SECARA IN VITRO
Oleh:
AJENG MAHARANI PUTRI
NIM: 155070100111063
BAB I
LATAR BELAKANG
hematogen, infeksi pada kulit dan jaringan lunak, meningitis, infeksi paru-paru
dan infeksi yang terkait dengan peralatan medis (Jawetz et al., 2007).
infeksi nosokomial dan infeksi yang didapat oleh masyarakat, serta memberikan
beban yang signifikan pada sistem kesehatan (Lister dan Horswill, 2014).
prevalensi dari S. aureus telah mencapai 70%, seperti di Taiwan mencapai 60%,
Cina 20%, Hongkong 70%, Filipina 5%, Singapura 60% dan Indonesia 23,5%.
2
mencapai 47%, serta di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang pada 2010 mencapai
pada permukaan sel lain dan bergabung menjadi matriks polimer ekstraselular
yang protektif (Lister dan Horswill, 2014). Selain itu, biofilm juga dapat
terjadinya infeksi yang persisten dan mempermudah mutasi bakteri menjadi lebih
(VRSA) (CDC, 2017). Sebagian besar antibakteri berasal dari produk alami, dan
produk alami masih menyediakan sumber yang kaya untuk penemuan antibakteri
obat, dan sangat potensial untuk dikembangkan, tapi belum dikelola secara
tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, 940 jenis diantaranya
merupakan tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah
bumbu masakan dan obat tradisional. Menurut Badan Pusat Statistik dan
2014 sebesar 1.233.983 ton per tahun. Bawang putih mudah tumbuh pada iklim
ringan dan mudah ditemukan di Indonesia. Bawang putih disebut sebagai “all-
berbagai macam penyakit seperti infeksi, tumor, dan menyembuhkan luka. Dua
senyawa aktif pada bawang putih yaitu allicin dan ajoene berpotensi sebagai
bahwa ekstrak (Allium sativum L.) dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) 0,078-
allicin pada bawang putih memiliki efek bakterisida pada biofilm S. epidermidis
ekstrak bawang putih 1,56 μg/mL untuk ekstrak aqueous dan 0,78 μg/mL untuk
ekstrak etanol, yang secara signifikan lebih rendah daripada MBIC allicin murni
menemukan bahwa senyawa ajoene pada bawang putih mampu menekan gen
diketahui Kadar Hambat Biofilm Minimal (KHBM) atau Minimal Biofilm Inhibitory
4
Concentration (MBIC) terhadap bakteri tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
aureus secara in vitro. Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan bawang
aureus yang membentuk biofilm, serta dapat dikembangkan ke tahap uji klinis
selanjutnya.
in vitro.
Staphylococcus aureus.
aureus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, tetapi membentuk
pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25ºC). Koloni pada perbenihan padat
dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang
mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi
2.1.1 Taksonomi
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
temperatur kamar (200 - 350C). Koloni pada media yang padat akan berbentuk
katalase positif dimana hal ini dapat membedakannya dari genus Streptococcus.
perubahan warna medium agar dari merah ke kuning (Jawetz et al., 2007).
aureus yang berikatan dengan berbagai Fc dari molekul IgG kecuali IgG3.
Bagian Fab dari IgG yang terikat dengan protein A bebas berikatan dengan
antigen spesifik. Protein A menjadi reagen yang penting dalam imunologi dan
ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa
a. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap
b. Koagulase
karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan
c. Hemolisin
aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada
kulit hewan dan manusia. β-hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan
Stafilokokus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah
merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat
melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang
d. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi
patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat
difagositosis.
e. Toksin eksfoliatif
g. Enterotoksin
suasana basa di dalam usus. Enzim ini adalah penyebab utama dalam
derajat keparahan yang beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit
Staphylococcus sp. merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan
saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara
2007).
abses. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul,
jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya
Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba
dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi,
dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi
dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon,
atau pada anak-anak dan pria dengan luka yang terinfeksi Staphylococcus sp.
Staphylococcus aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau infeksi lokal
lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah (Jawetz et al., 2007).
terhadap antibiotik serta menciptakan sel persister. Sel persister adalah sel yang
produksi target antibiotik di dalam sel (Lewis, 2010). Pembentukan biofilm juga
makin menyulitkan terapi pada kasus infeksi bakteri yang resisten. Moghadam et
al. (2014) menemukan bahwa biofilm MRSA pada pasien infeksi luka bakar,
tetrasiklin, dan tobramisin. Resistensi ini dapat terjadi akibat beberapa hal seperti
metabolisme yang terjadi di biofilm, dan interaksi antibiotik dengan produk hasil
2.1.7 Epidemiologi
permukaan mukosa manusia. Sumber infeksi bakteri ini berasal dari lesi terbuka
maupun barang-barang yang terkena lesi tersebut, selain itu ada beberapa
12
tempat di rumah sakit yang berisiko tinggi dalam penyebaran bakteri ini, seperti
unit perawatan intensif, perawatan neonatus, dan ruang operasi (Brooks et al.,
2012).
diikuti metisilin pada 1961. Awal tahun 2000, S. aureus bermanifestasi sebagai
Instalasi Rawat Intensif (IRI) atau Intensive Care Unit (ICU) rumah sakit Amerika
Serikat, Amerika Latin, dan Asia-Pasifik. Di Inggris sampai dengan tahun 2004
yang predominan pada usia lanjut 82% usia > 60 tahun, strain Staphylococcus
aureus yang ada 92% resisten terhadap fluoroquinolone dan 72% resisten
terhadap makrolid, sebagian besar isolat masih sensitif terhadap tetrasiklin, asam
fusidat, rifampicin, dan gentamisin, dan strain Staphylococcus aureus yang telah
hidung dan 21,8% pada tangan petugas kesehatan. Dari penelitian pendahuluan
yang dilakukan oleh Ahmed di beberapa bagian rumah sakit yang berbeda di
PCR dari 569 subjek penelitian. Hidung dan bagian nares anterior adalah bagian
yang paling penting dari koloni Staphylococcus dan berpotensi sebagai sumber
menggunakan nasal swab dan tidak menguji tempat lain, seperti swab pada
2.2 Biofilm
mikroorganisme untuk bertahan hidup pada kondisi yang kurang baik. Biofilm
kumpulan dari sel-sel mikrobial yang melekat secara ireversibel pada suatu
karakteristik media cairan, dan keadaan permukaan sel bakteri yang akan
melekat (Gunardi, 2014). Donlan (2002), menduga ada 4 sifat biofilm yang
nosokomial dan implan alat medis pada manusia (Otto, 2008). Biofilm S. aureus
menginfeksi sinus penderita hingga terjadi hilangnya sel silia dan sel goblet
(Kamath et al., 2013). Infeksi lain terkait biofilm S. aureus termasuk osteomyelitis
dapat terjadi akibat beberapa hal seperti penurunan difusi antibiotik akibat
matriks biofilm yang kompleks, aktivitas metabolisme yang terjadi di biofilm, dan
aktivitas antibiotik.
berperan dalam pertumbuhan anaerobik. Saat PIA diproduksi maka biofilm juga
akan ikut terbentuk. Biofilm juga dapat terbentuk melalui jalur PIA-independent,
yang mana tidak mementingkan lokus gen ica. Penghapusan lokus ica terbukti
delesi ica, ditemukan bahwa protein A (SpA) yang berperan penting dalam
pembentukan biofilm. Jalur lain yang cukup penting dalam pembuatan biofilm
DNA pada matriks awal biofilm, yang mana mendukung struktur pembentukan
biofilm.
accessory regulator (sarA) dan accessory gene regulator (agr). SarA berperan
dalam pertumbuhan biofilm S. aureus dan dapat mencegah degradasi eDNA dan
protein yang menjadi struktur utama biofilm. Regulator agr sendiri berperan pada
penting untuk penyebaran biofilm yang telah matang (Boles dan Horswill, 2008).
mikrokoloni dalam biofilm yang telah matang. Biofilm terutama terdiri dari materi
matriks (85% dari volume) dan kumpulan sel-sel bakteri (15% dari volume).
biofilm dan dapat dianggap sebagai material matrik yang utama. EPS bervariasi
secara fisik dan kimia, tapi terutama terdiri dari polisakarida. EPS bersifat
hidrofilik karena dapat mengikat air dalam jumlah yang banyak, dengan tingkat
Pembentukan biofilm dimulai dari beberapa bakteri yang hidup bebas (sel
memperbanyak diri dan membentuk satu lapisan tipis (monolayer) biofilm. Pada
saat ini, pembelahan akan berhenti selama beberapa jam dan pada masa ini
terjadi banyak sekali perubahan pada sel planktonik, yang akan menghasilkan
transisi sel planktonik menjadi sel dengan fenotip biofilm. Sel biofilm berbeda
yang akan melekatkan mereka pada suatu permukaan dan melekatkan satu
sama lain untuk membentuk suatu mikrokoloni. Monolayer ini dikenal juga
sebagai linking film yaitu substrat yang menjadi tempat sel bakteri melekat dan
membentuk lapisan yang makin menebal, maka mikroba yang melekat pada
akumulasi produk buangan yang bersifat toksik. Untuk mengatasi masalah ini,
atau pori-pori yang dapat dilewati oleh nutrisi dan produk metabolit dari semua
karakteristik biofilm menjadi lebih matang dan dalam koordinasi aktivitas biofilm.
Aksi dari sinyal ini merupakan suatu proses dari quorum sensing yaitu
komunikasi antar sel dan kemampuan molekul untuk mencetuskan suatu aksi
bergantung pada konsentrasi sinyal dalam lingkungan. Biofilm yang matang telah
terbentuk dan sekarang terdiri dari banyak spesies bakteri. Biofilm ini merupakan
suatu struktur yang dinamik dengan sel-sel yang terus silih berganti masuk dan
peranan yang penting. Pembentukan dari biofilm ini tergantung dari konsentrasi
nutrisi yang tersedia dan diatur oleh suatu zat kimia komplek yang dikeluarkan
Quorum sensing (QS) adalah sistem komunikasi antar sel bakteri sejenis
atau berbeda jenis yang bertujuan untuk mengaktifkan ekspresi suatu gen
tertentu oleh bakteri yang bersangkutan. Dalam mekanisme ini bakteri akan
sinyal bagi bakteri itu sendiri dan bakteri lain. Ketika konsentrasi molekul di
lingkungannya telah mencapai level tertentu, molekul ini kemudian akan menjadi
pembentukan biofilm, transfer DNA, dan biopendar (Miller dan Bassler, 2001).
bakteri, yaitu: (1) gen yang mensintesis molekul sinyal; (2) gen yang terlibat
dalam transduksi sinyal; dan (3) molekul sinyal quorum sensing (Chhabra et al.,
oleh sel bakteri lain untuk selanjutnya mengaktifkan atau mengekspresikan gen
target. Autoinducer berbeda pada bakteri Gram positif dan negatif. Pada bakteri
Gram positif biasanya berupa oligopeptida termodifikasi dan pada bakteri Gram
lingkungan yang bisa berpotensi menjadi toksik untuk sel bakteri. Bakteri yang
terpapar osmolaritas yang tinggi, suhu yang tinggi, detergen, urea, dan adanya
glukosa, dan oxidative stress, menunjukkan peningkatan ekspresi dari ica dan
terbatas. Ada sebagian dari daftar peralatan medis yang telah dibuktikan dapat
menjadi tempat pertumbuhan biofilm. Biofilm yang terdapat pada peralatan medis
yang sudah diteliti selama kurang lebih 20 tahun. Berbagai peralatan medis yang
sudah diteliti dapat menjadi tempat pertumbuhan biofilm adalah prosthetic heart
valves, central venous catheters, urinary catheters, lensa kontak, dan intrauterine
devices. Untuk beberapa peralatan medis seperti urinary catheters dan lensa
Broth dan diinkubasi pada suhu 37OC semalam. Bakteri yang sudah tumbuh
pada Nutrient Broth ditanam kembali pada Nutrient Agar Plate kemudian
tabung TSBglu (10 mL) dan diinkubasikan 37OC selama 24 jam. Lalu tabung
dicuci dengan PBS (pH 7,3) dan dikeringkan airnya. Tabung yang sudah
dikeringkan diberi kristal violet (0,1%) dan kelebihan warna dibuang dan tabung
dicuci dengan deionized water. Tabung dikeringkan dan dilihat bentukan biofilm
memproduksi biofilm. Agar plate diberi 5% sukrosa dan stain Congo Red (0,8
g/L). Setiap plate diinkubasi selama 24 sampai 72 jam dalam suhu 37OC. Hasil
yang positif akan ditunjukkan dengan adanya koloni berwarna hitam dengan
konsistensi dry cristalline. Jika terdapat koloni yang menghitam dan terletak di
tengah dari plate, dengan atau tanpa morfologi dry cristalline adalah bentukan
