TINJAUAN PUSTAKA
Mycobacterium tuberculosis juga bisa disebut "tuberculosis bacillus". Ini pertama kali
dijelaskan oleh Robert Koch pada 24 Maret 1882, dan kemudian dianugerahi Hadiah Nobel
dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1905 untuk penemuan ini. Oleh karena itu, bakteri
ini disebut juga “Kochella”.
Mycobacterium tuberculosis selalu ada dalam sejarah, tetapi namanya telah berubah
seiring waktu. Pada tahun 1720, sejarah tuberkulosis mulai membentuk apa yang dikenal saat
ini. Seperti yang dijelaskan Benjamin Marten dalam "Teori Konsumsi", TBC disebabkan oleh
organisme kecil yang menyebar melalui udara ke pasien lain. Penyakit yang ditularkan melalui
udara ini adalah salah satu penyakit menular yang paling mematikan di dunia, dan sekarang
mempengaruhi hampir 2 miliar orang di seluruh dunia. Mycobacterium tuberculosis dapat
menyerang wanita, anak-anak, dan individu yang terinfeksi virus seperti HIV. Bakteri ini
mudah menyebar melalui bersin, batuk, atau berbicara dengan pasien. Droplet yang
terkontaminasi dapat menginfeksi siapa saja dan mereka menjadi terkontaminasi M. tuberculosis.
Dengan demikian, mereka menjadi bagian dari 1,8 miliar orang di seluruh dunia yang saat ini
berjuang melawan penyakit ini.
1.3 Taksonomi
a. b. c.
Gambar 7. B erbagai warna spesies mikobakteria pada media kultur padat
Apabila terjadi keterlibatan multi organ, maka TB paru akan memerlukan pengobatan
yang lebih lama, hal ini biasanya sebagai konsekuensi terhadap ketidakpatuhan penderita
terhadap tatalaksana pengobatan TB, atau keterlambatan diagnosis.
Pada beberapa orang, tubercle bacilli dapat mengalahkan sistem imun
tubuh dan memperbanyak diri, sehingga terjadi progresi dari LTBI (Infeksi
tuberkulosis laten) adalah kondisi tanpa gejala yang tidak menular yang dapat
menetap pada beberapa orang; beberapa bulan atau tahun kemudian dapat
berkembang jadi penyakit TBC aktif. Seseorang dengan penyakit TB (TB
aktif) biasanya menular dan dapat menyebarkan bakteri TB ke orang lain.
Perkembangan LTBI ke penyakit TB dapat terjadi kapanpun, baik segera
maupun beberapa tahun kemudian. Cairan tubuh atau jaringan dari area
sumber penyakit harus diambil untuk AFB smear dan kultur. Kultur positif
dari M. tubcerulosis mengkonfirmasi diagnosis penyakit TB. Perkembangan
penyakit TB dan LTBI dapat dilihat pada gambar 20 (CDC, 2016).
2 Penularan dan Penurunan Sifat
Gambar 17. Bersin melepaskan jutaan droplet mucus. Partikel bakteri dan virus dari
penyakit saluran nafas dapat dibawa dalam mucus ini dan berpindah ke udara.
Seseorang yang tidak dicurigai dapat menghirup droplet ini dan menjadi sakit. Oleh
karena itu, sangat penting untuk menutup mulut dan hidung ketika bersin (Velayati
dan Parissa, 2016)
Terdapat empat faktor utama yang menentukan kemungkinan penularan TBC:
Risiko penularan TBC akibat keempat faktor di atas akan semakin tinggi jika:
Penularan TBC terjadi ketika seseorang menghirup droplet yang mengandung bakteri M.
tuberculosis. Bakteri tersebut kemudian akan masuk ke alveoli (kantung udara tempat
perukaran oksigen dan karbondioksida). Sebagian besar bakteri akan dihancurkan oleh
makrofag yang dihasilkan oleh sel darah putih.
Sisa bakteri yang ada dapat tertidur dan tidak berkembang di dalam alveoli. Kondisi ini
yang dinamakan dengan TB laten. Saat bakteri tertidur, Anda tidak dapat menularkan
bakteri TB ke orang lain.
