Anda di halaman 1dari 17

VIRUS HEPATITIS B DALAM KEHAMILAN

Tugas Ini Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mikrobiologi dan Parasitologi


Yang dibimbing Oleh Bapak Zubaidi, S.Si., M.Si.

Disusun Oleh :
1. Badi'atur Rahmawati (P17331215013)
2. Yulita Amanah Sari (P17331215014)
3. Candra Eriza Putri (P17331215015)
4. Mega Fitria Carnos (P17331215016)
5. Fransisca Leviana (P17331215017)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN JEMBER
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan sehingga makalah yang berjudul “Virus Hepatitis B Dalam
Kehamilan” dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mikrobiologi dan Parasitologi yang dibimbing oleh Bapak Zubaidi, S.Si., M.Si
Dalam proses pembuatan makalah ini tentunya kami mendapatkan arahan dan
mendapat materi dari literatur yang ada. Semoga makalah kami bisa menjadi
pedoman, reverensi, tuntunan untuk lebih baik lagi di hari esok baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah ini.

Jember, 4 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Dari Virus Hepatitis B .............................................................. 3
2.2 Struktur Dari Virus Hepatitis B .............................................................. 3
2.3 Patofisiologi Virus Hepatitis B .............................................................. 6
2.4 Tanda Dan Gejala Virus Hepatitis B ...................................................... 7
2.5 Pengaruh Virus Hepatitis B Pada Kehamilan ........................................ 7
2.6 Penularan Virus Hepatitis B ................................................................... 9
2.7 Cara Perawatan Ibu Hamil Dengan Hepatitib B .................................... 10
2.8 Upaya Pencegahan Hepatitis B .............................................................. 10
2.9 Skrining Hepatitis B Pada Ibu Hamil ..................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 13
3.2 Saran........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatitis B adalah penyakit sistemik, terutama menyerang hati yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B dengan manifestasi klinis berupa demam,
gejala gastrointestinal, seperti mual dan muntah serta ikterus. Penyakit ini
dapat menjadi penyakit yang serius meliputi hepatitis kronis, sirosis, dan
karsinoma hepatoselular [ CITATION Bro12 \l 1033 ].
Infeksi virus Hepatitis B (HBV) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang serius di dunia. Dari 2 miliyar orang di dunia terdapat 240
juta merupakan terinfeksi HBV kronis yang menyumbang 780.000 kematian
setiap tahunnya (David H, 2017). Data Riskesdas (2014) di Indonesia,
terdapat 5,3 juta ibu hamil dengan Hepatitis B (HBsAg) reaktif dengan rata-
rata 2,7%, maka setiap tahun diperkirakan terdapat 150 ribu bayi yang 95%
berpotensi mengalami hepatitis kronis (sirosis atau kanker hati) pada 30 tahun
kedepan (Depkes RI, 2017). Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke
11 dari 34 provinsi dengan persentase 2,77%, dan untuk didaerah Situbondo
terdapat 54 kasus hepatitis pada wanita secara umum, beberapa desa di daerah
Situbondo seperti Desa Klampokan Kecamatan Panji terdapat 1 penderita
HbsAg Reaktif dari 40 kehamilan didesa tersebut.
Cara utama transmisi virus Hepatitis B selama masa bayi adalah dari
ibu yang terinfeksi kepada bayinya selama proses kelahiran maupun melalui
kontak dengan orang serumah yang terinfeksi virus Hepatitis B. Wanita yang
merupakan carrier virus Hepatitis B atau yang mengalami Hepatitis B saat
hamil juga dapat menularkan penyakit kepada bayinya. Sebagian besar bayi
yang terinfeksi virus hepatitis B akan menderita infeksi Hepatitis B kronis
dan ketika dewasa mereka akan rentan terkena penyakit hati dan memiliki
risiko tinggi untuk mengalami karsinoma hepatoseluler (Brooks dkk., 2010).
Sejak tahun 2015, deteksi dini Hepatitis B pada ibu hamil bisa
dilakukan di pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) dan jaringannya. Semua
wanita hamil harus melakukan uji hepatitis B untuk mencegah infeksi, apabila
hasilnya positif maka harus dirujuk ke dokter spesialis untuk evaluasi lebih
lanjut. (Kemenkes RI, 2017). Saat ini, Kementerian Kesehatan Indonesia
sedang melakukan program upaya eliminasi penularan HIV, Sifilis, dan
Hepatitis B melalui Permenkes RI Nomor 52 Tahun 2017. Diharapkan pada
tahun 2022 Infeks baru Hepatitis B pada anak adalah < 50.000/100.000
kelahiran hidup (Depkes RI, 2017).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi
penularan HBV diperlukan langkah yang lebih di dini, seperti konseling
tentang penyakit menular seksual, melakukan anamnese riwayat penyakit
keluarga untuk mengetahui faktor penyebab penyakit, segera melakukan tes