Well yang sebagai kontrol negatif hanya diisi oleh fresh broth. Kemudian semua
plates diinkubasi secara aerobic selama 24 jam dalam suhu 37OC. Setelah itu, isi
setiap well diaspirasi dan dicuci 3 kali menggunakan 250 μL sterile physiological
yang tidak menempel. Sisa bakteri yang menempel difiksasi dengan 200 μL 99
akhir ekstrak dan bakteri pada medium TSBglu. Setiap tabung diisi dengan
perbenihan cair bakteri dengan konsentrasi kuman 1x108 CFU/mL yang telah
tabung diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37OC. Setelah, 24 jam, tabung
dikeluarkan dan dicuci menggunakan PBS (pH 7,3) dan dicat menggunakan
crystal violet (0,1%) 5 mL. Didiamkan selama 20 menit kemudian sisa crystal
violet dibuang dan dicuci menggunakan deionized water. Terakhir, formasi cincin
22
dan dinding kebiruan diukur dengan Mean Gray Value menggunakan Adobe
dan Jepang yang beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh
Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa
oleh pedagang Cina dan Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau
sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan buatan yang banyak kita
2.3.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Sub-division : Angiospermae
Class : Liliopsida
Order : Liliales
Family : Liliaceae
lapis. Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi
30-75 cm. Batang yang nampak di atas permukaan tanah adalah batang semu
berada di dalam tanah. Dari pangkal batang tumbuh akar berbentuk serabut kecil
yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang
2008).
Bawang putih membentuk umbi lapis berwarna putih. Sebuah umbi terdiri
dari 8–20 siung (anak bawang). Antara siung satu dengan yang lainnya
dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, serta membentuk satu kesatuan yang kuat dan
rapat. Di dalam siung terdapat lembaga yang dapat tumbuh menerobos pucuk
siung menjadi tunas baru, serta daging pembungkus lembaga yang berfungsi
2008). Helaian daun bawang putih berbentuk pita, panjang dapat mencapai 30–
60 cm dan lebar 1–2,5 cm. Jumlah daun 7–10 helai setiap tanaman. Pelepah
daun panjang, merupakan satu kesatuan yang membentuk batang semu. Bunga
payung dengan diameter 4–9 cm. Perhiasan bunga berupa tenda bunga dengan
6 tepala berbentuk bulat telur. Stamen berjumlah 6, dengan panjang filamen 4–5
mm, bertumpu pada dasar perhiasan bunga. Ovarium superior, tersusun atas 3
mampu tumbuh di dataran rendah. Tanah yang bertekstur lempung berpasir atau
lempung berdebu dengan pH netral menjadi media tumbuh yang baik. Lahan
tanaman ini tidak boleh tergenang air. Suhu yang cocok untuk budidaya di
dataran tinggi berkisar antara 20O–25OC dengan curah hujan sekitar 1.200–2.400
(Santoso, 2008).
produksi bawang putih di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 1.233.983 ton per
tahun. Bawang putih mudah tumbuh pada iklim ringan dan mudah ditemukan di
yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan obat tradisional. Para
dilakukan, tidak hanya secara in vivo (dengan hewan percobaan) tetapi juga in
vitro (dalam tabung kultur). Hal ini ditempuh untuk membuktikan khasiat dan
aktivitas biologi dari senyawa aktif bawang putih, sekaligus dosis dan
untuk mengeksplorasi aktivitas biologi umbi bawang putih yang terkait dengan
17 asam amino dan banyak mineral, contohnya selenium. Bawang putih memiliki
komponen sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies Allium lainnya.
Komponen sulfur inilah yang memberikan bau khas dan berbagai efek obat dari
bawang putih (Londhe, 2014). Senyawa organosulfur yang utama adalah allicin
dan ajoene.
dari pemecahan allicin. Senyawa organosulfur lain yang terkandung dalam umbi
bawang putih antara lain, S-propil- sistein (SPC), S-etil-sistein (SEC), dan S-
selenosistein yang mudah larut dalam air. Beberapa senyawa bioaktif flavonoid
Ekstrak segar umbi bawang putih dapat disimpan lama dalam ethanol 15–
senyawa baru. Senyawa yang dominan terkandung adalah S-alil sistein dan S-
vinyl-dithiin 0,8 mg/g dan ajoene 0,1 mg/g, sedangkan ekstrak eter mengandung
vinyl-dithiin 5,7 mg/g, allil sulfida 1,4 mg/g, dan ajoene 0,4 mg/g (Banerjee dan
Maulik, 2002).
senyawa aktif pada bawang putih yaitu allicin, berpotensi sebagai antibakteri dan
dan antilemak (Josling, 2008). Keduanya memiliki aktivitas antibakteri baik gram
Allicin dan komponen sulfur lain yang terkandung di dalam bawang putih
dipercaya sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang
putih. Zat aktif inilah yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan
spektrum yang luas, hal ini telah dievaluasi di dalam banyak penelitian, bahwa
bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dalam melawan
berbagai macam bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri gram
27
positif. Allicin (diallyl thiosulfinate) merupakan salah satu komponen biologis yang
paling aktif yang terkandung dalam bawang putih. Adanya kerusakan pada umbi
Proses ini memakan waktu berjam-jam dalam suhu ruangan dan hanya
biofilm Staphylococcus aureus (Wu et al., 2015). Allicin pada ekstrak bawang
menghambat faktor virulensi yang dikontrol oleh sistem quorum sensing. Menurut
analisis DNA microarray, ajoene mampu menghambat ekspresi gen spesifik yang
diregulasi oleh sistem quorum sensing. Studi juga menunjukkan bahwa ekstrak
bawang putih juga menghambat gen agr dan ica yang merupakan 2 faktor utama
BAB III
Allicin Ajoene
Menghambat Inaktivasi
sintesis PIA quorum
sensing
Keterangan :
: variabel tergantung/dependen
: variabel bebas/independen
29
merupakan mekanisme regulasi sinyal untuk komunikasi dengan sel lain yang
faktor virulensi dari bakteri. Quorum sensing adalah target spesifik antimikroba
untuk mengontrol virulensi bakteri. Sinyal quorum sensing diatur oleh peptida
autoinducer dengan sistem regulator gen yang terdiri atas 2 operon yaitu RNA II
dan RNA III pada locus agr. Upregulasi gen agr menjadi faktor utama pada
Sintesis PIA dikode oleh operon ica yang mengontrol berbagai faktor regulasi,
sehingga delesi dari locus gen ica mampu menghambat pembentukan biofilm,
senyawa aktif pada bawang putih yaitu allicin dan ajoene berpotensi
menghambat faktor virulensi yang dikontrol oleh sistem quorum sensing. Menurut
biofilm Staphylococcus aureus. Dari ketiga gen tersebut, ekstrak bawang putih
3.2 Hipotesis
BAB IV
METODE PENELITIAN
penelitian ini adalah post-test only control group design dengan menggunakan
4.2.1 Pengulangan
32
(p-1)(n-1) > 15
(6-1)(n-1) > 15
5n-5 > 15
5n > 20
n > 4
Keterangan:
n: jumlah pengulangan
pengulangan.
dengan April 2018. Bawang putih didapatkan dari Materia Medica Batu dan
putih. Dalam penelitian ini digunakan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, 25%
spektrofotometer.
dengan menggunakan metode tube test dan diambil dari isolat swab
Universitas Brawijaya.
glycocalyx yang terutama terdiri dari teichoic acid sehingga bakteri dapat
34
bertahan lebih lama. Biofilm yang terbentuk pada tabung akan terlihat
3. Biofilm adalah suatu produk dari bakteri yang membentuk lapisan padat
4. Ekstrak etanol bawang putih adalah hasil ekstraksi bawang putih dengan
pelarut etanol 96%. Ekstrak etanol bawang putih yang terbentuk pasta,
5. Metode tube test atau metode tabung adalah metode uji pembentukan
tabung.
dasar tabung.
7. Mean Gray Value adalah skala intensitas warna pada program Adobe
4.6.1 Alat dan Bahan Pembuatan Ekstrak Etanol Bawang Putih (Allium
sativum)
1. Bawang Putih
4. Blender/penumbuk
5. Rotatory evaporator
6. Kertas saring
7. Tabung pendingin
8. Pemanas aquades
5. Bahan pengecatan Gram : kristal violet, lugol, alkohol 96%, dan safranin
36
7. Lampu spiritus
8. Tabung reaksi
3. Tabung reaksi
5. Kristal violet
6. Deionized water
7. Ose
8. Pipet
9. Beaker glass
dilakukan metode ekstraksi etanol 96% untuk memperoleh zat aktif dari
beberapa kali sampai air ekstrak jernih. Kemudian hasil ekstraksi siap
untuk dievaporasi
bak penampung air dingin melalui pipa plastik. Tabung pendingin juga
evaporator, alat pompa sirkulasi air dingin, dan alat pompa vakum
sehingga tidak tercampur hasil evaporasi dan uap lain tersedot pompa
vakum.
38
kali.
2. Pewarnaan Gram
39
sampai warna cat luntur. Buang sisa alkohol dan bilas dengan
air.
berwarna ungu
objek B
gelas objek.
negatif.
Plate (NAP) dikultur dalam medium Nutrient Broth (NB) selama 24 jam dalam
Rumus : N1 x V1 = N2 x V2
0,38 x V1 = 0,1 x 10
V1 = 1/0,38 = 2,63 mL
al, 2000)
2. Bakteri yang sudah tumbuh pada Nutrient Broth, ditanam kembali pada
5. Tabung yang sudah dikeringkan diberi kristal violet (0,1%), lalu kelebihan
V2.
positif)
8. Setelah 24 jam, tabung dikeluarkan dari inkubator dan dicuci dengan PBS
9. Tabung yang sudah dikeringkan diberi kristal violet (0,1%) 0,5 mL lalu
kamera digital spesifikasi bebas, dengan syarat brightness setiap tabung harus
sama. Untuk mengetahui intensitas warna pada area cincin dan dinding tabung
dan masukkan hasil fotonya. Selanjutnya pilih tab Window dan pilih
Measurement Log, blok area yang akan dilihat intensitas warnanya dengan
akan didapatkan nilai Mean Gray Value yang merupakan rerata dari intensitas
Analisis data yang digunakan adalah Uji One Way ANOVA dan Uji
Korelasi Spearman. Uji One Way ANOVA dengan derajat kepercayaan 95%
yang ditimbulkan oleh biofilm pada tabung (Mean Gray Value). Bila data tidak
berdistribusi normal, maka digunakan Uji Kruskal Wallis. Sedangkan Uji Korelasi
konsentrasi ekstrak etanol bawang putih terhadap intensitas warna biofilm pada
tabung (Mean Gray Value). Kemudian analisis data dilanjutkan dengan Post-hoc
Buang sisa Kristal Violet dan cuci dengan Deionized water, lalu tiriskan
Analisis Data
47
DAFTAR PUSTAKA
Brawijaya, Malang.
Ahmed, M. O., Elramalli, A. K., Amri, S. G., Abuzweda, A. R., & Abouzeed, Y. M.
https://ews.kemendag.go.id/bawangmerah/ProduksiBawangMerah.aspx/
Archer, N. K., Mazaitis, M. J., Costerton, J. W., Leid, J. G., Powers, M. E., &
Brooks, G. 2012. Jawetz Melnick & Adelbergs Medical Microbioogy 26. McGraw-
Hill Medical.
Carroll, K. 2016. Jawetz, Melnick & Adelberg's medical microbiology. New York:
McGraw-Hill Education.
28 Nov. 2017].
Christensen, Gordon D., Simpson W., Anglen, Jeffrey O, Barry. 2000. Handbook
167-193.
Gladwin, M., & Trattler, B. 2011. Clinical Microbiology: Made Ridiculously Simple
Kamath, M. P., Shenoy, V., Mittal, N., & Sharma, N. 2013. Microbiological
study. Egyptian Journal of Ear, Nose, Throat and Allied Sciences, 14(3),
185-189.
Lee, D. Y., Li, H., Lim, H. J., Lee, H. J., Jeon, R., & Ryu, J. H. 2012. Anti-
microbiology. 4.
Miller, M. B., & Bassler, B. L. 2001. Quorum sensing in bacteria. Annual Reviews
Intramammary Infections.
Nuryastuti, T., van der Mei, H. C., Busscher, H. J., Iravati, S., Aman, A. T., &
Technology, 38(4).
Silver, L. L. 2008. Are natural products still the best source for antibacterial
Syamsiah, I. S., & Tajudin, S. 2005. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja
Wu, X., Santos, R. R., & Fink‐Gremmels, J. 2015. Analyzing the antibacterial