Jika sistem kekebalan tubuh melemah, TB laten dapat berkembang menjadi penyakit TB
aktif. Saat inilah bakteri akan menyebar ke bagian tubuh lainnya dan dapat menular ke
orang lain.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Tuberkulosis di Indonesia
A.1 Prevalensi tuberkulosis
Pada tahun 2013-2014 survei prevalensi tuberkulosis dilakukan dengan tujuan
untuk menghitung prevalensi tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis pada
populasi berusia 15 tahun ke atas. Selain pemeriksaan dahak mikroskopis dan
pemeriksaan foto toraks, pemeriksaan x-ray, gen expert dan kultur juga dilakukan pada
survei ini. Oleh karena itu, jumlah penderita tuberkulosis terdeteksi menjadi lebih
banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Angka prevalensi TB (gambaran frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan pada jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu) pada tahun
2014 adalah 647 per 100.000 penduduk. Angka tersebut meningkat dari tahun
sebelumnya, yaitu sebanyak 272 per 100.000 penduduk. Angka insidensi (gambaran
frekuensi penderita baru) dan mortalitas juga mengalami peningkatan. Angka insidensi
tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk. Nilai insidensi tahun sebelumnya adalah
sebesar 183/100.000 penduduk. Sementara itu, angka mortalitas pada tahun 2014
adalah sebesar 41/100.000 penduduk dengan nilai pada tahun 2013 adalah sebesar
25/100.000 penduduk 2013 (WHO, 2015).
A.2 Kasus tuberkulosis
Pada tahun 2015, jumlah penemuan kasus TB adalah 330.910 kasus. Jumlah
tersebut meningkat dari tahun 2014, yaitu sebanyak 324.539 kasus. Kasus terbanyak
dilaporkan di provinsi dengan jumlah penduduk besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur,
dan Jawa Tengah (38% dari keseluruhan kasus di Indonesia).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki adalah 1,5 kali
dibandingkan pada perempuan. Berdasarkan kelompok umur pada tahun 2015, terdapat
18,65% penderita berumur 25-34 tahun, 17,33% penderita berumur 45-54 tahun, dan
17,18% penderita berumur 35-44 tahun. Gambar 1 menunjukkan proporsi kasus
tuberkulosis menurut kelompok umur.
Gambar 1. Proporsi kasus tuberkulosis menurut kelompok umur tahun 2011-2015
(Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016)
A.3 Kasus resistensi
Indonesia berada pada peringkat 8 dari 27 negara dengan MDR-TB
terbanyak di dunia. Perkiraan jumlah pasien MDR-TB di Indonesia adalah sebesar
6.900 jiwa atau 1% dari kasus baru dan 12% dari kasus pengobatan ulang (WHO
global repost 2013). Hasil DRS (Drug Resistance Survey) di Jawa Tengah pada
2006 menunjukkan bahwa 1,8% MDR-TB ditemukan pada TB kasus baru dan
17,1% ditemukan pada kasus TB yang pernah mendapat pengobatan. Sementara itu,
hasil DSR di Jawa Timur pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 2% MDR-TB
ditemukan pada TB kasus baru dan 9,7% pada kasus TB yang pernah mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tidak terstandar terhadap pasien diduga TB resisten obat
atau MDR-TB yang dilakukan di rumah sakit, klinik swasta, praktisi swasta dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya memperparah situasi resistensi kuman TB
(Kemenkes RI, 2016).
Terdapat 2 gejala pada penyakit TBC,ada gejala umum dan juga gejala khusus
A. Gejala umum biasanya akan terjadi demam yang cukup lama namun demam tida
terlalu tinggi di barengi keringat malam.
1) demam ini bersifat hilang timbul seperti influenza
2) menurunnya nafsu untuk makan dan penurunan berat badan
3) badan menjadi lemas
4) di tandai dengan batuk berkepanjangan selama 3 minggu di sertai darah
B. Gejala khusus
1) demam yang tinggi mengakibatkan kejang kejang dan penurunan
kesadaran gejala ini biasanya terjadi pada anak – anak.
2) adanya keluhan sakit dada,ada cairan di pleura (pembungkus paru – paru)
3) bisa menyebabkan infeksi pada tulang yang suatu saat dapat membentuk
4) saluran dan bermuara pada permukaan kulit atasnya pada muara akan
mengeluarkan cairan nanah (bila mengenai tulang)
5) menyebabkan suara nafas melemah di sertai sesak jika terkena bagian
tubuh tertentu seperti sumbatan sebagian bronkus,akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar
C. Pengobatan TBC
Dalam kasus TBC di butuhkan kesabaran dan kedisiplinan dalam menjalani masa
pengobatan dan perawatan selama 6 bulan.pada saat memberikan terapi dan
pengobatan TBC yang di lakukan dokter dan tim medis sebagai berikut,
Pada orang dewasa teridiri 3 kategori untuk pengobatan perawatan TB paru adalah,
1) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.kategori jenis pertama ini penderita selama 2 bulan
minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif),
dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan). Pemberian obat TBC ini diberikan kepada pasien baru TBC paru
dengan hasil BTA positif, penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) yang
berat.
2) ategori 2 : HRZE/5H3R3E3. PengobatanDiberikan kepada penderita yang kambuh.
Pasien yng mengalami gagal terapi dan juga kepada penderita dengan pengobatan
setelah lalai minum obat.
3) Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3. Pengobatan Tuberkulosis kategori ketiga ini diberikan
kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pada anak yang akan membedakannya waktu dan dosis.pada anak pengobatan nya
memerlukan waktu 6-9 bulan.beda dengan obat herbal TBC juga,yaitu jenis obat TBC
paru medis adalah
1) 2HR/7H2R2 : INH + Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +
Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2) 2HRZ/4H2R2 : INH + Rifampisin + Pirazinamid : setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH + Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Daftar kelompok obat tersebut dapat dilihat pada tabel … berikut.
Kelompok obat anti-TB (Zumla dkk., 2013)
Kelompok 1
Oral: isoniazid (INH/H),
Obat anti-TB lini
rifampisin/rifampin (RIF/R), pirazinamid
pertama
(PZA/Z), etambutol (EMB/E), rifapentin
(RPT/P) atau rifabutin (RFB)
Kelompok 2
Aminoglikosida injeksi:
streptomisin (STM/S), kanamisin (Km),
amikasin (Amk).
Polipeptida injeksi: kapreomisin (Cm), viomisin
(Vim)
Obat anti-TB lini Kelompok 3
kedua Fluoroquinolon oral dan injeksi: ciprofloksasin
(Cfx), levofloksasin (Lfx), moxifloksasin (Mfx),
ofloksasin (Ofx), gatifloksasin (Gfx)
Kelompok 4
Oral: asam para-aminosaslisilat (Pas), sikloserin
(Dcs), terizidon (Trd), etionamid (Eto),
protionamid (Pto),
Kelompok 5
Obat anti-TB lini Clofazimin (Cfz), linezolid (Lzd), amoksisilin
ketiga plus klavulanat (Amx/Clv), imipenem plus
cilastatin (Ipm/Cln), klaritomisin (Clr).
D. Metode diagnosa
Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan
klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar keluhan
pasien.
Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:
i. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali
bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak
harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
ii. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini
masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.
iii. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada
orang dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB,
tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang
berrisiko menimbulkan paparan infeksi paru.
b. Pemeriksaan bakteriologi
INTERPRETASI HASIL
NILAI NORMAL
NEGATIVE : Tidak di temukan BTA dalam 100 lapang pandang
c. Tes Cepat Molekuler
TCM (tes cepat molekuler) atau yang disebut GeneXpert MTB/RIF merupakan
pemeriksaan yang disarankan untuk diagnostik awal tersangka TB paru dan pasien TB
paru dengan HIV atau dengan dugaan resistensi terhadap rifampisin. Pemeriksaan ini
dapat memberikan diagnosis TB yang akurat dan mendeteksi resistensi rifampisin hanya
dalam waktu 100 menit. Pemeriksaan ini dilakukan melalui pengukuran fluoresesi dan
algoritma perhitungan otomatis dengan menggunakan mesin. TCM mendeteksi ada
tidaknya DNA M.Tubercolosis dan resistensinya terhadap rifampisin, yaitu salah satu
obat TB. Untuk saat ini penegakkan diagnosis pasti TB masih berdasarkan klinis, rontgen
thorak, dan pemeriksaan BTA. Namun, saat ini GeneXpert/TCM telah banyak dilakukan
di berbagai RS sebagai alat diagnostik awal dan untuk mendeteksi adanya resistensi obat.
TCM dan BTA ini merupakan suatu metode pemeriksaan TBC, untuk menilai keparahan
penyakit, dilihat dari kondisi klinis pasien, daya tahan tubuh, kasus lama atau kasus baru,
dan kuman yang menyerang apakah resisten terhadap obat antituberkulosis atau tidak.
d. pemeriksaan darah
e. Uji tuberculin
Uji tuberculin merupakan salah satu Tes diagnostic TB untuk mendeteksi adanya infeksi
M. tuberculosis, TST hingga saat ini masih memiliki nilai tes diagnostik yang sangat
tinggi.pada anak menjadi pemeriksaat paling bermanfaat bertujuan mengetahui
pernah/sedang terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa yang sering di gunakan untuk
“screaning TBC”.efektifitas dari uji tuberculin dalam menemukan infeksi TBC 90%.Pada
anak yang berusia kurang dari 1 tahun penderita TBC aktif uji tubrtculin 100%,1-2 tahun
92%,2-4 tahun 78%,4-6 tahun 75%,dan umur 6-12 tahun 15%.
Interpretasi hasil
Lakukan interpretasi setelah 48-72 jam
Lakukan pengukuran diameter indurasi yang terbentuk / timbul
0-4 mm Negatife
5-9 Ragu – ragu
1o mm Positif
Gambar :
f. Pemeriksaan radiologis
Standar pemeriksaan nya adalah foto toraks.pemeriksaan lain atas indikasi CT
scan,oblik,lordotik,fotolatelar,top lordotik,tuberkulosis dan memberi macam macam
gambaran bentuk.
g. Pemeriksaan khusus
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA