TINJAUAN PUSTAKA
plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
mengatakan masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah
masa dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir setelah 6 minggu atau hingga ketika
terjadi pada masa nifas, antara lain perdarahan postpartum, infeksi nifas
oleh masuknya bakteri kedalam alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas
bahwa Infeksi pada masa nifas sangat bergantung pada mekanisme pertahanan
persalinan yang memiliki peranan penting dalam menekan fungsi leukosit, dan
diketahui pada saat awal masa nifas terjadi penurunan jumlah dan fungsi limfosit
terjadinya infeksi.
6
Varney et al. (2008) menyebutkan beberapa faktor predisposisi infeksi nifas
tangan yang benar, perawatan perineum yang kurang memadai dan infeksi
yang luas (luka terbuka) seperti laserasi yang tidak diperbaiki, retensi sisa
perdarahan, preeklamsi dan juga infeksi lain seperti pneumonia dan penyakit
Infeksi nifas dapat terjadi karena adanya laserasi (trauma jaringan) dalam
saluran genitalia yang terinfeksi setelah persalinan, dan terdapat juga penyebaran
infeksi yang berasal dari infeksi lokal yang menyebar melalui jalur sirkulasi vena
atau limfatik yang mengakibatkan infeksi bakteri terjadi ditempat yang lebih jauh.
7
plasenta terlebih dahulu, lalu menyebar ke miometrium, parametrium dan organ
terdekat, bakteri akan berkembangbiak dengan cepat dan agresif jika terdapat
Menurut Chen et al. (2006) dan Cunningham et al. (2014) bakteri yang
mendiami servik dan vagina mendapat akses ke cairan amnion pada saat
persalinan dan pasca persalinan, dengan cara menginvasi jaringan uterus yang
mati. Dan diketahui sekitar 10-20% pada wanita hamil terdapat kolonisasi bakteri
Staphylococcus aureus pada vaginanya, hal ini membuat bakteri tersebut mudah
berkembang pada wanita pasca persalinan atau nifas. Penelitian Guta (2013) yang
dilakukan selama 3 tahun, dilaporkan bahwa terdapat 343 pasien dengan kasus
aureus dimana 66 pasien terjadi pada trimester kehamilan dan 87 pasien terjadi
Penelitan Arianpour et al. (2009) melakukan isolasi bakteri pada 461 pasien
yang mengalami infeksi nifas dan dikhususkan pada infeksi genetalia, ditemukan
penelitian ini salah satu bakteri penyebab terjadinya infeksi nifas adalah bakteri
Staphylococcus aureus.
2.3.1. Pengertian
µm, merupakan bakteri gram posistif biasanya tersusun dalam berkelompok dan
tidak teratur, Koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning keemasaan. Bakteri ini
8
mudah tumbuh pada berbagai pembenihan pada media cair dan mempunyai
kemih terutama pada wanita usia lanjut (Virella, 1997; Johnson et al., 1994).
rongga mulut. Bakteri ini bersifat patogen yang memiliki kemampuan untuk
seperti perubahan kuantitas bakteri dan penurunan daya tahan tubuh host dan
merupakan bakteri fakultatif anaerob dapat menyebabkan abses, infeksi luka dan
cepat pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam, namun pembentukan
pigmen yang terbaik adalah pada suhu kamar (20-35oC), koloni pada media padat
berbentuk bulat, lembut dan mengkilat (Brooks dkk., 2005). Secara mikroskopis
bentuk dari bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut
ini:
9
A B
2.3.2. Klasifikasi
sebagai berikut :
Domain : Bacteria
Kindom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Cocci
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
10
selaput lendir manusia, bakteri ini juga bersifat patogen sehingga dapat
berbagai reseptor pada permukaan sel inang. Akan tetapi untuk menentukan faktor
virulen yang paling berperan sulit dilakukan karena terdapat banyak dan beragam
Bakteri ini dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah karena mengandung
lisostafin. Staphylococcus aureus memiliki dinding sel yang terdiri dari kapsul,
11
Mekanisme infeksi dari Staphylococcus aureus menurut Jawetz et al.,
(1995), (a) pelekatan pada sel inang, struktur sel Staphylococcus aureus memiliki
protein permukaan yang membantu penempelan bakteri pada sel inang, yaitu
protein laminin dan fibronektin yang dapat membentuk matriks ekstraseluler pada
permukaan epitel dan endotel. Beberapa galur juga memiliki ikatan protein fibrin
dan fibrinogen yang dapat meningkatkan penempelan bakteri pada darah dan
jaringan. (b) invasi, invasi terhadap jaringan inang melibatkan banyak kelompok
pemodifikasi lemak. Otto (2004) dan Naber (2009) mengatakan invasi dapat dipicu
oleh adanya sistem imun yang terganggu, ketika terdapat kerusakan secara fisik
di kulit atau pada saat terjadi inflamasi (c) perlawanan terhadap ketahanan inang,
beberapa faktor pertahanan diri yang dimiliki oleh Staphylococcus aureus adalah
sel dan memiliki bahan antifagosit, leukosidin (seperti Panton Valentin Leukocidin)
yang dapat melisiskan leukositosin (Haas, et al., 2004; Naber, 2009), (d)
yang tipis pada kulit yang rusak, pada peralatan medis, katup jantung yang sehat
bakteri dapat masuk ke bagian yang sedikit dilalui oleh beberapa antibiotik.
