Anda di halaman 1dari 33

“HEPATITIS”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Obstetri dan Ginekologi Terkini

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Vita M T., dr.. SpOG., M.Kes., SH., AIFO

Disusun Oleh : Kelompok 2


Gaipyana Sembiring 131020220011
Nadhiati Awlia Nasution 131020220013
Anisa Fitria 131020220015
Lathifah 131020220017
Dessy Nur Safitri 131020220019

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
karunia dan Ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kajian materi dengan
pokok pembahasan “Hepatitis”. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Obstetri dan Ginekologi Terkini Pada Prodi Magister Ilmu Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Makalah ini berisi konsep dan teori mengenai definisi, jenis dan cara penularan, diagnosis
dan gejala klinis, pencegahan, penatalaksanaan, kebaruan dan penularan terhadap bayi.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak keterbatasan, sehingga penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan pada makalah ini. penyusun berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Bandung, 18 September 2022


Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan .............................................................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi ..............................................................................................................3
B. Jenis dan cara penularan ...................................................................................3
C. Diagnosis dan Gejala klinis ...............................................................................7
D. Pencegahan ........................................................................................................9
E. Penatalaksanaan ..............................................................................................14
F. Kebaruan ........................................................................................................20
G. Penularan Terhadap Bayi.................................................................................21
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan .................................................................................................... 24
B. Saran................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….

iii
DAFTAR GAMBAR

6.1 Penatalaksanaan ibu hamil yang tidak menjalani terapi antivirus sebelum
kehamilan
6.2 Penatalaksanaan ibu hamil yang menjalani terapi antivirus sebelum kehamilan.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hepatitis merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat, yang berpengaruh terhadap angka kesakitan, angka kematian, status
kesehatan masyarakat, angka harapan hidup, dan dampak sosial ekonomi lainnya.
Besaran masalah Hepatitis di Indonesia dapat diketahui dari berbagai studi, kajian,
maupun kegiatan pengamatan penyakit (Pusdatin, 2017).
Berdasarkan Sistem Informasi Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan
(SIHEPI) 2018-2019 jumlah ibu hamil yang diperiksa hepatitis B sebanyak 1. 643.204 di
34 provinsi. Hasilnya, sebanyak 30.965 ibu hamil reaktif (terinfeksi virus hepatitis B),
dan 15.747 bayi baru lahir dari ibu rekatif hepatitis B telah diberikan Imunoglobulin
Hepatitis B (HBIg). Pemberian HBIg dilakukan untuk meningkatkan upaya perlindungan
pada bayi agar terhindar dari hepatitis B yang ditularkan dari ibunya (Kemenkes, 2019).
Hepatitis B merupakan kelainan tidak langsung yang berhubungan dengan kehamilan
namun meningkatkan risiko kematian maternal maupun neonatal akibat perdarahan
karena kegagalan fungsi hati. Ibu hamil merupakan kelompok berisiko terpapar infeksi
oportunistik dan virus akibat penurunan aktivitas sel T. Resiko infeksi pada masa bayi
mempunyai resiko untuk menjadi carrier cronis sebesar 95% chirosis hepatitis, kanker
hati dan menimbulkan kematian (Ruff, 2008).
The World Health Assembly (WHA) melalui program Global Health Sector Strategy
(GHSS) (2016-2021) menargetkan Dunia bebas dari infeksi virus Hepatitis pada tahun
2030 dengan melakukan program pencegahan penularan VHB dari ke bayi pada 90% ibu
hamil (Yuliana, 2020). Pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke bayi dilakukan
dengan vaksinasi HB0 setelah bayi lahir kurang dari 24 jam. Sementara pada bayi lahir
dari ibu hepatitis B segera beri Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) kurang dari 24 jam
(Kemenkes, 2019).

1
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi Hepatitis pada Ibu hamil
2. Mengetahui jenis dan cara penularan hepatitis pada Ibu hamil
3. Mengetahui diagnosis dan gejala klinis Hepatitis pada Ibu hamil
4. Mengetahui pencegahan Hepatitis pada Ibu hamil
5. Mengetahui penatalaksanaan Hepatitis pada Ibu hamil
6. Mengetahui kebaruan terkini dalam obstetric dan ginekologi mengenai Hepatitis B pada
Ibu hamil
7. Mengetahui pencegahan penularan Hepatitis kepada bayi

C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar dan penatalaksanaan Hepatitis pada ibu
hamil serta kebaruan terkini dalam obstetri dan ginekologi.
2. Memenuhi tugas mata kuliah obstetri ginekologi terkini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hepatitis adalah peradangan sel-sel hati, biasanya disebabkan infeksi (virus,
bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak
berlebih, dan penyakit autoimun. Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai virus seperti
virus hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan
hepatitis E (HEV) (Kemenkes RI, 2014).
Hepatitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang
merusak hati dengan masa inkubasi 14-160 hari. Penyebaran penyakit melalui darah dan
produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah, proses persalinan dan melalui
hubungan seksual (Sinaga, 2018).
Virus hepatitis B adalah virus DNA sirkuler berantai ganda Family
Hepadnaviridae, mempunyai 3 jenis antigen, yaitu antigen surface hepatitis B (HBsAg)
yang terdapat pada mantel (envelope virus), antigen core hepatitis B (HbcAg) terdapat
pada inti dan antigen “e” hepatitis B (HBeAg) terdapat pada nukleokapsid virus. Ketiga
jenis antigen ini menimbulkan respons antibodi spesifik terhadap antigen – antigen
disebut anti-HBs, anti-HBe, dan anti-HBc (Gozali, 2020).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Hepatitis adalah
peradangan hati yang bisa berkembang menjadi fibrosis (jaringan parut), sirosis atau
kanker hati yang disebabkan infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat
tradisional), konsumsi alkohol, lemak berlebih, dan penyakit autoimun. Hepatitis B
merupakan kelainan tidak langsung yang berhubungan dengan kehamilan namun
meningkatkan risiko kematian maternal maupun neonatal akibat perdarahan karena
kegagalan fungsi hati.

B. Jenis-Jenis Hepatitis dan Proses Penularannya


1. Hapatitis A (HAV)
Hepatitis A adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV).
HAV ditemukan dalam tinja dan darah orang yang terinfeksi. Hepatitis A sangat menular.

3
Ini menyebar ketika seseorang tanpa sadar menelan virus bahkan dalam jumlah
mikroskopis melalui kontak pribadi yang dekat dengan orang yang terinfeksi atau melalui
makan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Gejala hepatitis A dapat bertahan
hingga 2 bulan, gejalanya berupa kelelahan, mual, sakit perut, dan penyakit kuning.
Kebanyakan orang dengan hepatitis A tidak memiliki penyakit jangka panjang. Cara
terbaik untuk mencegah hepatitis A adalah dengan mendapatkan vaksinasi (CDC, 2020).
2. Hepatitis B (HBV)
Hepatitis B adalah suatu sindroma klinis atau patologis yang ditandai oleh berbagai
tingkat peradangan dan nekrosis pada hepar, disebabkan oleh Virus Hepatitis B, dimana
infeksi dapat berlangsung akut atau kronik, terus menerus tanpa penyembuhan paling
sedikit enam bulan.
Klasifikasi hepatitis B secara histopatologis dikenal ada tiga bagian, yaitu hepatitis
B kronik persisten, hepatitis B kronik lobular dan hepatitis B kronik aktif. Perbedaannya
terletak pada sebutan sel-sel radang dan luas daerah hepar yang terinfeksi. Semua kondisi
tersebut dapat berkembang menjadi sirosis hepatis maupun karsinoma hati primer.
Pengidap hepatitis B dikatakan kronik apabila seseorang mengidap HBV lebih dari 6
bulan tanpa melihat ada atau tidaknya penyakit hepar. Batasan waktu 6 bulan ini karena
pada hepatitis B akut 90-95% penderita sudah negatif pemeriksaan Hepatitis B Surface
antigen (HBsAg). Semakin muda usia seseorang terserang HBV, semakin besar
kemungkinannya untuk menjadi pengidap kronik.
Virus hepatitis B ditularkan melalui perkutaneus dan membran mukosa yang
terinfeksi oleh darah, semen, secret vagina dan saliva. Ekstrimnya HBV dapat bertahan
hidup lebih dari satu minggu pada permukaan kering, sehingga dapat meningkatkan
penularan secara horizontal dalam satu keluarga (Yulia, 2019).
3. Hepatitis C (HCV)
Hepatitis C adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV).
Bagi sebagian orang, hepatitis C adalah penyakit jangka pendek, tetapi bagi lebih dari
separuh orang yang terinfeksi virus hepatitis C, dapat menjadi infeksi kronis jangka
panjang. Hepatitis C kronis dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, bahkan
mengancam jiwa seperti sirosis dan kanker hati. Orang dengan hepatitis C kronis
seringkali tidak memiliki gejala dan tidak merasa sakit. Ketika gejala muncul, seringkali

4
merupakan tanda penyakit hati lanjut. Tidak ada vaksin untuk hepatitis C. Cara terbaik
untuk mencegah hepatitis C adalah dengan menghindari perilaku yang dapat
menyebarkan penyakit, terutama narkoba suntik. Melakukan tes hepatitis C adalah
penting, karena perawatan dapat menyembuhkan kebanyakan orang dengan hepatitis C
dalam 8-2 minggu (CDC, 2020).
Faktor risiko utama hepatitis C seperti penggunaan jarum suntik yang tidak steril,
hemodialisis, hubungan seks berisiko tinggi, adanya komorbiditas (HIV), transfusi dan
prosedur medis lain berkontribusi besar pada timbulnya penyakit ini. Selain faktor risiko
medis utama tersebut, faktor lain seperti sosiodemografi juga memiliki peranan penting
dalam perkembangan penyakit hepatitis C. Seperti Hepatitis lainnya, Hepatitis C juga
dapat berkembang menjadi akut dan kronis (Sari&Sutarga, 2021).
Populasi dengan peningkatan risiko hepatitis C :
a. Orang dengan infeksi HIV
b. Pengguna Narkoba Suntik
c. Orang dengan kondisi medis tertentu, termasuk mereka yang pernah menjalani
hemodialisis
d. Penerima transfusi atau transplantasi organ dan orang yang diberitahu bahwa mereka
menerima darah dari donor yang kemudian dinyatakan positif terinfeksi HCV
e. Petugas kesehatan, medis darurat, dan keselamatan publik setelah tertusuk jarum suntik,
benda tajam, atau paparan mukosa darah HCV-positif
f. Anak-anak yang lahir dari ibu dengan infeksi HCV
4. Hepatitis D (HDV)
Hepatitis D, juga dikenal sebagai "hepatitis delta," adalah infeksi hati yang
disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Hepatitis D hanya terjadi pada orang yang juga
terinfeksi virus hepatitis B. Hepatitis D menyebar ketika darah atau cairan tubuh lain dari
orang yang terinfeksi virus masuk ke tubuh seseorang yang tidak terinfeksi. Hepatitis D
bisa menjadi infeksi akut jangka pendek atau menjadi infeksi kronis jangka panjang.
Hepatitis D dapat menyebabkan gejala parah dan penyakit serius yang dapat
menyebabkan kerusakan hati seumur hidup dan bahkan kematian. Orang dapat terinfeksi
virus hepatitis B dan hepatitis D secara bersamaan (dikenal sebagai “koinfeksi”) atau
terkena hepatitis D setelah pertama kali terinfeksi virus hepatitis B (dikenal sebagai

5
“superinfeksi”). Tidak ada vaksin untuk mencegah hepatitis D. Namun, pencegahan
hepatitis B dengan vaksin hepatitis B juga melindungi terhadap infeksi hepatitis D di
masa depan (CDC, 2020).
Populasi berikut berada pada peningkatan risiko untuk terinfeksi HDV :
a. Orang yang terinfeksi HBV secara kronis
b. Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HDV
c. Pasangan seks dari orang yang terinfeksi HDV
d. Pria yang berhubungan seks dengan pria
e. Pengguna Narkoba Suntik
f. Kontak rumah tangga dengan infeksi HDV
g. Pekerja tenaga kesehatan dan keselamatan publik yang berisiko terpapar darah atau
cairan tubuh yang terkontaminasi
h. Pasien hemodialisa
5. Hepatitis E (HEV)
Hepatitis E adalah peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV).
Virus ini memiliki berbagai jenis : genotype 1,2,3,dan 4. Genotype 1 dan 2 telah
ditemukan hanya pada manusia, sedangkan genotype 3 dan 4 beredar dibeberapa hewan
seperti daging babi mentah atau setengah matang, daging rusa, daging babi hutan, atau
kerang yang dapat menginfeksi manusia. HEV ditemukan dalam tinja orang yang
terinfeksi. HEV menyebar ketika seseorang tanpa sadar menelan virus bahkan dalam
jumlah mikroskopis. Di negara berkembang, orang paling sering terkena hepatitis E dari
air minum yang terkontaminasi feses dari orang yang terinfeksi virus (WHO, 2022).
Populasi berikut berada pada peningkatan risiko untuk terinfeksi HEV (CDC,2020):
a. Negara berkembang dengan pasokan air yang tidak memadai
b. Tinggal di sanitasi lingkungan yang buruk
c. Orang-orang yang tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak atau perumahan
sementara, termasuk pengungsi dan orang-orang yang terlantar
d. Konsumsi daging atau organ yang tidak dimasak/setengah matang dari hewan yang
terinfeksi dapat menyebabkan penularan melalui makanan ke manusia seperti dari
daging babi, babi hutan, dan rusa.

6
C. Diagnosis dan Gejala Klinis Hepatitis
1. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk hepatitis dapat dilakukan dengan beberapa test yaitu:
a. Hepatitis A (HAV)
IgM anti-HAV pada yang akut atau awal konvalesen. Deteksi serum HAV IgM
mengkonfirmasi infeksi HAV akut, dengan seringnya peningkatan serum bilirubin total,
alkaline phosphatase, alanine aminotransferase dan aspartate aminotransferase (Seto,
et.al., 2020).
b. Hepatitis B (HBV)
Hepadna virus 42-nm dengan selubung permukaan luar (HbsAg) dalam serum
(infeksi akut atau kronis), IgM anti-HBc (awal anti HBc mengindikasikan adanya
infeksi akut atau baru saja terjadi infeksi). Tes yang paling sesnsitif adalah mengetahui
HBV DNA dalam serum, umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis rutin.
c. Hepatitis C (HCV)
Diagnosis HCV didasarkan pada anti-HCV positif, dan keberadaan RNA HCV
menunjukkan infeksi aktif. Infeksi HCV didiagnosis dalam 2 langkah yaitu pengujian
antibodi anti-HCV dengan tes serologis mengidentifikasi orang yang telah terinfeksi
virus. Jika tes positif untuk antibodi anti-HCV, tes asam nukleat untuk asam ribonukleat
(RNA) HCV diperlukan untuk mengkonfirmasi infeksi kronis dan perlunya pengobatan
(WHO, 2022).
d. Hepatitis D (HDV)
Karena kasus hepatitis D tidak dapat dibedakan secara klinis dari jenis hepatitis
virus akut lainnya, diagnosis hanya dapat dikonfirmasi dengan menguji adanya antibodi
terhadap HDV dan/atau RNA HDV. Infeksi HDV harus dipertimbangkan pada setiap
orang dengan antigen permukaan hepatitis B positif (HBsAg) yang memiliki gejala
hepatitis parah atau eksaserbasi akut. Anti HDV dalam serum (hepatitis D akut- sering
titernya rendah, sementara; hepatitis D kronis-pada titer yang lebih tinggi, terus menerus)
(CDC, 2020).
e. Hepatitis E (HEV)

7
Presentasi HEV selama kehamilan sangat bervariasi, mulai dari penyakit subklinis
ringan, infeksi akut self-limiting dengan resolusi spontan dalam 1-4 minggu, hingga
gagal hati fulminan dengan mortalitas tinggi. Masa inkubasinya berkisar antara 2 hingga
10 minggu. Diagnosis pasti infeksi hepatitis E biasanya didasarkan pada deteksi antibodi
anti-HEV imunoglobulin M (IgM) spesifik terhadap virus dalam darah seseorang; ini
biasanya memadai di daerah di mana penyakit ini umum. Dapat juga dinilai
berdasaarkan pada deteksi RNA HEV dalam sampel darah atau tinja, yang muncul
selama masa inkubasi dan berlangsung selama 18-21 hari setelah timbulnya gejala. IgM
anti-HEV muncul lebih awal selama penyakit klinis tetapi menghilang selama beberapa
bulan, sedangkan IgG anti-HEV bertahan selama beberapa tahun (Seto, et.al., 2020).
2. Gejala Klinis
a. Hepatitis A (HAV)
Tidak semua orang dengan hepatitis A memiliki gejala. Orang dewasa lebih
cenderung memiliki gejala daripada anak-anak. Jika gejala berkembang, biasanya muncul
2-7 minggu setelah infeksi. Gejala biasanya berlangsung kurang dari 2 bulan, meskipun
beberapa orang bisa sakit selama 6 bulan. Jika gejala berkembang, dapat berupa kulit atau
mata kuning, tidak mau makan, sakit perut, muntah, demam, urin gelap atau tinja
berwarna terang, diare, nyeri sendi, merasa lelah (CDC, 2020).
b. Hepatitis B (HBV)
Orang yang terinfeksi virus hepatitis B lebih dari 65% asymptomatis, selebihnya
berupa gejala ringan menyerupai flu,(demam, lemah pada badan, mual, muntah, sampai
nyeri sendi dan berat badan menurun). Infeksi yang tersembunyi dari penyakit ini
membuat sebagian orang merasa sehat dan tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi dan
berpotensi menularkan virus tersebut kepada orang lain. selanjutnya muncul gejala akut,
seperti urin kuning gelap, feses tidak berwarna, nyeri perut dan kuning (Yulia, 2019).
c. Hepatitis C (HCV)
Infeksi HCV akut dan kronis sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Infeksi
kronis biasanya terungkap dari skrining atau selama pemeriksaan pada wanita dengan
peningkatan transaminase. Pada infeksi HCV akut, wanita dapat mengalami malaise,
kelelahan, anoreksia, mual, dan nyeri epigastrium (Seto, et.al., 2020).
d. Hepatitis D (HDV)

8
Pasien mungkin datang sebagai hepatitis akut. Fungsi hati yang abnormal dan
profil pembekuan yang kacau lebih sering terjadi pada pasien dengan komplikasi sirosis.
Meta-analisis menunjukkan bahwa keberadaan HDV pada pembawa HBV kronis
memiliki prognosis yang lebih buruk daripada monoinfeksi HBV dan kemungkinan lebih
tinggi untuk berkembang menjadi sirosis dalam 5 tahun dan karsinoma hepatoseluler
dalam 10 tahun (Seto, et.al., 2020).
HDV menyebabkan infeksi dan penyakit klinis hanya pada orang yang terinfeksi
HBV. Tanda dan gejala infeksi HDV akut tidak dapat dibedakan dari jenis infeksi
hepatitis virus akut lainnya. Gejala HDV antara lain : demam, kelelahan, kehilangan
selera makan, mual, muntah, sakit perut, urin gelap, erakan usus berwarna tanah liat,
nyeri sendi, penyakit kuning. Tanda dan gejala ini biasanya muncul 3-7 minggu setelah
infeksi awal (CDC, 2020).
e. Hepatitis E (HEV)
Tanda dan gejala khas hepatitis E meliputi:
1) Fase awal demam ringan, nafsu makan berkurang (anoreksia), mual dan muntah yang
berlangsung selama beberapa hari
2) Sakit perut, gatal, ruam kulit, atau nyeri sendi
3) Penyakit kuning (warna kulit kuning), urin gelap dan tinja pucat
4) Hati yang sedikit membesar dan lunak (hepatomegali).
Gejala-gejala ini sering tidak dapat dibedakan dari jenis hepatitis lainnya dan
biasanya berlangsung 1-6 minggu. Dalam kasus yang jarang terjadi, hepatitis E akut
dapat menjadi parah dan mengakibatkan hepatitis fulminan (gagal hati akut). Pasien-
pasien ini berisiko kematian. Wanita hamil dengan hepatitis E, terutama pada trimester
kedua atau ketiga, berada pada peningkatan risiko gagal hati akut, kematian janin dan
kematian. Hingga 20-25% wanita hamil dapat meninggal jika mereka mendapatkan
hepatitis E pada trimester ketiga (WHO, 2022).

D. Pencegahan Hepatitis
1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan
perilaku, keterampilan, dan komitmen dalam penyelenggaraan penanggulangan virus

9
hepatitis, sehingga masyarakat memahami virus hepatitis secara baik dan benar dan
mampu untuk mengakses terhadap upaya perlindungan khusus, pemberian imunisasi,
mengetahui dan memahami cara pencegahan untuk dirinya, orang lain, dan masyarakat
luas, serta mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan virus
hepatitis. Selain itu, peningkatan komitmen bagi para pemimpin diperlukan dalam
mendukung upaya penanggulangan virus hepatitis ini. Promosi kesehatan dilakukan
terhadap masing-masing jenis virus hepatitis berdasarkan cara penularannya, melalui
kegiatan sebagai berikut (Permenkes RI No. 53, 2015).
a. Hepatitis A dan Hepatitis E
Upaya promosi kesehatan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Advokasi dan sosialisasi
Advokasi dan sosialisasi dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai
pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan, mengingat jenis
Hepatitis Virus ini dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Oleh karena itu,
kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS) secara benar terutama pada “saat - saat
kritis”, yaitu sebelum makan, sebelum mengolah dan menghidangkan makanan,
sebelum menyusui bayi, sebelum memberi makan bayi/balita, sesudah buang air
besar/kecil, dan sesudah memegang hewan/unggas, sangat penting untuk mencegah
penularan Hepatitis A dan Hepatitis E. Kegiatan advokasi dan sosialisasi ini
diutamakan pada para pengambil keputusan, penentu kebijakan, dan penyandang
dana yang diharapkan memberikan dukungan, baik secara politis, kebijakan, maupun
dana, untuk mewujudkan Program Penanggulangan Hepatitis di wilayahnya, seperti
Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD.
Selain itu, advokasi dan sosialisasi juga disampaikan kepada pemangku
kepentingan lainnya, seperti guru sekolah, tokoh masyarakat/agama, pimpinan
pondok pesantren, dan pengelola usaha jasa boga/katering/rumah makan.
Penyebarluasan informasi tentang penanggulangan Hepatitis A dan Hepatitis E
dengan memanfaatkan media informasi yang berbasis budaya lokal merupakan
pilihan yang baik agar masyarakat semakin menyadari pentingnya memelihara
kesehatan diri, keluarga, dan lingkungannya, khususnya dalam pencegahan Hepatitis
A dan Hepatitis E.

10
2) Intervensi Perubahan Perilaku.
Intervensi perubahan perilaku adalah upaya yang dilakukan agar masyarakat
dalam kesehariannya melakukan perilaku hidup bersih dan sehat agar terhindar dari
tertular dan menularkan hepatitis virus ini. Kegiatan dalam intervensi perubahan
perilaku berupa promosi kesehatan dan bagaimana hidup sehat, difokuskan terhadap
perilaku hidup bersih dan sehat, kebersihan diri, lingkungan, dan tata cara
pengelolaanpangan yang higienis dan saniter, dan hal-hal lain. Dalam pengelolaan
makanan yang higienis dan saniter, antara lain dengan memperhatikan bahan, alat,
dan tempat yang digunakan. Penjamah pangan agar senantiasa menjaga kebersihan
pangan, memisahkan bahan pangan matang dan mentah, memasak makanan sampai
matang, menyimpan makanan pada suhu aman, menggunakan air bersih dan bahan
pangan yang baik. Kebiasaan lain yang perlu dipelihara adalah buang air besar
dengan cara-cara yang saniter, yaitu membuang tinja di jamban saniter. Petugas
kesehatan yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan
penyuluhan dan konsultasi agar masyarakat memperoleh wawasan dan pemahaman
yang benar dalam kegiatan mencegah penyebaran Hepatitis A dan Hepatitis E di
lingkungan keluarga maupun masyarakat. Pendekatan sanitasi total berbasis
masyarakat (STBM) merupakan alternatif yang baik dalam pembudayaan perilaku
hidup bersih dan sehat agar tumbuh kembang kemandirian masyarakat guna
mencegah Hepatitis A dan Hepatitis E (Permenkes RI No. 53, 2015).
b. Hepatitis B, C, dan D
Upaya promosi kesehatan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Advokasi dan Sosialisasi
Advokasi dan sosialisasi tentang Hepatitis B, Hepatitis C, dan Hepatitis D, yaitu
upaya untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan komitmen bagi masyarakat,
petugas kesehatan, pengambil keputusan dan tokoh masyarakat; tentang cara
penularan, cara pencegahan termasuk perlindungan khusus dan pengurangan dampak
buruk, deteksi dini, akses layanan, dan dukungan terhadap penanggulangannya,
sehingga universal access bagi pelaksanaan penanggulangan Hepatitis Virus dapat
dipenuhi dan dirasakan oleh masyarakat. Kepada para pengambil keputusan perlu
dilakukan advokasi sehingga didapatkan dukungan yang optimal untuk mendukung

11
upaya pengendalian Hepatitis ini. Sedangkan sosialisasi dilakukan kepada masyarakat
agar masyarakat mengetahui dengan baik tentang Hepatitis B, Hepatitis C, dan
Hepatitis D serta cara penularan dan pencegahannya, melakukan perlindungan
khusus, pengurangan dampak buruk, dan imunisasi, menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat terutama pada kelompok masyarakat berisiko, seperti menghindari
penggunaan jarum suntik, alat kesehatan, dan alat lain yang menimbulkan luka pada
tubuh, yang tidak steril, mencegah perilaku seksual berisiko, tidak bertukar sikat gigi,
pisau cukur, dan alat tattoo, serta menghindari perilaku berisiko lainnya yang
berpotensi menularkan Hepatitis B dan Hepatitis C, melakukan deteksi dini, dan
mengetahui apa yang harus dilakukan apabila terinfeksi atau berisiko.
2) Intervensi Perubahan Perilaku
Intervensi perubahan perilaku dilakukan melalui penyuluhan, pendampingan,
pemberian konseling, dan penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
mendukung perubahan perilaku yang dilakukan. Intervensi perubahan perilaku
dilakukan pada kelompok populasi berisiko tinggi maupun kelompok populasi rawan
tertular dan menularkan penyakit ini.
3) Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat bertujuan agar masyarakat atas kesadarannya dapat
berpartisipasi aktif dalam penanggulangan Hepatitis Virus sesuai dengan kapasitas
masyarakat tersebut. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan pada seluruh
komponen masyarakat dengan membentuk kelompok sebaya (peer group) atau
supporting groupsebagai motivator dan sumber informasi untuk meningkatkan akses
pelayanan serta merubah perilaku, dan menjadi relawan pendamping orang dengan
Hepatitis Virus (Permenkes RI No. 53, 2015).
2. Perlindungan Khusus
Perlindungan khusus adalah upaya yang dilakukan agar masyarakat dapat
terlindungi dari penularan Hepatitis Virus. Perlindungan khusus dapat dilakukan melalui
kegiatan pengurangan dampak buruk, seperti:
a. Penggunaan kondom
Penggunaan kondom terutama ditujukan bagi kelompok masyarakat yang
memiliki hubungan seksual berisiko.

12
b. Pengunaan alat pelindung diri (APD)
Penggunaan APD diwajibkan bagi petugas kesehatan atau masyarakat yang
melakukan aktifitas berisiko, seperti memakai masker dan sarung tangan, dan baju
dan kacamata pelindung.
c. Menghindari penggunaan jarum suntik dan alat kesehatan peralatan lainnya yang
tidak steril
Masyarakat wajib menghindari penggunaan jarum suntik secara bergantian atau
tidak steril, terutama pada kelompok pengguna NAPZA suntik, pengguna tattoo,
tindik, dan akupunktur. Peralatan lainnya seperti misalnya untuk tindik, peralatan
pada kedokteran gigi, operasi, hemodialisis, dll.
3. Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk melakukan
pencegahan terjadinya penularan Hepatitis Virus. Pemberian imunisasi hanya
dilaksanakan untuk Hepatitis A dan Hepatitis B.
a. Imunisasi Hepatitis A dilakukan dengan cara pemberian vaksin
Hepatitis A sebanyak dua kali dengan jarak 6 sampai 12 bulan terhadap masyarakat di
atas usia 2 tahun. Imunisasi hepatitis A dilakukan secara sukarela.
b. Imunisasi Hepatitis B untuk bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg negatif atau
status HBsAg ibu tidak diketahui diberikan vaksin hepatitis B sesegera mungkin
(sangat dianjurkan imunisasi)
Imunisasi Hepatitis B mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi Hepatitis B
selama lebih dari 20 tahun. Keberhasilan imunisasi dinilai dari terdeteksinya antiHBs
di serum penderita setelah pemberian imunisasi Hepatitis B lengkap (3-4 kali).
c. Apabila bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif maka imunisasi dengan
immunoglobulin harus diberikan <24 jam dari kelahirannya, bersamaan dengan HB-
0, dilanjutkan sesuai program imunisasi nasional, yaitu usia bayi 2 bulan, 3 bulan, dan
4 bulan. Selanjutnya pada saat bayi tersebut berusia 9 – 12 bulan dilakukan
pemeriksaan HBsAg dan titer anti HBs.
d. Pemberian imunisasi Hepatitis B pada pada kelompok masyarakat berisiko tinggi,
seperti kelompok populasi yang melakukan praktik seksual berisiko; pengguna
NAPZA suntik; petugas kesehatan, mahasiswa/pelajar sekolah kesehatan seperti

13
perawat, bidan analis, laboran; orang dekat/keluarga/tinggal serumah; pasangan orang
dengan Hepatitis B; orang dengan riwayat keluarga Hepatitis B; dan orang dengan
Infeksi Menular Seksual (IMS) (Permenkes RI No. 53, 2015).

E. Penatalaksanaan Hepatitis
1. Hepatitis A
Menurut Permenkes RI No. 53 tahun 2015 tentang Penanggulangan Hepatitis Virus,
penatalaksanaan dari hepatitis A yaitu,
a. Pengobatan, tidak spesifik, utamanya meningkatkan daya tahan tubuh (istirahat dan
makan makanan yang hygienis dan bergizi), rawat inap hanya diperlukan bila penderita
tidak dapat makan dan minum serta dehidrasi berat;
b. Isolasi tidak diperlukan; Selain dilakukan pengobatan terhadap kasus Hepatitis A, perlu
didukung penanganan terhadap perilaku dan lingkungan, seperti:
1) Disinfeksi serentak terhadap bekas cairan tubuh dari penderita;
2) Imunisasi pasif pada orang yang terpajan cairan tubuh penderita;
Pada kehamilan dengan hepatitis A, perawatan utama yang dilakukan adalah (Seto et al.,
2020):
a. Manajemen supportif yang terdiri dari; pemenuhan nutrisi dan hidrasi ibu yang adekuat
(suplementasi rutin kehamilan sperti asam folat, tablet Fe, dan kalsium) dan pemakaian
terapi antiemetic pada gejala mual muntah dengan pilihan terapi yang aman seperti
vitamin B6. Serta pemberian antipiretik yang aman untuk kehamilan seperti Paracetamol
(apabila ibu mengalami demam).
b. Pada ibu hamil yang mengalami kontak dengan penderita hepattis A, maka diberikan
immunoglobulin dengan dosis (0,2 ml/KgBB).
c. Pada kasus yang langka, apabila terjadi komplikasi kegagalan fungsi hati dan ensefalopati
hepatic (kegagalan fungsi otak ketika hati yang rusak seperti sirosis hati dan hepatitis
tidak mengeluarkan racun dari darah) maka dapat dilakukan transplantasi hati.
d. Pencegahan antenatal dapat diberikan vaksinasi virus hepatitis A sebagai profilaksis.
Vaksin diberikan 2 dosis dengan interval antardosis 6 bulan.
e. Pada aspek menyusui, ibu hamil dengan hepatitis A dapat tetap menyusui.
2. Hepatitis B

14
Menurut Permenkes RI No. 53 tahun 2015 tentang Penanggulangan Hepatitis Virus,
penatalaksanaan dari hepatitis B yaitu
a. Penanganan pada Ibu hamil
1) Bila hasil pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi reaktif, maka pasien dirujuk ke
rumah sakit yang telah mampu melakukan tatalaksana Hepatitis B dan C terdekat.
2) Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit rujukan
3) Pembiayaan secara mandiri, atau menggunakan BPJS atau asuransi lainnya.
4) Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan
dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik (feedback).
5) Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas nonreaktif, maka ibu hamil tersebut
dianjurkan pemeriksaan anti-hbs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi.
6) Bila hasil pemeriksaan hbsag dan anti-hbs nonreakif, maka dianjurkan vaksinasi
hepatitis B sebanyak 3 kali secara mandiri.
b. Penanganan pada kelompok populasi berisiko lainnya
1) Bila hasil konfirmasi menunjukkan hepatitis B reaktif, maka dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang mampu melakukan Tatalaksana Hepatitis B dan C.
2) Penanganan selanjutnya sesuai SOP berlaku di rumah sakit
3) Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan
dikirim ke FKTP yang merujuk untuk umpan balik.
4) Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas nonreaktif, maka dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan anti-hbs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi.
5) Bila hasil pemeriksaan hbsag dan anti-hbs nonreakif, maka dianjurkan vaksinasi
hepatitis B sebanyak 3 kali.
Pada kehamilan dengan hepatitis B, perawatan yang dilakukan adalah (Seto et al., 2020)
(Gozali, 2020):
1) Setiap ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan HbSAg pada trimester pertama
kehamilannya. Apabila HBsAg dan anti-HBsAg negatif, vaksin VHB dapat diberikan
pada pasien risiko tinggi. Jika hasil pemeriksaan HBsAg positif, maka harus
dilakukan pemeriksaan VHB DNA kuantitatif pada minggu ke-28.
2) ACOG merekomendasikan untuk merujuk pasien jika titer virus >20.000 IU/mL,
ALT > 19 IU/mL, atau HbeAg positif. Apabila DNA VHB lebih dari 1 juta kopi

15
(200.000 IU/mL), terapi antiviral direkomendasikan pada usia kehamilan 28 –32
minggu. Apabila titer virus <200.000 IU/mL, terapi antiviral dapat diberikan jika
memiliki gejala hepatitis B virus aktif dan sirosis.
3) Pemberian antiviral yang dianjurkan yaitu dengan tenofovir dan entecavir pada pasien
indeks viremik tinggi saat usia kehamilan 28–32 minggu.
4) Pada persalinan, jika persalinan lebih dari 14 jam pada ibu hamil dengan titer HBV
tinggi (3,5 pg /mL) atau HBeAg positif, lebih baik dilakukan SC. Persalinan normal
diusahakan dengan trauma sekecil mungkin.
c. Penatalaksanaan pada bayi:
1) Bayi dari ibu HBsAg positif akan mendapat 0,5 mL HBIg dan 5 mcg (0,5 mL) vaksin
rekombinan di ekstremitas bawah yang berbeda 12 jam setelah lahir. Pada bayi lahir
dengan berat badan kurang dari 2000 g, dosis vaksin pertama tidak dianggap sebagai
bagian dari paket vaksin karena potensi immunogenicity hepatitis B rendah, sehingga
dosis vaksin total 4 dosis. Setelah vaksinasi selesai, dilakukan pemeriksaan anti-Hbs
dan HBsAg pada usia 9 – 12 bulan untuk menilai konsentrasi anti-Hbs.
2) Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HBsAg nya, namun terdapat tanda
infeksi (terdeteksi VHB DNA, HbeAg positif, atau diketahui terinfeksi kronik VHB),
harus ditangani seperti jika lahir dari ibu HBsAg positif. Ibu yang mau melahirkan
dan tidak diketahui status HBsAgnya, harus segera dilakukan pemeriksaan darah.
3) Sedangkan pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HBsAgnya
dengan BBL > 2000 gram diberi vaksin hepatitis B (tanpa HBIG), yaitu: 5 mcg (0,5
mL) vaksin rekombinan atau mcg (0,5 mL) vaksin asal plasma dalam 12 jam setelah
lahir. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan.
Jika kemudian diketahui ibu mengidap HBsAg positif segera berikan 0,5 mL HBIG
(sebelum anak berusia satu minggu). Pada bayi dengan BBL < 2000 gram dan tidak
diketahui status HBsAg ibu dalam 12 jam setelah lahir, bayi diberi vaksin hepatitis B
dan HBIG.
4) Pemberian ASI: Tidak ada larangan pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan
HbsAg positif terutama bila bayi telah divaksinasi dan diberi HBIG setelah lahir.
3. Hepatitis C

16
Menurut Permenkes RI No. 53 tahun 2015 tentang Penanggulangan Hepatitis
Virus, penatalaksanaan dari hepatitis C yaitu,
a. Bila hasil konfirmasi di laboratorium menunjukkan hepatitis C reaktif, maka dirujuk ke
rumah sakit yang mampu melakukan Tatalaksana Hepatitis B dan C.
b. Penanganan selanjutnya sesuai SOP yang berlaku di rumah sakit.
c. Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim
ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik.
d. Bila hasil pemeriksaan hepatitis C non-reaktif, maka dilakukan penyuluhan (KIE).
e. Pengobatan Hepatitis C pada penderita yang telah terdiagnosis maka sebelum memulai
terapi antivirus hepatitis C perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya
koinfeksi dengan virus hepatitis B (VHB) dan HIV, mencari kemungkinan penyakit
komorbid lain seperti penyakit hati alkohol, penyakit hati autoimun dan non-alcohol fatty
liver disease (NAFLD).
Pada kehamilan dengan hepatitis C, perawatan utama yang dilakukan adalah (Seto et al.,
2020):
a. Prinsip perawatan kehamilan anatenatal care memiliki kesamaan dengan kehamilan
fisiologis seperti suplementasi kehamilan, nutrisi, dan deteksi tanda bahaya pada ibu dan
janin. Akan tetapi, karena virus hepatitis C dapat menularkan ke janin secara vertikal,
maka tindakan invasif harus diminimalkan (seperti pemeriksaan amniosintesis dapat
dihindari).
b. Pengobatan pada hepatitis C di kehamilan dapat dikatakan sembuh apabila di dalam
tubuh ibu hamil tersebut tidak ditemukan RNA virus hepatitis C setelah 12-24 minggu
pengobatan (sustained virological response (SVR)).
c. Terapi hepatitis C pada kehamilan adalah menggunakan terapi antiviral direct-acting
antivirals (DAA). Kombinasi terapi yang digunakan adalah pemberian pegylated
interferon alpha (PEG-IFNa) dan Ribavirin. Terapi DAA tersebut merupakan terapi
frontline atau utama pada kehamilan untuk mencapai SVR. Akan tetapi penggunaan
ribavirin dengan dosis besar dan lama pemakaian yang lama dapat berdampak teratogenik
pada janin. Sehingga saat ini terdapat alternative baru terapi dengan menggunakan PEG-
IFNa dan Sofosbufir.

17
d. Pada proses persalinan pervaginam, minimalkan perlukaan pada saat persalinan dengan
menghindari tindakan episiotomy. Sehingga pilihan persalinan yang dianjurkan adalah
section caesaria.
e. Pada hal menyusui, virus hepatitis C ditemukan pada ASI tetapi dalam jumlah yang
sangat sedikit. Virus tersebut mudah dinonaktifkan oleh asam lambung dan tidak diserap
melalui saluran cerna. Sehingga menyusui diperbolehkan. Akan tetapi pada ibu hamil
dengan hepatitis C dan HIV menyusui dilarang dilakukan, karena risiko penularan pada
bayi tinggi.
4. Hepatitis D
Pada kehamilan dengan hepatitis D, perawatan utama yang dilakukan adalah (Seto et al.,
2020):
a. Pemberian terapi antiviran pada kehamilan dengan virus hepatitis D yaitu dengan terapi
pegylated interferon alpha (PEG-INFa).
b. Managemen supportif yang terdiri dari; pemenuhan nutrisi dan hidrasi ibu yang adekuat
(suplementasi rutin kehamilan sperti asam folat, tablet Fe, dan kalsium) dan pemakaian
terapi antiemetic pada gejala mual muntah dengan pilihan terapi yang aman seperti
vitamin B6. Serta pemberian antipiretik yang aman untuk kehamilan seperti Paracetamol
(apabila ibu mengalami demam).
c. Pada kasus yang langka, apabila terjadi komplikasi kegagalan fungsi hati maka dapat
dilakukan transplantasi hati.
d. Menyusui dapat dilakukan pada ibu dengan hepatitis D, karena bukan termasuk dalam
kontraindikasi.
5. Hepatitis E
Pada kehamilan dengan hepatitis E, perawatan utama yang dilakukan adalah (Seto et al.,
2020):
a. Managemen supportif yang terdiri dari; pemenuhan nutrisi dan hidrasi ibu yang adekuat
(suplementasi rutin kehamilan sperti asam folat, tablet Fe, dan kalsium) dan pemakaian
terapi antiemetic pada gejala mual muntah dengan pilihan terapi yang aman seperti
vitamin B6. Serta pemberian antipiretik yang aman untuk kehamilan seperti Paracetamol
(apabila ibu mengalami demam).

18
b. Pemberian terapi antiviral kombinasi yaitu pegylated interferon alpha (PEG-IFNa) dan
Sofosbufir yang bertujuan menekan jumlah virus dalam tubuh.
c. Pada komplikasi yang langka terjadinya kegagalan fungsi hati, maka transplantasi hati
dapat dilakukan.
d. Kandungan RN virus hepatitis E pada ibu ASI ditemukan dalam jumlah yang banyak,
sehingga menyusui pada ibu dengan infeksi hepatitis E akut merupakan kontraindikasi
Penatalaksanaan hepatitis B selama kehamilan
Penatalaksanaan infeksi HBV pada kehamilan bersifat kompleks, karena
kesejahteraan ibu dan bayi perlu dipertimbangkan. Dengan rencana perawatan yang
intensif dan hati-hati, kesejahteraan saat kehamilan pada ibu dan janin dicapai untuk
wanita dengan CHB(Hepatitis kronik). Keputusan untuk memulai terapi antivirus
tergantung pada tingkat keparahan penyakit HBV Ibu dan risiko penularan terhadap
perinatal. Pemberian vaksin HBV dan HBIG yang tepat waktu sangat penting untuk
memutus rantai penularan vertikal. Meskipun imunoprofilaksis, sekitar 10-30% bayi yang
lahir dari ibu dengan tingkat viremia tinggi masih berisiko tertular infeksi HBV.
Pedoman pengobatan saat ini merekomendasikan memulai terapi antivirus selama
trimester ketiga kehamilan untuk wanita dengan tingkat DNA HBV lebih besar dari
200.000 IU/mL untuk lebih mengurangi risiko penularan perinatal. TDF/ Tenofovir
Disoproxil Fumarate adalah pilihan yang lebih disukai untuk indikasi ini. Karena
reaktivasi hepatitis B terkait kehamilan dapat terjadi baik pada wanita yang diobati
maupun yang tidak diobati, pemantauan ketat sangat penting selama kehamilan dan
setidaknya 6 bulan setelah melahirkan. (Aslam et al. 2018).

1. Penatalaksanaan ibu hamil yang tidak menjalani terapi antivirus sebelum


kehamilan.

19
2. Penatalaksanaan ibu hamil yang menjalani terapi antivirus sebelum kehamilan.

Untuk wanita usia subur yang berencana untuk hamil, keputusan untuk memulai terapi
perlu mempertimbangkan potensi dampak penyakit pada janin. Untuk pasien hamil tanpa
infeksi HBV kronis aktif, terapi antivirus dapat ditunda (Aslam et al. 2018)

F. Kebaruan dalam Obstetri dan Ginekologi

20
Patofisiologi:
Virus hepatitis B ditularkan melalui inokulasi perkutan atau melalui paparan
mukosa dengan cairan tubuh yang menular. Transmisi oral-fekal mungkin terjadi tetapi
sangat jarang. Masa inkubasi infeksi HBV biasanya antara 30 dan 180 hari, dan
sementara pemulihan umum terjadi pada pasien imunokompeten, sebagian kecil dapat
berkembang menjadi keadaan kronis, secara serologis didefinisikan sebagai adanya
HBsAg selama lebih dari enam bulan. HBsAg ditularkan melalui kontak darah atau
sekresi tubuh, dan risiko tertular hepatitis B jauh lebih tinggi pada individu dengan
kontak dekat dengan pasien HBsAg-positif (Tripathi et al. 2022).
Patogenesis :
Patogenesis penyakit hati pada infeksi HBV terutama diperantarai oleh imun, dan
dalam beberapa keadaan, HBV dapat menyebabkan cedera sitotoksik langsung pada hati.
HBsAg dan protein nukleokapsid lain yang ada pada membran sel mendorong lisis
seluler yang diinduksi sel T dari sel yang terinfeksi HBV. Respon sel T sitotoksik
terhadap hepatosit yang terinfeksi HBV, dan sebagian besar DNA HBV dibersihkan dari
sistem hati sebelum infiltrasi sel T maksimal, menunjukkan bahwa respon imun
kemungkinan lebih kuat pada tahap awal infeksi (Tripathi et al. 2022).
Respon imun mungkin bukan satu-satunya etiologi di balik cedera hati pada
pasien hepatitis B. Cedera terkait hepatitis B juga terlihat pada pasien pasca transplantasi
hati dengan hepatitis B yang menjalani terapi imunosupresan. Pola histologis yang
mengikuti dari infeksi ini disebut hepatitis kolestatik fibrosing dan diperkirakan terkait
dengan paparan HBsAg yang berlebihan. Ini memberikan kepercayaan pada gagasan
bahwa hepatitis B mungkin memiliki patogenisitas terlepas dari respons sistem kekebalan
(Tripathi et al. 2022).

G. Penularan Ibu ke Bayi


Penyakit menular seperti infeksi Hepatitis B adalah penyakit yang dapat
ditularkan dari ibu dan dapat terinfeksi ke anaknya selama kehamilan, persalinan, dan
menyusui, serta menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian, sehingga berdampak
buruk pada kelangsungan dan kualitas hidup anak. Namun demikian, hal ini dapat
dicegah dengan intervensi sederhana dan efektif berupa deteksi dini (skrining) pada saat

21
pelayanan antenatal, penanganan dini, dan imunisasi. Infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B
pada anak lebih dari 90% tertular dari ibunya (Permenkes, 2017)
Transmisi vertical merupakan jalur penularan utama di area dengan prevalensi tinggi.
Sebagian anak dari ibu dengan HBsAg(+) akan menjadi pengidap hepatitis B.
1. Pencegahan Transmisi Vertikal dari ibu ke bayi
a. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes Hep B
b. Diagnosis Hep B
c. Pemberian terapi pada ibu hamil terinfeksi
d. Persalinan yang aman
e. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak
f. Pemberian HbIG pada bayi yang lahir dari Ibu terinfeksi Hepatitis B
Imunisasi HB0 dan HBIg < 24 jam.

2. Alur persalinan Ibu hamil dengan Hepatitis B:


a. Ibu hamil dengan Hepatitis B, dengan atau tanpa pengobatan antivirus tetap dapat
melakukan ANC dan persalinan di FKTP. Persalinan di RS rujukan hanya ditetapkan atas
indikasi obstetrik atau indikasi klinis lain yang memerlukan pengawasan klinis yang tidak
dapat dilakukan di FTKP.
b. Ibu hamil dengan HbSAg (+) dirujuk ke SpPD.
3. Terapi hepatitis b pada pasien wanita hamil:
a. Pada WUS, konseling kontrasepsi dan keluarga berencana penting untuk didiskusikan.
b. Pada pasien hamil dengan DNA VHB > 2x106 IU dan atau HBeAg positif, terapi untuk
mengurangi transmisi perinatal dapat dimulai pada TM 3 sampai dengan 3 bulan setelah
melahirkan, kecuali bial ada indikasi terapi Hepatitis B kronik.
c. Tenofovir dapat digunakan pada pasien hamil dengan infeksi VHB, dan telbivudin dapat
digunakan sebagai alternatif. (Kemenkes, 2019).
Setiap bayi dari ibu hamil sampai menyusui yang terinfeksi Hepatitis B di lakukan
melalui pemberian kekebalan (Imunisasi), profilaksis, diagnosis dini dan atau pengobatan
yang sesuai (Kemenkes, 2019).
Upaya untuk memutus rantai penularan Hepatitis B melalui Eliminasi Penularan dapat
membantu anak pada ibu yang terinfeksi Hepatitis B minim mengalami penularan. Upaya

22
Eliminasi Penularan Hepatitis B dilakukan beberapa hal:
a. Infeksi Hepatitis B dengan pemeriksaan HBsAg pada saat bayi berusia 9 bulan ke atas
dan dinyatakan terinfeksi Hepatitis B jika HBsAg positif.
b. Pemberian imunisasi Hepatitis B untuk bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg negatif
atau status HBsAg ibu tidak diketahui diberikan vaksin hepatitis B sesegera mungkin
(sangat dianjurkan imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir diberikan pada bayi usia
<24 jam sesudah kelahiran (HB-0) bersamaan dengan pemberian vitamin K1). Pemberian
imunisasi ini kemudian dilanjutkan sesuai program imunisasi nasional, yaitu usia bayi 2
bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Imunisasi Hepatitis B mampu memberikan perlindungan
terhadap infeksi Hepatitis B selama lebih dari 20 tahun. Keberhasilan imunisasi dinilai
dari terdeteksinya anti-HBs di serum penderita setelah pemberian imunisasi Hepatitis B
lengkap (3-4 kali).
c. Apabila bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif maka dianjurkan agar diberikan
Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg), vitamin K, vaksinasi hepatitis B hari ke-0 (HB 0)
diberikan sesegera mungkin kurang dari 24 jam setelah kelahiran, dilanjutkan sesuai
program imunisasi nasional, yaitu usia bayi 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Selanjutnya
pada saat bayi tersebut berusia 9 – 12 bulan dilakukan pemeriksaan HBsAg dan titer anti
HBs. (Permenkes, 2015)

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi fibrosis (jaringan
parut), sirosis atau kanker hati yang disebabkan infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-
obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak berlebih, dan penyakit
autoimun. Hepatitis B merupakan kelainan tidak langsung yang berhubungan dengan
kehamilan namun meningkatkan risiko kematian maternal maupun neonatal akibat
perdarahan karena kegagalan fungsi hati.
Jenis-Jenis Hepatitis dan Proses Penularannya : Hepatitis A adalah infeksi hati
yang disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV ditemukan dalam tinja dan darah
orang yang terinfeksi, Hepatitis B adalah suatu sindroma klinis atau patologis yang
ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hepar, Hepatitis C adalah
infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV), Hepatitis D, juga dikenal
sebagai "hepatitis delta," adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D
(HDV), dan HEV menyebar ketika seseorang tanpa sadar menelan virus bahkan dalam
jumlah mikroskopis.

24
Penegakan diagnosis untuk hepatitis dapat dilakukan dengan beberapa test yaitu
tes Hepatitis A (HAV), Hepatitis B (HBV), Hepatitis C (HCV),Hepatitis D (HDV), dan
Hepatitis E (HEV)
Pencegahan Hepatitis dapat dilakukan melalui Promosi Kesehatan, Perlindungan
Khusus dan pemberian imunisasi.
Penatalaksanaan Hepatitis dengan penatalaksanaan Hepatitis A (HAV), Hepatitis
B (HBV), Hepatitis C (HCV),Hepatitis D (HDV), dan Hepatitis E (HEV) melalui
penatalaksanan terhadap bayi dan ibu pada masa kehamilan bahkan setelah kehamilan.
Respon imun mungkin bukan satu-satunya etiologi di balik cedera hati pada
pasien hepatitis B. Cedera terkait hepatitis B juga terlihat pada pasien pasca transplantasi
hati dengan hepatitis B yang menjalani terapi imunosupresan. Pola histologis yang
mengikuti dari infeksi ini disebut hepatitis kolestatik fibrosing dan diperkirakan terkait
dengan paparan HBsAg yang berlebihan. Ini memberikan kepercayaan pada gagasan
bahwa hepatitis B mungkin memiliki patogenisitas terlepas dari respons sistem kekebalan
(Tripathi et al. 2022).
Penyakit menular seperti infeksi Hepatitis B adalah penyakit yang dapat
ditularkan dari ibu dan dapat terinfeksi ke anaknya selama kehamilan, persalinan, dan
menyusui, serta menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian, sehingga berdampak
buruk pada kelangsungan dan kualitas hidup anak. Namun demikian, hal ini dapat
dicegah dengan intervensi sederhana dan efektif berupa deteksi dini (skrining) pada saat
pelayanan antenatal, penanganan dini, dan imunisasi.

B. Saran
Sebagai bidan harus cermat menganalisis apakah pasien tersebut mengalami hepatitis
baik dari jenis Hepatitis A (HAV), Hepatitis B (HBV), Hepatitis C (HCV),Hepatitis D
(HDV), dan Hepatitis E (HEV) dengan mengidentifikasi diagnosis sehingga dapat diberikan
pencegahan serta penanganan yang tepat.

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Asafo-Agyei KO, Samant H. 2021. Pregnancy And Viral Hepatitis. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. [Updated 2021 Aug 8]
Aslam, A., Reyes, K.J.C., Malladi, V.R., Ishtiaq, R., Lau, D. T. Y. 2018. Management of chronic
hepatitis B during pregnancy. Gastroenterology Report, 6(4), 2018, 257–262
Bali Tahun 2018 – 2019. Archive Of Community Health. 8 (2) : 204 – 215. P-ISSN 2302-139X
E-
ISSN 2527-3620.
CDC. 2020. Prevention of Hepatitis A Virus Infection in the United States: Recommendations of
the Advisory Committee on Immunization Practices, 2020. Morbidity and Mortality
Weekly Report. July 2020;69(5)
. 2020. Hepatitis B. https://www.cdc.gov/hepatitis/hbv/index.htm. . 17 September 2022
. 2020. CDC Recommendations for Hepatitis C Screening Among Adults — United States,
. 2020. Morbidity and Mortality Weekly Report April 2020;69(2)
. 2020. Hepatitis D. https://www.cdc.gov/hepatitis/hdv/index.htm. 17 September 2022
. 2020. Hepatitis E. https://www.cdc.gov/hepatitis/hev/index.htm. 17 September 2022
. 2020. CDC Recommendations for Hepatitis C Screening Among Adults — United States,
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2020. Hepatitis D.
https://www.cdc.gov/hepatitis/hdv/hdvfaq.htm#section5. 17 September 2022.
Chilaka, V.N. and Konje, J.C., 2021. Viral Hepatitis in pregnancy. European Journal of
Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 256, pp.287-296.
Gozali, A. P. 2020. Diagnosis, Tatalaksana, dan Pencegahan Hepatitis B dalam Kehamilan.
Jurnal CDK-286. 2020;47(5):354-358
Gozali. 2020. Diagnosis, Tatalaksana, dan Pencegahan Hepatitis B dalam Kehamilan. : CDK
Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan analisis hepatitis. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan RI; 2014
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 53 Tahun 2015
tentang Penanggulangan Hepatitis Virus; 30 Juli 2015
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 Tahun 2017
tentang Eliminasi Penularan Human Immunodeficiency Virus, Sifilis dan Hepatitis B dari
Ibu Ke Anak; 5 November 2017

2
Kemenkes. 2019. Informasi Dasar Pencegahan Penularan Hiv, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke
Anak (PPIA); 13 September 2019.

Kementerian Kesehatan RI. 1,5 Juta Lebih Ibu Hamil Dideteksi Dini Hepatitis B: Kementerian
Kesehatan RI; 2019.
Pusparini. A. D., P. R. Ayu. 2017. Tatalakasana Persalinan pada Kehamilan dengan Hepatitis B.
Journal Medula Unila. April 2017;7(2):1-5
Sari, Dwitya Arum Dan I Made Sutarga. 2021. Karakteristik Penderita Hepatitis C Di Provinsi
Seto, M. T. Y., Cheung, K. W., & Hung, I. F. 2020. Management of viral hepatitis A, C, D and E
in pregnancy. Best Practice & Research Clinical Obstetrics & Gynaecology68. 44e53
Seto, M. T. Y., Cheung, K. W., & Hung, I. F. (2020). Management of viral hepatitis A, C, D and
E in pregnancy. Best Practice & Research Clinical Obstetrics & Gynaecology68 (2020)
44e53
Sinaga. 2018. Pemeriksaan Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) dan Anti-HBs pada ibu hamil
sebagai skrining penularan Hepatitis B. Semarang: e-journal Poltekkes Semarang
Tripathi N, Mousa OY. Hepatitis B. [Updated 2022 Jun 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555945/

WHO. 2022. Hepatitis E. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hepatitis-e. 17


September 2022.
WHO. 2022. Hepatitis C. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hepatitis-c. 17
September 2022.
Yulia, Dwi. 2019. Virus Hepatitis B Ditinjau dari Aspek Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas. 8 (4) : 247-254.

Anda mungkin juga menyukai