotensi menyebabkan depresi napas, sedasi, dan gejala putus obat pada bayi.
Morfin juga dapat mensupresi laktasi. Oleh karena itu, pemberian morfin pada
ibu menyusui harus dipertimbangkan. Jika memang morfin benar-benar
diperlukan oleh ibu, harus dilakukan monitor ketat pada bayi untuk mewaspadai
munculnya efek samping.

2. Paracetamol 1 gr, tiap 8 jam IV


 Dosis dan aturan pakai
o Paracetamol tablet
- Dewasa dan anak di atas 12 tahun : 1 tablet, 3 – 4 kali sehari.
- Anak-anak 6 – 12 tahun : ½ – 1, tablet 3 – 4 kali sehari.
o Paracetamol Sirup 125 mg/5 ml
- Anak usia 0 – 1 tahun : ½ sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.
- Anak usia 1 – 2 tahun : 1 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.
- Anak usia 2 – 6 tahun : 1 – 2 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali
sehari
- Anak usia 6 – 9 tahun : 2 – 3 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali
sehari.
- Anak usia 9 – 12 tahun : 3 – 4 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali
sehari

 Indikasi
o Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi, nyeri
pasca operasi minor, nyeri trauma ringan
o Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyakit
o Mengobati penyebab demam itu sendiri

 Kontra Indikasi
Tidak dapat digunakan pada pasien yang memiliki hipersensitivitas
terhadap paracetamol dan penyakit hepar aktif derajat berat.

 Efek samping
o Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan.
o Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati.
o Reaksi hipersensitivitas/alergi seperti ruam, kemerahan kulit, bengkak di
wajah (mata, bibir), sesak napas, dan syok.

 Kesimpulan :
Paracetamol sebagai salah satu obat pereda nyeri yang paling aman
untuk ibu hamil dan menyusui. Umumnya, dosis yang paling aman untuk
ibu menyusui ketika mengonsumsi paracetamol adalah tidak lebih dari
4000 mg dalam rentang waktu 24 jam. Dosis ini harus ditaati karena jika
tidak, akan berisiko menyebabkan overdosis . 
Konsumsi paracetamol dalam jangka waktu sesingkat mungkin,
artinya jangan minum paracetamol secara terus-menerus selama beberapa
hari. Segera hentikan konsumsi paracetamol jika sakitnya sudah mereda.

Anda mungkin juga menyukai