12
Variasi koloni kecil Staphylococcus aureus ketika menempel dan pada saat
memiliki proteksi terhadap sel imun dan mungkin membatasi penetrasi beberapa
2014 ).
mengembangkan resistensi seperti pada gambar 2.3. Erosi yang stabil dari
akhir tahun 1960 yang lalu dan hal ini sangat mengkhawatirkan. Staphylococcus
MRSA telah memperoleh gen mec yang mengkode protein 2a pengikat penisilin
telah memiliki hubungan untuk mekanisme yang berbeda, mutasi secara struktur
atau gen regulator behubungan dengan jalur gen regulator dan resistensi linezolid
13
resisten juga terhadap klindamisin, eritromisin, gentamisin, levofloxacin, oksasilin,
Penggunaan antibiotik yang salah atau tidak sesuai dengan kebutuhan dan
Staphylococcus aureus telah terbukti menjadi salah satu masalah yang paling
tangan, dan tindakan pencegahan infeksi yang benar untuk perawatan luka
(Bonomo, 2000). Gambar 2.3 berikut ini menunjukkan beberapa jenis molekul
14
2.3.5. Faktor Virulensi
ekstraseluler seperti pada gambar 2.4, zat yang berperan sebagai faktor virulensi
dapat berupa protein, enzim dan toksin, zat tersebut antara lain, eksotoksin,
lainnya (Jawetz et al., 1995). Eksotoksin yang disekresikan oleh bakteri gram
positif bersifat sitotoksik dan membunuh sel dengan berbagai mekanisme kimiawi,
manusia toksin ini menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multi
Leukosidin, yaitu zat yang dapat larut dan mematikan sel darah putih atau
aureus yang membantu kolonisasi terhadap jaringan inang atau host (Todar,
protein yang menyerupai enzim dan dapat menggumpalkan plasma oksalat atau
sitrat, dengan adanya suatu faktor dalam serum. Faktor serum beraksi dengan
enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap fagositosis, adanya
15
streptococcus. Hemolisin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus merupakan
toksin yang membentuk suatu zona hemolisis disekitar koloni bakteri, hemolisin
Staphylococcus aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisin dan delta
hemolisin (Jewetz et al., 1995). Hemolisin adalah protein heterogen yang dapat
melisiskan eritrosit dan merusak platelet sera dimungkinkan sama dengan faktor
letal dan faktor dermonekrotik dari eksotoksin, alfa hemolisin mempunyai aksi yang
sangat kuat terhadap otot polos vaskuler. Beta hemosidin menurunkan kadar
sfingomyelin dan toksik pada beberapa jenis sel, termasuk sel darah merah
dengan bakteri yang tidak berkapsul dan kebanyakan kapsul yang ada pada
bakteri gram positif mengandung sialic acid yang dapat menghambat aktivasi
polisakarida yang lain, hal ini mengakibatkan bakteri dapat menghindar dari respon
imun host. Penelitian Gordon and Lowy, (2008) Staphylococcus aureus memiliki
16
Gambar 2.4 Faktor Virulensi Staphylococcus aureus
Keterangan :Struktural dan produknya berperan sebagai faktor virulensi (A) permukaan
dan protein yang diproduksi, (B&C) bagian pelindung sel TSST-1, toxit
Shock Syndrom Toxin (Gordon and Lowy, 2008)
Saat terjadi infeksi , secara ilmiah respon imun tubuh berusaha untuk
melawan patogen melalui sistem pertahanan bawaan (non spesifik) dan sistem
Imunitas bawan (innate immunity) yang dimiliki oleh tubuh kita merupakan
garis pertahanan pertama dari sistem imun setelah mampu melewati kulit dan
mukosa. Peranan aktivasi fagosit (neutrofil dan makrofag) dan komplemen pada
innate immunity memiliki peran yang sangat penting. Aktivasi fagosit (neutrofil dan
mengandung peptidoglycan pada dinding selnya dan LPS dapat memicu aktivasi
komplemen pada jalur alternatif. Salah satu fungsi dari aktivasi komplemen pada
Lichman., 2015).
