SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
terdapat pada kulit dan dalam hidung pada 20-30% manusia sehat (Modric,
2008). Namun, bakteri ini bisa berubah menjadi patogen utama yang
jaringan dan sistem organ (Noviana, 2004; Wickner dan Schekman, 2005).
mempunyai rentang gejala mulai dari infeksi pada luka yang terlokalisir,
sampai dengan infeksi sistemik yang mengancam jiwa (Madjid dan Handojo,
paling banyak (Isbandrio, 1999). Masalah ini mulai menjadi perhatian sejak
selnya (Jawetz et al., 2002. Isbandrio (1999) menyebutkan bahwa hampir 30%
strain MRSA.
merupakan obat pilihan kedua jika penderita alergi atau terjadi resistensi
yang lama mempunyai berbagai efek samping yang berat, antara lain : ke-
dan MRSA secara In vitro (Heggers et al., 2002; Shorr et al., 2005). Linezolid
level yang bagus untuk melawan infeksi, baik pada pemberian sistemik
mempunyai efek samping yang relatif lebih aman (Shorr et al., 2005).
Staphylococcus aureus secara In vitro. Hal ini penting untuk memberi dasar
aureus. Pada akhirnya akan meningkatan efisiensi dalam hal ekonomi dan
waktu penyembuhan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
2. Aplikatif
Moewardi Surakarta
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Staphylococcus aureus
a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Cocci
Orde : Bacillales
Famili : Staphyloccaceae
Genus : Staphyloccus
b. Morfologi
c. Biakan
Organisme ini paling cepat berkembang pada suhu 37C tetapi suhu
8
d. Sifat Pertumbuhan
an, panas dan NaCl 9% tetapi mudah dihambat bahan kimia tertentu
e. Habitat
pada kulit dan dalam hidung pada 20-30% manusia sehat (Modric,
(Dellit, 2007).
f. Temuan Klinis
penyakit pada manusia. Setiap jaringan atau alat tubuh dapat diinfeksi
antara lain :
1. Enterotoksin
juga tahan terhadap asam lambung dan enzim lain di lambung dan
3. Ekfoliasin
Levinson, 2003).
c. Endokarditis.
e. Pneumonia.
f. Abses
2. Resistensi
kehidupan sel mikroba oleh anti mikroba, sifat ini merupakan suatu
pada kurang lebih 70% kasus dengan berbagai macam diagnosis (2).
kondisi malnutrisi.
(Santoso, 1990)
12
amioglikosida.
ini terjadi akibat adanya perubahan sifat pada protein pengikat penicillin di
gen, yang berlokasi pada elemen genetik yang bergerak yang dikenal
4. Antibiotika
analognya yang dibuat secara sintetik dan dalam kadar rendah mampu
mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2005). Obat
bahwa suatu obat dapat merusak parasit dalam konsentrasi yang dapat
kelompok :
(Setiabudy, 2005).
enterik. Jika tidak perlu antibiotika, terapi alternatif apa yang dapat
diberikan.
sesuai berdasarkan :
1) spektrum antikuman,
2) pola sensitifitas,
16
3) sifat farmakokinetika,
(Santoso, 1990)
a. Metode difusi
b. Metode dilusi
tersebut ditanami dengan bakteri yang diperiksa dan dieram. Titer obat
(3) stabilisasi obat, (4) besarnya inokulum, (5) masa pengeraman, (6)
5. Vancomycin
2010). Hal ini juga mengakibatkan kerusakan membran sel bakteri dan
merupakan obat terpilih untuk infeksi oleh kuman MRSA dan colitis oleh
alergi terhadap obat lain yang lebih aman. Ketulian permanen dan uremia
yang fatal dapat terjadi pada pemberian dosis besar, terapi yang lama, atau
bila diberikan pada pasien payah ginjal. Tromboflebitis dan nyeri lokal
yang hebat dapat terjadi pada pemberian IV yang lama (Setiabudy, 2005).
Efek samping lain yang mungkin terjadi antara lain : shock anafilaksis,
6. Linezolid
suatu kelas antibiotik sintetis jenis baru. Agen ini aktif terhadap bakteri
Coccus anaerob gram positif, serta bakteri gram negatif seperti Coryne-
gram positif yang resisten terhadap beberapa jenis antimikroba yang lain,
sintesis protein. Situs pengikatnya yang unik, yang terdapat pada RNA
20
yang tinggi dan waktu paruh sekitar 4-6 jam (Katzung, 2004).
digunakan untuk pasien di segala usia dan untuk pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal. Efek samping pada penggunaan dalam masa yang
Pada penggunaan jangka panjang (lebih dari dua minggu), linezolid dapat
2010).
7. Kultur in vitro
Kata In vitro berasal dari bahasa Latin, yang berarti "di dalam
kaca". In vitro adalah istilah yang dipakai dalam ilmu biologi untuk
seperti cawan petri, labu Erlenmeyer, tabung kultur, botol, dan sebagainya
(Wikipedia, 2010).
21
B. Kerangka Pemikiran
Vancomycin Linezolid
C. Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
C. Subjek Penelitian
D. Teknik Sampling
Sampel yang digunakan berasal dari isolat kuman yang diambil dari
bulan Oktober 2009 sampai dengan Januari 2010 dengan cara insidental
dari sputum, pus, urine, sekret telinga, sekret hidung, dan darah pasien rawat
3. Variabel luar :
30 g dan linezolid 30 g.
yang diambil dari sputum, pus, urine, sekret telinga, sekret hidung, dan
1. Alat Penelitian
b. Tabung perbenihan
c. Mikroskop binokuler
d. Object glass
e. Deck glass
f. Inkubator
g. Oshe kolong
i. Gelas ukur
j. Tabung Erlenmeyer
l. Glass plate
o. Lemari pendingin
p. Freezer
r. Masker
s. Jas laboratorium
2. Bahan Penelitian
1) Linezolid 30 g
2) Vancomycin 30 g
3) Cefoxitin 30 mg
27
H. Desain Penelitian
Positif
I. Cara Kerja
a. Ambil koloni kuman dari pasien yang mendapat terapi antibiotik, dengan
37oC.
b. Pindahkan pada media agar darah plate, amati koloni yang terbentuk.
bila media berubah warna menjadi merah, lanjutkan dengan uji katalase
d. Uji katalase
1) Pijarkan oshe pada lampu spiritus, biarkan agak dingin, ambil 2-3
2) Pijarkan oshe pada lampu spiritus, biarkan agak dingin, ambil 2-3
tadi.
3) Teteskan larutan H2O2 3% 1-2 tetes pada campuran kuman dan larutan
NaCl.
4) Amati hasilnya.
e. Uji koagulase
ambil 2-3 oshe larutan NaCl 0,9%, letakkan pada kaca objek.
NaCl tadi.
4) Amati hasilnya.
a. Pijarkan oshe pada lampu spiritus, biarkan agak dingin, ambil 2-3 oshe
tabel berikut.
30
berpasangan.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
puluh isolat kuman yang diambil dari sputum, pus, urine, sekret telinga, sekret
hidung, dan darah pasien rawat inap di RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Sampel diambil pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Januari 2010. Proses
UNS. Berikut ini data responden yang menjadi sampel penelitian ini.
37 %.
Jumlah sampel
Antibiotik Total
Resisten Intermediet Sensitif
Linezolid 0 0 30 30
Vancomycin 3 10 17 30
Cefoxitin 4 0 26 30
B. Analisis Data
Windows Release 16. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
cefoxitin dengan p > 0.05. Artinya kelompok ini secara statistik tidak
BAB V
PEMBAHASAN
tiga tahap uji biokimia, yaitu : uji MSA (Manitol Salt Agar), uji koagulase, dan uji
pengujian dengan MSA, jika media MSA tersebut berubah warna dari merah
menjadi kuning maka dilanjutkan dengan uji koagulase dan uji katalase. Jika pada
uji koagulase terdapat gumpalan pada kaca objek dalam waktu 5 detik dan uji
katalse terdapat gelembung gas kurang dari 20 detik, berarti uji koagulase dan uji
dikelompokkan menjadi tiga kategori, mulai dari yang paling peka yaitu : sensitif,
intermediet, dan resisten. Pembagian kategori ini merujuk pada diameter zona
mempunyai rentang nilai besar diameter zona hambatan yang berbeda untuk tiap
antibiotik. Adapun rentang nilai besar diameter zona hambat pada masing-masing
kategori pada antibiotik cefoxitin, vancomycin, dan linezolid dapat dilihat pada
lampiran.
36
yang diuji, linezolid dan vancomycin. Selain itu, cefoxitin juga digunakan untuk
zona hambatnya antara 15-17 mm, dan resisten jika 14 mm (Clincal and
dinyatakan sensitif.
mm, intermediet jika zona hambatnya antara 15-16 mm, dan resisten 17 mm
(Clincal and Laboratory Standard Institute, 2006). Data yang tersaji dalam tabel 4
Oxazoladinone. Linezolid ditemukan pada era tahun 1990an dan baru mulai
37
dipasarkan sejak tahun 2000 (Gemmell, 2001). Sebagai obat baru, linezolid masih
bila diameter zona hambatan 20 mm, intermediet jika zona hambatnya antara
2006). Data yang tersaji pada tabel 4 menunjukkan bahwa semua sampel yang
berpasangan. Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan
adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda.
data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua.
Dalam penelitian ini, dari satu kuman Staphylococcus aureus didapati tiga data.
cefoxitin 30 g.
dalam kategori yang tidak sederajat atau bertingkat. Dalam penelitian ini data
Sehingga data berupa data berpasangan dengan skala kategorik. Untuk menguji
kelompok dengan tiga kategorik. Terdapat 2 uji hipotesis yang paling valid untuk
kasus ini, yaitu uji Wilcoxon dan uji Marginal Homogeneity (Dahlan, 2008).
Dengan tingkat validitas yang sama, penulis memilih uji Wilcoxon (=0.05) untuk
perbedaan tersebut telah diuji dengan uji Wilcoxon dan tersaji dalam tabel 5. Uji
Wilcoxon dilakukan dalam tiga tahap. Tahap yang pertama dengan membanding-
kedua antibiotik tersebut. Sampel yang sensitif terhadap linezolid lebih banyak
daripada cefoxitin. 100% sampel (30 buah) dinyatakan masih sensitif terhadap
pada uji Wilcoxon antara linezolid dengan cefoxitin mununjukkan nilai p sebesar
0.046. Hal ini berarti bahwa nilai p < 0.05. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
dan cefoxitin. Nilai signifikansi perbedaan tersebut disajikan dalam tabel 5, yaitu
sebesar 0.215. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p > 0.05 sehingga secara statistik
kebenaran hipotesis yang ditulis pada bab II. Data pada tabel 4 menunjukkan
buah) dinyatakan resisten, 33.33% sampel (10 buah) dinyatakan intermediet, dan
nilai p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan
sensitivitas yang bermakna antara linezolid dan vancomycin. Dengan kata lain,
sebagai MRSA. Yaitu sampel dengan kode 165P (berasal dari pus), 269D (berasal
40
dari darah), 264D (berasal dari darah), dan 267ST (berasal dari sekret telinga).
Pada tabel dalam lampiran 3 didapati bahwa keempat sampel tersebut resisten
standard untuk MRSA. Akan tetapi, dikarenakan jumlah sampel yang belum
statistik.
41
BAB VI
A. Simpulan
beda. Urutan antibiotik dari jumlah sampel terbanyak yang sensitif pada uji
g.
cefoxitin.
dengan cefoxitin.
vancomycin.
B. Saran
terhadap MRSA.
43
DAFTAR PUSTAKA
Grundmann H., Tami A., Hori S., Halwani M., dan Slack R. 2002. Nottingham
Staphylococcus aureus population study: prevalence of MRSA among
elderly people in the community. BMJ 324: 13661365.
Harnita dan Radji. 2010. Analisis Hayati
http://books.google.co.id/books?id=ac3xoxKVzWIC&pg=PA4&lpg=PA4
&dq=%22zona+hambatan+antibiotik%22&source=bl&ots=Vh4lrtaOvO&
sig=KPH_aLvRiN9wZPmerLfhqa3fuS0&hl=id&ei=NjDqS57bCsu-
rAfp2qSZCg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=10&ved=0CEA
C6AEwCQ#v=onepage&q&f=false. (5 April 2010).
Hawley, R., 2003. Microbiology dan Penyakit Infeksi. Jakarta: Hipokrates
Heggers, John P. et al. 2002. Is Linezolid an Alternative to Vancomycin in the
Treatment of Burns?. University of Texas Medical Branch, Galveston.
06(43) : 1-8.
Isbandrio, Bambang. 1999. Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus
(MRSA): Tantangan bagi Rumah Sakit. Media Medika Indonesiana. 34 :
105-110.
Ito T., Ma X. X., Takeuchi F., Okuma K., Yuzawa H., dan Hiramatsu K. 2004.
Novel type V staphylococcal cassette chromosome mec driven by a novel
cassette chromosome recombinase, ccrC. Antimicrob. Agents Chemother.
48: 26372651.
Jawetz, Ernest dan W. Levinson. 2002. Medical Microbiology & Immunology.
Singapore : Mc Graw Hill.
Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika. P : 53.
Levinson, W. 2006. Review of Medical Microbiology and Immunology.
Department of Microbiology and Immunology. University of California
San Fransisco. Mc-Graw Hill companies Inc, United States.
Majid, Abdul. 2005. Efek Antibakteri Ekstrak Andrographis paniculata Ness
dalam serum Rattus norvegicus terhadap Staphylococcus aureus dan
MRSA in vitro. Universitas Airlangga. Surabaya.
Majid A. dan N. D. Handojo. 1999. Clonidine per Oral sebagai Premedikasi
Alternatif untuk Menurunkan Tekanan Intrakulerr pada Ekstraksi Katarak.
45