Anda di halaman 1dari 15

bagaimana pengaruh ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata

K.Schum) dengan menggunakan pelarut n-heksana


undefined undefined, undefined
Author: indoformation | |

bagaimana pengaruh ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan
menggunakan pelarut n-heksana dan metanol terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare kadang dipandang sebagai penyakit sepele yang sering menjangkit anak-anak bahkan
orang dewasa. Diare dapat menjadi masalah yang berat jika tidak ditangani dengan serius. Diare
yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari, namun diare yang berat dapat menyebabkan
dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Menurut data Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu (2008), tahun 2004 penderita diare di Kota Bengkulu cenderung menurun
dibandingkan tahun 2003 dan jumlah penderita diare terus menurun hingga tahun 2005 dengan
proporsi mencapai 30, 98 % namun pada tahun 2006 jumlah penderita diare meningkat hingga
mencapai 11.104 pasien. Namun jumlah penderita diare cenderung menurun hingga tahun 2008
dengan jumlah penderita 7.221 pasien.
Tabel 1. Jumlah Penderita Diare di Kota Bengkulu Tahun 2003 sampai dengan September 2008
No Tahun Jumlah Keterangan
1. 2003 13.285
2. 2004 11.002
3. 2005 9.170
4. 2006 11.104
5. 2007 8.955
6. 2008 7.221 Hingga September 2008
Sumber : Dinas Kesehatan, 2008
Penyakit diare disebabkan oleh infeksi pada perut dan usus yang disebabkan oleh banyak faktor,
salah satunya disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Bakteri tersebut terinfeksi masuk
menyerbu ke dalam mukosa dan memperbanyak diri, menghasilkan toksin yang selanjutnya
diserap oleh darah dan menimbulkan gejala yang hebat seperti demam tinggi, kejang, mencret
berdarah dan berlendir. Supaya tidak mengakibatkan diare yang berkepanjangan ( lebih dari 14
hari ), tentu harus segera diobati (Syaugi, 2008)
Diare dapat diobati dengan menggunakan obat antidiare yang bersifat kemoterapeutika
(antibiotika, suffonamida dan furazolidon) dan adapun yang bersifat obstipansia. Diare pun dapat
diobati dengan menggunakan antibiotik seperti neomisin, streptomisin dan paromisin. Namun
akibat dari krisis ekonomi seperti sekarang ini, harga-harga obat pun cenderung mahal dan
masyarakat sangat merasakan dampaknya. Kesulitan ini seakan bertambah bila ada anggota
keluarga yang sakit dan ingin membeli obat yang harganya sangat mahal.
Untuk mengatasi semua ini, maka pemanfaatan tumbuhan untuk obat dapat digunakan sebagai
obat alternatif. Penggunaan obat tradisional, selain ekonomis cara mendapatkannya juga mudah,

karena masyarakat dapat menanam sendiri dengan memanfaatkan pekarangan rumah atau kebun
mereka sebagai apotik hidup atau dengan jalan mengambilnya langsung di alam sekitarnya.
Selain itu efek samping dari obat tradisional lebih kecil dari pada obat modern. Dibalik itu, bila
diingat bahwa bentuk zat aktif dari berbagai obat modern berasal dari alam, contohnya atropine,
digitalis, antibiotic penisilin juga merupakan hasil alam, maka dapat disimpulkan bahwa obat
dari bahan alam yang digunakan secara tradisional mungkin saja mempunyai dasar kebenaran
yang belum banyak diketahui.
Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat yaitu Lengkuas merah
(Alpinia purpurata K. Schum) yang digunakan sebagai obat tradisional. Secara tradisional
rimpang lengkuas merah dapat dimanfaatkan sebagai obat diare (Anonim, 2007). Kandungan
kimia dari rimpang lengkuas merah mengandung minyak atsiri, eugenol, seskuiterpen, pinen,
metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol dan kristal kuning (Kunia, 2007). Sampai saat ini
melihat belum banyaknya informasi tentang pengaruh pemberian ekstrak rimpang Lengkuas
merah (Alpinia purpurata K.Schum) terhadap uji efektivitas antibakteri Escherichia coli sehingga
penelitian ini perlu dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ekstrak rimpang lengkuas
merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan besar daya hambat ekstrak rimpang lengkuas
merah. (Alpinia purpurata K.Schum) dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
1.3. Hipotesis
Diduga bahwa ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan
menggunakan pelarut n-heksana dan metanol pada konsentrasi yang berbeda-beda efektif sebagai
antibakteri Escherichia coli penyebab diare.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang efektif dari ekstrak rimpang lengkuas
merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penyebab diare.
1.5. Manfaat
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang konsentrasi yang efektif dari ekstrak
rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurataK.Schum) dengan menggunakan pelarut n-heksana
dan metanol sebagi antibakteri dari Escherichia coli penyebab diare.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antimikrob
2.1.1 Macam-Macam Antimikrob
Antimikrob adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
aktivitas mikrob. Zat antimikrob dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat
pertumbuhan bakteri kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih zat antimikrob kimiawi adalah:
1. Jenis zat dan mikrob
Zat antimikrob yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis mikrob karena memiliki
kerentanan yang berbeda-beda.
2. Konsentrasi dan intensitas zat antimikrob
Semakin tinggi konsentrasi zat antimikrob yang akan digunakan, maka semakin tinggi pula daya
kemampuannya dalam mengendalikan mikrob.
3. Jumlah Mikrob
Semakin banyak mikrob yang dihambat atau dibunuh, maka semakin lama waktu yang akan
diperlukan untuk mengendalikannya.
4. Suhu
Suhu yang optimal dapat menaikkan efektivitas zat antimikrob
5. Bahan organik
Bahan organik asing dapat menurunkan efektivitas zat antimikrob dengan cara menginaktifkan
bahan tersebut atau melindungi mikrob (Pelczar, 1988).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen didalam rempah-rempah bersifat
sebagai antimikrob, sehingga dapat mangawetkan makanan. Komponen rempah-rempah yang
mempunyai aktivitas antimikrob terutama adalah bagian minyak atsiri (Kunia, 2007).
2.1.2 Antibakteri
Dalam definisi yang luas, antibakteri adalah suatu zat yang mencegah terjadinya pertumbuhan
dan reproduksi bakteri. Meskipun baik antibiotik maupun antibakteri sama-sama menyerang
bakteri, kedua istilah ini telah mengalami pergeseran makna selama bertahun-tahun sehingga
memiliki arti yang berbeda. Saat ini antibakteri biasanya dijabarkan sebagai suatu zat yang
digunakan untuk membersikan permukaan dan menghilangkan bakteri yang berpotensi
membahayakan.
2.2 Bakteri
Bakteri berasal dari bahasa latin yaitu bacterium (jamak, bacteria),yang artinya kelompok
raksasa dari organisme hidup. Bakteri sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular
(bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, sitoskeleton,
dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Bakteri paling berkelimpahan dari semua organisme. Bakteri tersebar (berada di mana-mana) di
tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan bakteri.
Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 m, meski ada jenis dapat
menjangkau 0,3 mm dalam diameter. Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel hewan
dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak

menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
Seperti prokariot (organisme yang tidak memiliki selaput inti) pada umumnya, semua bakteri
memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Struktur bakteri yang paling penting adalah dinding
sel. Bakteri dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu Gram positif dan Gram negatif
didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang
terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam teichoic. Sementara bakteri Gram negatif
memiliki lapisan luar, lipopolisakarida - terdiri atas membran dan lapisan peptidoglikan yang
tipis terletak pada periplasma (di antara lapisan luar dan membran sitoplasmik) (Anonim, 2008a).
2.2.1. Bakteri Escherichia coli

Gambar 1. Bakteri Escherichia coli


Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram
negative. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich pada tahun 1885 ini
hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare,
muntaber dan masalah pecernaan lainnya (Anonim, 2008d)
E. coli merupakan bakteri batang gram negatif, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fibria dan
bersifat motile. Sel E. coli mempunyai ukuran panjang 2,0 6,0 dan lebar 1,1 1,5 m, tersusun
tunggal, berpasangan. Bakteri ini dapat menggunakan asetat sebagai sumber karbon. Bakteri ini
tumbuh pada suhu antara 10 40 C, dengan suhu optimum 37 C. pH optimum untuk
pertumbuhan adalah pada 7,0 7,5, pH minimum pada pH 9,0. bakteri ini relative sangat
sensitive terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama
pemasakan makanan (Supardi dan Sukamto, 1999).
Bakteri ini pada keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanime pertahanan tubuh sehingga
dapat tinggal didalam blader (cystitis), pelvis ginjal dan hati, antara lain dapat menyebabkan
diare, septimia, meningistik dan infeksi lainnya (Suriwiria, 1996).
2.3. Diare
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air
dan volume kotoran itu. Bertambahnya frekuensi buang air besar juga disertai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang
ringan dapat pulih dalam beberapa hari, namun diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi
(kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah (Anonim, 2008c).
2.3.1. Penyebab Diare
Diare dapat disebabkan oleh infeksi pada perut atau usus. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri,
parasit, jamur atau virus. Parasit Erytosporidium atau Microsporidium menyebabkan diare yang
terjadi pada banyak penderita Odha. Pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikarenakan
enterotoksin atau racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium dan Staphylococcus yang
menghasilkan endotoksin atau parasit. Yang terbanyak adalah diare karena infeksi bakteri E. coli
atau yang agak jarang Shigella, Entamoeba hystolytica, Salmonella sp, V.eltor, V.cholerae, serta
bakteri non-patogen yang tumbuh berlebihan. Diare bakterial atau invasif terjadi kalau bakteri

dalam makanan yang terinfeksi masuk menyerbu ke dalam mukosa. Di situ bakteri
memperbanyak diri, menghasilkan toksin yang selanjutnya diserap ke dalam darah,
menimbulkan gejala yang hebat: demam tinggi, kejang, mencret berdarah dan berlendir. Supaya
tidak mengakibatkan diare yang berkepanjangan (lebih dari 14 hari), tentu harus segera diobati.
Diare juga dapat disebabkan karena keracunan makanan, tak tahan terhadap makanan tertentu,
kekurangan gizi misalnya : kelaparan, dan kekurangan zat putih telur (Syaugi, 2008).
Diare terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari
proses digestasi, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air.
Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus
besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila
usus besar rusak atau "inflame", penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang
berair.
Diare dapat menjadi gejala penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera atau botulisme, dan
juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Meskipun penderita
apendistis umumnya tidak mengalami diare, diare menjadi gejala umum radang usus buntu.
Perawatan untuk diare melibatkan pasien mengkonsumsi sejumlah air yang mencukupi untuk
menggantikan yang hilang, lebih baik bila dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam
yang dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Untuk banyak orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi
resmi tidak dibutuhkan (Anonim, 2008b).
2.3.2 Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari,
yang kadang disertai rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan
oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah,
demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan
kejang perut, serta gejala-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang,
dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung
darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium),
sehingga jika terjadi pada bayi maka bayi tersebut menjadi rewel atau terjadi gangguan irama
jantung maupun perdarahan otak. Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan).
Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput,
mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi
berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok (Anonim, 2006).
2.3.3. Pengobatan
Menurut golongan, ada obat antidiare yang bersifat kemoterapeutika (antibiotika, sulfonamida,
dan furazolidon) dengan tujuan untuk mengobati penyebabnya, misalnya memberantas bakteri.
Golongan lain bersifat obstipansia, untuk terapi simtomatis (mengobati gejala) yang dapat
menghentikan diare yang mengandung zat penekan peristaltik atau mengurangi spasme usus
(berupa candu yang tidak adiktif). Namun kalau diberikan berulang bisa mengakibatkan
konstipasi (bebelan). Golongan obstipansia lain adalah adstringen (zat penyamak atau pengelat,
pembentuk semacam lapisan protektif usus). Adstringen ini antara lain terdapat dalam larutan teh
pekat, preparat tanin, garam bismut, dan aluminium. Lalu ada lagi adsorben yang mempunyai
daya serap tinggi serta spasmolitik, yang dapat melepaskan kejang-kejang otot penyebab nyeri
perut.

Ada obat yang tidak dianjurkan tanpa petunjuk/resep dokter yakni yang mengandung preparat
sulfa serta antibiotika (neomosin, streptomisis, kolistin, paromomisin). Soalnya kalau diare
disebabkan oleh virus, obat tersebut malah tidak efektif. Di samping itu penggunaan obat sulfa
dan antibiotika sembarangan bisa menyebabkan resistensi. Pengobatan diare selain dapat
dilakukan dengan obat-obatan secara modern dapat pula dilakukan dengan penggunaan obat
tradisional.
2.4. Tanaman Lengkuas Merah ( Alpinia purpurata K.Schum )

Gambar 2. Lengkuas merah


Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Alpinia
Jenis : Alpinia purpurata K. Schum
(Anonim, 2005)
Lengkuas termasuk terna tumbuhan tegak yang tinggi batangnya mencapai 2 2,5 meter.
Lengkuas dapat hidup di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, lebih kurang 1200 meter
diatas permukaan laut . Ada 2 jenis tumbuhan lengkuas yang dikenal yaitu:
Varitas dengan rimpang umbi (akar) berwarna putih,
Varitas berimpang umbi merah.
Lengkuas berimpang umbi putih inilah yang dipakai penyedap masakan, sedang lengkuas
berimpang umbi merah digunakan sebagai obat. Lengkuas mempunyai batang pohon yang terdiri
dari susunan pelepah-pelepah daun. Daun-daunnya berbentuk bulat panjang dan antara daun
yang terdapat pada bagian bawah terdiri dari pelepah-pelepah saja, sedangkan bagian atas batang
terdiri dari pelepah pelepah lengkap dengan helaian daun. Bunganya muncul pada bagian ujung
tumbuhan. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga mempunyai aroma yang khas
(Anonim, 2005).
Lengkuas merah ditemukan menyebar di seluruh dunia. Untuk tumbuh, lengkuas menyukai tanah
gembur, sinar matahari banyak, sedikit lembab, tetapi tidak tergenang air. Kondisi tanah yang
disukai berupa tanah liat berpasir, banyak mengandung humus. Dapat tumbuh di dataran rendah
hingga ketinggian 1.200 meter di permukaan laut. Untuk mengembangbiakkan tanaman ini dapat
dilakukan dengan potongan rimpang yang sudah memiliki mata tunas. Selain itu dapat pula
dengan memisahkan sebagian rumpun anakan. Pemeliharaannya mudah, seperti tanaman lain
dibutuhkan cukup air dengan penyiraman atau menjaga kelembaban tanah dan pemupukan
terutama pupuk dasar (Gsianturi, 2002).
Berdasarkan berbagai literature tentang pengalaman turun-temurun dari berbagai daerah,
lengkuas merah dapat mengobati penyakit-penyakit seperti gangguan perut (kembung, sebah),
panu, kurap, eksema, bercak-bercak kulit dan tahi lalat (sproten), demam, pembengkakan limpa,

pembersih usai bersalin, radang telinga, bronchitis, masuk angina, diare, sakit gigi karena angina
dingin, dan sebagai obat kuat (Prakoso, 2007).
Disamping itu lengkuas merah mengandung zat kimia seperti minyak atsiri, minyak terbang,
eugenol, seskuiterpen, pinen, metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol, dan kristal kuning.
Minyak atsiri yang dikandungnya antara lain galangol, galangin, alpinen, kamfer, dan methylcinnamate (Kunia, 2007). Selain itu didalam rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata)
terdapat zat antibakteri yaitu berupa saponin, tanin dan flavonoid.
2.5. Antibiotik
Antibiotik adalah segolongan senyawa baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia didalam organisme, khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri. Antibiotik yang sekarang banyak dipergunakan, kebanyakan diperoleh dari
genus Bacillus, Penicillum dan Streptomyces. Sifat-sifat antibiotik sebaiknya adalah :
Menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak host.
Berspektrum luas.
Larut didalam air.
Tidak bersifat alergenik atau menimbulkan efek samping bila dipergunakan dalam jangka waktu
lama
Tetap aktif dalam plasma dan cairan.
Bactericidal level di dalam tubuh cepat dicapai dan bertahan untuk waktu lama (Staf Pengajar
Fakultas Kedokteran UI, 1993).
Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus suatu mata rantai
metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan
sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya.
Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa dan susunan kimiawinya.
Berdasarkan sasasran kerjanya, antibiotik dapat digolongkan menjadi 6 kelompok, yaitu:
Penghambat sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penisilin, Polipeptida dan
sefalosprin.
Penghambatan transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Kuinolon.
Penghambatan sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan
Makrolida, Aminoglikosida, dan Tetrasiklin.
Penghambatan fungsi membran sel, misalnya Ionomisin, Valinomiasi.
Penghambatan fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau Sulfonamida, misalnya Oligomisin,
Tunikamisin.
Antimetabolit, misalnya azaserin.
(Wikipedia, 2008)
2.5.1. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik turunan penisilin yang merupakan antibiotik spektrum luas
bersifat bakteriostatik untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif., yang mengeluarkan efek
bakteriostatik pada semua bakteri kecuali mikobakteri. Cara kerja antibiotik ini bersifat
bakterisida, yaitu penghambat biosintesis peptidoglikan yang menyebabkan hilangnya kekuatan
dan kekakuan dinding sel sehingga sel mengalami kematian (Siswandono, 1995).
Turunan tetrasiklin adalah senyawa bakteriostatik, karena mempunyai sifat pembentuk kelat,
diduga aktivitas antibakterinya disebabkan oleh kemampuan untuk menghilangkan ion-ion
logam yang penting bagi kehidupan bakteri, seperti ion Mg. Tetrasiklin bersifat amfoterik, karena

mengandung gugus-gugus yang bersifat asam, seperti gugus hidroksil dan basa, seperti gugus
dimetilamino. Dengan asam kuat tetrasiklin dapat membentuk garam yang mudah larut dalam air
dan cukup stabil. Garam basanya, yang dibentuk dengan basa kuat seperti NaOH, KOH atau
Ca(OH)2, tidak stabil dalam larutan air.
Dalam mengukur aktivitas antibakteri dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode difusi
dan metode pengenceran. Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah metode difusi
(Pelczar, 1988 dalam Mardiana, 2007). Metode difusi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
Metode Silinder
Silinder steril dengan diameter 8 mm ditetesi larutan uji dan ditempatkan pada permukaan agar
yang telah ditanami bakteri uji. Daerah hambat yang terbentuk terlihat sebagai daerah bening di
sekeliling silinder.
Metode Perporasi
Pada media agar yang telah ditanami bakteri uji dibuat lubang atau sumur dengan diameter 6 mm
dan larutan uji sebanyak 10 L dimasukkan ke dalamnya. Daerah hambatan yang terjadi terlihat
sebagai daerah bening di sekeliling lubang.
Metode Difusi Cakram
Metode difusi cakram merupakan metode yang paling banyak diogunakan diantara kedua metode
tersebut diatas. Metode ini dikenal sebagai metode Kirby-Bauer. Sejumlah bakteri uji diinokulasi
pada media agar dan cakram yang mengandung larutan uji atau antibakteri tertentu diletakkan
pada permukaan media agar yang telah memadat. Setelah diinkubasi terlihat daerah hambatan
sebagai daerah bening yang tidak ditumbuhi bakteri di sekeliling cakram.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 02 Maret hingga 02 April 2009, dan penelitian

dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Basic Science Biologi FMIPA Universitas Bengkulu.


3.2 Alat dan Bahan
3.2.1. Alat-alat yang digunakan pada penelitian
Dalam penelitian ini, alat-alat yang digunakan meliputi cawan petri 12,5 x 2,5 cm (Pyrex),
tabung reaksi 15 x 1,5 cm (Pyrex) , rak tabung reaksi, gelas kimia 500 ml (Pyrex), erlenmeyer
500 ml, 250 ml, dan 100 ml (Pyrex), corong kaca (RCC), pipet tetes, pipet makro 10 ml dan 1 ml
(Pyrex), gelas ukur 10 ml (Pyrex), jarum ose (RRC), inkubator (WTC Binder), autoclave (WI
54220), shaker (Gallenkamp), rotary evaporator (Abota), penangas air /hot plate (Thermolyne
Cimarec), refrigerator (LEC laboratory), batang pengaduk (RRC), bola hisap (Brand), pipet,
pisau, parutan, pinset besar (RRC), kertas saring, kertas saring (What-man 42), lampu spritus
(RRC), penjepit, neraca analitik (Sartorius), penggaris milimeter stainless (Joyko), kertas label
(Carvil), plastik, karet, kertas buram.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kapas (Pelita), aquades (exs. Lokal), pelarut
metanol (Brand) dan n-heksana (Brand), alkohol 70 % (Brand), rimpang Lengkuas Merah
(Alpinia purpurata K.Schum), Tetrasiklin, isolat bakteri Escherichia coli didapatkan dari
Laboratorium Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, media agar NA (Nutrien Agar) (Merck), dan
media NB (Nutrien Broth) (Difco).
3.2.3 Baku Pembanding
Tetrasiklin Hidroklorida dengan masa exspire hingga November 2011
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan seperti cawan petri, tabung reaksi,
erlenmeyer, penjepit, media agar NA, media Nutrien Broth, dan seluruh alat dan bahan (kecuali
ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum), distrelisasi di dalam autoclave
selama 15 menit dengan mengatur tekanan sebesar 15 dyne/cm3 (1 atm) dan suhu sebesar 121C
(pada termometer) (Pratama, 2005).
3.3.2. Persiapan sampel
Rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) diambil dari daerah Muara Enim, yang
homogen sebanyak 3 kilogram kemudian dibersihkan dan dirajang halus.
3.3.3. Pembuatan ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum)
Metode yang digunakan dalam mengekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata
K.Schum), yaitu dengan menggunakan metode maserasi. Didlama metode maserasi
menggunakan 2 buah pelarut yaitu n-heksana dan metanol. Sebanyak 1,5 kg rimpang lengkuas
merah (Alpinia purpurata K.Schum) terlebih dahulu dibersihkan dan kemudian diangin-anginkan
lalu dirajang halus. Selanjutnya direndam dalam 3 liter pelarut n-heksana selama 3 x 24 jam lalu
disaring. Maserasi dilakukan dengan pengadukan sebanyak 12x selama 15 menit dengan
tenggang waktu 5 menit antar pengadukan, selanjutnya dilakukan penyaringan dengan corong
dan kertas saring what-man 42 untuk memisahkan filtrat dari ampas. Begitu pula dengan

perlakuan maserasi dengan menggunakan pelarut metanol.


Hasil saringan kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator
(Yuharmen, 2002), sehingga didapatkan ektrak kental yang bebas dari pelarut. Ekstrak yang
dihasilkan digunakan untuk pengujian selanjutnya. Ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia
purpurata K.Schum) akan digunakan dan dibuat konsentrasinya (%) dari 0% sampai 10%.
3.3.4. Pembuatan media
Sebanyak 20 gram NA (Nutrien Agar) ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml
lalu ditambahkan dengan aquades sampai menjadi 1 liter, serta dipanaskan sambil diaduk sampai
semua bahan larut dengan sempurna, kemudian disterilkan dalam autoclave selama 15 menit
dengan suhu 121C.
Ditimbang sebanyak 6,5 gram media NB (Nutrien Broth) ditambahkan dengan aquades sampai
menjadi 50 ml, kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga semua bahan larut, setelah itu media
disterilkan pada autoclave dengan suhu 121C selama 15 menit.
3.3.5. Regenerasi Bakteri
Bakteri Escherichia coli yang akan diujikan, terlebih dahulu harus diregenerasikan. Hal pertama
yang dilakukan yaitu membuat media miring NA yang baru. Media NA dituangkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian diletakkan dalam posisi miring dan didiamkan hingga agar memadat.
Selanjutnya menggoreskan biakan dari stok bakteri ke agar miring NA. Lalu diinkubasi di dalam
inkubator pada suhu 37C selama 24 jam. Dari biakan tersebut diambil satu ose dan dimasukkan
ke dalam 5 ml media NB sebagai suspensi bakteri (Aljizah, 2007) Escherichia coli. Selanjutnya
diinkubasi di dalam inkubator bergoyang (shaker) selama 3 x 24 jam dengan kecepatan 150 rpm.
3.3.6. Pembuatan larutan pembanding Tetrasiklin 50 g/ml
Sebanyak 50 mg Tetrasiklin ditimbang, lalu ditambahkan dengan akuades hingga menjadi 200
ml, sehingga kadar yang didapat 0,25 mg/ml. Untuk melakukan uji, maka 1 ml larutan diatas
dipipet dan kemudian ditambahkan aquades sampai menjadi 5 ml, maka akan diperoleh kadar 50
g/ml.
3.3.7. Uji awal penentuan inhibitor concentration
3.3.7.1 Pembuatan stok variabel konsentrasi
Stok konsentrasi yang divariasikan untuk uji awal pada ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia
purpurata K.Schum) dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol yaitu dimulai dari
konsentrasi 0%(kontrol), 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10% (kontrol) dalam 5 ml
pelarut yang kesemuanya berjumlah 11 variabel (Pratama, 2005). Pembuatan konsentrasi
tersebut dengan cara melakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan cara sebagai
berikut untuk pembuatan konsentrasi 1%, diambil 0,05 gram ekstrak rimpang lengkuas merah
(Alpinia purpurata K.Schum) yang diekstrak dengan n-heksana, kemudian dilarutkan
menggunakan pelarut n-heksana sampai menjadi 5 ml. Sedangkan untuk ekstrak rimpang
lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) yang diekstrak dengan metanol dilarutkan
menggunakan aquades sampai 5 ml, begitu seterusnya untuk pembuatan konsentrasi lainnya.
Maka berat ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan pelarut nheksana dan metanol sebagai ekstraktan yang akan ditimbang berturut-turut yaitu 0,05 gram;
0,10 gram; 0,15 gram; 0,20 gram; 0,25 gram; 0,30 gram; 0,35 gram; 0,40 gram; 0,45 gram; dan
0,50 gram. Selanjutnya diamati pada konsetrasi mana terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri

Escherichia coli. Kisaran inhibitor concentration yang didapatkan dari uji awal dengan 2x
pengulangan selanjutnya diujikan efektivitasnya terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli
dan diambil sebanyak 5 jenis konsentrasi yaitu 3,5%, 4,25%, 5%, 5,75% dan 6,50%, dimana
dilakukan 10 perlakuan dengan 3x pengulangan.
3.3.8. Uji Efektivitas
Media NA sebanyak 10 ml dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat (Pratama,
2005), kemudian dimasukkan 1 ml suspensi bakteri Escherichia coli kemudian disebarkan biakan
bakteri dengan menggunakan lidi kapas steril agar suspensi tersebar merata pada media dan
didiamkan selama 10 menit agar suspensi terserap pada media. Kemudian cawan petri tersebut
diletakkan 1 buah kertas cakram berdiameter 6 mm (Adnyana, 2004) dengan menggunakan
pinset steril yang telah direndam. Kertas cakram tersebut sebelumnya telah dicelupkan ke dalam
setiap konsentrasi ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) yang telah
diekstrak dengan n-heksana dan metanol. Untuk pengujian pada baku pembanding yaitu
tetrasiklin hidroklorida dan uji negatif dengan menggunakan pelarut metanol dilakukan juga
seperti perlakuan diatas. Selanjutnya semua media diinkubasi ke dalam inkubator. Inkubasi
dilakukan pada suhu 37C selama 24 jam. Kemudian diukur diameter zona bening yang
terbentuk setiap harinya selama 4 hari, dengan menggunakan penggaris milimeter (Pratama,
2005).
Menurut Hadioetomo (1993), bahwa aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur zona
bening pada media yang padat yang menjadi petunjuk ada atau tidaknya bakteri yang tumbuh
pada setiap perlakuan.
3.4. Analisis data
Analisis data pada penelitian ini akan menggunakan analisis RAL.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Media dan alat-alat yang digunakan di dalam penelitian harus disterilkan terlebih dahulu agar

tidak terkontaminasi oleh bakteri lain. Sterilisasi dalam mikrobiologi ialah suatu proses untuk
mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda (Hadioetomo, 1993).
Cara sterilisasi yang akan digunakan atau dipakai tergantung pada macam alat atau bahan dan
sifat alat dan bahan yang akan disterilkan (ketahanan terhadap panas dan bentuk bahan yang
disterilkan: padat, cair, atau gas) (Darwis, 2007). Salah satu cara sterilisasi yang dapat dilakukan
dengan menggunakan uap air panas bertekanan, yaitu dengan menggunakan alat yang bernama
autoclave. Alat ini terdiri dari suatu bejana yang tahan terhadap panas yang bertekanan tinggi dan
alat ini dilengkapi dengan manometer, termometer, dan klep bahaya.
4.2 Pembuatan Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.Schum)
Rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) yang tua kira-kira yang telah berumur 7
bulan diambil di daerah Muara Enim, didapatkan sebanyak 3 kg. Rimpang yang didapatkan
tersebut dicuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya hidrolisis senyawa. Kemudian rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata
K.Schum) dilakukan proses perajangan hingga menjadi halus. Hal ini dilakukan guna untuk
memperoleh luas permukaan yang lebih besar, agar proses penetrasi pelarut ke dalam bahan
dapat berlangsung dengan optimal. Pelarut yang digunakan adalah pelarut non polar dan polar.
Pelarut non polar yang digunakan yaitu n-heksana sedangkan pelarut polar yang digunakan yaitu
metanol. Berdasarkan prinsip kelarutan yaitu pelarut non polar akan lebih mudah larut dalam
pelarut non polar sebaliknya pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar
(Harbone, 1987).
Rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) diekstrak dengan menggunakan metode
maserasi. Pemilihan metode maserasi dikarenakan cara pengerjaannya mudah, menggunakan
peralatan yang sederhana dan jika menggunakan metode ekstraksi yang menggunakan
pemanasan yang terlalu tinggi, dikhawatirkan senyawa aktif yang mempunyai potensi sebagai
antibakteri akan rusak, sehingga pemilihan metode ekstraksi dengan maserasi dianggap lebih
tepat.
Langkah pertama pada proses ekstraksi yaitu dengan melakukan maserasi pada 1,5 kg rimpang
lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) yang telah dirajang halus dengan menggunakan
pelarut dan n-heksana sebanyak 3 liter selama 3 hari, begitupun dengan pelarut metanol
dilakukan metode maserasi pada 1,5 kg rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum)
yang telah dirajang halus selama 3 hari dengan menggunakan pelarut sebanyak 3 liter. Tujuan
dari langkah ini yaitu untuk mengekstrak semua senyawa organik non polar yang diharapkan
akan dapat larut dalam pelarut n-heksana tersebut, begitupun dengan metanol yang diharapkan
semua senyawa organik polar diharapkan akan dapat larut dalam pelarut metanol.
Pelarut hasil penyaringan dari maserasi diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator
sehingga didapatkan ekstrak kental dari rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum).
Dari hasil maserasi rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan menggunakan
n-heksana sebagai ekstraktan didapat ekstrak kental lengkuas merah (Alpinia purpurata
K.Schum) yang berwarna kuning sebanyak 7,2 g, sedangkan hasil maserasi rimpang lengkuas
merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan metanol sebagai ekstraktan didapat ekstrak kental
rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) yang berwarna coklat sebanyak 15,6 g.
Ekstrak kental yang didapat kemudian diencerkan dengan konsentrasi yang telah ditentukan
dalam 5 ml pelarut. Pada ekstrak kental rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum)
dengan n-heksana sebagai ekstraktan dilarutkan dalam n-heksana kembali, karena bila dilarutkan
dalam pelarut non polar kemungkinan pelarut non polar tersebut mempunyai daya hambat yang

besar terhadap bakteri, karena n-heksana mempunyai daya hambat terhadap bakteri sangat kecil
atau dapat dikatakan nihil (Merck, 1990). Sedangkan untuk ekstrak kental rimpang lengkuas
merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan metanol sebagai ekstraktan dapat dilarutkan dengan
aquades. Senyawa polar yang diketahui sebagai antibakteri pada rimpang lengkuas merah
(Alpinia purpurata K.Schum) yaitu flavonoid dan saponin, sebagai senyawa tersebut dapat
terekstrak oleh pelarut metanol yang merupakan pelarut polar.
4.3. Uji awal penetuan Inhibitor Concentration
4.3.1. Pembuatan stok variabel konsentrasi
Dilakukannya penentuan Inhibitor Concentration dikarenakan belum adanya standar konsentrasi
ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) untuk uji efektivitas dan
dilakukan dalam 2 kali ulangan dengan tujuan untuk mendapatkan keakuratan data. Pada uji awal
penentuan Inhibitor Concentration, konsentrasi ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia
purpurata K.Schum) dibuat dari 0% hingga 10%. Untuk ekstrak rimpang lengkuas merah
(Alpinia purpurata K.Schum) yang diekstrak dengan n-heksana diencerkan dengan menggunakan
pelarut n-heksana sedangkan pada ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum)
yang diekstrak dengan metanol diencerkan dengan menggunakan pelarut aquades. Setelah
dilakukan uji awal penentuan Inhibitor Concentration maka diperoleh 5 jenis konsentrasi efektif
yang menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang diperoleh dari pengukuran zona
bening yang terbentuk pada biakan setelah diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37C, yaitu
pada konsentrasi 3,5%, 4,25%, 5%, 5,75% dan 6,50%, dimana dilakukan 10 perlakuan dengan
3x pengulangan dan diamati setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37C.
4.4 Pembuatan Biakan Muda Bakteri Escherichia coli
Sebelum dilakukan uji awal penentuan Inhibitor Concentration dan uji efektivitas, terlebih
dahulu bakteri harus diregenerasikan dengan cara dibiak mudakan selama 24 jam dalam media
agar miring NA, selanjutnya diambil 1 ose untuk disuspensikan ke dalam media NB 5 ml dan di
shaker selama 72 jam dengan kecepatan 150 rpm. Ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan
bakteri, sehingga pada saat pengujian didapatkan bakteri dalam fase log. Pertumbuhan bakteri
Escherichia coli pada media NB dapat dilihat dari kekeruhan suspensi yang terbentuk.
4.5. Pembuatan Larutan Pembanding Tetrasiklin 50 g/ml
Tetrasiklin digunakan sebagai larutan pembanding bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak
rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) lebih efektif dibandingkan Tetrasiklin.
Tetrasiklin sering digunakan sebagai antibiotik, dikarenakan Tetrasiklin dapat menghambat atau
membunuh bakteri, dengan cara merusak sintesis protein pada bakteri.
4.6. Uji Efektivitas
Uji efektivitas antibakteri ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum)
dilakukan dengan metode difusi kertas cakram. Media NA yang telah memadat dan disebarkan
suspensi bakteri di atas permukaannya, diberi kertas cakram berdiameter 6 mm yang telah
dicelupkan pada larutan ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum).
Kemudian diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam. Setelah diinkubasi terbentuk zona bening
disekitar kertas cakram yang mana itu merupakan daerah hambatan terhadap pertumbuhan
bakteri Escherichia coli penyebab diare. Di dapatkan hasil pengujian efektivitas pada tabel
berikut:
Tabel 2. Diameter Daya Hambat Ekstrak metanol dan n-heksana rimpang lengkuas merah
(Alpinia purpurata K.Schum) terhadap pertumbuhan Escherichia coli

*Diameter Daya Hambat (mm)


Ekstrak metanol Ekstrak n-heksana
3,5 % 7 7,6
4,25 % 8 9,5
5 % 6 6,16
5,75 % 8,16 8,66
6,50 % 3,33 5,66
Pembanding (Tetrasiklin 50 g/ml) 10,33 10,33
Keterangan : * = hasil rata-rata dari tiga kali pengulangan
Pada ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan menggunakan
pelarut metanol, konsentrasi 5,75 % memiliki daya hambat tertinggi terhadap Escherichia coli.
Sedangkan rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan menggunakan pelarut
n-heksana, konsentrasi 4,25 % memiliki daya hambat yang tertinggi terhadap Escherichia coli.
Secara keseluruhan daya hambat ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum)
terhadap Escherichia coli yang diekstrak dengan menggunakan n-heksana lebih besar
dibandingkan daya hambat ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) yang
diekstrak dengan menggunakan pelarut metanol,
Menurut Suriawiria (1978) dalam Mardiana (2007) pengukuran kekuatan antibiotic-antibakteri
dengan menggunakan metode Davis Stout dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu lemah,
sedang, kuat dan sangat kuat, bila diameter zona bening lebih kecil atau sama dengan 5 mm
menunjukkan aktivitas antibakteri lemah, diameter zona 5-10 mm menunjukkan aktivitas
antibakteri sedang, diameter zona bening 10-20 mm menunjukkan aktivitas antibakteri kuat dan
diameter zona bening lebih besar atau sama dengan 20 mm menunjukkan aktivitas antibakteri
sangat kuat. Pada ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan
menggunakan pelarut metanol pada konsentrasi 5,75 % menghasilkan zona hambat 5-10 mm,
sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak tersebut termasuk kategori antibakteri sedang.
Sedangkan ekstrak rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) dengan menggunakan
pelarut n-heksana dengan konsentrasi 4,25 % termasuk ke dalam antibakteri yang sedang.
Sedangkan larutan pembanding yaitu tetrasiklin, menghasilkan zona hambat 10-20 mm, sehingga
dapat dikatakan termasuk dalam kategori yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Lengkuas Merah.. http://www.iptek.net.id (31 Oktober 2008)
Anonim. 2006. Penyebab Diare Dan Gejala Diare.
http://www.medicastore.com/osteoporosis/index.html (14 November 2008)
Anonim, 2007. Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)

http://elisa.ugm.ac.id/files/t3hermawan/mas2B0KN/1-Pengertian.doc.
(14 November 2008)
Anonim. 2008a. .Bakteri. http://id.wikipedia.org/wiki/bakteri (14 November 2008)
Anonim. 2008b. Diare. http://id.wikipedia.org/wiki/diare (16 Oktober 2008)
Anonim.2008c. Diare. http://spiritia.or.id/news/newsindex.php (14 November 2008)
Anonim. 2008d. Escherichia coli. .http://id.wikipedia.org/wiki/Escherichia_coli (20 Oktober
2008)
Darwis, W. 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Bengkullu: Universitas Bengkulu.
Dinas Kesehatan. 2008.
Gsianturi. 2002. Lengkuas Merah: Mengobati Bronchitis, Diare, Hingga Ejakulasi Dini.
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0210/22/211733.htm. (31 OKtober 2008)
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kunia, K. 2007. Lengkuas Pengganti Formalin. http://anekaplanta.wordpress.com/author/plantus/
(31 Oktober 2008)
Mardiana, I. 2007. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun dan Biji Kecubung (Datura metel L.)
terhadap Bakteri Escherichia coli dan Bacillus cereus. Bengkulu: [Skripsi] jurusan kimia FMIPA
UNIB. (07 Maret 2009)
Pelczar, M.J dan E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2. UI-Press. Jakarta.
Prakoso, B. 2007. Sehat Herbal. http://www.sehatherbal@gmail.com (31 Oktober 2008)
Pratama. 2005. Pengaruh Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora persica) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans Dan Staphylococcus aureus Dengan Metode Difusi
Agar. http://skripsi.blogsome.com/ (18 Oktober 2008)
Sabir. 2005. Aktifitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp terhadap Bakteri Streptococcus
mutans (in vitro). http://journal.unair.ac.id/filterPDF/DENTJ_38-3-03.pdf. (16 Oktober 2008)
Saidin, I. 2008. Pokok Lengkuas, Remunggai Asal Dari India. http://www.emedia.com.my (31
Oktober 2008)
Siswandono dan B. Soekarjo. 1995. Kimia Medisinal. Erlangga. Surabaya.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Pangan.
Penerbit Alumni. Bandung.
Syaugi. 2008. Diare Jangan Diremehkan. http://www.indomedia.com (14 November 2008)
Wikipedia. 2008. Antibiotik. http://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotik (14 November 2008)

Anda mungkin juga menyukai