1
laboratorium untuk mendeteksi lebih dini, serta melakukan pendampingan
dengan ibu hamil HbsAg agar mendapat penanganan yang cepat, tepat dan
sesuai serta membantu mengurangi keluhan ibu baik dari aspek psikologis
dan sosial, juga membantu mengurangi komplikasi baik dari masa kehamilan,
persalinan, nifas, bayi baru lahir dan pada program Keluarga Berencana
(Depkes, 2013).
Upaya pencegahan transmisi hepatitis B dari ibu ke bayi adalah
imunoprofilaksis menggunakan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) dan
vaksinasi hepatitis B. Keberhasilan dari protokol imunoprofilaksis ini sangat
baik, yaitu mencapai 95%. Namun, sekitar lima persen sisanya akan
mengalami kegagalan imunoprofilaksis (Depkes RI, 2017). Menanggapi
masalah infeksi virus hepatitis B (HBV) tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengambil kasus kehamilan dengan Hepatitis B mengingat tingginya
penularan hepatitis B melalui ibu hamil yang positif hepatits B terhadap janin
dikandungannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Virus Hepatitis B?
2. Bagaimana struktur dari Virus Hepatitis B?
3. Bagaimana patofisiologi Virus Hepatitis B?
4. Apa tanda dan gejala Virus Hepatitis B?
5. Apa pengaruh Virus Hepatitis B pada kehamilan?
6. Bagaimna penularan Dri Virus Hepatitis B?
7. Bagaimana cara perawatan ibu hamil dengan Hepatitib B?
8. Bagaimana upaya pencegahan Hepatitis B?
9. Bagaimana skrining Hepatitis B pada Ibu hamil?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Virus Hepatitis B.
2. Untuk mengetahui struktur dari Virus Hepatitis B.
3. Untuk mengetahui patofisiologi Virus Hepatitis B.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Virus Hepatitis B.
5. Untuk mengetahui pengaruh Virus Hepatitis B pada kehamilan.
6. Untuk mengetahui penularan Dri Virus Hepatitis B.
7. Untuk mengetahui cara perawatan ibu hamil dengan Hepatitib B.
8. Untuk mengetahui upaya pencegahan Hepatitis B.
9. Untuk mengetahui skrining Hepatitis B pada Ibu hamil.
1.4 Manfaat Penulisan
Unruk menambah wawasan untuk pada pembaca khususnya mahasiswa
dalam memberikan pelayanan kebidanan ibu hamil dengan hepatitis B.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Hepatitis B


Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang disebabkan infeksi
bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan, perlemakan, alkohol dan zat
berbahaya lainnya. (Kemenkes RI, 2016). Hepatitis B adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B yang merusak hati dengan masa inkubasi
14-160 hari. Penyebaran penyakit melalui darah dan produknya, suntikan
yang tidak aman, transfusi darah, proses persalinan, melalui hubungan
seksual. [ CITATION Deu12 \l 1057 ]
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B suatu anggota keluarga yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati
atau kanker hati. Penyakit hepatitis B dibagi menjadi dua yaitu hepatitis B
akut dan kronik yang di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Hepatitis B akut terjadi jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan
2. Hepatitis B kronis bila penyakit menentap, tidak sembuh secara klinis
atau laboratorium, atau pada gambaran patologi anatomi selama 6
bulan[ CITATION Dep13 \l 1033 \m Dep13]

