Anda di halaman 1dari 44

Referat

Tatalaksana Nutrisi Osteoporosis pada Lanjut Usia


Ditinjau dari Segi Mikronutrien

Pembimbing:
Dr. dr. Meilani Kumala, MS, Sp.GK(K)
dr. Idawati Karjadidjaja, MS, Sp.GK
dr. Alexander Halim Santoso, M.Gizi
dr. Dorna Yanti Lola Silaban, M.Gizi, Sp.GK
dr. Frisca, M.Gizi
dr. Olivia Charissa, M.Gizi, Sp.GK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIZI


PERIODE 02 NOVEMBER – 14 NOVEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,


Penulis bersyukur atas rahmat dan berkah Allah Yang Maha Kuasa akhirnya tugas
referat “Tatalaksana Nutrisi Osteoporosis pada Lanjut Usia Ditinjau dari Segi
Mikronutrien” dapat selesai tepat pada waktunya. Referat ini dibuat sebagai prasyarat untuk
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Gizi. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada para dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengajar kami yaitu :
 Dr. dr. Meilani Kumala, MS, Sp.GK(K)
 dr. Idawati Karjadidjaja, MS, Sp.GK
 dr. Alexander Halim Santoso, M.Gizi
 dr. Dorna Yanti Lola Silaban, M.Gizi, Sp.GK
 dr. Frisca, M.Gizi
 dr. Olivia Charissa, M.Gizi, Sp.GK
Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi teman-teman sejawat dan siapa pun yang
membacanya. Penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan maupun kesalahan dalam
referat ini.

Jakarta, November 2020

Penulis

ii
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
DAFTAR ISI

Judul ..................................................................................................................................i
Kata Pengantar .................................................................................................................ii
Daftar Isi ............................................................................................................................iii
Daftar Gambar .................................................................................................................iv
Daftar Tabel ......................................................................................................................v
Bab 1. Pendahuluan...........................................................................................................1
Bab 2. Tinjauan Pustaka...................................................................................................3
2.1. Definisi .............................................................................................................3
2.2. Faktor Risiko ....................................................................................................4
2.3. Epidemiologi ....................................................................................................5
2.4. Patofisiologi......................................................................................................9
2.4.1. Penyebab Biologi .................................................................................. 9
2.4.2. Hubungan Selular ..................................................................................11
2.4.3. Faktor yang mempengaruhi osteoklas dan osteoblast ...........................12
2.5. Temuan Klinis dan pemeriksaan ......................................................................16
2.6. Tatalaksana ......................................................................................................17
2.6.1. Bifosfonat ..............................................................................................17
2.6.2. Denosumab ............................................................................................18
2.6.3. Hormon Paratiroid .................................................................................18
2.6.4. Selective Oestrogen Receptor Modulators (SERMs) ............................18
2.6.5. Terapi Nutrisi ........................................................................................19
2.6.5.1. Makronutrien .............................................................................19
2.6.5.2. Mikronutrien...............................................................................19
2.6.5.3. Serat............................................................................................32
Bab III. Kesimpulan dan Saran ......................................................................................33
Daftar Pustaka ..................................................................................................................36

iii
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Insiden Patah Tulang PAnggu. Per 100.00 Kasus di Insonesia Berdasarkan
Jenis Kelamin Laki-laki dan Perempuan Tahun 2011.........................................................8
Gambar 2. Hasil pemeriksaan BMD pada tulang belakang dan tulang paha
wanita di Indonesia tahun 2006...........................................................................................8
Gambar 3. Pengaruh gemotri tulang terhadap kekuatan tulang ..........................................10
Gambar 4. Remodeling tulang dan pengaruhnya terhadap mikroarsitetktur tulang............11
Gambar 5. Produksi sitokin di bawah kontrol estrogen di dalam tulang dan remodeling
tulang ..................................................................................................................................13
Gambar 6. Osteosit memproduksi sklerosin yang menghambat formasi tulang ................14
Gambar 7. Antagonis natural RANK ligand, osteoprotegerin (OPG),
menghambat osteklastogenesis ...........................................................................................15

iv
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyebab osteoporosis primer ..........................................................................3


Tabel 2. Perkiraan jumlah patah tulang osteoporosis berdasarkan situs, pada pria
dan wanita berusia 50 tahun atau lebih pada tahun 2000, menurut wilayah WHO...6
Tabel 3. Batas atas asupan kalsium ................................................................................

v
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
BAB I
PENDAHULUAN

Osteoporosis merupakan penyakit klinis yang ditandai oleh massa tulang yang rendah dan
kelainan pada struktur tulang. Deplesi tulang dapat disebabkan oleh resorpsi tulang yang
dominan, penurunan pembentukan tulang atau kombinasi dari keduanya. Penyebab utama
hilangnya kekuatan tulang adalah berkurangnya massa tulang; namun, pada tulang
trabekuler yang tersisa mungkin juga terdapat hilangnya konektivitas struktural antara
lempeng tulang, dan hal ini mengubah sifat mekanik sehingga hilangnya kekuatan tidak
sebanding dengan penurunan massa tulang. Sebagai konsekuensinya, tulang terutama
disekitar diafiseo-metafiseal junction pada tulang tubular dan pada tulang kanselus
vertebral akhirnya mencapai keadaan dimana tekanan yang relatif tidak berat pada
regangan menyebabkan patah tulang.1
Osteoporosis dapat dijumpai di seluruh dunia dan merupakan masalah kesehatan di
negara berkembang. Terdapat 20-25 juta penduduk menderita osteoporosis di Amerika
Serikat, yaitu 1 diantara 2-3 perempuan post menopause dan lebih dari 50% penduduk di
atas umur 70-80 tahun. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) di seluruh
dunia sekitar 200 juta orang menderita osteoporosis. Pada tahun 2050 diperkirakan angka
patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali llipat pada wanita dan 3 kali lipat pada
pria.densitas tulang masyarakat Eropa dan Asia lebih rendah dibandingkan dengan Afrika
sehingga mudah mengalami osteoporosis. Penelitian International Osteoporosis
Foundation (IOF) menyatakan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia dengan rentang usia
50-80 tahun memiliki risiko terkena osteoporosis, dan juga risiko osteoporosis perempuan
di Indonesia 4 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki.2
Faktor risiko osteoporosis diantaranya kekurangan aktivitas fisik, asupan kalsium
yang rendah, kekurangan protein, kurangnya paparan sinar matahari, konsumsi minuman
tinggi kafein dan tinggi alkohol, merokok, hormon estrogen yang rendah, mengkonsumsi
obat golongan steroid, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan, ras Asia dan Kaukasia,

1
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
menopause, ukuran badan, kurangnya asupan vitamn D dan kalsium. 3 Penelitian Reyes-
Gracia R. et al mendukung pernyataan tersebut bahwa kurangnya asupan vitamin C dan
kalsium meningkatkan kejadian fraktur tulang, sebaliknya, pemberian vitamin D dan
kalsium dapat menurunkan risiko fraktur pada tulang pada perempuan postmenopause. 4
Penelitian Rahme et al. juga menyatakan bahwa kurangnya asupan vitamin D pada usia
lanjut menyebabkan rendahnya densitas tulang, lemahnya fungsi otot, meningkatnya risiko
jatuh, dan fraktur osteoporosis.5 Diagnosis osteoporosis biasanya dapat dilakukan setelah
terjadi keretakan tulang.2 Densitometri tulang mengukur massa tulang berdasarkan
penyerapan jaringan foton yang dihasilkan oleh tabung sinar-X (DXA). Hasil pengukuran
DXA biasanya dinyatakan sebagai skor-T dan skor-Z. Jika skor BMD adalah dibawah 2,5
standar deviasi (SD), maka dapat didiagnosis osteoporosis, 1-2,5 SD dianggap massa tulang
rendah atau osteopenia, dan dibawah 1 SD dianggap normal.3
Osteoporosis merupakan penyakit yang tidak bergejala. Gejala yang mungkin
terlihat yaitu berkurangnya tinggi badan yang disadari dari pakaian yang tidak pas.
Penderita osteoporosis akan mengetahuhi mengalami osteoporosis jika telah mengalami
patah tulang. Patah tulang dapat terjadi hanya karena cedera ringan, seperti jatuh. Fraktur
paling umum terjadi di tulang belakang, pergelangan tangan, dan pinggul. Patah tulang
belakang dan pinggul, khususnya, dapat menyebabkan nyeri kronis (jangka panjang) dan
kecacatan, dan bahkan kematian.6 Gejala yang tidak tampak menyebabkan meningkatnya
angka fraktur tulang dikemudian hari, yang disebabkan oleh kesadaran yang kurang akan
pencegahan terjadinya osteoporosis, sehingga menyebabkan disabilitas terutama pada usia
lanjut. Yang menjadi masalah pada saat ini terkait osteoporosis adalah osteoporosis tidak
mudah dideteksi secara dini, sehingga pencegahan pun sulit untuk dilakukan. 2 Pengobatan
ditujukan untuk pencegahan patah tulang dan termasuk modifikasi faktor gaya hidup umum
yang telah dikaitkan dengan patah tulang dalam studi epidemiologi dan memastikan asupan
kalsium dan vitamin D yang optimal sebagai terapi tambahan.7

2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh rendahnya massa tulang, perburukan
jaringan tulang, dan rusaknya mikroarsitektur tulang yang dapat menyebabkan penurunan
kekuatan tulang dan meningkatkan risiko fraktur.8 Kesehatan tulang pada usia lanjut
merupakan masalah kesehatan global utama, karena sekitar 1 dari 3 wanita dan 1 dari 5 pria
mengalami tulang yang rapuh dan mudah fraktur. Kesehatan tulang merupakan masalah
yang kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai hormon dan mineral. Hormon kalsitriol
(juga vitamin D), paratiroid, dan hormone seks (terutama estrogen) mmerupakan hormone
yang terlibat dalam kesehatan tulang.9
Osteoporosis dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan faktor yang
mempengaruhi metabolisme tulang yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder.
Osteoporosis primer dapat dibagi lagi menjadi dua sub kelompok yaitu:8
a. Involutional osteoporosis type I yang disebut juga osteoporosis postmenopause,
yang disebabkankan oleh defisiensi esterogen, secara umum mempengaruhi
trabekular tulang. Perempuan lebih banyak mengalami osteoporosis dibandingkan
laki-laki dengan rasio 5,7:4.
b. Involutional osteoporosis type II yang disebut juga osteoporosis senile, yang
disebabkan oleh hilangnya massa tulang karena proses penuaan tulang kortikal dan
trabekular.
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit lainnya, pengobatan dan perubahan
gaya hidup. Berbagai macam penyebab osteoporosis sekunder dapat dilihat pada tabel
1.

3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Tabel 1. Penyebab osteopososis sekunder1

2.2. Faktor Resiko


Faktor yang mempengaruhi massa tulang yatu usia, perempuan, riwayat farktur
sebelumnya, riwayat penggunaan glukokortikoid oral atau sistemik sebelumnya, riwayat
fraktur femur pada kelaurga, indeks massa tubuh rendah (dibawah 18,5 kg.m2), perokok,
konsumsi alkohol lebih dari 14 unit per minggu untuk perempuan dan lebih dari 21 unit
perminggu untuk laki-laki.1 Menopause menyebabakan tidak seimbangnya antara reasorbsi

4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
dan keceaptan formasi (reasorbsi lebih cepat daripada formasi), yang menyebabkan
meningkatnya risiko fraktur. beberapa faktro yang berhubungan dengan peningkatan
osteoporosis yang berhubungan dengan fraktur yaitu penuaan dan defisiensi steroid seksual,
yang lebih spesifiknya yaitu penggunaan glukokortikoid (yang menyebabkan penurunan
formasi tulang dan massa tulang), menurunakan kualitas tulang, dan rusaknya integritas
mikroarsitektural. Fraktur terjadi ketika tulang yang lemah terbebani oleh karena jatuh.8

2.3. Epidemiologi
Beban sosial dan ekonomi osteoporosis terus meningkat karena penuaan pada seluruh
populasi di dunia, yang saat ini mempengaruhi lebih dari 10 juta orang di Amerika Serikat,
osteoporosis diperkirakan berdampak pada sekitar 14 juta orang dewasa di atas usia 50
tahun pada tahun 2020. Jumlah osteoporosis di seluruh dunia yaitu sekitar 200 juta wanita
menderita osteoporosis. Sebagai konsekuensinya, terdapat 1,5 juta orang mengalami fraktur
osteoporotik di Amerika Serikat.10
Berdasarkan laporan pertemuan kelompok studi World Health Organization (WHO)
tentang penilaian risiko patah tulang dan penerapannya pada skrining untuk osteoporosis
pascamenopause, terdapat lebih dari 75 juta orang di Amerika Serikat, Eropa dan jepang
mengalami osteoporosis. Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta patah tulang setiap
tahun di seluruh dunia, dimana lebih dari 4,5 juta terjadi di Amerika dan Eropa. Di Amerika
dan Eropa, patah tulang karena osteoporosis yaitu 2,8 juta jiwa yang menyebabkan
disability-adjusted life years (DALYs) setiap tahun, lebih banyak daripada yang disebabkan
oleh hipertensi dan rheumatoid arthritis, tetapi lebih sedikit daripada diabetes mellitus atau
penyakit paru obstruktif kronik. Secara kolektif, patah tulang osteoporosis mencapai sekitar
1% dari DALY yang disebabkan oleh penyakit tidak menular.11

5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Tabel 2. Perkiraan jumlah patah tulang osteoporosis berdasarkan situs, pada pria
dan wanita berusia 50 tahun atau lebih pada tahun 2000, menurut wilayah WHO. 11

Dalam praktek klinis, BMD biasanya diukur menggunakan dual-energy x-ray


absorptiometry (DXA). Osteoporosis dapat didiagnosis setelah terjadi fraktur, atau bila ada
T-score ≤-2.5 seperti yang diukur oleh DXA. Umumnya, populasi Asia memiliki BMD
yang lebih rendah. BMD wanita Kamboja, Laos, dan Vietnam di Rochester, MN, AS
ditemukan lebih rendah daripada wanita kulit putih. Mirip dengan studi multi-etnis lainnya,
ras yang berbeda memiliki BMD dan risiko patah tulang yang berbeda di negara yang
sama. Di Singapura, wanita Tionghoa berusia 45-69 tahun memiliki BMD leher femur yang
lebih rendah secara signifikan dan BMD tulang belakang lumbar yang lebih tinggi daripada
orang Melayu dan India berdasarkan usia, tinggi badan dan indeks massa tubuh. Untuk pria
Singapura, pria Melayu dan India memiliki BMD tulang belakang lumbar, leher femur, dan
pinggul yang jauh lebih tinggi daripada pria Tionghoa.

6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Di Asia Tenggara, Studi Osteoporosis Asia adalah studi pertama yang mengamati
tingkat patah tulang pinggul di Malaysia, Singapura dan Thailand. Hasilnya menunjukkan
tingkat penyesuaian usia untuk pria dan wanita (per 100.000) sebagai berikut: Singapura,
164 dan 442; Malaysia, 88 dan 218; Thailand, 114 dan 289; dibandingkan dengan tingkat
kulit putih Amerika Serikat tahun 1989 yang 187 pada pria dan 535 pada wanita. Tidak ada
data untuk negara-negara Asia Tenggara lainnya. Variasi tingkat patah tulang belakang di
seluruh dunia telah ditemukan lebih rendah daripada tingkat patah tulang pinggul. Untuk
wanita, tingkat prevalensi patah tulang belakang adalah 20-24% pada wanita kulit putih
Amerika Utara, 31 9% di Indonesia, 32 23.6% di Thailand , 33 dan 26,5% di Vietnam.
Demikian pula pada laki-laki, tingkat prevalensi patah tulang belakang sebanding pada laki-
laki AS (21,5%), 31 Thailand (29,1%) 33 dan laki-laki Vietnam (23%), 34 tetapi jauh lebih
rendah pada laki-laki Indonesia (16%). Tidak ada data untuk negara-negara Asia Tenggara
lainnya.12
Data berdasarkan kementerian kesehatan Republik Indonesia, insiden patah tulang
panggul per 100.000 kasus di Indonesia berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2011 yaitu
1.680 kasus pada jenis kelamin perempuan dan 718 kasus pada jenis kelamin laki-laki pada
usia 95-99 tahun. Tahun 2006, prevalensi osteoporosis meningkat seiring bertambahnya
usia baik pada perempuan maupun laki-laki. Data berdasarkan pemeriksaan BMD
menunjukkan pada tulang belakang L1-L4 relatif lebih stabil dari usia 25 sampai dengan 75
tahun, sedangkan hasil pemeriksaan BMD pada Trochanter terlihat menurun tajam dari usia
tahun ke usia 75 tahun, yaitu dari 0,83 menjadi 0,77.2

7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Gambar 1. Insiden Patah Tulang PAnggu. Per 100.00 Kasus di Insonesia Berdasarkan
Jenis Kelamin Laki-laki dan Perempuan Tahun 20112

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan BMD pada Tulang belakang dan Tulang Paha Wanita
di Indonesia tahun 20062

2.4. Patofisiologi
2.4.1. Penyebab Biologi
Pada orang dewasa, pembuangan mineral (resorpsi) tulang dalam jumlah kecil setiap hari,
diimbangi dengan pengendapan (deposisi) yang sama dari mineral baru untuk
mempertahankan kekuatan tulang. Ketika keseimbangan ini mengarah ke resorpsi yang
berlebihan, tulang akan melemah dan lama kelamaan bisa menjadi rapuh dan mudah patah
(osteoporosis). Resorpsi dan deposisi ulang mineral tulang secara terus menerus ini, atau
pembentukan kembali tulang, terkait erat dengan patofisiologi osteoporosis. Tulang
panjang berbentuk tubular, dengan cangkang luar yang kuat, atau lapisan kortikal,
mengelilingi inti spons yang disebut tulang trabekuler. Kombinasi tersebut membuat
tulang-tulang ini kuat dan ringan, tetapi cukup fleksibel untuk menahan beban (dari latihan

8
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
yang memiliki dampak yang tinggi). Tulang belakang memiliki bentuk yang sama, dengan
lapisan kortikal tebal yang mengelilingi lembaran tulang trabekuler. Sebagai satu unit,
setiap vertebra dapat dikompresi saat dibebani sementara dan kemudian kembali ke ukuran
aslinya.13

Gambar 3. Pengaruh geometri tulang terhadap kekuatan tulang13


Keterangan: Kiri: Untuk BMD areal yang sama, tulang C memiliki kekuatan lentur dan
kekuatan aksial yang secara progresif lebih besar daripada tulang B dan tulang A karena
massa tulang C didistribusikan lebih jauh dari pusat. Kanan: Perbedaan jenis kelamin dan
penuaan pada aposisi periosteal dan resorpsi endokortikal pada tulang tubular.13

Tulang harus dapat tumbuh, menyembuhkan, dan merespons lingkungannya. Di


sinilah remodeling tulang memainkan peran penting. Namun, seiring bertambahnya usia,
remodeling harian menyebabkan resorpsi mineral secara bertahap di bagian dalam lapisan

9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
kortikal dan di rongga tulang itu sendiri menyebabkan hilangnya tulang trabekula yang tak
terhindarkan dan pelebaran rongga tulang. Hal ini ebagian dikompensasi dengan
penambahan bertahap dari lapisan ekstra mineral ke luar lapisan kortikal.13
Remodeling yang terus-menerus, dan pengaruhnya terhadap mikroarsitektur tulang
memiliki dampak yang sangat besar pada patofisiologi osteoporosis. Misalnya, orang
dewasa muda dengan femur yang lebih lebar mungkin berisiko lebih tinggi mengalami
patah tulang pinggul di usia lanjut karena, rata-rata, tulang yang lebih lebar cenderung
memiliki lapisan kortikal yang lebih tipis. Semakin tipis lapisan ini, semakin rentan untuk
resorpsi di kemudian hari.13

Gambar 4. Remodeling tulang dan pengaruhnya terhadap mikroarsitetktur tulang13

2.4.2. Hubungan Selular


Keseimbangan antara resorpsi tulang dan deposisi tulang ditentukan oleh aktivitas dua tipe
sel utama, osteoklas dan osteoblas, yang berasal dari dua asal yang berbeda. Osteoklas
memiliki saluran ion yang sangat aktif di membran sel yang memompa proton ke ruang
ekstraseluler, sehingga menurunkan pH di lingkungan mikro osteoklas sendiri. Penurunan
pH ini melarutkan mineral tulang. Osteoklas juga memproduksi enzim proteolitik

10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
lingkungan mikro, di antaranya cathepsin K, yang melarutkan matriks tulang. Osteoblas,
melalui mekanisme yang berkarakteristik buruk, menghasilkan mineral tulang baru.
Keseimbangan antara aktivitas kedua jenis sel ini mengatur apakah tulang dibuat,
dipertahankan, atau hilang. Aktivitas sel-sel ini juga terjalin erat.13
Dalam siklus remodeling tulang yang khas, osteoklas diaktifkan pertama kali, yang
mengarah ke resorpsi tulang. Kemudian, setelah fase "pembalikan" singkat, di mana
"lubang" resorpsi ditempati oleh prekursor osteoblas, pembentukan tulang dimulai saat
gelombang progresif osteoblas terbentuk dan meletakkan matriks tulang baru. Karena fase
pembentukan tulang biasanya membutuhkan waktu lebih lama daripada fase resorpsi, setiap
peningkatan aktivitas remodeling cenderung mengakibatkan hilangnya tulang. Pada
berbagai tahap di sepanjang proses ini, prekursor, osteoklas, dan osteoblas berkomunikasi
satu sama lain melalui pelepasan berbagai molekul "pemberi sinyal". Molekul pemberi
sinyal ini dan berbagai faktor endogen lain (seperti hormon) atau eksternal (seperti diet dan
olahraga) mempengaruhi sel-sel yang terlibat dalam fisiologi tulang adalah topik aktivitas
penelitian yang intens.13

2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Osteoklas dan Osteblast


Hormon merupakan modulator krusial dalam pembentukan tulang. Hormon estrogen,
hormon paratiroid, dan pada tingkat yang lebih rendah testosteron secara langsung atau
tidak langsung melalui konversi menjadi estrogen, penting untuk perkembangan dan
pemeliharaan tulang yang optimal. Dari jumlah tersebut, estrogen diyakini memiliki efek
paling langsung pada sel tulang, berinteraksi dengan protein tertentu, atau reseptor, pada
permukaan osteoblas dan osteoklas.13
Efek estrogen dimediasi melalui satu jenis reseptor permukaan sel tertentu yang
disebut reseptor alfa estrogen (ERα), yang mengikat dan mengangkut hormon ke dalam inti
sel di mana kompleks reseptor-hormon bertindak sebagai sakelar untuk mengaktifkan gen
tertentu. Reseptor ERα ditemukan pada permukaan osteoblas, seperti reseptor alfa reseptor
yang berhubungan dengan estrogen (ERRα), yang mungkin memainkan peran tambahan
dalam mengatur sel-sel tulang. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa sex hormone

11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
binding globulin (SHBG), yang memfasilitasi masuknya estrogen ke dalam sel, juga dapat
memainkan peran pendukung.13
Estrogen dibuat dan disekresikan ke dalam aliran darah agak jauh dari tulang dan
juga memiliki efek yang sangat besar pada jaringan lain, seperti rahim dan payudara. Tetapi
ada molekul pensinyalan lain yang diproduksi secara lokal yang memiliki efek besar pada
fisiologi tulang.13

Gambar 5. Produksi sitokin di bawah kontrol estrogen di dalam tulang dan


remodeling tulang13

Prostaglandin, terutama prostaglandin E2 (PGE2), merangsang resorpsi dan


pembentukan tulang. PGE2 adalah lipid yang dibentuk di berbagai sel tulang dari prekursor
yang disebut asam arakidonat. Langkah pertama pada sintesis PGE2 dilakukan oleh enzim
yang disebut siklooksigenase 2 (COX2) dan inhibitor enzim ini dapat mencegah

12
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
pembentukan tulang sebagai respons terhadap tekanan mekanis pada hewan. PGE2
mungkin diperlukan untuk pembentukan tulang yang diinduksi oleh olahraga.13
Ada bukti bahwa risiko patah tulang meningkat pada orang yang memakai obat
antiinflamasi nonsteroid yang menghambat COX-2 juga dapat meningkat. Kumpulan
molekul lipid lain yang tampaknya mengatur pembentukan kembali tulang adalah
leukotrien. Juga berasal dari asam arakidonat, ini telah ditemukan untuk mengurangi
kepadatan tulang pada tikus.13
Bagaimana hormon-hormon ini memengaruhi remodeling tulang tergantung pada
bagaimana hormon-hormon ini mengubah aktivitas osteoklas dan / atau osteoblas. Reseptor
permukaan sel tertentu membantu mengirimkan sinyal dari sel tulang luar ke dalam inti sel,
di mana berbagai gen yang mengatur aktivitas sel dapat diaktifkan atau dinonaktifkan. Ini
termasuk reseptor untuk bone morphogenetic protein (BMPs) suatu keluarga protein yang
merupakan penginduksi kuat pembentukan tulang.13
Reseptor BMP telah ditemukan pada permukaan sel prekursor osteoblas. Reseptor
permukaan sel lain yang disebut reseptor protein 5 yang berhubungan dengan lipoprotein
densitas rendah (LDL) (LRP5), sebuah reseptor Wnt, mungkin juga penting untuk
pembentukan tulang karena hilangnya LRP5 pada hewan menyebabkan osteoporosis berat.
Reseptor BMP dan LRP5 dapat bekerja sama untuk menstimulasi osteoblas agar bekerja,
meskipun secara persis bagaimana hal ini mungkin terjadi belum diklarifikasi.13

13
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Gambar 6. Osteosit memproduksi sklerosin yang menghambat formasi tulang13

Sklerostin, produk dari gen SOST dan diekspresikan oleh osteosit, berikatan dengan
reseptor LRP5/6 pada osteoblas dan menghambat pensinyalan Wnt, yang mengarah pada
penurunan pembentukan tulang. Hormon paratiroid (PTH) dan pemuatan mekanis
menurunkan sekresi sklerostin oleh oesteosit. Antibodi melawan sklerostin telah
dikembangkan sebagai obat potensial dengan sifat kuat pada kekuatan tulang.13
Sebuah reseptor permukaan sel yang disebut RANK (untuk penggerak reseptor
NFκB) mendorong sel-sel prekursor osteoklas untuk berkembang menjadi osteoklas yang
berdiferensiasi penuh ketika RANK diaktivasi oleh RANK ligan (RANKL). RANKL
diproduksi oleh osteoblas dan merupakan salah satu molekul pemberi sinyal yang
memfasilitasi cross-talk antara osteoblas dan osteoklas dan membantu mengoordinasikan
pembentukan kembali tulang. Osteoprotegerin, protein lain yang dilepaskan oleh osteoblas,
juga dapat mengikat ke RANKL, bertindak sebagai umpan untuk mencegah RANK dan
RANKL bersentuhan. Keseimbangan RANKL/osteoprotegerin mungkin penting dalam
osteoporosis. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa peningkatan produksi
osteoprotegerin menyebabkan peningkatan massa tulang, sementara hilangnya protein
menyebabkan osteoporosis dan peningkatan patah tulang. Penghambat RANKL juga
menjanjikan sebagai pengobatan potensial untuk osteoporosis pada manusia.13

14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Gambar 7. Antagonis natural RANK ligand, osteoprotegerin (OPG),
menghambat osteklastogenesis13

Sistem pensinyalan sel pelengkap yang kedua yang membantu mendorong


pembentukan dan aktivasi osteoklas juga ditemukan dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan tidak adanya DNAX-activating protein 12 (DAP12) dan Fc Receptor common γ
chain (FcRγ), dua reseptor permukaan sel, tikus mengembangkan osteoporosis yang parah -
kebalikan dari osteoporosis - yang ditandai dengan peningkatan dramatis dalam kepadatan
tulang. Kedua reseptor permukaan sel ini berinteraksi dengan sekelompok protein di dalam
sel yang disebut protein adaptor ITAM (immunoreceptor tyrosine-based activation motif)
untuk menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler. Studi menyarankan bahwa jalur yang
dimediasi oleh RANK / RANKL dan ITAM bekerja sama untuk menginduksi aktivitas
osteoklas penuh. Kedua jalur ini dapat bertemu untuk mengaktifkan protein yang disebut
faktor inti sel T teraktivasi (NFAT) c1. NFATc1 berfungsi sebagai sakelar utama untuk
resorpsi tulang karena NFATc1 menghidupkan gen yang dibutuhkan sel prekursor
osteoklas untuk menjadi osteoklas yang sepenuhnya aktif.13

2.5. Temuan Klinis dan Pemeriksaan


Osteoporosis tidak bergejala kecuali jika terjadi patah tulang. Fraktur pada radius distal
(fraktur Colles) biasanya merupakan fraktur pertama yang terjadi, diikuti oleh vertebra dan
pinggul kecuali jika pengobatan dimulai. Fraktur vertebra osteoporosis sangat sulit
didiagnosis karena secara klinis mungkin tidak terjadi. Kurang dari sepertiga patah tulang
belakang telah terdiagnosis dan merupakan kesenjangan perawatan kesehatan yang penting
karena wanita yang lebih tua dengan patah tulang belakang berada pada salah satu risiko
tertinggi patah tulang di masa depan.2
Dalam kasus yang parah, penurunan tinggi badan yang signifikan (seringkali
melebihi 4 cm) dan kifosis toraks dapat terjadi karena beberapa patah tulang belakang.
Namun, penurunan tinggi badan yang lebih ringan dan kifosis yang lebih kecil paling sering
terjadi karena perubahan degeneratif. Setelah patah tulang ditangani, jika skor Z pada

15
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
pemindaian DEXA rendah, tes harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
osteoporosis seperti hiperparatiroidisme, penyakit ganas atau hiperkortisonisme.2
Pemeriksaan penunjang seperti rontgen berguna untuk mengidentifikasi kereteakan
tulang, tetapi bukan metode yang tepat untuk mengukur kepadatan tulang. Osteoporosis
dapat dideteksi dengan mudah melalui sebuah prosedur tanpa rasa sakit, yang disebut
dengan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Tes DEXA mengukur kekuatan dan
ketangguhan pada tulang. Tes DEXA juga disebut dengan the bone mineral density
(BMD).2

2.6. Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan yaitu dengan menurunkan risiko fraktur di masa depan.
Pengobatan saat ini direkomendasikan dalam beberapa waktu yaitu sekitar 3-5 tahun.
Kalsium dan vitamin D tidak digunakan dalam pengobatan untuk menurunkan risiko
fraktur. Namun, sebagian besar penelitian randomized controlled trials (RCT) dalam
pengobatan untuk menurunkan risiko fraktur menggunakan kalsium dan vitamin D. Terapi
pengganti hormon dan kalsitonin tidak lama ini sudah tidak direkomendasikan sebagai
pengobatan penurunan risiko fraktur.1

2.6.1. Bifosfonat
Bifosfonat dikonsumsi secara oral merupakan terapi lini pertama dalam menurunkan risiko
fraktur pada wanita postmenopaus, sediaan intravena juga tersedia sebagai contoh
Zoledronate dapat diberikan satu kali per tahun secara intravena. Bifosfonat bekerja dengan
cara menurunkan resorpsi osteoklas tulang dan kecepatan pergantian tulang secara umum.
Bifosfonat telah terbukti mencegah keropos tulang dan mengurangi risiko patah tulang
belakang dan pinggul. Efek sampng penggunaan bifosfonat yaitu masalah gastrointestinal
jika dikonsumsi secara oral. Kasus lebih jarang yaitu fraktur femur atipikal dan
osteonecrosis pada rahang akibat penggunaan intravena.1
Berdasarkan panduan diagnosis dan tatalaksana osteoporosis primer obat, anti-
osteoporosis direkomendasikan untuk pasien dengan osteopenia yang memenuhi kriteria
tertentu. Saat ini, pencegahan fragility fractures telah beralih dari pengobatan tunggal

16
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
menjadi pengobatan kombinasi. Asosiasi Gerontologi dan Geritatri Cina
merekomendasikan pemberian vitamin D aktif atau analognya kepada pasien lansia dengan
osteopenia karena dapat menurunkan risiko jatuh dan fraktur karena osteoporosis. Vitamin
D aktif atau analognya dapat dikombinasikan dengan obat anti-osteoporosis. Kombinasi
sodium alendronate yang dikombinasikan dengan alfacalcidol dan kalsium dapat
meningkatkan densitas mineral tulang lumbar dan colum femur secara signifikan
dibandingkan dengan pemberian alfacalcidol dan kalsium saja. Selain itu, kombinasi
ketiganya juga dapat meningkatkan skor T panggul secara signifikan.14
Baik kombinasi alendronate, alfacalcidol dan kalsium maupun kombinasi
alfacalcidol dan kalsium sama-sama mengurangi risiko jatuh pada lanjut usia. Ketiga obat
tersebut diberikan dengan dosis 1,5g kalsium karbonat, 0,5µ/hari alfacalcidol dan
70mg/minggu alendrondat. Pemberian obat ini memiliki beberapa efek samping yaitu
dyspepsia, reflux, esophagitis dan ulkus esofagus. Namun, kejadiannya dapat ditekan bila
mengikuti instruksi dan obat diminum dengan benar.14

2.6.2. Denosumab
Denosumab merupakan antibody terhadap RANKL, penting untuk membantu
osteoklastogenesis. Sediaan denosumab dalam bentuk injeksi diberikan tiap enam bulan
sekali dan terbukti menurunkan risiko fraktur femur dan vertebral. Efek samping serupa
dengan bifosfonat yaitu fraktur femur atipikal dan osteonecrosis pada rahang.1

2.6.3. Hormon Paratiroid


Preotact dan Teriparatide (hormon paratiroid manusia rekombinan 1-3) adalah agen
anabolik, diberikan secara intermiten pada dosis rendah yang merangsang pembentukan
tulang ke tingkat yang lebih besar dan lebih awal daripada resorpsi tulang. Proteotact dan
teriparatide mencegah patah tulang, mencegah osteoporosis yang menginduksi osteoporosis
dan kadang-kadang digunakan dalam situasi tanpa izin seperti penyembuhan patah tulang
femur nonunion atau atipikal.1

2.6.4. Selective Oestrogen Receptor Modulators (SERMs)

17
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Raloxifene telah dilisensikan untuk mengurangi risiko farktur pada perempuan dan telah
terbukti dalam menurunkan fraktur vertebra. Efek samping utama yaitu wajah menjadi
merah dan tromboemboli.1
2.6.5. Terapi Nutrisi
2.6.5.1.Makronutrien
Asupan energi tidak memiliki efek langsung terhadap tulang. Kurangnya asupan energi
menyebabkan rendahnya berat badan, atau asupan kalori yang banyak akan menyebabkan
berat badan berlebih yang akan mempengaruhi tulang.3
Protein dan kalsium merupakan komponen yang penting pada puncak massa tulang,
terutama setelah pubertas. Asupan protein yang adekuat, dengan asupan kalsium yang
adekuat, diperlukan untuk kesehatan tulang. Sebuah penelitian meta analisis yang berkaitan
dengan asupan protein dan indikator kesehatan tulang menemukan sedikit efek positif pada
BMD, tetapi tidak mempengaruhi risiko patah tulang dalam jangka panjang ketika asupan
protein total, protein hewani atau protein nabati dipertimbangkan. Efek negatif dari
kelebihan atau kurangnya asupan protein lebih terlihat pada asupan yang kurang, terutama
pada lanjut usia. Teori bahwa asupan protein yang lebih tinggi menghasilkan muatan asam
yang lebih tinggi, yang meningkatkan ekskresi kalsium urin, namun masih belum dapat
dipastikna. Protein juga dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan meningkatkan faktor
pertumbuhan, yang juga dapat meningkatkan kesehatan tulang. Asupan protein yang sangat
rendah dapat berdampak negatif pada perombakan dan perkembangan tulang.3

2.6.5.2.Mikronutrien
Vitamin A
Vitamin A mengandung retinol dan karotenoid. Asupan retinol tidak boleh berlebihan dan
karotenoid mungkin memiliki peran yang bermanfaat dalam kesehatan tulang.3

Asam folat, Vitamin B6, dan Vitamin B12


Osteoporosis merupakan penyakit kronik senilis yang disebabkan terutama oleh defisiensi
estrogen, dengan faktor yang berkontribusi yaitu kelainan metabolik dan genetik.
Hiperhomosisteinemia dipertimbangkan sebagai faktor risiko independent untuk beberapa

18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
penyakit kronik senilis dan kondisi termasuk penyakit kardiovaskular dan penyakit
alzeimer.15 Data terbaru menunjukkan bahwa asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12 yang
berperan dalam meregulasi metabolisme homosistein, dapat mempengaruhi metabolisme
tulang, kualitas tulang, dan risiko fraktur pada manusia.16
Penelitian telah membuktikan bahwa seiring meningkatnya usia, kadar homosistein
juga meningkat, yang menyebabkan hiperhomosisteinemia yang berhubungan dengan
risiko fraktur dan wanita premenopause cenderung memiliki kadar homosistein yang lebih
rendah dibanding pria, sehingga dicurigai kadar homosistein plasma memiliki keterkaitan
dengan kadar estrogen.15,16 Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa
peningkatan homosistein dapat mempengaruhi perhubungan silang dari kolagen, dimana
memiliki peran dalam menstabilkan dan memperkuat jaringan kolagen, sehingga apabila
mengalami penurunan dapat menyebabkan peningkatan risiko fraktur. Peningkatan
homosistein juga dapat meningkatkan kerusakan oksidatif yang berujung pada peningkatan
risiko fraktur.17
Asam folat (sebagai metiltetrahidrofolat) dibutuhkan untuk metilasi dari
homosistein menjadi metionin, yang dikatalisasi oleh metionin sintase dan vitamin B12
sebagai koenzim.15,16,18 Sedangkan, vitamin B12 memiliki efek dalam aktivitas osteoblast
dan pembentukan tulang, dan menghambat fungsi osteoklas, namun mekanisme dalam
mempengaruhi densitas tulang belum diketahui secara jelas. Menurut Framingham
Osteoporosis Study, kadar vitamin B12 serum kurang dari 250pg/mL dianggap sebagai
defisiensi vitamin B12 dan berhubungan dengan BMD yang lebih rendah. Konsentrasi
homosistein serum secara terbalik berhubungan dengan vitamin B12 dan asam folat. 15
Kadar homosistein yang tinggi berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 dan atau asam
folat yang disebabkan oleh asupan asam folat yang tidak adekuat atau absorbsi vitamin B12
yang rendah.16,18 Pemberian suplementasi vitamin B diharapkan untuk menggantikan
vitamin B yang digunakan dalam metabolisme tulang pada pasien dengan insufisiensi
vitamin B, yang bertujuan untuk menurunkan konsentrasi homosistein sehingga dapat
menurunkan risiko fraktur.18
Pemberian asam folat dan atau vitamin B secara tunggal tidak memberikan efek
yang signifikan dalam menurunkan kadar homosistein, namun diperlukan kombinasi

19
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
pemberian asam folat, vitamin B6, dan B12 untuk memberikan efek menurunkan kadar
17,18
homosistein Pemberian suplementasi asam folat tunggal sebesar 1mg/hari selama 6
bulan dapat menurunkan kadar homosistein pada populasi lansia namun tidak secara
signifikan, diperlukan kombinasi dengan pemberian vitamin B12 9-1.000ug/hari selama 4-6
bulan untuk menurunkan kadar homosistein secara signifikan.14,15 Penelitian lain yang
memberikan asam folat 400ug dan vitamin B12 500ug yang dikombinasikan dengan
vitamin D 600IU selama 2 tahun pada lansia dengan hiperhomosisteinemia tidak
memberikan efek yang signifikan, namun dapat memberikan sedikit efek yang
mengutungkan pada lansia dengan usia >80 tahun yang patuh dalam mengonsumsi
suplementasi tersebut. Pemberian vitamin B yang dikombinasikan dengan pemberian
vitamin D dan kalsium dapat menurunkan marker turnover tulang seperti alkali fosfatase
tulang, tartrat resisten asam fosfatase, dan osteokalsin. 17 Pemberian asam folat 5mg dan
vitamin B12 1,5mg pada pasien post stroke dengan kemungkinan fraktur panggul selama 2
tahun dapat menurunkan risiko fraktur namun tidak memiliki efek pada BMD. Penelitian
lain yang serupa, memberikan suplementasi asam folat 2,5mg dan vitamin B12 500ug, yang
ditambahkan vitamin B6 25mg dapat meningkatkan T-score pada kelompok pasien dengan
kadar homosistein >15umol/L (N: 8umol/L). Namun, pemberian suplementasi vitamin B12
dan asam folat dapat menimbulkan efek samping yaitu peningkatan insiden kanker.18
Namun, masih diperlukan sampel yang lebih besar dan usia serta jenis kelamin yang
lebih bervariasi untuk memperjelas efek dari asam folat, homosistein, dan B12. 15 Untuk
sementara dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamn B untuk preventif terhadap risiko
fraktur tidak disarankan.17

Vitamin C
Vitamin C diketahui memiliki efek dalam metabolisme tulang dimana memiliki efek
protektif terhadap osteoporosis. Penurunan risiko fraktur mungkin menandakan bukti tidak
langsung terhadap peningkatan densitas tulang. Kadar vitamin C yang rendah berhubungan
dengan insiden fraktur panggul osteoporotic. Namun, efek pasti dari vitamin C belum
diketahui secara jelas, dikarenakan terdapatnya peran perancu dari asam folat dan vitamin
B12.19

20
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Penambahan vitamin C 250mg terhadap kombinasi suplementasi alendronate
70mg/minggu, kalsium karbonat 3x500mg/hari dan vitamin D3 yang diberikan secara
parenteral selama 1 tahun dapat meningkatkan BMD pada wanita paska menopause
sehingga mengurangi risiko osteoporosis. Pemberian vitamin C dosis tinggi yaitu
1.000mg/hari yang dikombinasikan dengan vitamin E 400IU/hari pada lansia pria dapat
menurunkan hilangnya masssa tulang dikarenakan efek dari antioksidannya yang tinggi.
Pemberian vitamin C 1.000mg/hari selama 6 bulan pada wanita paska menopause tidak
memberikan efek yang signifikan, yang mungkin disebabkan oleh pendeknya durasi
pemberian suplementasi.17 Namun, pemberian vitamin C dosis tinggi dapat menimbulkan
efek samping berupa pembentukan batu ginjal, dimana rekomendasi dosis pemberian
vitamin C harian yaitu sebesar 200mg.16 Pemberian vitamin C dianjurkan untuk diberikan
dengan kalsium 500mg/hari untuk meningkatkan efek positif vitamin C dalam reabsorbsi
kalsium. 20

Vitamin D
Vitamin D memainkan peran penting dalam pengambilan kalsium dan homeostasis tulang.
Meskipun fungsi utama vitamin D adalah untuk mempertahankan kadar kalsium dan fosfor
serum, vitamin D penting dalam menstimulai pengangkutan kalsium usus, selain itu dapat
merangsang aktivitas osteoklas tulang. Status vitamin D seseorang sangat bergantung pada
paparan sinar matahari. Beberapa makanan yang mengandung vitamin D diantaranya
kuning telur, ikan berlemak seperti salmon, makarel, tuna, dan beberapa jamur.3
Suplementasi vitamin D sudah banyak dikonsumsi untuk efek pencegahan dan
terapi dari osteoporosis, walaupun dari beberapa penelitian masih meragukan fungsi
vitamin D dalam mengoptimalkan BMD.18 Pedoman rekomendasi status vitamin D untuk
kesehatan musculoskeletal yang dilihat dari konsentrasi 25(OH)D di sirkulasi bervariasi. Di
UK rekomendasi dari SACN (Scientific Advisory Committee on Nutrition) yaitu ≥25
nmol/L, di Amerika Utara rekomendasi dari IOM (Institute of Medicine) yaitu 50nmol/L,
sedangkan rekomendasi dari Endocrine Society yaitu 75nmol/L untuk mempertahankan
kesehatan tulang dan nonskeletal lainnya. Rekomendasi asupan vitamin D berdasarkan
RDA (Recommended Dietary Allowance) di UK 400IU/hari, dari Dutch Health Council

21
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
sebesar 600IU/hari, dari Endocrine Society untuk dewasa usia 50-70 tahun sebesar 600IU, 19
sedangkan di Amerika Utara untuk usia >70tahun sebesar 800IU/hari.18,4,23
Batas atas konsumsi vitamin D yaitu 100µg (4.000 IU) untuk usia diatas 8 tahun dan
dosis yang kebih rendah untuk dibawah 8 tahun. Untuk mencegah penyakit riketsia, dapat
diberikan 400 IU. Usia lanjut dapat memperoleh manfaat dari suplementasi vitamin D
harian 10 hingga 20 mcg (400 IU hingga 800 IU) untuk mencapai kadar serum 25-hidroksi
vitamin D (kalsidiol) setidaknya 30 ng/ml. Orang dewasa yang lemah membutuhkan hingga
50 mcg (2.000 IU)/hari.3
Sosietas Endokrinologi menerbitkan pedoman untuk individu dengan risiko
defisiensi vitamin D dimana mempertimbangkan bahwa ras kulit hitam merupakan populasi
yang berisiko dikarenakan memiliki kadar 25(OH)D yang lebih rendah, namun memiliki
keadaan tulang yang lebih baik dibandingkan dengan ras kulit putih dikarenakan kurangnya
aborbsi sinar UV yang diakibatkan oleh pigmentasi kulit yang tinggi, namun memiliki
simpanan kalsium yang lebih tinggi dikarenakan PTH yang lebih tinggi, kalsitriol, absorbsi
kalsium di intestinal, dan eksresi kalsium urin yang lebih sedikit, sehingga menimbulkan
kontroversi apakah ras kulit hitam sebaiknya dilakukan skrining untuk defisiensi vitamin D
dan apakah membutuhkan vitamin D yang lebih tinggi dibandingkan yang
direkomendasikan oleh IOM.4
Osteoporosis paska menopause merupakan faktor terbesar dari risiko fraktur pada
populasi lansia wanita.21 Dewasa memiliki risiko defisiensi vitamin D yang lebih besar
dikarenakan penurunan sintesis vitamin D akibat perubahan kulit karena bertambahnya usia
dan penurunan paparan terhadap sinar matahari, peningkatan lemak tubuh, penurunan
fungsi ginjal yang dapat menurunkan hidrokdilasi vitamin D menjadi bentuk aktif; dan
penurunan tingkat insulin-like growth factor 1, kalsitonin, dan estrogen yang memengaruhi
aktivitas hidoksilase.3,24 Insufisiensi vitamin D dapat menyebabkan peningkatkan resorpsi
tulang, kehilangan massa tulang, terganggunya fungsi otot, dan peningkatan risiko jatuh
dan fraktur.18,23,24 Tujuan pemberian suplementasi vitamin D yaitu agar kadar 25(OH)D
serum diatas 75nmol/L. Namun, pemberian suplementasi vitamin D hanya bermanfaat
untuk individu dengan risiko defisiensi vitamin D dikarenakan efek dari suplementasi
vitamin D pada BMD tergantung dengan derajat defisiensi vitamin D. Pada kondisi

22
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
25(OH)D yang sangat rendah, tulang akan mengalami kekurangan mineral dikarenakan dari
penurunan serum kalsium, dan suplementasi vitamin D dapat membalikkan efek dari
kekurangan mineralisasi ini. Derajat defisiensi vitamin D yang lebih ringan,
hiperparatiroidisme sekunder akan terjadi yang akan kembali normal jika diberikan
suplementasi vitamin D sebagai pengganti, yang akan diikuti dengan peningkatan BMD.
Perbaikan dari BMD ini akan tetap dipertahankan selama kadar 25(OH)D dalam batas yang
dibutuhkan, namun efek positif ini tidak akan berlanjut setelah kelainan yang mendasarinya
telah diperbaiki.18,23
Pemberian vitamin D3 dengan dosis 800IU, 1000IU/hari, atau 2000IU/hari tidak
dapat menurunkan laju kehilangan massa tulang pada wanita ras kulit hitam paska
menopause walaupun kadar 25(OH)D serum diatas 75nmol/L. Dosis tersebut hanya dapat
meningkatkan konsentrasi plasma 25(OH)D.4,23

Vitamin D dan Kalsium


Vitamin D dan kalsium berperan penting dalam kesehatan tulang. Kalsium berperan
sebagai bahan utama dari matriks tulang dan vitamin D meningkatkan absorbsi kalsium.
Selain itu, vitamin D juga diketahui memiliki efek pada kekuatan otot dan menjaga
keseimbangan postur dan dinamik. Defisiensi kalsium atau vitamin D meregulasi produksi
dari PTH, dimana kadar PTH yang tinggi mengaktivasi bone turnover dan degradasi tulang.
Kadar normal vitamin D dan kalsium dapat memberikan efek proteksi matriks tulang
terhadap hiperparatiroid sekunder.24
Pemberian suplementasi vitamin D dan kalsium bervariasi, dapat berupa susu
ataupun produk susu yang diperkaya dengan zat tersebut. Asupan susu yang diperkaya
dengan kalsium dan vitamin D3 600IU/hari yang diberikan harian selama 2 tahun pada
wanita sehat paska menopause dapat meningkatkan perbaikan kadar vitamin D, sedikit
peningkatan BMD yang dilihat pada collum femur, dan perbaikan pada gula darah puasa,
HbA1c, kolesterol total, LDL, dan apolipoprotein B100 dibandingkan dengan konsumsi
kalsium saja. Penelitian lain yang memberikan keju yang mengandung vitamin D3 100IU
selama 6 minggu dapat menurunkan marker dari resorpsi tulang. Suplementasi minuman

23
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
yang mengandung vitamin D3 256IU dan kalsium 900mg selama 12 minggu dapat
meningkatkan kadar vitamin D dan penurunan bone turnover.22
Banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa pemberian suplementasi kalsium
yang dikombinasikan dengan vitamin D dapat menurunkan risiko fraktur. 22 Dosis
pemberian suplementasi bervariasi. Pemberian suplementasi vitamin D3 600IU/hari dan
kalsium sitrat 1.000mg/hari selama 1 tahun pada lansia dengan obesitas dapat
meningkatkan kadar 25(OH)D, meningkatkan BMD pada panggul dan tulang belakang,
namun tidak pada collum femur.25 Pemberian suplementasi kolekalsiferol dengan dosis
yang lebih tinggi yaitu sebesar 800IU/hari dan kalsium 1.000mg/hari dapat meningkatkan
kadar 25(OH)D serum dan menurunkan risiko fraktur. 24 Penelitian ini membuktikan bahwa
pemberian suplementasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekomendasi dari IOM
(>600IU/hari) hanya memberikan sedikit efek yang menguntungkan dari vitamin D pada
BMD dan marker tulang pada lansia dengan obesitas.25 Suplementasi kalsium 1.000mg/hari
dapat mencegah kehilangan massa tulang pada wanita paska menopause untuk selama 4
tahun, dimana efek terhadap BMD mungkin didapatkan tidak hanya dari suplementasi
vitamin D tetapi juga dari tingginya asupan kalsium.22
Pada lansia diet tinggi kalsium dan vitamin D mencegah hilangnya masa tulang
dan mengurangi risiko fragiliry fracture karena itu asupan kalsium dan vitamin D yang
adekuat sangat penting. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, makanan terfortifikasi
kalsium dan/atau vitamin D yang dapat ditolansi dengan baik dianggap sebagai pilihan
yang tepat. Sebuah penelitian membandingkan efek yogurt terfortifikasi 10µg vitamin D3
dan 800mg kalsium dengan yogurt nonfortifikasi terhadap kadar 25OHD serum, kadar
hormone paratiroid dan penanda resopsi tulang. Konsumsi yogurt terfortifikasi selama 56
hari meningkatkan serum 25OHD dari status defisiensi vit D sedang (19,2 ± 1,2 nmol/L)
menjadi normal (44,6 ± 2,5 nmol/L). Berdasarkan laporan Institute of Medicine tahun 2011
tentang DRI kalsium dan vitamin D, kadar serum 25OHD 50nmol/L dapat memenuhi
kebutuhan 97,5% populasi di Amerika Utara. Jumlah vitamin D untuk mencapai kadar
50nmol/L serum 25OHD adalah 20µd/hari, lebih banyak dari yogurt terfortifikasi yang
digunakan.

24
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Konsumsi yogurt terfortifikasi selama 4 bulan juga menurunkan kadar hormon
paratiroid menjadi normal dan semakin turun setelah 8 bulan. Asupan kalsium yang tinggi
dapat menurunkan hormone paratiroid dan penanda resorpsi tulang karena asupan kalsium
yang tinggi dapat memberikan sedikit efek pada vitamin D. Kedua penanda resorpsi tulang
(TRAP5b dan CTX) menunjukan respon terhadap yogurt terfortifikasi. Berbeda dengan
CTX, penurunan TRAP5b baru terlihat setelah 4 minggu dan lebih terlihat setelah 8
minggu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemberian yogurt terfortifikasi vitamin D3 dan kalsium
dapat memperbaiki status vitamin D, yang dinilai dengan kadar 25OHD serum,
memperbaiki hiperparatiroid sekunder dan mengurangi kecepatan resorpsi tulang.5
Efek samping dari suplementasi vitamin D yang paling sering dijumpai yaitu gejala
gastrointestinal, mual, dan reaksi kulit.22 Selain itu, suplementasi vitamin D dosis tinggi
yang dikombinasikan dengan kalsium dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya efek
samping yaitu hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang dapat menyebabkan batu ginjal
dibandingkan dengan suplementasi kalsium tunggal. Selain batu ginjal, efek samping lain
yang dapat timbul dari pemberian suplementasi vitamin D dosis sangat tinggi
(500.000IU/tahun) yaitu peningkatan insidensi jatuh dan fraktur, sehingga disarankan dosis
pemberian vitamin D sebesar 800-1.000IU/hari untuk menurunkan insidensi jatuh dan
fraktur pada lansia wanita, dimana dosis lebih rendah dari rekomendasi ini inefektif.4,23

Vitamin D, Kalsium, dan Olahraga


Suplementasi vitamin D dan atau kalsium serta olahraga yang menggunakan beban secara
regular dapat memberikan efek menguntungkan untuk kekuatan tulang pada lansia. Namun,
mekanismenya berbeda, dimana olahraga memiliki efek modifikasi di lokasi tertentu yang
dapat meningkatkan aposisi periosteal dan atau menurunkan resorpsi endokortikal,
sedangkan kalsium memiliki efek yang lebih menyeluruh, efek permisif untuk
memperlambat hilangnya massa tulang endokortikal.26
Pemberian suplementasi vitamin D3 400IU dan kalsium 500mg dalam 200cc susu
yang dikonsumsi 2 bungkus/hari selama 18 bulan yang diimbangi dengan olahraga dapat
meningkatkan kesehatan tulang yang dilihat dari collum femur dan tulang belakang,

25
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
kekuatan otot, ukuran, dan massa otot pada lansia sehat. Namun, efek ini diduga didapatkan
dari olahraga, dimana suplementasi vitamin D3 dan kalsium tidak meningkatkan efek dari
olahraga pada inidividu dengan kadar 25(OH)D yang dalam batas normal. 26

Vitamin D dan Diet Mediterania


Pemberian suplementasi vitamin D dapat juga dikombinaskan dengan diet mediterania.
Diet mediterania disarankan untuk individu dengan penyakit kronik yang digambarkan
dengan tingginya asupan buah, sayur, kacang-kacangan, sereal, dan minyak olive murni;
asupan ikan yang cukup tinggi, asupan alkohol dengan jumlah sedang. Konsumsi alkohol
sedang seperti wine dan bir bermanfaat untuk tulang pada pria maupun wanita menopause.
Namun terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa konsumsi alkohol lebih dari 2
gelas per hari memiliki BMD yang rendah.3
Kandungan fenolik pada minyak olive diketahui memiliki efek pada tulang, dimana
memodulasi kapasitas proliferasi dan maturitas sel osteoblast melalui peningkatan akitivtas
alkali fosfatase dan deposisi ion kalsium di matriks ekstraseluler. Konsumsi minyak olive
murni selama 2 tahun dapat meningkatkan biomarker pembentukan tulang, serum
osteokalsin, dan konsentrasi P1NP (procollagen 1 N-terminal propeptide) pada lansia pria,
yang menandakan bahwa diet mediterania dapat meningkatkan pembentukan tulang
dibandingkan menurunkan resorpsi tulang.27
Vitamin D3 10ug/hari yang dikombinasikan dengan diet mediterania selama 1 tahun
dapat menurunkan laju kehilangan massa tulang yang dilihat pada bagian collum femur
pada individu dengan osteoporosis, namun tidak memiliki efek pada individu tanpa
osteoporosis.27

Vitamin K
Vitamin K penting bagi kesehatan tulang. Vitamin K dibutuhkan sebagai kofaktor untuk
mengubah ikatan glutamate peptid (Glu) tertentu menjadi γ-carboxygluta-mate (Gla) pada
protein Gla yang disintesis oleh berbagai jaringan. Matrix tulang mengandung beberapa
protein Gla dimana terdapat banyak osteokalsin. Walau fungsinya belum diketahui dengan
pasti, osteokalsin berperan sebagai regulator remodeling tulang dan/atau maturasi mineral

26
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
tulang. Karena itu, suplementasi vitamin K yang adekuat sangatlah penting.3,27 Terdapat dua
bentuk utama asupan vitamin K yaitu phylloquinone (PK) dan menaquinone (MK). PK
dapat ditemukan di sayuran hijau sementara MK di produksi oleh bakteri fermentasi
makanan (natto dan keju) atau terdapat di jaringan binatang.29
Pemberian vitamin K1 phylloquinone (PK) dosis tinggi tidak memberikan manfaat
untuk kesehatan tulang. Namun, pemberian suplemen kombinasi vitamin K1 (200µg),
vitamin D3 (10 µg) dan kalsium (1000mg kalsium elemental) meningkatkan BMC dan
BMD tulang ultradistal radius. Tulang ultradistal radius mengandung banyak trabekula
sehingga kecepatan metabolism turnover tulang lebih dominan disbanding tulang kortikal.
Karena itu tulang ultradistal lebih beresponsif terhadap kombinasi ketiga mineral tersebut.28
Pemberian MK-4 1,5mg/hari selama 6 bulan dapat menurunkan kadar serum ucOC.
Pada defisiensi Vit K, osteoblast melepaskan sedikit OC ke sirkulasi sehingga kadar serum
ucOC dianggap sebagai penanda yang sensitive untuk defisiensi vitamin K di tulang. Selain
itu, pemberian MK-4 sealama 6 bulan dapat menurunkan kadar pentosidine, penanda
produk akhir glikasi (AGEs). Ikatan silang nonenzimatik kolagen oleh AGEs seperti
pentosidine berhubungan dengan peningkatan risiko fraktur. Walapun efikasi vitamin K
dalam menjaga kualitas tulang membutuhkan stimulasi sintesis kolagen dan OC
karboksilasi, efek inhibisi dari MK-4 terhadap pentosidine mungkin berkontribusi menjaga
kualitas tulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberian supplement MK-4 dosis kecil
selama 6 – 12 bulan pada wanita postmenopaus dapat memperbaiki kualitas tulang tanpa
memberikan efek samping dengan menurunkan kadar serum ucOC dan pentosidine.28
Pemberian dosis tinggi suplementasi vitamin K2 sebanyak 90µg/hari memberikan efek
yang signifikan dalam mengurangi bone loss pada wanita postmenopause tetapi tidak
memberikan efek yang berarti bila dikombinasikan dengan calcium dan vitamin D3.30

Kalsium
Asupan kalsium merupakan pencegahan primer untuk terjadinya osteoporosis. Angka
kecukupan gizi (AKG) kalsium dari pra-remaja (usia 9 tahun) sampai remaja (sampai 19
tahun) ditingkatkan menjadi 1300 mg/hari.3

27
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Tabel 3. Batas atas asupan kalsium3
Usia Jumlah (mg)
Lahir – 6 bulan 1000
7 – 12 bulan 1500
1 – 8 tahun 2500
9-18 tahun 3000
19 – 50 tahun 2500
Diatas 50 tahun 2000

Berdasarkan penelitian di Thailand, suplementasi kalsium elemental 500mg/hari


selama 2 tahun menurunkan C-terminal telopeptide dari kolagen tipe 1 dan total prokolagen
tipe 1 amino terminal propeptie (penanda turnover tulang) serta menurunkan hormone
paratiroid plasma. Selain itu, suplementasi kalsium elemental 500mg/hari meningkatkan
BMD tulang lumbal (L2-L4) sebanyak 2,76% namun menurunkan BMD colum femur
sebanyak 0,21%. Pemberian suplementasi ini memberikan efek samping yaitu konstipasi,
kembung, dan keram perut. Namun tidak menyebabkan hiperkalsiurea. Sehingga, dapat
disimpulkan abhawa suplementasi kalsium dapat menurunkan turnover tulang dan
mencegah bone loss pada wanita usia lanjut.31
Sebuah penelitian membandingkan garam fosfat dan garam karbonat dalam
mendukung efek dari teriparatide terhadap BMD lumbal dan panggul, penanda resorpsi
tulang, kadar kalsium serum dan ruin serta kadar fosfor. Baik garam fosfat dan garam
karbonat, keduanya meningkatan BMD lumbal dan panggul pada bulan ke-12. Namun,
hasil tersebut tidaklah signifikan. Garam fosfat meningkatkan penanda resorpsi tulang
sebanyak 41% sementara garam karbonat meningkatkan penanda resorpsi tulang sebanyak
64%. Namun, perbedaan peningkatan pada keduanya tidaklah signifikan. Selain itu, garam
fosfat dan garam karbonat meningkatan kadar serum fosfor sebanyak 8% dan 5%. Kedua
perbedaan tersebut tidak signifikan. Sehingga dapat disimpukan bahwa baik kalsium fostat
maupun kalsium karbonat mendukung efek bone-building dari teriparatide dan garam fosfat
tidak lebih buruk dari garam karbonat.32
Cadangan fosfor tubuh ditemukan di tulang sebagai hidroksiapatit. Garam fosfat
tersedia di hampir semua makanan baik secara alami atau karena pemrosesan. Pada orang

28
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
dewasa yang sehat, ekskresi fosfor urin kira-kira sama dengan asupannya. soft drink
memiliki nilai gizi yang buruk namun sering kali mengandung fosfat yang tinggi.3

Magnesium
Magnesium secara langsung mempengaruhi kadar magnesium kerangka tubuh dan
defisiensi magnesium mempengaruhi seluruh tahapan metabolism tulang. Defisiensi
magnesium meningkatkan produksi substansi P yang menstimulasi monosit dan
menyebabkan meningkatnya produksi TNF-α dan IL-1β yang kemudian menginduksi
resopsi tulang. Selain itu, defisiensi magnesium meningkatkan radikal bebas yang dapat
menstimulasi osteoklas seacara langsung.
Wanita postmenopause memiliki kadar deoxypyridinoline urin dan osteokalsin
serum yang lebih tinggi daripada wanita premenopause. Deoxypyridinoline urin dan
osteokalsin serum merupakan penanda turnover tulang dan digunakan untuk memonitor
pengobatan osteoporosis. Semakin tinggi kadar deoxypyridinoline urin dan osteokalsin
serum maka aktivitas kehilangan masa tulang semakin cepat. Selain itu, tingginya kadar
deoxypyridinoline urin berisiko dua kali lipat mengalami patah tulang pinggul.
Pemberian suplementasi magnesium oral sebanyak 1,830 mg per hari selama 30 hari
pada wanita postmenopause meningkatkan kadar osteokalsin serum dan menurunkan kadar
deoxypyridinoline urin. Turunnya kadar deoxypyridinoline urin karena pemberian
suplementasi magnesium membuktikan bahwa magnesium memiliki efek antiresoptif.
Sementara itu, peningkatan kadar osteokalsin serum setelah pemberian suplementasi
magnesium menunjukan bahwa magnesium dapat meningkatkan pembentukan tulang dan
menurunkan resorpsi. Hal ini menunjukan bahwa pemberian suplementasi magnesium pada
wanita postmenopause menurunkan turnover tulang sehingga peran magnesium dalam
pengobatan dan profilaksis osteoporosis tidak dapat diabaikan.33

Potasium
Diet tinggi asam berperan dalam bone and muscle loss pada orang dewasa. Diet ini ditandai
dengan asupan buah dan sayur yang rendah dan tinggi gandum dan protein. Diet ini dapat
menyebabkan asidosis metabolic derajat ringan yang kronis yang diperparah dengan

29
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
degenerasi fungsi ekskresi asam oleh ginjal. Asidosis metabolic telah terbukti
menyebabkan hilangnya kalsium dari tulang, menghambat fungsi osteoblast dan
merangsang aktivitas osteoklas serta merusak mineralisasi tulang. Hilangnya kalsium dari
tulang pada manusia berhubungan erat dengan asupan makanan penghasul proton.
Netralisasi diet tinggi asam dengan cara diet alkali selama 1-2 minggu dapat meretensi
kalsium dan fosfat dan menurunkan penanda resorpsi tulang.34 Diet alkali dengan
pemberian potassium karbonat dosis rendah, 1 mmol/kg/hari memperbaiki indicator
kesehatan tulang (menurunkan ekskresi kalsium, ekskresi NTX dan serum P1NP).
Sementara, pemberian potassium karbonat dosis tinggi 1,5 mmol/kg/hari tidak menurunkan
ekskresi NTX dan memiliki efek samping yaitu hiperkalemi.35
Suplementasi potassium sitrat 60 mmol/hari atau 90mmol/hari dapat menetralisir
beban asam (dietary acid load) tanpa mempengaruhi kadar potassium serum dan tanpa
menimbulkan efek samping gastrointestinal. Selain itu, pemeberian suplementasi potassium
sitrat dapat menurunkan serum CTX, sebuah penanda resopsi tulang. Hal itu menunjukan
bahwa garam potassium alkali eksogen dapat secara langsung memberikan manfaat pada
tulang rangka.36
Potassium sitrat 90 mmol/hari dapat ditoleransi dengan baik dan memberikan efek
yang baik pada kadar kalsium. Potasium sitrat dapat ditemukan produk makanan yang
nantinya akan dimetabolisme menjadi potassium bikarbonat dan produk lainnya. Tidak
seperti potassium bikarbonat, potassium sitrat tersedia dalam sediaan oral dengan harga
murah dan memiliki formula yang berefek minimal terhadap gastrointestinal.36

Zinc
Zink diketahui berperan dalam mineralisasi jaringan tulang. Pada wanita postmenopause
dengan asupan zink yang kurang dari RDA (0,8 mg/hari) pemberian suplementasi zink
memberikan manfaat terhadap kesehatan tulang. Hal ini terjadi karena zink dapat
menstimulasi osteoblast untuk pembentukan tulang dan mineralisasi. Sebaliknya,
pemberian suplementasi zink lebih dari dua kali RDA bersamaan dengan kalsium dan
vitamin D yang adekuat dengan dapat mengganggu efek kalsium dan vitamin D terhadap
kesehatan tulang pada wanita postmenopause. Konsumsi zink berlebih dapat

30
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
mempengaruhi penghancuran tulang atau metabolisme kalsium. Selain itu, asupan zink
dalam jumlah banyak (53 mg/hari) dapat menurunkan kadar magnesium pada wanita
postmenopause. Defisiensi magnesium merupakan faktor risiko dari kehilangan masa
tulang pada wanita postmenopause.37
Pada penelitian lain didapatkan pemberian 220 mg suplementasi zink sulfat (50 mg
zink elemental) per heri selama 60 hari pada wanita postmenopause yang mengalami
osteoporosis dapat meningkatkan serum zink tapi tidak berefek pada konsentrasi kalsium.38

Mineral Lain
Beberapa penelitian tentang efek trace mineral pada tulang. Besi, seng, tembaga, mangan,
dan boron dapat berfungsi dalam sel tulang, tetapi peran spesifiknya dalam mencegah
keropos tulang belum dapat dipastikan. Dalam sebuah penelitian, 77 orang dewasa
mengambil kombinasi nutrisi sebagian besar atau sepanjang waktu selama periode
intervensi 12 bulan. Kombinasi nutrisi diantaranya asam docosahexanoic, vitamin D,
vitamin K, strontium, dan magnesium bersama dengan diet kaya kalsium, dan olahraga.
Dari 40 orang yang menyelesaikan intervensi, sekitar 50% menunjukkan perubahan >3%
dalam kepadatan mineral tulang baik di leher femur, pinggul, atau tulang belakang. Ion
fluoride memasuki kristal hidroksiapatit tulang sebagai pengganti ion hidorksil. Air yang
menggandung 1 mg/liter telah ditetapkan optimal untuk kesehatan gigi. Batas atas untuk
fluoride bervariasi menurut usua, dimulai dengan 0,7 mg/hati untuk bayi 0-6 bulan, dan
hingga 10mg/hari untuk anak dia atas 8 tahun sampai dewasa. Ion fluoride hanya memiliki
pengaruh kecil pada peningkatan kekerasan mineral tulang.3
Kalsitonin salmon merupakan suatu rantai peptida dari 32 asam amino. Kalsitonin
salmon menghasilkan efek antiresorptif dengan cara berikatan dan mengaktivasi reseptor
kalsitonin pada osteoklas. Pemberian kalsitonin salmon oral 0,8 mg selama 3 tahun dapat
meningkatkan Bone Mineral Density (BMD) lumbar colum femur dan total hip. Selain itu,
pemberian kalsitonin menurunkan kadar biomarker turnover tulang (CTXI1 dan CTX-II).
Namun, kalsitonin salom oral memiliki beberapa efek samping yaitu mual, dispepsia, hot
flushes dan eritema.39

31
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
2.6.5.3.Serat
Konsumsi serat mempengaruhi penyerapan vitamin K. Pada vegetarian yang
mengkonsumsi 80g serat/hari menyebabkan penurunan kalsium di dalam usus, tetapi sering
kali diimbangi dengan asupan kalsium yang cukup. Isoflavone pada kedelai berfungsi
sebagai agonis estrogen dan antioksidan dalam sel tulang. Isoflavone menghambat resorpsi
tulang pada model hewan betina tanpa ovarium, tetapi tidak pada betina dewasa muda
dengan status estrogen normal.3

32
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
BAB 3
KESIMPULAN

Osteoporosis merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh rendahnya massa tulang,
perburukan jaringan tulang, dan rusaknya mikroarsitektur tulang yang dapat menyebabkan
penurunan kekuatan tulang dan meningkatkan risiko fraktur. Osteoporosis tidak bergejala
kecuali jika terjadi fraktur. Osteoporosis dapat dideteksi dengan Dual Energy X-ray
Absorptiometry (DEXA). Tes DEXA mengukur kekuatan dan ketangguhan pada tulang.
Tes DEXA juga disebut dengan the bone mineral density (BMD).
Tujuan utama terapi yaitu untuk menurunkan risiko fraktur di masa depan.
Tatalaksana berupa farmakologi dan nutrisi. Beberapa terapi medikamentosa seperti
bifosfonat, denosumab hingga terapi pengganti hormon telah dilakukan dan menunjukkan
hasil perbaikan, namun memiliki efek samping seperti gangguan gastrointestinal dan
lainnya. Terapi nutrisi yang disertai dengan aktivitas fisik dapat membantu proses
pembentukan struktur dan fungsi tulang.
Asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12 memiliki peran dalam meregulasi
metabolisme homosistein yang dapat berpengaruh terhadap metabolisme tulang. Dosis
pemberian suplementasi bervariasi yaitu asam folat antara 400ug hingga 5mg per hari,
vitamin B6 25mg, dan B12 9ug hingga 1,5mg/hari, yang seringkali diberikan selama 6
bulan. Pemberian suplementasi ini memang dapat menurunkan kadar homosistein dalam
darah, namun tidak memiliki efek apapun dalam marker turnover tulang.
Vitamin C memiliki efek protektif terhadap osteoporosis sehingga dapat
menurunkan risiko fraktur. Suplementasi vitamin C dianjurkan diberikan bersama dengan
kalsium untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium. Dosis pemberian yang disarankan yaitu
sebesar 200mg/hari.
Vitamin D memiliki peran penting dalam metabolisme tulang bersama dengan
kalsium. Dosis pemberian vitamin D bervariasi tergantung dari pedoman yang digunakan,
mulai dari 400IU/hari hingga 800IU/hari untuk lansia >70tahun. Kecukupan vitamin D
dinilai dari kadar 25(OH)D dalam darah, dimana batas normalnya bervariasi sekitar 50-
75nmol/L, namun batas pasti kadar 25(OH)D yang diperlukan untuk mempertahankan

33
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
kesehatan tulang masih belum diketahui. Selain suplementasi saja, dapat diimbangi dengan
olahraga dimana dapat memberikan efek positif seperti meningkatkan kesehatan tulang,
kekuatan, ukuran, dan massa otot pada lansia. Diet mediterania yang dikombinasikan
dengan pemberian suplementasi dapat menurunkan hilangnya massa tulang pada individu
dengan osteoporosis. Pemberian yogurt terfortifikasi vitamin D3 dan kalsium dibanding
dengan yogurt non fortifikasi dapat memperbaiki status vitamin D, yang dinilai dengan
kadar 25OHD serum, memperbaiki hiperparatiroid sekunder dan mengurangi kecepatan
resorpsi tulang.
Pemberian suplemen kombinasi vitamin K1 (200µg), vitamin D3 (10 µg) dan
kalsium (1000mg kalsium elemental) meningkatkan BMC dan BMD tulang ultradistal
radius. Pemberian MK-4 1,5mg/hari selama 6 bulan dapat menurunkan kadar serum ucOC
sebuah penanda defisiensi vit K di tulang. Pemberian dosis tinggi suplementasi vitamin K2
sebanyak 90µg/hari memberikan efek yang signifikan dalam mengurangi bone loss pada
wanita postmenopause.
Suplementasi kalsium elemental 500mg/hari selama 2 tahun menurunkan C-
terminal telopeptide dari kolagen tipe 1 dan total prokolagen tipe 1 amino terminal
propeptie (penanda turnover tulang) serta menurunkan hormone paratiroid plasma. Selain
itu, suplementasi kalsium elemental 500mg/hari meningkatkan BMD tulang lumbal (L2-
L4).
Pemberian suplementasi magnesium oral sebanyak 1,830 mg per hari selama 30 hari
pada wanita postmenopause meningkatkan kadar osteokalsin serum dan menurunkan kadar
deoxypyridinoline urin. Sementara itu, peningkatan kadar osteokalsin serum setelah
pemberian suplementasi magnesium menunjukan bahwa magnesium dapat meningkatkan
pembentukan tulang dan menurunkan resorpsi
Diet tinggi asam, ditandai dengan asupan buah dan sayur yang rendah dah tinggi
gandum dan protein, berperan dalam bone and muscle loss pada orang dewasa. Diet ini
dapat menyebabkan asidosis metabolic yang menyebabkan hilangnya kalsium dari tulang,
menghambat fungsi osteoblast dan merangsang aktivitas osteoklas serta merusak
mineralisasi tulang. Netralisasi diet tinggi asam dengan cara diet alkali selama 1-2 minggu
dapat meretensi kalsium dan fosfat dan menurunkan penanda resorpsi tulang. Diet alkali

34
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
dengan pemberian potassium karbonat dosis rendah, 1 mmol/kg/hari memperbaiki indicator
kesehatan tulang (menurunkan ekskresi kalsium, ekskresi NTX dan serum P1NP).
Suplementasi potassium sitrat 60 mmol/hari atau 90mmol/hari dapat menetralisir beban
asam (dietary acid load) tanpa mempengaruhi kadar potassium serum dan tanpa
menimbulkan efek samping gastrointestinal dan menurunkan penanda resorpsi tulang.
Potassium sitrat 90 mmol/hari dapat ditoleransi dengan baik dan memberikan efek yang
baik pada kadar kalsium.
Zink diketahui berperan dalam mineralisasi jaringan tulang. Pada wanita
postmenopause dengan asupan zink yang kurang dari RDA (8 mg/hari) pemberian
suplementasi zink memberikan manfaat terhadap kesehatan tulang. Namun pemberian zink
2x lipat dari RDA mempengaruhi penghancuran tulang dan metabolism kalsium.
Pemberian kalsitonin salmon oral 0,8 mg selama 3 tahun dapat meningkatkan BMD
lumbar, colum femur dan total hip dan menurunkan kadar biomarker turnover tulang. Diet
alkali dapat menetralisir asidosis metabolik yang menyebabkan hilangnya kalsium dari
tulang, menghambat fungsi osteoblast dan merangsang aktivitas osteoklas serta merusak
mineralisasi tulang. Suplementasi potassium baik dengan dosis 1 mmol/hari, 60mmol
ataupun 90 mmmol dapat memperbaiki indicator kesehatan tulang dan menurunkan
penanda resorpsi tulang.
Asupan nutrisi sangat penting dalam mencegah osteoporosis. Asupan energi tidak
berhubungan secara langsung terhadap osteoporosis, hanya mempengaruhi berat badan.
Sebaliknya, protein dapat meningkatkan kesehatan tulang dengan meningkatkan absorbsi
kalsium. Vitamin seperti vitamin B, C, D, dan K, serta asam folat dapat memperlambat
kehilangan BMD pada pasien osteoporosis. Mineral juga memiliki peran penting sebagai
pencegahan dan terapi osteoporosis, seperti magnesium, zinc, potasium sitrat, serta
kalsitonin.

35
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley and Solomon's concise system of


orthopaedics and trauma. 10th ed. Hoboken: CRC Press; 2014.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data & Kondisi Penyakit Osteoporosis
di Indonesia. Jakarta: Kemkes.go.id. 2015 [cited 6 November 2020]. Available
from: https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-
datin.html
3. Novakofski K. Nutritrion and Bone Health in Krause’s Food and The Nutrition Care
Process. 14th ed. Elsevier. 2017. p. 352.
4. Reyes-Garcia R, Mendoza N, Palacios S, Salas N, Quesada-Charneco M, Garcia-
Martin A et al. Effects of Daily Intake of Calcium and Vitamin D-Enriched Milk in
Healthy Postmenopausal Women: A Randomized, Controlled, Double-Blind
Nutritional Study. Journal of Women's Health. 2018;27(5):561-568.
5. Salovaara K, Tuppurainen M, Kärkkäinen M, Rikkonen T, Sandini L, Sirola J et al.
Effect of vitamin D3 and calcium on fracture risk in 65- to 71-year-old women: A
population-based 3-year randomized, controlled trial-the OSTPRE-FPS. Journal of
Bone and Mineral Research. 2010;25(7):1487-1495.
6. Diseases and Conditions Osteoporosis [Internet]. Rheumatology.org. 2020 [cited 11
November 2020]. Available from: https://www.rheumatology.org/I-Am-A/Patient-
Caregiver/Diseases-Conditions/Osteoporosis
7. Sandhu S, Hampson G. The pathogenesis, diagnosis, investigation and management
of osteoporosis. Journal of Clinical Pathology. 2011;64(12):1042-1050.
8. Sozen T, Ozisik L, Calik Basaran N. An overview and management of osteoporosis.
European Journal of Rheumatology. 2017;4(1):46-56.
9. Bhattarai H, Shrestha S, Rokka K, Shakya R. Vitamin D, Calcium, Parathyroid
Hormone, and Sex Steroids in Bone Health and Effects of Aging. Journal of
Osteoporosis. 2020;2020:1-10.
10. Lane N. Epidemiology, etiology, and diagnosis of osteoporosis. American Journal
of Obstetrics and Gynecology. 2006;194(2):S3-S11.
11. WHO. Scientific Group On The Assessment of Osteoporosis at Primary Health Care
Level. World Health organization. Brussels: 2004.
12. Thambiah S, Yeap S. Osteoporosis in South-East Asian Countries. Clinical
Biochemist Reviews. 2020;41(1).
13. International Osteoporosis Foundation. Pathophysiology of Osteoporosis.
Osteoporosis.foundation. 2020 [cited 7 November 2020]. Available from:
https://www.osteoporosis.foundation/health-professionals/about
osteoporosis/pathophysiology
14. Zhou J, Liu B, Qin M, Liu J. Fall Prevention and Anti-Osteoporosis in Osteopenia
Patients of 80 Years of Age and Older: A Randomized Controlled Study.
Orthopaedic Surgery. 2020. 9999(9999).
15. Salari P, Abdollahi M, Heshmat R, Meybodi H, Razi F. Effect of folic acid on bone
metabolism: a randomized double blind clinical trial in postmenopausal
osteoporotic women. DARU Journal of Pharmaceutical Sciences. 2014;22(1).

36
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
16. Keser I, Ilich J, Vrkić N, Giljević Z, Colić Barić I. Folic acid and vitamin B12
supplementation lowers plasma homocysteine but has no effect on serum bone
turnover markers in elderly women: a randomized, double-blind, placebo-controlled
trial [Internet]. Science Direct. 2020 [cited 7 November 2020]. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.nutres.2013.01.002
17. Stone K, Lui L, Christen W, Troen A, Bauer D, Kado D et al. Effect of
Combination Folic Acid, Vitamin B6, and Vitamin B12Supplementation on
Fracture Risk in Women: A Randomized, Controlled Trial. Journal of Bone and
Mineral Research. 2017;32(12):2331-2338.
18. Enneman A, Swart K, van Wijngaarden J, van Dijk S, Ham A, Brouwer-Brolsma E
et al. Effect of Vitamin B12 and Folic Acid Supplementation on Bone Mineral
Density and Quantitative Ultrasound Parameters in Older People with an Elevated
Plasma Homocysteine Level: B-PROOF, a Randomized Controlled Trial. Calcified
Tissue International. 2015;96(5):401-409.
19. Rezakhaniha B, Hesari S, Goudarzi P. Does Administration of Vitamin C Improves
Osteoporosis in Post-Menopausal Women? A Single Center Randomized Case
Control Study [Internet]. 2020 [cited 7 November 2020]. Available from:
http://dx.doi.org/10.13005/bpj/523
20. Azam J, Farzaneh F, Nasrin A, Mosa S, Sedeghe F, Mehrab S. The effect of vitamin
C on bone mineral density of menopausal women with equilibrated regime: A
randomized clinical trial study, 2012-2013. International Journal of Life Sciences.
2014;8(4):26-30.
21. Reid I, Horne A, Mihov B, Gamble G, Al-Abuwsi F, Singh M et al. Effect of
monthly high-dose vitamin D on bone density in community-dwelling older adults
substudy of a randomized controlled trial. Journal of Internal Medicine.
2017;282(5):452-460.
22. Aloia J, Fazzari M, Islam S, Mikhail M, Shieh A, Katumuluwa S et al. Vitamin D
Supplementation in Elderly Black Women Does Not Prevent Bone Loss: A
Randomized Controlled Trial. Journal of Bone and Mineral Research.
2018;33(11):1916-1922.
23. Aspray T, Chadwick T, Francis R, McColl E, Stamp E, Prentice A et al.
Randomized controlled trial of vitamin D supplementation in older people to
optimize bone health. The American Journal of Clinical Nutrition. 2019;109(1):207-
217.
24. Salovaara K, Tuppurainen M, Kärkkäinen M, Rikkonen T, Sandini L, Sirola J et al.
Effect of vitamin D3 and calcium on fracture risk in 65- to 71-year-old women: A
population-based 3-year randomized, controlled trial-the OSTPRE-FPS. Journal of
Bone and Mineral Research. 2010;25(7):1487-1495.
25. Bonjour JP, Benoit V, Payen F, Kraenzlin M. Consumption of Yogurts Fortified in
Vitamin D and Calcium Reduces Serum Parathyroid Hormone and Markers of Bone
Resorption: A Double-Blind Randomized Controlled Trial in Institutionalized
Elderly Women. J Clin Endocrinol Metab.2013:98(7):2915–2921
26. Kukuljan S, Nowson C, Sanders K, Nicholson G, Seibel M, Salmon J et al.
Independent and Combined Effects of Calcium-Vitamin D3 and Exercise on Bone
Structure and Strength in Older Men: An 18-Month Factorial Design Randomized

37
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
Controlled Trial. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism.
2011;96(4):955-963.
27. Jennings A, Cashman K, Gillings R, Cassidy A, Tang J, Fraser W et al. A
Mediterranean-like dietary pattern with vitamin D3 (10 µg/d) supplements reduced
the rate of bone loss in older Europeans with osteoporosis at baseline: results of a 1-
y randomized controlled trial. The American Journal of Clinical Nutrition.
2018;108(3):633-640.
28. Bolton-Smith C, McMurdo MET, Paterson C, Mole PA, Harvey JM, Fenton ST, et
al. Two-Year Randomized Controlled Trial of Vitamin K1 (Phylloquinone) and
Vitamin D3 Plus Calcium on the Bone Health of Older Women. Journal of Bone
And Mineral Research.2007:22(4)
29. Koitaya N, Sekiguchi M, Tousen Y, Nishide Y, Morita A, Yamauchi J, et al. Low-
dose vitamin K2 (MK-4) supplementation for 12 months improves bone metabolism
and prevents forearm bone loss in postmenopausal Japanese women. J Bone Miner
Metab.2013.
30. Zhang Y, Liu Z, Duan L, Ji Y, Yang S, Zhang Y. Efect of Low ‐Dose Vitamin K2
Supplementation on Bone Mineral Density in Middle‐Aged and Elderly Chinese: A
Randomized Controlled Study. Springer.2020.
31. Rajatanavin R, Chailurkit L, Saetung S, Thakkinstian A, Nimitphong H. The
efficacy of calcium supplementation alone in elderly Thai women over a 2-year
period: a randomized controlled trial. Osteoporos Int.2012
32. Heaney RP, Recker RR, Watson P, Lappe JM. Phosphate and carbonate salts of
calcium support robust bone building in osteoporosis. Am J Clin Nutr.2010:92:101–
5.
33. Aydin H, Deyneli O, Yavuz D, Gozu H, Mutlu N, Kaygusuz I, et al. Short-Term
Oral Magnesium Supplementation Suppresses Bone Turnover in Postmenopausal
Osteoporotic Women. Biol Trace Elem Res. 2009.
34. Jehle S, Huttlerr HN, Krapf R. Effect of Potassium Citrate on Bone Density,
Microarchitecture, and Fracture Risk in Healthy Older Adults without Osteoporosis:
A Randomized Controlled Trial. J Clin Endocrinol Metab, 2013.98(1):207–217
35. Dawson-Hughes B, Harris SS, Palermo NJ, Gilhooly CH, Shea MK, Fielding RA,
et al, Potassium bicarbonate supplementastion Lowers Bone Turnover and Calcium
Excretion in Older Men and Women: A Randomized Dose-Finding Trial. Journal of
Bone and Mineral Research.2015:30(11):2103-111.
36. Moseley KF, Weaver CM, Appel L, Sebastian A, Sellmeyer DE. Potassium Citrate
Supplementation Results in Sustained Improvement in Calcium Balance in Older
Men and Women. Journal of Bone and Mineral Research. 2013:28:497-504.
37. Nielsen FH, Lukaski HC, Johnson LK, Roughead ZK. Reported zinc, but not
copper, intakes influence whole-body bone density, mineral content and T score
responses to zinc and copper supplementation in healthy postmenopausal women.
British Journal of Nutrition. 2011:106:1872-79.
38. Mahdaviroshan M, Golzarand M, Taramsari MR, Mahdaviroshan M. Effect os zinc
supplementation on serum zinc and calcium levels in postmenopausal osteoporotic
women in Tabriz, Islamic Republic of Iran. Eastern Mediterranean Health
Journal.2013:19(3):271-75.

38
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020
39. Henriksen K, Byrjalsen I, Andersen JR, Bihlet AR, Russo LA, Alexandersen P, et
al. Short-Term Oral Magnesium Supplementation Suppresses Bone Turnover in
Postmenopausal Osteoporotic Women. Elsevier Inc.2016:19:122-129.

39
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi
Periode 02 November – 14 November 2020

Anda mungkin juga menyukai