Obat Salep Bacitracin Terhadap Terapi Kesembuhan Penyakit Kulit Akibat Bakteri
Gram Positif (Staphylococcus aureus)
Oleh :
(17820033)
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu bakteri pathogen yang telah dievaluasi sensitivitasnya terhadap kandungan
ekstrak bawang putih adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus biasanya terdapat
pada saluran pernafasan atas, kulit, saluran kencing, mulut dan hidung, jaringan kulit bagian
dalam dari bisul bernanah, infeksi luka, radang paru-paru dan selaput lender lainnya (Jawetz, E.,
2001). Oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik (Madigan MT, dkk, 2008). Infeksi disebabkan
oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, dimana mikroba masuk ke dalam jaringan tubuh
dan berkembang biak di dalam jaringan. Telah banyak pengobatan farmakologis untuk mengatasi
berbagai penyakit kulit akibat bakteri Staphylococcus aureus. Namun berkembang pengobatan
alternatif, salah satunya dengan bawang putih. Tanaman ini diduga mempunyai efek anti bakteri,
antiviral, antifungi, antiprotozoa, dan antiparasit yang membantu penyembuhan peradangan pada
kulit akibat infeksi mikroorganisme. Efektifitas bawang putih yang dianggap memiliki
kemampuan sebagai antibakteri sudah banyak dibuktikan oleh peneliti – peneliti terdaulu.
“Dan (ingatlah) ketika kamu berkata : ““Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan
satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”
Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meninjau lebih dalam lagi tentang efektifitas sediaan
farmasi penggunaan secara topikal yaitu salep, dengan menggunakan ekstrak bawang putih untuk
kemudian dibandingkan dengan obat salep bacitracin dalam menghambat penyakit kulit akibat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Cara penyimpanan
Sediaan topikal bacitracin dapat disimpan di tempat yang sejuk dan tidak terkena
sinar matahari langsung dengan suhu sekitar 15 – 25oC (suhu ruangan). Jika sedang tidak
digunakan, tube harus ditutup dengan rapat agar tidak terkontaminasi dengan
mikroorganisme.
Sediaan injeksi bacitracin yang belum dilarutkan dapat disimpan di dalam kulkas dengan
suhu 2 – 8oC.
Sediaan topikal untuk kulit sering mengkombinasikan bacitracin dengan antibiotik lain
seperti neomisin dan polimiksin B. Beberapa sediaan juga menambahkan anestesi topikal
seperti lidocaine untuk mengurangi nyeri pada infeksi bakteri superfisial. Kombinasi
dengan steroid seperti hidrokortison juga dapat ditemukan untuk mengurangi inflamasi
pada lesi kulit.
Sama seperti sediaan topikal untuk kulit, sediaan topikal pada mata juga
mengkombinasikan bacitracin dengan neomisin, polimiksin, atau hidrokortison.
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan November hingga Desember 2020
Keterangan:
n = banyaknya pengulangan
k = jumlah kelompok perlakuan
Pembuatan Bahan
1. Teknik pembuatan suspensi bakteri
Pembuatan suspensi bakteri S. aureus dilakukan dengan cara menambahkan
larutan NaCl 0,9% di dalam tabung sampai didapatkan kekeruhan yang sesuai
dengan standar kekeruhan McFarland 0.5 untuk mendapatkan bakteri
sebanyak 1,5 x 108 CFU/ml.
Pemberian Perlakuan
Penelitian ini membagi sampel terhadap 7 kelompok :
Pengolahan Data
Data yang diperoleh akan diubah ke dalam bentuk tabel yang kemudian
data diolah menggunakan aplikasi program statistik
DAFTAR PUSTAKA
Alli JA, Boboye BE, Okonko IO, Kolade AF, Nwanze JC. 2011. Cellular effects of garlic
(Allium sativum) extract on Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus
aureus. Pelagia Research Library. 2(4): 25–36.
Bayan L, Koulivand PH, Gorji A. 2014. Garlic: a review of potential therapeutic effects.
Avicenna Journal of Phytomedicine. 4(1):1–14
Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA. 2007. Jawetz, Melnick, Adelberg’s Medical
Microbiology. London:McGraw-Hill Medical.
Cutler RR, Wilson P. 2004. Antibacterial activity of a new, stable, aqueous extract of
allicin against methicillin-resistant Staphylococcus aureus. British Journal of
Biomedical Science. 61(2):71–4.
Ehrlich, SD. 2011. Garlic. Diakses tanggal 16 Maret 2016. Tersedia dari:
https://umm.edu/health/medical/altmed/herb/garlic
Garzoni C, Kelley WL. 2009. Staphylococcus aureus: New Evidence for Intracellular
Persistence. Trends in Microbiology. 2(17): 59-65
Hardana Utama Salim, Hari. 2016. Pengaruh Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang
Putih (Aliium sativum ) Terhadap Bakteri Gram Positif (Staphylococcus
aureus) dan Gram Negatif (Escherichia coli) Secara In Vitro. Bandar
Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Hill LR. 1981. Taxonomy of the Staphylococci. The Staphylococci: Proceedings of the
Alexander Ogston Centennial Conference.
Kemper KJ. 2005. Garlic (Allium sativum). The Longwood Herbal Task Force and The
Center for Holistic Pediatric Education and Research.
Meredith TJ. 2008. The Complete Book of Garlic: A Guide for Gardeners, Grower, and
Serious Cooks. London: Timber Press.
Lowy FD. 1998. Staphylococcus aureus Infections. The New England Journal of
Medicine, 339(8):520–32.
Otto M. 2012. MRSA virulence and spread. Cellular Microbiology. 14(10):1513 – 21.