2.2 Struktur Virus Hepatitis B


Struktur dan genotip virus Hepatitis B Penelitian tentang virus Hepatitis B
bermula ketika Baruch S. Blumberg (1925 – 2011), pada tahun 1963
melaporkan penemuan barunya. Blumberg melaporkan suatu antigen baru
yang dinamakan antigen Australia (AuAg), yang ditemukannya pada serum
penderita dari suku Aborigin di Australia.Blumberg kemudian dianugerahi
hadiah Nobel pada tahun 1976 berkat penemuannya itu. Pada tahun-tahun
selanjutnya, antigen Australia menjadi marker spesifik pertama dari virus
hepatitis, dan menjadi pendorong berbagai kemajuan yang dicapai dalam
bidang ilmu virologi. Antigen ini juga menjadi pendorong pengembangan
sarana diagnostik infeksi virus dan produksi vaksin. Virus Hepatitis B adalah
suatu virus DNA dari genus Orthohepadnavirus, famili hepadnaviridae yang
utamanya menyerang sel-sel hati. Suatu virus DNA dengan panjang sekitar
3200 nukleotida.

Gambar 1.
Kapsid Virus
Hepatitis B
(Sgro,2011)

3
Walaupun beberapa penelitian telah menemukan virus dengan struktur
morfologis mirip dengan virus Hepatitis B pada burung dan mamalia, hospes
bagi virus Hepatitis B terbatas pada manusia, gorilla, dan simpanse. Virus ini
bereplikasi dalam sel-sel hati (hepatosit) yang terinfeksi. Partikel virus
Hepatitis B (virion), disebut juga partikel Dane, terdiri atas inti dan selubung
permukaan. Bila kita memeriksa serum penderita yang terinfeksi virus
Hepatitis B dengan mikroskop elektron, akan terlihat tiga partikel.
Partikel pertama berbentuk bulat dengan diameter 20-22 nm, partikel
kedua berbentuk batang dengan diameter kurang lebih 20 nm, panjang 50-250
nm. Keduanya mengandung lipid dan tidak mengandung asam nukleat.
Partikel ketiga berdiameter kurang lebih 42-47 nm, memiliki selubung ganda,
dengan selubung luar yang mengandung lipid dan ketiga bentuk HBsAg, serta
mengandung asam nukleat. Kedua partikel yang tidak mengandung asam
nukleat diduga hanya merupakan lapisan lipoprotein luar dari virus dan
kemungkinan besar berfungsi sebagai pengecoh terhadap sistem imunitas
tubuh manusia. Partikel yang mengandung asam nukleat diduga merupakan
virion lengkap virus Hepatitis B dan disebut partikel Dane. Hal ini sesuai
dengan nama sarjana Dane yang menemukannya tahun 1970.

Partikel Dane ini merupakan struktur yang kompleks, selubung luarnya


mengandung lipid dan ketiga polipeptida gen S, yaitu protein permukaan
large (L), middle (M), dan small (S) dan dikenal juga sebagai pre-S1, pre-S2,
dan HBsAg (hepatitis B surface antigen). Lebih dalam lagi terdapat lapisan
dalam disebut nukleokapsid dengan diameter 27 nm. Nukleokapsid
mengandung protein inti atau hepatitis B core antigen (HBcAg), DNA virus

