Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH INDIVIDU

PPDH XXXV

BOVINE TUBERCULOSIS

AL HAMBRA BEAC SEFLIDWISIAN

062013143058

Kelompok 1 B

LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI

DIVISI MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2021
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bovine Tubercullosis (bTB) adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh

Mycobacterium bovis ditandai dengan terlihatnya lesi granulomatous (tuberkel)

pada paru-paru dan limponodus (Berg et al., 2009) serta bersifat kronis (Hamed et

al., 2020). Penyakit ini menyebabkan penurunan produksi dan kerugian ekonomi

secara signifikan. Bakteri M. bovis dapat ditularkan dari hewan ke manusia

melalui konsumsi susu atau daging yang terkontaminasi (Juwianti dkk., 2018).

Berdasarkan hasil penelitian Halderman (2001) menunjukkan kasus infeksi

Tuberculosis (TB) pada manusia di Afrika sebesar 10% disebabkan oleh M. Bovis.

Sedangkan di Amerika Latin sebesar 2,5% (Ameni et al, 2007).

Bovine TB umumnya disebabkan oleh M. bovis yang merupakan bagian dari

Mycobacterium tuberculosis complex (MTC) yang mengandung M. tuberculosis,

M. bovis, M. bovis BCG, M. africanum, M. caprae, M. microti, M. pinnipedii, M.

leprae, M. canetti, M. orygis, M. mungi dan M. suricattae (Alexander et al.,

2010).

Bovine TBC merupakan penyakit yang bersifat zoonosis dan dapat menular

pada manusia melalui konsumsi daging yang terkontaminasi, susu yang tidak

melalui proses pasteurisasi dan menghirup bakteri yang ada pada droplet. Manusia

yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala berdasarkan dari situs infeksinya. Gejala

umum yang dapat terjadi adalah demam, lemah, nafsu makan menurun,

berkeringat pada malam hari dan penurunan berat badan. Infeksi yang terjadi pada

saluran pencernaan akan menimbulkan gejala diare, sakit perut, dan bengkak pada

saluran pencernaan. Infeksi yang terjadi pada saluran pernafasan akan

1
menimbulkan gejala batuk, lelah, lemas, penurunan berat badan, berkeringat pada

malam hari, dyspnea, hemoptysis, anorexia, malaise dan sakit pada dada. Infeksi

Bovine TBC pada manusia tidak selalu diikuti dengan gejala dan infeksi dapat

beresiko kematian jika tidak ditangani dengan baik (Ünüvar, 2018).

Bovine Tuberculosis (TBC) dapat menular melalui udara dan dianggap penting

karena dapat menurunkan produktivitas pada sapi yang terinfeksi sehingga dapat

menimbulkan kerugiaan ekonomi. Bovine TBC dapat menginfeksi semua bangsa

sapi dan anak sapi lebih rentan dibanding dengan sapi dewasa. Bovine TBC

umumnya lebih kompleks melibatkan berbagai interaksi antara induk semang dan

organisme penyebabnya. Bovine TBC di Indonesia jarang dilaporkan sehingga

tidak banyak penelitian terkait penyakit ini (Tarmudji dan Supar, 2008).

1.2.Rumusan Masalah

a) Apakah penyebab Bovine Tuberkulosis?

b) Bagaimana patogenesis penyakit Bovine Tuberkulosis?

c) Bagaimana diagnose bakteriologis dari Bovine Tuberkulosis?

1.3. Tujuan Penulisan

a) Untuk menjelaskan penyebab Bovine Tuberkulosis

b) Untuk menjelaskan patogenesis penyakit Bovine Tuberkulosis

c) Untuk menjelaskan diagnosa bakteriologis dari Bovine Tuberkulosis

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Etiologi Bovine Tuberkulosis

Mycobacterium bovis penyebab BTB adalah anggota dari Mycobacterium

tuberculosis kompleks. Kelompok yang juga termasuk didalamnya ialah :

Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

microti. Mycobacterium bovis merupakan agen penyebab tuberkulosis pada sapi

sedangkan Mycobacterium tuberculosis pada manusia.