17
Menurut Mayer (2016) fagositosis oleh fagosit (neutrofil dan makrofag)
dan protein lain dari granula intraseluler bergabung (fusi) sehingga menyebabkan
protein yang terdapat dalam granula mampu membunuh kuman, baik dengan
yang dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri (Abbas and Lichman., 2015:
Mayer, 2016).
limfosit yang dipercaya untuk membunuh mikroba dan sel yang terinfeksi.
terbaca oleh TLR2. Reseptor TLR2 mengenali komponen pada dinding sel bakteri
yang akan mengaktifkan makrofag dan neutrofil untuk fagositosis, dengan cara
18
2015). Ditunjukkan pada gambar 2.5 TLR2 dilaporkan menjadi reseptor dominan
bagi Staphylococcus aureus dan bakteri gram positif lainnya dan TLR2 dapat
Sel-sel dalam sistem imun spesifik pada reaksi terhadap mikroba, limfosit
B adalah sel dalam sistem imun spesifik yang mampu memproduksi antibody,
limfosit T adalah sel dalam sistem imun spesifik yang mengatur sintesis antibodi
serta sel T yang memiliki fungsi efektor sebagai sel T helper (Th1 dan Th2) dan
sel T sitolitik, ditunjukkan pada gambar 2.6. Pada Sel T untuk menghasilkan
antibodi, maka sel T helper dan sel B harus berinteraksi satu sama lain. Hal ini
Antigen Precenting Cell (APC) dan selanjutnya peptida antigen akan diproses dan
dipresentasikan melalui ikatan MHC-II kepada sel T helper CD4+, dimana sel T
helper CD4+ akan memproduksi sitokin yang dapat menginduksi inflamasi lokal,
19
meningkatkan fagositosis dan aktivitas mikrobisida dari makrofag dan neutrofil,
independen. Aktivasi sel B melalui sel T dependen tergantung dari sitokin sel T (IL-
4, IL-5, IL-10 dan IL-13) dalam aktivasinya. Sitokin yang diproduksi oleh sel Th2
akan meningkatkan proliferasi sel B dan akan berdiferensiasi menjadi sel plasma
yang akan memproduksi antibodi. Sedangkan untuk aktivasi sel B melalui sel T
independen yang berarti dalam hal ini sel B tidak membutuhkan sel T dalam
mekanisme efektor yang digunakan oleh antibodi untuk memerangi infeksi yaitu,
neutralisasi, opsonisasi dan fagositosis serta aktivasi komplemen pada jalur klasik.
yang merupakan salah satu bahan yang dibentuk oleh sel plasma yang banyak
ditemukan dalam cairan sekresi saluran nafas, cerna, kemih, air mata, keringat,
ludah dan air susu ibu berupa IgA sekretori (sIgA) (Baratawidjaja dan Rengganis,
2014).
20
2.3.7. Dosis Pemberian Staphylococcus aureus
penelitian Lazarenko et al. (2012) yang digunakan untuk menginfeksi mencit (Mus
musculus) adalah 5 x 107 CFU/ml dan diberikan secara pervagina, dengan dosis
berkoloni.
2.4. Inflamasi
Inflamasi diartikan sebagai reaksi lokal terhadap infeksi atau cedera dan
suatu respon yang normal terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan
cedera jaringan dan dapat terjadi secara lokal sistemik, akut dan kronik yang dapat
(2014) mengatakan peradangan ditandai dengan gejala rubor, kalor, dolor, tumor
Menurut Abbas and Litchman. (2015), salah satu respon dari sistem imun
bawaan terhadap infeksi dan kerusakan jaringan adalah sekresi sitokin oleh sel-
yang disekresikan oleh sistem imun bawaan yaitu TNF, IL-1 dan IL-6 dan yang
2.5.1 Pengertian
Factor (TNF) merupakan sitokin yang bertindak atau perespon utama apabila
terjadi inflamsi akut. Sehingga apabila terjadi infeksi yang berat maka akan
memicu produksi TNF dalam jumah yang besar yang dapat menimbulkan efek
21
sistemik. TNF-α secara historis adalah sebutan lain untuk TNF yang digunakan
untuk membedakan dengan TNF-β atau limfotoksin. Sumber utama TNF adalah
fagosit mononuklear dan sel T yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel mast.
sitokin dan faktor lain yang berhubungan dengan respon inflamasi. TNF memiliki
efek biologik antara lain mampu mengerahkan neutrofil dan monosit ke tempat
mensekresikan IL-1 dengan efek seperti TNF yaitu, menginduksi apoptosis sel
lokal, hal ini dikarenakan peran TNF-α pada sel endotel vaskular dapat
dapat bekerja pada leukosit dan endotel yang menginduksi inflamasi akut, pada
kadar sedang berperan pada infeksi sistemik dan pada kadar tinggi dapat
menimbulkan syok septik. Cruse and Lewis (2004) mengatakan pelepasan TNF-α
yang berlebihan oleh makrofag ke dalam aliran darah dapat menyebabkan kondisi
yang berbahaya atau sepsis, selain itu pada pembuluh darah lokal juga dapat
cairan ke dalam jaringan dan kemudian terjadi pembekuan darah secara luas yang
dapat mengakibatkan syok septik dan dapat menyebabkan kegagalan organ dan
22
2.5.2 Peran TNF-α pada Infeksi
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif salah satunya adalah
Staphylococcus aureus berupa fragmen pada dinding sel peptidoglikan dan asam
dan IL-1β. Aktivitas makrofag dipicu oleh pelepasan TNF-α, stimulasi makrofag
oleh peptidoglikan dan TNF-α, akan memicu traskripsi gen yang meningkatkan
kadar inducible Nitric Oxyde Synthase (iNOS), peningkatan iNOS akan diikuti oleh
terjadi syok septik dan kerusakan pada berbagai organ (Tjahjani dkk, 2015).
Respon inflamasi terjadi ketika sel host terinfeksi bakteri patogen, respon
dan menghasilkan sitokin proinflamsi. Respon ini merupakan respon sistem imun
terpolarisasi mulai menghasilkan sitokin proinflamasi yaitu IL-1β, TNF dan IL-6
serta kemokin-kemokin seperti IL-8. Kedua jenis substansi tersebut merekrut APC
seperti makrofag dan sel dendritik untuk memberitahu host adanya infeksi melalui
sitokin yang berkontribusi pada respon inflamasi bawaan (Deborah et al., 2011;
2.6.1 Pengertian
23
perantara respon inflamasi host pada imunitas alami atau merupakan mediator
dari reseptor inflamasi akut dan memiliki aktivitas yang serupa dengan TNF. IL-1
terdiri dari 3 jenis yaitu IL-1α, IL-1β dan IL-1 reseptor antagonis (IL-1Ra), dua
bentuk IL-1 (α dan β) berikatan dengan reseptor yang sama dan memiliki efek
biologis yang identik, meliputi induksi pada molekul adhesi sel endotel,
menstimulasi produksi sitokin oleh sel endotel dan makrofag, stimulasi sintesis
acute phase reactant oleh liver dan panas, sedangkan IL-1Ra bersifat
menghambat efek biologis IL-1 atau disebut sitokin antiinflamasi (Abbas and
pertama mengaktifkan transkripsi gen baru dan produksi 33-kD precursor pro IL-
menghasilkan 17-kD mature IL-1β protein. Transkripsi gen IL-1β diinduksi oleh
jalur signal Toll Like Receptor (TLR) dan NOD-Like Receptor (NLR) yang
reseptor yang disebut reseptor IL-1 tipe I yang diekspresikan oleh kebanyakan
jenis sel, termasuk endotel, sel epitel dan leukosit. Reseptor ini merupakan integral
protein yang mengacu pada TLRs dan peristiwa signaling yang terjadi ketika IL-1
berikatan dengan reseptor IL-1 tipe I yang dipicu oleh TLRs dan menghasilkan
aktivasi NF-kB dan faktor transkripsi AP-1 (Abbas and Litchman, 2015).
pusat panas pada hipotalamus, sehingga sitokin ini disebut pirogen endogen yaitu
agen host penyebab demam. Dampak biologis IL-1β bergantung pada jumlah
sitokin yang dilepaskan, pada kadar rendah berfungsi sebagai mediator inflamasi
lokal, sedangkan pada kadar tinggi akan memasuki sirkulasi peredaran darah dan
24
menyebabkan demam. Selain itu IL-1 merangsang ekspresi berbagai reseptor
antigen pada permukaan sel untuk meningkatkan respon imun spesifik, Interferon
gamma dan faktor kemotaktik (Kresno, 2010; Abbas and Litchman, 2015).
IL-1β merupakan salah satu sitokin proinflamasi dan IL-1β memiliki potensi
tinggi menyebabkan kerusakan pada jaringan host, sehingga sitokin ini diketahui
memiliki efek merugikan. Produksi IL-1β yang berlebihan dan tidak terkendali
perlindungan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur dengan
tempat inflamasi seperti yang terlihat pada gambar 2.7, aktivasi molekul adhesi
endotel, induksi sitokin dan kemokin, induksi respon demam dan stimulasi dari
25
Gambar 2.8 Peran Sitokin pada Inflamasi Lokal dan Sistemik
Keterangan :TNF, IL-1 dan IL-6 memiliki efek pada inflamasi lokal dan sistemik. TNF dan
IL-1 bertindak pada leukosit dan endotelium untuk menginduksi inflamasi
akut. Kedua sitokin ini menginduksi ekspresi IL-6 dari leukosit dan jenis sel
lainnya. Ketiganya memediasi efek proteksi sistemik dari inflamasi termasuk
induksi demam, sistesis protein fase akut oleh hati dan peningkatan
produksi leukosit pada sumsum tulang. Peningkatan TNF secara sistemik
dapat menyebabkan kelainan patologis yang dapat menyebabakan syok
septik, menurunnya fungsi jantung, trombosis, kebocoran kapiler dan
kelainan metabolik akibat dari resistensi insulin (Abbas and Licthman, 2015)
Diduga tanaman ini berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara, akan tetapi telah
tersebar ke berbagai daerah tropis di dunia (Nasution dkk., 2010). Begitu pula di
Indonesia, tanaman ini telah banyak dikenal terutama di wilayah Indonesia bagian
tengah dan timur. Sehingga tanaman ini memiliki banyak istilah atau nama lain di
Glandiflora L.Pers)
26
2.7.1 Morfologi Turi Merah
Nasution dkk (2010) mengatakan tanaman ini terglong tanaman yang relatif
tidak berumur panjang, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang cepat,
ini adalah bentuk pohon dengan percabangan yang jarang dan mendatar, batang
Daun tanaman turi berbentuk lonjong atau oval, bersifat majemuk menyirip
ganda dan letaknya tersebar. Panjang daun sekitar 20-30 cm dengan daun
penumpu, Anak daun bertangkai pendek dengan jumlah kurang lebih 20-50
pasang anak daun dalam satu tangkai. Helaian anak daun berbentuk ljorong
kupu khas Faboideae, serta terdapat buah yang berbentung polong dan
menggantung. Buah tanaman turi berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna
kuning setelah tua. Polong tersebut memiliki bentuk yang ramping, lurus dan
27
2.7.2 Kandungan Kimia Turi Merah
Bunga : Kalsium, zat besi, zat gula, Flavonoid, saponin, Vitamin A dan
Vitamin B
Akar : β-Mercaptoethanol
2.7.3 Bahan Aktif Daun Turi Merah yang Diduga Memiliki Efek Aktibakteri
Kandungan kimia yang dimiliki oleh bagian dari daun turi merah, beberapa
diantara diduga mempunyai efek anti bakteri yaitu senyawa saponin, flavonoid dan
1. Saponin
pembuat sabun. Saponin dapat larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut
dalam eter, sehingga ekstraksi saponin dari tanaman yang paling baik
28
dan mengakibatkan permeabilitas sel bakteri dalam penelitian ini bakteri
berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu, protein, asam
seperti TNF-α, IL- 1β dan IL-6. Serta dalam penelitian Charali et al. (1987)
yang besar (>500 Da), kapasitas hydrogen-binding yang tinggi (>12) dan
pada jaringan lebih rendah dibandingkan dalam plasma (Keyu et al., 2012).
29
Saponin yang terkonsumsi bertemu dengan ligan potensial di dalam usus
halus seperti garam empedu, kolesterol, sterol membran sel mukosa dan
2. Flavonoid
merupakan jenis polifenol yang terdapat hampir pada seluruh tanaman baik
pada daun, kulit, buah, biji dan bunganya. Pada tanaman turi merah ini
tersebut. Hingga saat ini telah teridentifikasi 6000 jenis flavonoid, setiap
tanaman memilki jenis flavonoid yang unik, dengan efek yang mungkin
antibakteri.
30
berinteraksi dengan DNA bakteri serta flavonoid memiliki kemampuan
inflamasi yang disebabkan oleh stimulasi LPS dan IFN -γ yang teraktifasi
sebagai antibakteri baik pada bakteri gram negatif maupun bakteri gram
31
dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein
menentukan sebelum absorbsi terjadi apakah dari usus kecil atau usus
besar. Glucosides salah satu glikosida yang dapat diserap dari usus kecil.
Penyerapan pada usus kecil lebih efisien daripada penyerapan dari usus
secara biologis usus akan memecahnya menjadi aglycon bebas gula. Hal
secara pasif dalam usus kecil, dan hanya bentuk aglycon yang
usus kecil, flavonoid terkonjungasi dengan glucoronic acid atau sulfate atau
absorbsi usus kecil bagian atas sangat efisien, dan tidak ditemukan
aglycon flavonoid bebas baik dalam plasma ataupun urine, kecuali katekin.
usus kecil akan mengalami fermentasi oleh bakteri yang ada di usus besar.
32
dengan glucuronic acid, sulfate atau glycine kemudian disekresikan dari
tubuh melalui urine dan empedu. Melalui ekresi urine ditemukan flavonoid
3. Tanin
berasa pahit dan kelat, bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau
mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai
mengandung tanin adalah kulit, batang, daun, akar, dan buah (Serrano et
al., 2009).
33
Naim (2004) mengatakan mekanisme kerja tanin sebagai anti
molekul yang menempel pada hospes yang terdapat pada permukaan sel.
Enzim yang terikat pada membran sel dan polipeptida dinding sel
senyawa fenol. Kerusakan dinding sel pada bakteri membuat sel bakteri
tanpa dinding yang disebut protoplast. Kerusakan pada dinding sel bakteri
nutrisi dan enzim) tidak terseleksi. Jika zat keluar dari dalam sel bakteri,
amino pembentuk sel bakteri tidak dapat terbentuk. Selain sebagai anti
34
Wang et al. (2010) mengatakan secara farmokinetik tanin yang
berasal dari ekstrak tumbuhan diabsorbsi dengan cepat dari saluran cerna
kerusakan pada struktur asli tanin, pada metabolisme yang tidak dapat
saponin, flavonoid dan tanin yang mempunyai sifat antibakteri, secara signifikan
mampu menurunkan jumlah koloni bakteri dan memiliki daya hambat yang
35
semakin besar dengan menggunakan konsentrasi gel yang semakin besar.
Penelitian Raharjo dkk. (2013) hasil uji aktifitas antibakteri ekstrak daun turi
pada bakteri Escherichia coli. Penelitian Failasufi (2008) ekstrak bunga turi merah
Hambat Minimum (KHM) 5% dan Kadar Bunuh Minimun (KBM) 6%, dan hasil
penelitian Yusniawati (2015) ekstrak etanol daun turi merah (Sesbania glandiflora
Vagina merupakan pintu masuk traktus genitalis wanita yang dilapisi oleh
memiliki struktur yang bervariasi, hal ini tergantung lokasi dan fungsinya.
Permukaan pada epitel vagina dan ektoserviks memiliki struktur yang sama, hal
ini berbeda dengan endoserviks yang dilapisi oleh sel epitel kolumner simpleks
Proliferasi dan maturasi sel epitel dipengaruhi oleh regulasi hormonal. Infeksi,
trauma fisik dan kimiawi dapat menyebabkan rusaknya sel epitel dan dapat
menyebabkan rusaknya sel epitel dan dapat menjadi jalan masuknya patogen.
Kulit dan mukosa merupakan pertahanan pertama yang akan dilalui patogen jika
Pertahanan kedua yang akan dilalui patogen yaitu sistem imun bawaan
pada mukosa, sistem imun ini akan aktif setelah dipicu dengan adanya invasi dari
(PRR) yang terdiri dari Toll-Like Receptor (TLR), NOD-Like Receptor (NOD) dan
36
RNA helicases. Reseptor tersebut mendeteksi antigen melalui pengenalan protein
pemicu yang dimiliki oleh antigen tersebut yang disebut Pathogen Associated
gram positif. Saat PRR teraktivasi oleh patogen atau produknya, sel epitel akan
melepaskan beberapa kemokin seperti IL-8, RANTES, MIP-1α dan β, dan SDF-1
yang akan merekrut sel imun yang lain menuju daerah yang terinfeksi. Disamping
itu juga dilepaskan beberapa sitokin proinflamasi seperti IL-1β dan TNF-α yang
akan mengaktivasi leukosit, serta sitokin IL-6, IL-15, TGF-β dan G-CSF yang akan
merupakan komponen utama pada sisitem imun bawaan level seluler. Semua sel-
sel fagosit yang terdiri dari makrofag, neutrofil, eosinofil, sel mast, sel NK, sel
epithelial dan sel dendritik berada pada jaringan mukosa (Pudjiati, 2010).
lapisan epitel skuamosa. Epitel vagina yang terdapat sel langerhans, sel dendritik
dan makrofag tersebar dibawah epitel vagina, endoservik dan uretra. Menurut
Baratawidjaja dan Rengganis (2014) dan Pudjiati (2010) Sistem imun adaptif yang
merupakan pertahanan ketiga dari patogen, terdiri dari imunitas humoral dan
seluler. Imunitas humoral dimediasi oleh antibodi yang diproduksi oleh sel plasma.
melepaskan IgA yang dapat tersekresi mukosa jaringan limfoid genitourinaria dan
disebut dengan sIgA. IgA merupakan antibodi dominan yang diproduksi sel plasma
37
juga terdapat sel B dan sel T. Terdapat regional kecil sistem imun adaptif yang
Rengganis (2014) dan Pudjiati (2010) setelah sel dendritik/APC yang berada di
lamina propia teraktivasi oleh antigen, maka sel dendritik akan bermigrasi menuju
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
kecil, merupakan perenang dan penyelam yang ulung, perilaku yang semi akuatik,
hidup di saluran air bawah tanah, sungai dan area lain yang basah. Mencit (Mus
dari kayu, serta bersarang di sudut-sudut lemari atau tempat tidur. Mencit sangat
mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat oleh manusia. Mencit
38
Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai model
antara 40%-80%. Hal ini disebabkan oleh mencit mudah untuk dibiakkan, siklus
hidupnya relatif pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, variasi sifatnya tinggi,
mudah ditangani, serta tergolong murah. Disamping itu mencit juga memiliki
39
Lama estrus : 12-14 jam
Laju respirasi : 40
vagina belum lengkap pada periode ini, dan sel cornified dari smear biasanya tidak
pernah mencapai 100 %, selain itu juga berkurangnya cairan di dalam rahim jika
dibandingkan dengan estrus normal (Runner and Ladman, 1950). Fase nifas
estrus akan dimulai sekitar 10 dan 24 jam setelah melahirkan dan fase estrus ini
Long and Mark (1911) mengatakan interval antara kelahiran dan ovulasi
berikutnya pada mencit telah dilaporkan sekitar 14 sampai 28 jam. Adapun kondisi
berakhirnya masa nifas pada pada tikus juga dapat dipengaruhi oleh rangsangan
aroma kondisi berakhirnya masa nifas pada tikus juga dapat dipengaruhi oleh
rangsangan aroma dari pejantan disekitarnya yang membuat fase estrus menjadi
40
lebih cepat. Pada fase estrus, permukaan vagina berlendir, terjadi penurunan
ketinggian epitel dan pecahan sisa sel ada didalam lumen. Fase ini dengan
terlepasnya epitel bertanduk yang tidak berinti sehingga terlihat jumlahnya mulai
41