4
Hepatitis B, dan enzim DNA polymerase. DNA virus Hepatitis B berbentuk
sirkuler yang mengandung dua jenis untaian DNA ganda.
Untaian luar berupa lingkaran penuh dan disebut negative strand,
sedangkan untaian dalam berupa lingkaran yang tidak lengkap dan disebut
positive strand. Negative strand terdiri atas kurang lebih 3200 nukleotida
yang berfungsi menyandi protein. Positive strand berperan dalam proses
replikasi virus Hepatitis B.
Pada untaian luar DNA virus Hepatitis B, terdapat empat daerah penyandi
open reading frames (ORFs). Keempat ORFs itu mempunyai fungsi yang
berbeda, dan keempatnya adalah:
1. ORF (Gen) S
Gen S berfungsi untuk menyandi selubung virus Hepatitis B (HBsAg,
pre-S1, dan pre-S2) Gen S atau gen terdiri atas 3 regio, yaitu regio
S(226 asam amino), pre-S1 (108 asam amino) dan pre-S2 (55 asam
amino). Gen S menyandi tiga jenis protein selubung virus Hepatitis B
dengan panjang N-terminus (NT) yang berbeda, yaitu:
a. Small protein (HBsAg) dikode oleh gen S region S. Protein ini
merupakan protein utama dan menyusun 85% selubung virus.
HBsAg memiliki determinan ‘a’ (asam amino 124-147), bersifat
antigenik dan memiliki tingkat kesamaan dengan isolat virus
Hepatitis B di seluruh dunia. Hal ini besar manfaatnya bagi
diagnosis dan proses pengembangan vaksin.
b. Middle protein (MHBs) dikode oleh gen S dan pre-S2, terdiri dari
281 asam amino. Regio pre-S2 menyandi 55 asam amino dan
bersifat imunogenik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
komponen aditif dalam vaksin.
c. Large protein (LHBs) dikode oleh gen S, pre-S2, dan pre-S1.
Memiliki panjang bervariasi, yaitu 389 dan 400 asam amino.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa bagian ini berfungsi
untuk penempelan virus pada hepatosit.
2. Gen C
Gen C atau gen core terdiri atas regio pre-C dan region C, serta
menyandi dua jenis protein, yaitu hepatitis B core antigen (HBcAg)
dan hepatitis B e antigen (HBeAg). HBcAg dikode oleh regio C,
Gambar 3. Struktur biokimiawi DNA VHB (Gerlich, 2013) 19 terdiri
atas 183 asam amino, dan merupakan komponen utama nukleokapsid.
HBeAg merupakan protein yang dikode oleh region Pre-C dan region
C, terdiri atas 214 asam amino, dan merupakan petanda penderita
dalam keadaan infeksius. HBeAg positif juga menjadi indikator
keadaan viremia, yang artinya virus dalam fase replikasi aktif. Adanya
HBeAg positif pada penderita merupakan petanda serologis yang
sensitif, dan mengandung makna bahwa penderita mempunyai derajat

5
penularan yang tinggi dan erat kaitannya dengan outcome penderita
dikemudian hari. Oleh karena itu, bila ditemukan HBsAg positif perlu
diperiksa HBeAg untuk menentukan prognosis penderita.
3. Gen P Gen P (polymerase) mengkode enzim DNA polymerase, suatu
enzim multifungsional (844 asam amino) yang terlibat dalam replikasi
virus. Enzim ini terbagi atas empat bagian, yaitu: 1) protein terminal
(N-terminal domain) untuk mengawali proses replikasi virus, 2)
spacer yang fungsinya belum jelas, 3) reverse transcriptase (rt
domain) yang menyandi RNA dependent RNA polymerase (RdRP)
dan RNA dependent DNA polymerase (RdDP), 4) C-terminal domain
yang menyandi enzim ribonuclease-H (RNase H) dan berfungsi pada
akhir proses replikasi. Gen P merupakan ORF terbesar, dan
perubahannya dapat menyebabkan perubahan pada komponen lain
virus Hepatitis B. Pemahaman tentang gen P ini telah dimanfaatkan
untuk menciptakan obat-obat anti virus.
4. Gen X
Gen X terletak pada nukleotida 1374-1836, mengkode protein
hepatitis B X antigen (HBxAg) yang terdiri atas 154 asam amino.
Susunan asam amino HBxAg sama pada semua virus famili
hepadnaviridae. Protein ini berfungsi memodulasi host-cell signal
transduction dan mempengaruhi ekspresi gen virus. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa HBxAg merupakan faktor
transaktivator proses transkripsi gen beberapa promoter virus dan sel.
HBxAg juga mengikat dan menginaktifkan faktor p53 yang
mempunyai fungsi sebagai supresor tumor. Hal-hal ini dianggap
berperan dalam patogenesis terjadinya karsinoma hepatoseluler.

2.3 Patofisiologi Virus Hepatitis B


Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B dan
virus ini mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hati
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hati. dalam
sitoplasma, VHB melepaskan mantelnya sehingga melepaskan nukleokapsid,
selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati [ CITATION SAP10 \l
1033 ].
Inflamsi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan
suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan
tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan
adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan
seloparenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin masuk kedalam hati belum
mengalami konjungasi sehingga tetap normal, namun karena terjadi
kerusakan hati terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin kedalam hati. Selain
itu juga terjadi kesulitan dalam hati konjungasi akibat bilirubin tidak

6
sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus. Karena terjadi retensi (akibat
kerusakan sel eksresi) dan resusitasi pada duktuli, empedu belum mengalami
konjungasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disebabkan kerusakan
dalam penganggukan, konjungasi, dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjungasi larut dalam air, maka bilirubin dapat
dieksresi kedalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih
berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan
gatal-gatal pada icterus.[ CITATION Khu16 \l 1033 ]

2.4 Tanda dan Gejala Hepatitis B


Tanda dan gejala orang yang terinfeksi berbeda-beda bergantung pada
usia pasien saat terinfeksi, status imun, dan derajat penyakit gejala yang
timbul pada pasien dapat merasa tidak baik atau mungkin mual, muntah,
diare, anoreksia, dan sakit kepala, pasien dapat menjadi kekuningan, demam
ringan, dan hilang nafsu makan, kadang infeksi VHB tidak ada kekuningan
dan gejala yang nyata yang dapat diidentifikasi dengan deteksi biokimia atau
serologi virus spesifik pada darah penderita [ CITATION Haz11 \l 1033 ].
Hepatitis B akut memiliki onset yang perlahan yaitu ditandai dengan
gejala hilang nafsu makan, diare dan muntah, letih (malaise), rasa sakit pada
otot, demam ringan, dan rasa tidak nyaman pada perut bagian atas . Setelah
satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak
kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh
[ CITATION SMu13 \l 1033 ]. Banyak pasien dewasa pulih secara komplit dari
infeksi VHB, namun tidak total bersih dari virus akibat gagal memberikan
tanggapan imun. Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan
oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan
pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi
pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh
lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika
tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit
terus berkembang menjadi hepatitis B kronis dan dapat mengakibatkan
kerusakan hati atau sirosis, kanker hati dan kematian [ CITATION Haz11 \l
1033 ].

2.5 Pengaruh Hepatitis B pada Kehamilan


Prognosis infeksi VHB tergantung dari berat ringannya penyakit dan
komplikasi-komplikasi yang terjadi. Infeksi VHB pada penderita tanpa
menimbulkan gejala klinis dan juga tidak ada penyakit lain sebagai penyerta
prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada kehamilan trimester III, infeksi VHB
akut memberikan prognosis yang lebih buruk, didapatkan angka kematian

7
yang tinggi bagi ibu dan anak, terutama apabila terjadi hepatitis fulminant.
Gizi ibu hamil juga menentukan, bila terdapat gizi jelek maka mudah terjadi
hepatitis fulminant.
Wanita yang rentan terhadap penyakit hepatitis B selama kehamilan
bisa saja memiliki gejala yang tidak bisa dibedakan dari populasi
keseluruhan. Infeksi virus hepatitis B harus bisa dibedakan dari penyakit hati
akut yang lain pada saat kehamilan seperti intrahepatik kolestasis,
penumpukan lemak di hati jika terjadi kekuningan, atau hemolisis,
peningkatan enzim hati dan sindrom kadar platelet rendah jika kekuningan
tidak dijumpai.
Komplikasi kehamilan dengan hepatitis B dapat menyebabkan
peningkatan mortalitas maupun menyebabkan efek teratogenik. Namun, pada
infeksi VHB akut insidensi untuk terjadinya berat bayi lahir rendah dan
prematur lebih tinggi. Dimana diabetes gestasioanl, perdarahan antepartum
dan persalinan premature lebih sering terjadi pada infeksi hepatitis B kronik. [
CITATION Dan19 \l 1057 ]
Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada pada
Hepetitis B akut. Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita hepatitis
B akut. Kebanyakan penderita hepatitis kronik tidak pernah mengalami gejala
hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminal merupakan penyulit yang
paling di takuti karena sebagian besar berlangsung fatal. 50% kasus hepatitis
virus fulmnal adalah dari tipe B dan banyak diantar kasus hepatitis B akut
fulminal terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C.
Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis fulminal yang
berhasil hidup yang berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan
biokimiawi atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminal
adalah transplantasi hati.
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh
jaringan parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan
mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Makan sel-
sel hati akan mengalami kerusakan yng menyebabkan fungsi hati
mengalami penurunan bahkan kehilangan fungsinya [ CITATION SMu13 \l
1033 ].
Ibu hamil dengan hepatitis B harus mendapat kombinasi antibodi pasif
(immunoglobulin) dan imunisasi aktif vaksin hepatitis b, tidak meminul
alkohol, menghondari obat-obatan yang hepatotoksis seperti asetaminofen
yang dapat memperburuk kerusakan hati, tidak mendonor darah, bagian tubuh
dan jaringan, kontrol setidikitnya saetahun sekali untuk mengantisipasi
adanya komplikasi pada saat kehamilan dengan hepatitis B.