Gambar 2.1 M. bovis pewarnaan basil tahan asam Zeihl-Neelsen perbesaran

1000x. (Tomalty and Delisle, 2009)

Secara morfologik, Mycobacterium sp. berbentuk batang (Poeloengan et

al., 2014) dan memiliki panjang 2-4 μm dan lebar 0,2-0,5 μm serta bersifat aerob

obligat, parasit intraselular fakultatif, terutama pada makrofag dan memiliki waktu

regenerasi yang lambat yakni 15-20 jam (Todar, 2012).

Peneliti sebelumnya membuktikan bahwa bakteri Mycobacterium sp.

merupakan bakteri Gram positif dan bersifat tahan asam. Oleh karena itu disebut

pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) sehingga dengan pewarnaan Ziechl Nielsen

berwarna merah. Bakteri ini kadang-kadang berbentuk filamen atau menyerupai

3
miselium, tidak bergerak aktif (non motil), tidak membentuk spora, pertumbuhan

in vitro sangat lambat yaitu 2 – 10 minggu (Tarmudji dan Supar, 2008), serta hanya

dapat hidup beberapa minggu di luar tubuh induk semangnya, karena tidak tahan

terhadap panas, sinar matahari langsung atau kondisi kekeringan (Tarmudji dan

Supar, 2008).

Struktur dinding sel Mycobacterium sp. bersifat unik dan berbeda diantara

prokariot lainnya dan merupakan faktor penentu virulensinya. Dinding selnya

memiliki peptidoglikan, tetapi lebih dari 60% komponen dinding selnya adalah

lipid. Fraksi lipid dinding sel Mycobacterium sp. terdiri dari 3 komponen yaitu

asam mikolat, cord factor dan wax-D (Todar, 2012). M. bovis bersifat non motile,

tidak membentuk spora, bersifat aerobi atau mikro aerofilik, bersifat khemo

organotrop, pertumbuhan in vitro berkisar 2 - 10 minggu. Umumnya bakteri ini

hanya dapat hidup beberapa minggu di luar induk semang karena tidak tahan

panas, sinar matahari langsung atau kondisi kering. M. bovis memiliki

pertumbuhan sekitar 45 - 90 hari jika dikultur (Ünüvar, 2018).

1.3. Penularan Bovine Tuberkulosis

Penyakit ini dapat ditularkan melalui rute per inhalasi sering terjadi pada sapi

yang dipelihara secara terus-menerus dalam kandang, seperti sapi perah dan sapi

yang digemukkan. Sedangkan penularan per ingesti lazim dijumpai pada sapi yang

hidup biasa merumput di padang gembalaan. Penularan pada pedet umumnya

terjadi karena pedet menyusu pada induk sakit atau diberi susu berasal dari induk

sapi sakit.

Cara penularan lain yang mungkin terjadi, meskipun jarang, adalah secara

intrauterin (pada saat coitus), pada saat inseminasi dengan semen atau peralatan

4
inseminasi tercemar) dan secara intramammari (karena penggunaan peralatan

mesin pemerahan susu tercemar), bahkan pada babi penularan dapat terjadi karena

babi diberi makan karkas yang berasal dari hewan sakit tuberkulosis. Penularan

pada manusia biasanya terjadi karena manusia mengkonsumsi susu (yang tidak

dipasteurisasi) yang berasal dari sapi sakit tuberculosis (Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan, 2014).

1.4. Patogenesis Bovine Tuberkulosis

Patogenesis Bovine TBC terdiri dari dua tahapan yaitu : masa infeksi

primer dan masa reinfeksi. Pada masa infeksi primer terjadi perubahan yang

ditimbulkan oleh Mycobacterium sp. pada organ tubuh dan kelenjarnya, yang

disebut “komplek primer”. Infeksi yang terjadi pada organ-organ yang

termasuk dalam komplek primer ini dapat sembuh. Namun, jika tidak sembuh,

hal ini kemungkinan disebabkan karena bakteri bersifat sangat virulen, dan

resistensi individu hospes yang rendah. Komplek primer dapat menimbulkan

metastasis yang secara cepat dapat membunuh hewan (Tarmudji dan Supar,

2008).

Infeksi M. bovis dapat merangsang terbentuknya granuloma berupa tuberkel

dengan ciri-ciri: adanya nekrosis pada bagian sentral, dijumpai sel-sel epiteloid

yang mengelilingi zona perkejuan, terdapat giant cell, limfosit, makrofag dan

sel plasma pada tepi tuberkel, dan terbentuk kapsul oleh jaringan fibrosa.

Dengan pewarnaan Zeihl Nielson, M. bovis akan tampak berwarna merah,

berbentuk batang dengan rantai pendek sampai panjang, terdapat dalam

sitoplasma makorfag dan giant cells dari lesi granuloma.

Masa reinfeksi tuberkulosis yang terjadi pada sapi akan menyebabkan

5
kejadian penyakit menjadi kronis atau menahun. Bila sapi penderita

tuberkulosis dapat mengalahkan infeksi primer tersebut, secara klinis individu

tersebut dapat sembuh. Sementara bila terjadi reinfeksi, maka menyebabkan

infeksi menahun pada alat tubuh (organ) paru-paru dan hati (fase ini disebut

tuberkulosis menahun) yang mengakibatkan terjadinya pembentukan tuberkel-

tuberkel. Proses yang terjadi adalah sel-sel neutrofil menyerang dan

mengelilingi bakteri yang ada pada jaringan. Sel-sel neutrofil ini secara cepat

diganti dengan sel-sel epiteloid. Pada pertengahan tuberkel terlihat struktur

fibrinoid yang diikuti perkejuan dan pengapuran. Di sekitar lapisan sel-sel

terdapat selapis sel-sel spesifik yakni sel-sel bundar (limfosit, monosit, sel-

sel plasma), histiosit dan fibroblast.

Pada TB biasanya ditemukan sel-sel epiteloid dan sel-sel Langerhans

(Tarmudji dan Supar, 2008). Saat Mycobacterium sp. berhasil menginfeksi

paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk

globular (bulat). Reaksi immunologis menunjukkan bahwa bakteri tersebut

akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding disekeliling bakteri

itu oleh sel paru-paru. Mekanisme pembentukan dinding tersebut membuat

jaringan disekitarnya menjadi jaringan parut, dan bakteri Mycobacterium sp.

akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang

sebenarnya terlihat sebagai tuberkel.

1.5. Gejala Klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala

khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gejala klinik tidak selalu

spesifik, terutama pada kasus baru, sehingga menyulitkan diagnosisnya.

6
Penyakit tuberkulosis berkembang secara lambat, terhitung bulanan atau

tahunan.

Gambar 2.2. Tuberkel pada hepar pertanda Bovine Tuberculosis (Domingo

et al., 2014).

Sapi yang sudah terinfeksi mycobacterium pada stadium awal tidak

menunjukkan gejala klinis. Namun pada stadium lanjut, sapi menunjukkan

gejala umum yakni: temperatur tubuh berfluktuasi, anoreksia dan kehilangan

bobot hidup, pembengkakan limfoglandula, batuk-batuk sampai sesak nafas

dan frekuensi respirasi bertambah dan indurasi atau pengerasan puting susu.

Pada sapi penderita tuberkulosis, bila bakteri M. bovis sudah menyerang otak,

akan mengalami gejala syaraf (inkoordinasi) dan tingkah laku yang abnormal.

1.6. Diagnosa

Tuberkulosis sapi dapat didiagnosa baik pada waktu hewan masih hidup

maupun sesudah mati. Mengingat gejala klinis yang jelas pada hewan tertular

tuberkulosis sapi jarang terlihat, maka untuk mendiagnosa penyakit ini tidak

mudah. Pada hewan penderita masih hidup, maka diagnosanya

didasarkan pada gejala klinis penyakit yang terlihat dan terutama dititik

beratkan pada terdapatnya reaksi hipersensitivitas tipe tertunda (delayed

7
hypersensitivity reactions) dari hewan tersangka, yang dilakukan dengan

penerapan uji tuberkulin per individu hewan dari kawanan sapi yang dicurigai

tertular tuberkulosis (uji tuberkulin).

Pada ternak sapi, uji tuberkulin masih merupakan uji standar dan dipakai

dalam perdagangan internasional. Bagi hewan tersangka tuberkulosis sapi yang

sudah mati, maka diagnosanya didasarkan pada hasil pemeriksaan pasca mati

terhadap bangkainya, yang dilengkapi dengan hasilpemeriksaan di

laboratorium, antara lain pemeriksaan histopatologi dan bakteriololgi. Dalam

hal ini, pemeriksaan bakteriologi yang dimaksud meliputi pemeriksaan

mikroskopik preparat dan isolasi yang dilanjutkan dengan identifi kasi dari

bakteri yang ditemukan. Berbagai cara pemeriksaan lain yang dikembangkan

pada tahun akhir ini, seperti teknik reaksi polimerase berantai (PCR), ELISA,

uji proliferasi limfosit (lymphocyte proliferation assay) dan uji gamma

interferon (Gamma interferon assay, IFN-y) memang dapat dipergunakan

untuk mendiagnosa tuberkulosis sapi. Namun uji-uji tersebut menuntut

tersedianya fasilitas serta logistik yang memadai dari laboratorium pemeriksa,

SDM yang terlatih dan dapat dipergunakan misalnya untuk mendiganosa

tuberkulosis pada sapi iar dan pada hewan liar penghuni kebun binatang. Pada

hewan dengan teknik radiologi seperti pada manusia mendiagnosa tuberkulosis

tidak lazim dilakukan, kecuali pada kera dan domba/kambing.

1.7. Diagnosa Banding

Penyakit tuberkulosis sapi dapat dikelirukan dengan berbagai penyakit

berikut:

a) Kekurusan tubuh pada hewan penderita dapat dikelirukan dengan

8
hewan yang terserang paratuberkulosis. Selain tubuh yang kurus,

penderita paratuberkulosis biasanya juga mengalami diare yang

menetap.

b) Infestasi cacing gastrointestinal yang berat mengakibatkan

kekurusan tubuh penderita yang disertai dengan diare dapat

dikelirukan dengan penderita tuberkulosis sapi tahap lanjut.

c) Hewan kurang gizi (baik kuantum maupun mutunya) yang berat dan

yang berlangsung lama mengakibatkan kekurusan tubuh hewan

yang bersangkutan. Dapat dikelirukan dengan penderita

tuberkulosis sapi tahap lanjut.

d) Contagious bovine pleuro pneumonia (CBPP) kronis dapat

dikelirukan, terutama bagi daerah yang endemik penyakit ini

(perhatian : CBPP tidak didapatkan di Indonesia)

e) Actinobasilosis dan infeksi Actinomyces pyogenes dapat

dikelirukan dengan tuberkulosis sapi. Actinobasilosis pada pedet

sering disebut sebagai Calf Pneumonia, yang gejala klinisnya jelas

bila pedet telah berumur 2-3 bulan, sedangkan pada infeksi

Actinomyces, selain sapi terlihat kurus juga terdapat infeksi pada

organ paru-parunya.

1.8. Pengambilan Sampel

Pada bedah bangkai hewan yang mati tersangka tuberkulosis, spesimen

yang diperlukan adalah sebagai berikut: Potongan organ yang menyimpang

atau tidak normal diambil secara aseptik antara bagian jaringan yang masih

sehat dan bagian yang ada tuberkelnya (masing-masing berukuran kira-kira 2

9
cm) seperti paru-paru, hati dan limfa, juga semua kelenjar-kelenjar limfe ada

bagian kepala dan usus, termasuk dahak yang ada dalam saluran pernapasan.

1.9. Diagnosa Bakteriologis

Media untuk biakan mikobakteri dibagi ke dalam tiga kelompok utama, yaitu

media berbasis telur, media berbasis agar, dan media cair. Media ideal untuk

isolasi tuberkel basili harus (a) ekonomis dan mudah dibuat, (b) menghambat

pertumbuhan kontaminan, (c) mendorong mikobakteri yang jumlahnya hanya

sedikit dapat tumbuh dengan subur, dan (d) memungkinkan melakukan

deferensiasi isolat secara dini berdasarkan morfologi koloni (Weyer et al., 1998).

Dasar pemeriksaan kultur bakteri adalah adanya pertumbuhan bakteri yang

ditanam dalam media pembenihan. Penggunaan media padat berbahan telur

Lowenstein-Jensen (LJ) merupakan metode pemeriksaan yang direkomendasikan

oleh badan keseahatan dunia (Srioetami, 2013) yang merupakan modifikasi

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD), saat ini

digunakan secara luas untuk kultur TB (Daulay dkk., 2015). Media ini

membutuhkan waktu yang cukup lama yakni 8 minggu untuk mendiagnosis serta

terdapat media cair Mycobacterial Growth Indicator Tube (GMIT) yang lebih

cepat dan sensitif yakni 42 hari dalam mendeteksi bakteri M. tuberculosis

(Chihota et al., 2010).

Diagnosis pasti penyakit tuberkulosis ditegakkan bila ditemukan bakteri

Mycobacterium tuberculosis didalam spesimen yang berasal dari organ yang

terinfeksi. Sputum penderita tuberkulosis paru aktif mengandung mikobakterium

yang relatif banyak, karena sputum berasal dari aktifitas di paru-paru. Biakan

Mycobacterium tuberculosis merupakan metode pemeriksaan bakteriologi yang

10
lebih sensitif daripada pemeriksaan metode mikroskopis TB.

Kendala yang sering ditemukan pada biakan M.tuberculosis adalah waktu

yang lama karena memang aktivitas metabolik M.tuberculosis yang rendah.

Pemeriksaan sputum secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang efisien,

mudah dan murah. Pemeriksaan standar baku emas untuk mendiagnosis

tuberkulosis adalah melalui kultur, tetapi membutuhkan waktu yang lama. Sifat

Mycobacterium tuberculosis yang lambat pada waktu pembelahan sekitar 20 jam,

sehingga pada kultur pertumbuhan baru tampak setelah 4-8 minggu. Untuk dapat

tumbuh dimedia kultur diperlukan 100-1000 kuman / ml sputum.

Identifikasi Mycobacterium dimulai dengan menilai waktu pertumbuhan,

warna pigmen, morfologi koloni dan hasil pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA).

Identifikasi yang lebih rinci dilakukan dengan berbagai uji biokimia yaitu antara

lain uji niasin, uji reduksi nitrat, dan uji katalase. Langkah awal untuk identifikasi

Mycobacterium adalah:

1) Seleksi koloni

a) Amati jumlah dan jenis koloni. Deskripsikan apakah kasar, halus

cembung, halus menyebar, halus dengan tepi berkeriput, kasar

transparan, kasar keruh dan sebagainya.

b) Amati pigmen pasca inkubasi ditempat gelap.Jika terdapat lebih dari

satu jenis koloni, dilakukan subkultur untuk tiap jenis koloni.

2) Pewarnaan BTA

dengan Ziehl-Neelsen

3) Kecepatan tumbuh.

Rapid grower akan tumbuh dalam 7 hari atau kurang, sedangkan slow

11
grower akan tumbuh setelah itu. Namun hal tersebut tidak selalu jelas

batasnya M. chelonae atau M. thermoresistible pada suhu 35 - 37ºC akan

tampak sebagai slow grower. 4.Pencahayaan. Mycobacterium yang termasuk

photokromogen akan menghasilkan pigmen jika dipaparkan cahaya. Namun

pigmen hanya optimal jika koloni kuman terpisah, jika pertumbuhannya

sangat padat pigmen tidak akan muncul (Sjahrurachman, 2008).

Tabel 1. Skala pembacaan jumlah koloni pada media LJ (Kementerian

Kesehatan RI 2012).

Pembacaan (per koloni) Pencatatan

>500 4+

200 – 500 3+

100 – 200 2+

20 – 100 1+

1 -19 Tulis jumlah koloni

Tidak ada koloni Negatif

Biakan Mycobacterium tuberculosis merupakan pemeriksaan bakteriologi

yang lebih sensitif daripada pemeriksaan mikroskopis Zielh-Nelsen. Jenis media

biakan secara umum terdiri dari dua macam yaitu medium padat dan medium cair.

Medium padat terdiri dari dua jenis yaitu medium padat berbasis telur dan

medium padat berbasis agar. Medium padat berbasis telur merupakan pilihan

utama untuk biakan yang berasal dari spesimen sputum. Terdapat dua jenis

medium berbasis telur yaitu media Lowenstein-Jensen (LJ). Media LJ digunakan

12
secara luas di dunia, sedangkan media Ogawa hanya digunakan di Jepang dan

di Indonesia (Indahwaty, 2007). Media ini mengandung inhibitor untuk menjaga

kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri lain. Waktu yang dibutuhkan untuk

mendapatkan koloni adalah 4-8 minggu (Todar, 2012).

Medium cair terdiri dari beberapa jenis yaitu Middlebrook 7H9 (medium

cair konvensional), broth base culture system (Bactec 460TB, Septi-Check

AFB, dan MGIT) dan yang terbaru menggunakan sistem kolorimetrik adalah

MB/Bact240. Medium cair memiliki kemampuan mendeteksi pertumbuhan

Mycobacterium lebih cepat, terutama pada kasus TB ekstraparu, sehingga

penggunaaan medium ini sangat membantu para klinisi dalam menentukan

dianosis penyakit lebih dini (Indahwaty, 2007).

C
B

Gambar 2.3 Media Lowenstein-Jensen (JL) dan media BACTEC MGIT 960. (A)

belum ditanami M. bovis (B) pertumbuhan M. bovis (C) pertumbuhan

M. phlei (Daulay dkk., 2015) (a) M, tuberculosis (Presialia dan

Kiranasari, 2018).

13
DAFTAR PUSTAKA

Chihota VN, Grant AD, Fielding K, Ndibongo B, Zyl AV, Muirhead D. 2010.
Liquid vs solid culture for tuberculosis: performance and cost in a
esourceconstrained setting. Int J Tuberc Lung Dis. 14(8):1024-31.

Daulay, M. U., M. Sudarwanto, W. S. Nugroho dan Sudarnika, E. 2015.


Pengembangan media padat untuk menumbuhkan Mycobacterium
bovis. J. Vet. 16 (4) : 497 – 504.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Manual Penyakit Hewan


Mamalia. Edisi 2. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Domingo, M., E. Vidal and A. Marco. 2014. Pathology of bovine


tuberculosis. Research in Veterinary Science. 1 - 10.

Presialia, A. dan A. Kiranasari. 2018. Perbandingan tingkat kontaminasi


kultur Mycobacterium tuberculosis pada medium Lowenstein-Jensin
dan BACTEC MGIT 960. J. Kedokteran Meditek. 26 (2) : 36 – 42.

Tarmudji dan Supar. 2008. Tuberkulosis pada Sapi, Suatu Penyakit


Zoonosis. WARTAZOA. Balai Besar Penelitian Veteriner. 18 (4).

Tomalty, L. and G. Delisle. 2009. Mycobacterium Tuberculosis. ASMscience


| Mycobacterium tuberculosis (diakses 29 Maret 2021).

Ünüvar, S. 2018. Microbial Foodborne Disease. Foodborne diseases. Pp 1-31.

Weyer, K. de Kantor, I. N. S.J. Kim, T. Frieden and Valenzuela, P. 1998.


Laboratory services in tuberculosis control. Part. 1. Organization
and Management. Geneva : WHO. p. 7 – 10.

14

Anda mungkin juga menyukai