2.6 Penularan Hepatitis B

8
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus
membran mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012).
Penanda Hepatitis B telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari
orang yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan
serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama
semen dan saliva) telah diketahui infeksius [ CITATION Gen14 \l 1033 ].
Kelompok yang beresiko tinggi tertular HBV diantaranya :
1. Bayi dari ibu penderita hepatitis B
2. Bekerja dengan darah dan produk darah (kecelakaan jarum suntik)
3. Pengguna jarum suntik tidak steril/bergantian
4. Pengguna tato, tindik, pisau cukur, jarum perawatan wajah,
menicure/pedicure tidak steril.
5. Pengguna sikat gigi bergantian dengan penderita
6. Pasangan homosex
7. Sering berganti-ganti pasangan
Penularan infeksi virus hepatitis B (HBV) bersifat prenatal merupakan
prentase tertinggi di dunia. Di Indonesia presentase penularan HBV bersifat
prenatal menunjukkan angka 95%.
Penularan infeksi HBV dapat terjadi dengan 2 cara yaitu horizontal dan
vertikal. Penularan horizontal dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu
penularan perkutan, melalui selaput lendir dan mukosa. Mother To Child
Transmission (MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang menderita hepatitis
B akut atau pengidap persisten HBV kepada bayi yang di kandungannya atau
dilahirkannya. Mekanisme penularan HbsAg terbagi menjadi :
1. Intrauterine transmission (HBV in utero)
Transmisi HbsAg melalui intrauterine dianggap paling banyak.
Penularan bisa melalui transmisi seluler yang mengacu pada sisi ke sisi
janin melalui sel plasenta dan terinfeksi dari transfer darah ibu ke dalam
sistem sirkulasi janin. Berdasarkan penelitian, DNA HBV tinggi pada ibu
dengan positif HbsAg mampu meningkatkan resiko MTCT HBV terutam
dalam tranmisi HBV intrauterin melalui kapiler vili. Kehamilan tidak akan
memperberat infeksi virus, akan tetapi jika terjadi infeksi akut bisa
mengakibatkan hepatitis fulminan.
2. Intrapartum transmission
Penularan intrapartum mengacu pada penularan yang terjadi selama
persalinan dan diakui sebagai rute terpenting MTCT HBV. Selama proses
persalinan, bayi baru lahir memiliki kemungkinan untuk terpapar cairan
tubuh atau darah yang mengandung HBV pada saat bayi melalui jalan
lahir, dan juga pada saat kontraksi rahim dapat menyebabkan laserasi
plasenta dan selanjutnya menyebabkan masuknya darah ibu ke dalam
sirkulasi janin. Transmisi transplasenta jarang terjadi dan diperkirakan
hanya berkisar 5-15% dari seluruh kehamilan dengan hepatitis B. Pada

9
kasus persalinan lama cenderung meningkatkan penularan vertikal (lebih
dari 9 jam)
3. Peurperal transmission
Penularan nifas berarti infeksi HBV akibat kontak dengan ASI ibu
akibat luka kecil dalam mulut bayi, cairan tubuh, darah, dan atau yang
lainnya.

2.7 Cara Perawatan Ibu Hamil dengan Hepatitis B


Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit
kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan
dengan diet dan istirahat yang baik.
Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B
kronik (menahun) dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Saat ini ada beberapa perawatan yang dapat dilakukan untuk Hepatitis B
kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi seorang penderita penyakit
ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan
adefovir dan modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa.
Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan.
Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan
membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai
hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang dapat
merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu
meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat
yang dapat digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu
temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto
(Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun
serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang
(Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan
(Centella asiatica), buah kaca piring (Gardenia augusta), buah mengkudu
(Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale) [ CITATION GFC10 \l 1033
].

2.8 Upaya Pencegahan Penularan Hepatitis B


Penularan infeksi HBV dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu
penularan horizontal dan vertikal. Penularan horizontal HBV dapat
terjadi melalui berbagai cara yaitu penularan perkutan, melalui selaput lendir
atau mukosa. Mother-to-child-transmission (MTCT) terjadi dari seorang ibu
hamil yang menderita hepatitis B akut atau pengidap prsisten HBV
kepada bayi yang dikandungnya atau dilahirkannya. Penularan HBV in-
utero, penularan perinatal dan penularan post natal. Penularan HBV in-utero

10
ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, karena salah satu fungsi
dari plasenta adalah proteksi terhadap bakteri atau virus. Bayi dikatakan
infeksi in-utero jika dalam satu bulan postpartum sudah menunjukkan
Hepatitis B [ CITATION GFC10 \l 1033 ].
Saat ini, Kementerian Kesehatan Indonesia sedang melakukan program
upaya eliminasi penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B melalui Permenkes RI
Nomor 52 Tahun 2017. Diharapkan pada tahun 2022 Infeksi baru Hepatitis B
pada anak adalah < 50.000/100.000 kelahiran hidup (Kementerian Kesehatan
RI, 2017).
Menurut [ CITATION GFC10 \l 1033 ] adapun upaya pencegahan HbsAg ibu
hamil pada anaknya adalah:
1. Cara pencegahan VHB pascapaparan
Hepatitis B Immune Globuline adalah suatu sediaan anti-HBs titer
tinggi yang dimurnikan dari plasma yang diambil dari individu anti-
HBs positif titer tinggi. HbIg dipergunakan untuk pencegahan infeksi
VHB pascapaparan, yaitu pencegahan infeksi paparan terhadap sumber
infeksi VHB telah terjadi sebelumm tindakan pencegahan, misalnya
penularan dari ibu kepada anak, penularan dari tusukan tidak
sengaja dan penularan dari hubungan kelamin dengan seorang
karer. HbIG tidak diberikan bila paparan telah terjadi 7 hari atau
lebih.
WHO merekomendasikan semua Negara untuk memperkenalkan
vaksin Hepatitis B pada program imunisasi rutin nasional. Selanjutnya,
di Negara-negara dengan infeksi HBV tinggi (khususnya di Negara
dengan prevalensi infeksi HBV kronik >8%), WHO merekomendasikan
pemberian dosis awal vaksin Hepatitis B segera setelah lahir (<24 jam)
untuk mencegah transmisi HBV perinatal.
Pada daerah endemis diantaranya Asia Tenggara, transmisi
hepatitis B dari ibu ke bayi mencapai 25 – 30% dengan risiko infeksi
mencapai 60% selama kehidupan. Dengan demikian, diperlukan
upaya pencegahan transmisi tersebut dengan memperhatikan
kemungkinan kegagalan imunoprofilaksis. Imunoprofilaksis dinilai
sebagai bagian terpenting dalam pencegahan transmisi vertikal hepatitis
B dan konsekuensinya. Beberapa antivirus yang dapat digunakan dalam
upaya pencegahan tersebur diantaranya yaitu Lamivudin, Telbivudin
dan Tenovofir. Di Indonesia telah memasukkan imunisasi Hepatitis B
dalam program imunisasi rutin nasional pada bayi baru lahir pada
tahun 1997.
2. Pencegahan penularan vertical
Telah diketahui bahwa vaksin hepatitis B diberikan kepada
bayi yang baru dilahirkan oleh ibu Hepatitis B dan HBeAg positif
segera setelah dilahirkan, penularan infeksi dapat dicegah pada 75%

11
bayi. Sedangkan bila di samping vaksin juga diberikan HbIg, ditemukan
peningkatan efektivitas pencegahan penularan vertical sebanyak 10-
15% sehingga tercapai efektifitas 85-90%. Karena itu, tindakan
pencegahan standar yang diberikan kepada bayi yag lahir dari ibu
Hepatitis B di amerik serikat adalah memberikan 100 IU HbIg secara
intramuscular dan memberikan vaksin hepatitis B intra muscular dosis
lain dan vaksin ini di ulang pada umur 1 blan dan 6 bulan. Program
pencegahan penularan ini telah dilakukan secara luas di jepang dan
dilakukan pemerikaan HbsAg dan HbeAg positif, dilakukan
pemberian HbIg dan vaksin hepatitis B untuk mencegah penulatran
infeksi VHB vertical. Namun tidak mudah untuk melakukan system ini
secara luas karena diperlukansuatu system yang baik untuk skrinning
HbsAg dan HbeAg pada iu hamil. Disamping itu, HbIg sangat mahal.
System pencegahan tesebut disamping menelan biaya tinggi, juga hanya
sesuai untuk Negara- negara kaya, yang sebagian besar ibunya
melahirkan bayi dirumah sakit.
Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan yang paling
efektif untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B yang
dianjurkan WHO (World Health Organization) melalui Program The
Expanded Program On Immunitation (EPI)) merekomendasikan
pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi
rutin di negara berkembang, yaitu : BCG, DPT, Polio, Campak,
Hepatitis B.

2.9 Skirining Hepatitis B pada Ibu Hamil


Skrining adalah suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari
penderita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu
masyarakat atau kelompok tertentu melalui tes atau pemeriksaan yang secara
singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap mereka
yang kemungkinan besar menderita (Hadi, M.I, Alamudi, M.Y, 2017)

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B
yang merusak hati dengan masa inkubasi 14-160 hari. Penyebaran penyakit
melalui darah dan produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah,
proses persalinan, melalui hubungan seksual. Tanda dan gejala orang yang
terinfeksi berbeda-beda bergantung pada usia pasien saat terinfeksi, status
imun, dan derajat penyakit gejala yang timbul pada pasien dapat merasa tidak
baik atau mungkin mual, muntah, diare, anoreksia, dan sakit kepala, pasien
dapat menjadi kekuningan, demam ringan, dan hilang nafsu makan. Cara
utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, terutama berhubungan seksual. Imunisasi merupakan salah satu
upaya pencegahan yang paling efektif untuk mencegah penularan penyakit
Hepatitis B yang dianjurkan WHO (World Health Organization) melalui
Program The Expanded Program On Immunitation (EPI))
merekomendasikan pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit
sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu : BCG, DPT, Polio,
Campak, Hepatitis B.

3.2 Saran
Diharapkan oleh para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun dalam penulisan makalah ini guna mencapai ilmu pengetahuan
yang kompeten .

13
DAFTAR PUSTAKA

Danny. (2019). Penggunaan Kb pada Hepatitis B. Retrieved Mei 11, 2019, from
http://www.alodokter.com
Depkes. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Mustofa, S., & Kurniawaty, E. (2013). Manajemen Gangguan Saluran Cerna.
Bandar Lampung: Aura Printing dan Publishing.
Hasanah, D. N., Febrianti, & Minsarnawati. (2012). kebiasaan makan menjadi
salah satu penyebab kekurangan energi kronik (KEK) pada ibu hamil di
poli kebidanan RSI & A Lestari Cirendeu Tagerang Selatan. jurnal
kesehatan reproduksi , 3, 91-104.
Hazim, A. (2011). Tingkat Pengetahuan Pasien Hepatitis B Terhadap Penyakit
Hepatitis B di RSUP Haji Adam Malik Medan. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Price, S., & Wilson, L. (2010). Patofisiologis : Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit (7 ed.). Jakarta: EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai