Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis (M.tb) merupakan spesies bakteri patogen dalam famili


Mycobacteriaceae penyebab penyakit tuberkulosis yang umumnya sekitar 80% menyerang organ
tubuh paru-paru pada manusia. Selain menyerang paru-paru, penyakit ini dapat memberi
dampak juga pada tubuh lainnya, seperti sistem saraf pusat, jantung, kelenjar getah bening, dan
lain-lain

1.2 Sejarah Bakteri M.tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis juga bisa disebut "tuberculosis bacillus". Ini pertama kali
dijelaskan oleh Robert Koch pada 24 Maret 1882, dan kemudian dianugerahi Hadiah Nobel
dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1905 untuk penemuan ini. Oleh karena itu, bakteri
ini disebut juga “Kochella”.

Mycobacterium tuberculosis selalu ada dalam sejarah, tetapi namanya telah berubah
seiring waktu. Pada tahun 1720, sejarah tuberkulosis mulai membentuk apa yang dikenal saat
ini. Seperti yang dijelaskan Benjamin Marten dalam "Teori Konsumsi", TBC disebabkan oleh
organisme kecil yang menyebar melalui udara ke pasien lain. Penyakit yang ditularkan melalui
udara ini adalah salah satu penyakit menular yang paling mematikan di dunia, dan sekarang
mempengaruhi hampir 2 miliar orang di seluruh dunia. Mycobacterium tuberculosis dapat
menyerang wanita, anak-anak, dan individu yang terinfeksi virus seperti HIV. Bakteri ini
mudah menyebar melalui bersin, batuk, atau berbicara dengan pasien. Droplet yang
terkontaminasi dapat menginfeksi siapa saja dan mereka menjadi terkontaminasi M. tuberculosis.
Dengan demikian, mereka menjadi bagian dari 1,8 miliar orang di seluruh dunia yang saat ini
berjuang melawan penyakit ini.
1.3 Taksonomi

Kingdom : Bacteria , Phylum: Actinobacteria , Ordo: Actinomycetales , Subordo:


Corynebacterineae , Keluarga: Mycobacteriaceae , Genus: Mycobacterium ( Spesies :
Mycobacterium tuberculosis )

1.4 Struktur dan Morfologi

Mycobacterium tuberculosis bersifat non motil, berbentuk lurus dan sedikmelengkung


tanpa spora, dan tanpa kapsul. Bakteri ini berukuran panjang sekitar 0,3-0,6 mm dan
lebar 1-4 mm. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Pembangun utama dinding sel Mycobacterium
tuberculosis ini berupa asam mikolat yaitu asam lemak α-alkil, β hidroksi dengan rantai
yang sangat panjang (C30-C90) yang terkait dengan arabinogalactan melalui ikatan
glikolipid dan peptidoglikan yang dijembatani oleh fosfodiester. Selain bertanggung
jawab terhadap acid fastness, asam mikolat juga berperang penting dalam
impermeabilitas dinding sel termasuk impermeabilitas terhadap anti-TB. Komposisi dan
jumlah asam mikolat mempengaruhi virulensi (keganasan), kecepatan pertumbuhan,
morfologi koloni dan permeabilitas M. tuberculosis. Elemen lain yang ditemukan pada
dinding sel bakteri ini adalah lipid, polipeptida, LAM (lipoarabinomannan), fosfatidil
inositol mannosida (PIM), phthiocerol dimycocerate, cord factor, sulfolipids dan wax-D
(Alderwick dkk., 2007; Brennan, 2003; Asano dkk., 1993; Belisle dkk., 1997; Fratti
dkk., 2003; Meena dan Rajni, 2010).
A. Asam mikolat
Karena hidrofobisitasnya yang kuat, asam mikolat merupakan penentu utama
permeabilitas dinding sel mikobakteri. Asam mikolat membentuk lapisan lipid di
sekitar organisme. Lapisan ini mempengaruhi permeabilitas permukaan sel. Asam
mikolat dianggap sebagai faktor penting penyebab keganasan Mycobacterium
tuberculosis, karena komponen ini melindungi bakteri dari protein kationik, lisozim dan
radikal bebas oksigen dalam partikel fagositik. Bahan ini juga melindungi mikobakteri
ekstraseluler dari serangan dalam serum (Alderwick et al., 2007).
B. Cord Factor
Cord factor (trehalose 6-6'-dimycolate, TDM) adalah glikolipid dengan dua aktivitas.
Di antara bakteri, TDM tidak beracun dan dapat digunakan sebagai tindakan
perlindungan terhadap makrofag. Pada permukaan lipid, TDM bersifat antigenik dan
sangat toksik bagi sel mamalia. Cord factor merupakan komponen yang paling banyak
terdapat pada strain M. tuberculosis (Hunter et al., 2006).
C. Wax-D
Wax-D adalah glikolipid dan glikolipid peptida yang diekstraksi dari komponen lilin
Mycobacterium tuberculosis. Wax D memiliki sifat adjuvant dan merupakan zat yang
meningkatkan respon imun tubuh. Oleh karena itu, Wax-D dapat digunakan untuk
menggantikan mikobakteri dalam sediaan ajuvan untuk meningkatkan respon imun sel
dan cairan tubuh terhadap antigen. Wax-D adalah komponen utama Freund's Complete
Adjuvant (CFA), yang merupakan emulsi air dalam minyak. CFA terdiri dari minyak
mineral ringan dan mikobakteri mati dan kering. Emulsi tersebut digunakan sebagai
imunogen (Julius et al., 2010).
Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram positif atau gram
negatif karena tidak memiliki sifat kimia yang baik karena dinding sel bakteri ini tidak
memiliki ciri membran luar bakteri gram negatif. Namun, Mycobacterium tuberculosis
memiliki struktur asam peptidoglikan-arabinogalaktan-mikolat sebagai penghalang
permeabilitas eksternal (Todar, 2012). Mycobacterium tuberculosis tergolong bakteri
tahan asam. Jika pewarnaan Gram dilakukan pada Mycobacterium tuberculosis, warna
Gram-positif yang ditampilkan sangat lemah atau sama sekali tidak berwarna. Namun,
saat pewarnaan, sebagai bakteri tahan asam, Mycobacterium tuberculosis
mempertahankan pewarna saat dipanaskan dan ketika komponen asam organik
ditambahkan. Saat menggunakan metode pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk
Mycobacterium tuberculosis, bakteri akan tampak berwarna merah muda, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 13 (Todar,2008).

Mycobacterium tuberculosis tahan asam dan alkohol setelah pewarnaan dengan


phenicated fuchsin (Ziehl-Neelsen). Acid fast adalah kemampuan sel mikobakteri untuk
tidak mengalami dekolorisasi (perusakan warna secara buatan) pada penggunaan asam
sehingga Mycobacterium dikenal dengan sebutan Basil Tahan Asam (BTA). Sifat ini
disebabkan karena kandungan lipid dalam kadar tinggi di dinding sel sehingga
mikobakteri bersifat waxy, hidrofobik dan sulit terwarnai (Todar, 2012).
Secara umum, warna dan morfologi mikobakteria yang tumbuh di media kultur
padat menjadi penanda utama mikroorganisme ini. Kebanyakan spesies berwarna
keputihan atau koloni berwarna putih (gambar 7.a), namun khususnya pada spesies yang
memiliki pertumbuhan cepat mereka berwarna kuning terang (gambar 7.b) atau spesies
oranye karena kandungan pigmen karotenoid (gambar 7.c). Jenis warna dan kemampuan
strain dalam memproduksi warna tersebut di kegelapan (spesies scotochromogenic) atau
sebagai respon terhadap cahaya (spesies photochromogenic) digunakan sebagai metode
untuk klasifikasi mikobakteria yang berpotensi patogenik (Juhlin, 1967).
Morfologi koloni mikobakteria pada media kultur padat merupakan karakter
stabil dari strain, walaupun variasi sering muncul akibat adanya mutasi spontan (Fregnan
dan Smith, 1962; Vestal dan
Kubica, 1966). Tipe dasar dari koloni ada 8, yaitu “kasar” dan “rata” (gambar 8.a dan
8.b).

a. b. c.
Gambar 7. B erbagai warna spesies mikobakteria pada media kultur padat

a). Koloni kasar Mycobacterium tuberculosis setelah inokulasi 2 hingga 3


minggu pada media Lowenstein-Jensen medium akan memiliki warna krem, b).
Koloni strain photochromogenic ketika kontak dengan cahaya menjadi
kuning terang, c). Koloni strain scotochromogenic akan berwarna kuning
gelap hingga oranye terang ketika tumbuh dalam media padat dengan atau
tanpa cahaya (Velayati dan Parissa, 2016).
Bakteri ini termasuk ke dalam bakteri aerob obligat dan parasit intrasel fakultatif memiliki
waktu generasi lambat 15-20 jam dan akan mati dengan cepat di bawah sinar matahari
langsung, tetapi mereka bisa hidup berjam-jam di tempat yang gelap dan lembap. Dalam
jaringan tubuh Bakteri ini dapat bertahan hidup selama beberapa tahun.

Sebagian besar Mycobacterium tuberculosis menyerang paru tetapi dapat juga


menyerang organ tubuh yang lain. Sumber penularan dari bakteri ini adalah melalui
inhalasi dari manusia ke manusia secara kontak langsung lewat udara melalui percikan
sputum yang mengandung partikel Mycobacterium tuberculosis.
2. Patogenesis M. Tubercolosis

Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi Mycobacterium


tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi, ada beberapa
kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung dari
bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.
Ketika seorang pengidap TB paru aktif batuk, bersin, menyanyi, atau meludah,
orang ini dapat mengeluarkan titik-titik air liur kecil (droplets) ke udara bebas. Droplets
yang berisi Mycobacterium tuberculosis ini, apabila terinhalasi orang lain akan masuk
sampai di antara terminal alveoli paru. Organisme kemudian akan tumbuh dan
berkembang biak dalam waktu 2-12 minggu sampai jumlahnya mencapai 1000-10.000.
Jumlah tersebut akan cukup untuk mengeluarkan respon imun seluler yang mampu
dideteksi melalui reaksi terhadap tes tuberkulin. Namun, tubuh tidak tinggal diam, dan
akan mengirimkan pertahanan berupa sel-sel makrofag yang memakan kuman-kuman TB
(bacilli) ini. Tetapi, tubercle bacilli sangatlah kuat karena struktur dinding selnya.
Perlindungan ini membuat tubercle bacilli dapat bertahan meskipun makrofag
memakannya. Setelah makrofag memakan tubercle bacilli, bacilli kemudian menginfeksi
makrofag. Bacilli hidup di dalam makrofag hidup yang tumbuh seperti biasa.
Setelah makrofag ditaklukkan oleh tubercle bacilli, sistem imun tubuh mencoba
strategi pertahanan lain. Sejumlah sel pertahanan sampai di kelenjar limfa dan
mengelilingi area infeksi. Sel-sel ini membentuk gumpalan sel keras dengan sebutan
tubercle. Sel ini membantu untuk membunuh bacilli melalui pembentukkan dinding
pencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Pada beberapa kasus, sel pertahanan dapat
merusak semua tubercle bacilli secara permanen.
Pada beberapa kasus, sel pertahanan tidak mampu untuk merusak semua
tubercle bacilli. Tubercle bacilli yang bertahan masuk ke dalam status dormant dan
dapat bertahan lama. Sepanjang waktu ini, bakteri tertidur. Pasien tidak menunjukkan
gejala dan tidak dapat menularkannya ke orang lain. Kondisi tersebut dikenal dengan
TB laten. Bakteri dormant dapat bangun kembali dan merusak dinding sel pertahanan
dalam suatu proses. Proses tersebut dikenal sebagai Secondary TB infection.
Secondary TB infection dapat terjadi ketika sistem imun tubuh menjadi lemah dan
tidak mampu melawan bakteri, atau ketika bakteri mulai untuk memperbanyak diri dan
melimpah. Secondary TB infection biasanya terjadi dalam 5 tahun dari primary
infection. Secondary TB infection sering dianggap sebagai onset penyakit TB aktif
( kondisi ketika bakteri mulai memenangkan perlawanan terhadap sistem pertahanan
tubuh dan mulai menyebabkan gejala) (WHO, 2004).
Selanjutnya, kemampuan basil tahan asam ini untuk bertahan dan berproliferasi
dalam sel-sel makrofag paru menjadikan organisme ini mampu untuk menginvasi
parenkim, nodus-nodus limfatikus lokal, trakea, bronkus (intrapulmonary TB), dan
menyebar ke luar jaringan paru (extrapulmonary TB). Organ di luar jaringan paru yang
dapat diinvasi oleh Mycobacterium tuberculosis diantaranya adalah sum-sum tulang
belakang, hepar, limpa, ginjal, tulang, dan otak. Penyebaran ini biasanya melalui rute
hematogen.

Apabila terjadi keterlibatan multi organ, maka TB paru akan memerlukan pengobatan
yang lebih lama, hal ini biasanya sebagai konsekuensi terhadap ketidakpatuhan penderita
terhadap tatalaksana pengobatan TB, atau keterlambatan diagnosis.
Pada beberapa orang, tubercle bacilli dapat mengalahkan sistem imun
tubuh dan memperbanyak diri, sehingga terjadi progresi dari LTBI (Infeksi
tuberkulosis laten) adalah kondisi tanpa gejala yang tidak menular yang dapat
menetap pada beberapa orang; beberapa bulan atau tahun kemudian dapat
berkembang jadi penyakit TBC aktif. Seseorang dengan penyakit TB (TB
aktif) biasanya menular dan dapat menyebarkan bakteri TB ke orang lain.
Perkembangan LTBI ke penyakit TB dapat terjadi kapanpun, baik segera
maupun beberapa tahun kemudian. Cairan tubuh atau jaringan dari area
sumber penyakit harus diambil untuk AFB smear dan kultur. Kultur positif
dari M. tubcerulosis mengkonfirmasi diagnosis penyakit TB. Perkembangan
penyakit TB dan LTBI dapat dilihat pada gambar 20 (CDC, 2016).
2 Penularan dan Penurunan Sifat

M. tuberculosis ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak permukaan. Ketika


penderita TB paru aktif (BTA positif dan foto rontgen positif) batuk, bersin, berteriak
atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar dari paru-paru menuju udara. Bakteri ini
akan berada di dalam gelembung cairan bernama droplet nuclei. Partikel kecil ini dapat
bertahan di udara selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata karena memiliki
diameter sebesar 1-5 µm (WHO, 2004; CDC, 2016).
Penularan TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei seperti ilustrasi gambar
16. Droplet nuclei akan melewati mulut/saluran hidung, saluran pernafasan atas, bronkus
kemudian menuju alveolus (CDC, 2016). Setelah tubercle bacillus sampai di jaringan
paru-paru, mereka akan mulai memperbanyak diri. Lambat laun, mereka akan menyebar
ke kelenjar limfe. Proses ini disebut sebagai primary TB infection. Ketika seseorang
dikatakan penderita primary TB infection, tubercle bacillus berada di tubuh orang
tersebut. Seseorang dengan primary TB infection tidak dapat menyebarkan penyakit ke
orang lain dan juga tidak menunjukkan gejala penyakit (WHO, 2004).
Dosis penularan droplet nuclei dilaporkan diantara 1 hingga 200 bacili per orang, dimana
satu droplet dapat mengandung 1 hingga 400 bacili, namun belum jelas anggapan dosis
relevan ini (Sakamoto, 2012). Walaupun TB biasanya tidak ditularkan saat kontak
singkat, siapa saja berbagi udara dengan penderita TB paru pada tahap infeksius maka dia
berisiko tinggi tertular (CDC dkk., 1999).

Gambar 16. PenyebaranTB (CDC, 2016)


Tuberkulosis menyebar dari satu orang ke orang lain melalui udara. Titik merah di udara
menggambarkan droplet nuclei yang mengandung tubercle bacili

Gambar 17. Bersin melepaskan jutaan droplet mucus. Partikel bakteri dan virus dari
penyakit saluran nafas dapat dibawa dalam mucus ini dan berpindah ke udara.
Seseorang yang tidak dicurigai dapat menghirup droplet ini dan menjadi sakit. Oleh
karena itu, sangat penting untuk menutup mulut dan hidung ketika bersin (Velayati
dan Parissa, 2016)
Terdapat empat faktor utama yang menentukan kemungkinan penularan TBC:

1. Kerentanan seseorang, yang biasanya bergantung pada kondisi sistem kekebalan


tubuhnya.
2. Seberapa banyak droplet (percikan dahak) bakteri M. tuberculosis yang keluar
dari tubuhnya.
3. Faktor lingkungan yang dapat memengaruhi jumlah droplet serta kemampuan
bertahan hidup bakteri M. tuberculosis di udara.
4. Kedekatan, durasi, serta seberapa sering paparan seseorang terhadap bakteri M.
tuberculosis di udara.

Risiko penularan TBC akibat keempat faktor di atas akan semakin tinggi jika:

1. Kadar konsentrasi droplet nuklei: semakin banyak droplet yang terdapat di


udara, semakin mudah bakteri TBC ditularkan.
2. Ruang: Paparan terhadap bakteri di ruangan kecil dan tertutup meningkatkan
risiko penularan TBC.
3. Ventilasi: Potensi penularan TBC lebih besar jika terpapar di ruangan dengan
ventilasi yang buruk (bakteri tidak dapat keluar ruangan).
4. Sirkulasi udara: sirkulasi udara yang buruk juga menyebabkan droplet bakteri
dapat bertahan hidup di udara lebih lama.
5. Penanganan medis yang tidak tepat: prosedur medis tertentu dapat
menyebabkan droplet bakteri menyebar dan meningkatkan risiko penularan TBC.
6. Tekanan udara: tekanan udara dalam keadaan tertentu dapat mengakibatkan
bakteri M. Tuberculosis.
Tempat penularan TBC
Menurut sebuah jurnal dari National Institute of Health tahun 2013, cara penularan TBC
umumnya dapat terjadi ketika penderita berbicara selama kurang lebih 5 menit, atau
batuk sekali saja. Dalam kurun waktu tersebut, droplet atau percikan dahak yang
mengandung bakteri dapat terlepas dan bertahan di udara selama kurang lebih 30 menit.

Penularan TBC terjadi ketika seseorang menghirup droplet yang mengandung bakteri M.
tuberculosis. Bakteri tersebut kemudian akan masuk ke alveoli (kantung udara tempat
perukaran oksigen dan karbondioksida). Sebagian besar bakteri akan dihancurkan oleh
makrofag yang dihasilkan oleh sel darah putih.

Sisa bakteri yang ada dapat tertidur dan tidak berkembang di dalam alveoli. Kondisi ini
yang dinamakan dengan TB laten. Saat bakteri tertidur, Anda tidak dapat menularkan
bakteri TB ke orang lain.
Jika sistem kekebalan tubuh melemah, TB laten dapat berkembang menjadi penyakit TB
aktif. Saat inilah bakteri akan menyebar ke bagian tubuh lainnya dan dapat menular ke
orang lain.
BAB III

PEMBAHASAN
A. Tuberkulosis di Indonesia
A.1 Prevalensi tuberkulosis
Pada tahun 2013-2014 survei prevalensi tuberkulosis dilakukan dengan tujuan
untuk menghitung prevalensi tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis pada
populasi berusia 15 tahun ke atas. Selain pemeriksaan dahak mikroskopis dan
pemeriksaan foto toraks, pemeriksaan x-ray, gen expert dan kultur juga dilakukan pada
survei ini. Oleh karena itu, jumlah penderita tuberkulosis terdeteksi menjadi lebih
banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Angka prevalensi TB (gambaran frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan pada jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu) pada tahun
2014 adalah 647 per 100.000 penduduk. Angka tersebut meningkat dari tahun
sebelumnya, yaitu sebanyak 272 per 100.000 penduduk. Angka insidensi (gambaran
frekuensi penderita baru) dan mortalitas juga mengalami peningkatan. Angka insidensi
tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk. Nilai insidensi tahun sebelumnya adalah
sebesar 183/100.000 penduduk. Sementara itu, angka mortalitas pada tahun 2014
adalah sebesar 41/100.000 penduduk dengan nilai pada tahun 2013 adalah sebesar
25/100.000 penduduk 2013 (WHO, 2015).
A.2 Kasus tuberkulosis
Pada tahun 2015, jumlah penemuan kasus TB adalah 330.910 kasus. Jumlah
tersebut meningkat dari tahun 2014, yaitu sebanyak 324.539 kasus. Kasus terbanyak
dilaporkan di provinsi dengan jumlah penduduk besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur,
dan Jawa Tengah (38% dari keseluruhan kasus di Indonesia).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki adalah 1,5 kali
dibandingkan pada perempuan. Berdasarkan kelompok umur pada tahun 2015, terdapat
18,65% penderita berumur 25-34 tahun, 17,33% penderita berumur 45-54 tahun, dan
17,18% penderita berumur 35-44 tahun. Gambar 1 menunjukkan proporsi kasus
tuberkulosis menurut kelompok umur.
Gambar 1. Proporsi kasus tuberkulosis menurut kelompok umur tahun 2011-2015
(Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016)
A.3 Kasus resistensi
Indonesia berada pada peringkat 8 dari 27 negara dengan MDR-TB
terbanyak di dunia. Perkiraan jumlah pasien MDR-TB di Indonesia adalah sebesar
6.900 jiwa atau 1% dari kasus baru dan 12% dari kasus pengobatan ulang (WHO
global repost 2013). Hasil DRS (Drug Resistance Survey) di Jawa Tengah pada
2006 menunjukkan bahwa 1,8% MDR-TB ditemukan pada TB kasus baru dan
17,1% ditemukan pada kasus TB yang pernah mendapat pengobatan. Sementara itu,
hasil DSR di Jawa Timur pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 2% MDR-TB
ditemukan pada TB kasus baru dan 9,7% pada kasus TB yang pernah mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tidak terstandar terhadap pasien diduga TB resisten obat
atau MDR-TB yang dilakukan di rumah sakit, klinik swasta, praktisi swasta dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya memperparah situasi resistensi kuman TB
(Kemenkes RI, 2016).

B. Gejala penyakit TBC

Terdapat 2 gejala pada penyakit TBC,ada gejala umum dan juga gejala khusus
A. Gejala umum biasanya akan terjadi demam yang cukup lama namun demam tida
terlalu tinggi di barengi keringat malam.
1) demam ini bersifat hilang timbul seperti influenza
2) menurunnya nafsu untuk makan dan penurunan berat badan
3) badan menjadi lemas
4) di tandai dengan batuk berkepanjangan selama 3 minggu di sertai darah

B. Gejala khusus
1) demam yang tinggi mengakibatkan kejang kejang dan penurunan
kesadaran gejala ini biasanya terjadi pada anak – anak.
2) adanya keluhan sakit dada,ada cairan di pleura (pembungkus paru – paru)
3) bisa menyebabkan infeksi pada tulang yang suatu saat dapat membentuk
4) saluran dan bermuara pada permukaan kulit atasnya pada muara akan
mengeluarkan cairan nanah (bila mengenai tulang)
5) menyebabkan suara nafas melemah di sertai sesak jika terkena bagian
tubuh tertentu seperti sumbatan sebagian bronkus,akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar

C. Pengobatan TBC

Dalam kasus TBC di butuhkan kesabaran dan kedisiplinan dalam menjalani masa
pengobatan dan perawatan selama 6 bulan.pada saat memberikan terapi dan
pengobatan TBC yang di lakukan dokter dan tim medis sebagai berikut,

• Obat primer tuberkolosis yang terdiri dari INH (isoniazid),Rifampisin,


Etambutol,Streptomisin,Pirazinamid.
• Obat sekunder tuberkolosis terdiri dari
Exionamid,Paraaminosalisilat,Sikloserin,Amikasin,Kapreomisin dan Kanamisin.

Pada orang dewasa teridiri 3 kategori untuk pengobatan perawatan TB paru adalah,
1) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.kategori jenis pertama ini penderita selama 2 bulan
minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif),
dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan). Pemberian obat TBC ini diberikan kepada pasien baru TBC paru
dengan hasil BTA positif, penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) yang
berat.
2) ategori 2 : HRZE/5H3R3E3. PengobatanDiberikan kepada penderita yang kambuh.
Pasien yng mengalami gagal terapi dan juga kepada penderita dengan pengobatan
setelah lalai minum obat.
3) Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3. Pengobatan Tuberkulosis kategori ketiga ini diberikan
kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pada anak yang akan membedakannya waktu dan dosis.pada anak pengobatan nya
memerlukan waktu 6-9 bulan.beda dengan obat herbal TBC juga,yaitu jenis obat TBC
paru medis adalah

1) 2HR/7H2R2 : INH + Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +
Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2) 2HRZ/4H2R2 : INH + Rifampisin + Pirazinamid : setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH + Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Daftar kelompok obat tersebut dapat dilihat pada tabel … berikut.
Kelompok obat anti-TB (Zumla dkk., 2013)
Kelompok 1
Oral: isoniazid (INH/H),
Obat anti-TB lini
rifampisin/rifampin (RIF/R), pirazinamid
pertama
(PZA/Z), etambutol (EMB/E), rifapentin
(RPT/P) atau rifabutin (RFB)
Kelompok 2
Aminoglikosida injeksi:
streptomisin (STM/S), kanamisin (Km),
amikasin (Amk).
Polipeptida injeksi: kapreomisin (Cm), viomisin
(Vim)
Obat anti-TB lini Kelompok 3
kedua Fluoroquinolon oral dan injeksi: ciprofloksasin
(Cfx), levofloksasin (Lfx), moxifloksasin (Mfx),
ofloksasin (Ofx), gatifloksasin (Gfx)
Kelompok 4
Oral: asam para-aminosaslisilat (Pas), sikloserin
(Dcs), terizidon (Trd), etionamid (Eto),
protionamid (Pto),
Kelompok 5
Obat anti-TB lini Clofazimin (Cfz), linezolid (Lzd), amoksisilin
ketiga plus klavulanat (Amx/Clv), imipenem plus
cilastatin (Ipm/Cln), klaritomisin (Clr).

D. Metode diagnosa
Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan
klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar keluhan
pasien.
Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:
i. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali
bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak
harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
ii. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini
masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.
iii. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada
orang dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB,
tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang
berrisiko menimbulkan paparan infeksi paru.

b. Pemeriksaan bakteriologi

1) Dahak,memeriksa dahak secara mikroskopis 3 spesimen yang di sebut SPS


(sewaktu-pagi-sewaktu) dahak yang akan di jadikan sampel adalah dahak yang
di kelurkan dari paru paru dahak yang mukoporulen (nanah berwarna ke
kuning kuningan).
Diketahui ada 3 jenis sputum :
Sputum pagi : di kelurkan saat pagi
Spot sputum : di kelurkan pada saat itu
Collection sputum : di keluarkan dan di tampung selama 24 S
2) Cairan pleura, pemeriksaan pada pasien efusi pleura untuk menegakan
diagnosis.
3) Urin, urin pagi,urin yang paling pertama keluar,merupakan urin pancaran
tengah.
4) Jaringan biopsi,tujuan pemeriksaan ini untuk menegakan diagnosis.
5) Liquor cerebrospinal
6) Bilasan bronkus
7) Kurasan bronkoalveola

Prosedur pemeriksaan BTA


1. ose di panaskan di atas bunsen sampai memijar lalu dinginkan
2. ambil sputum oleskan pada objek glass menggunakan jarum ose
3. masukan ose yang sudah di gunakan ke dalam alkohol lalu bakar
4. fiksasi sediaan selama 3-5 menit
5. teteskan fuchsin 1% pada sediaan panas kan di atas bunsen dengan
penjepit sampai menguap selama 3 menit
6. bilas dengan air mengalir
7. bilas dengan alcohol 3% sampai sisa warna bersih
8. kembali di bilas dengan air mengalir
9. teteskan methylen blue 0,1% pada sediaan selama 20 detik
10. sedian di bilas dengan air lalu keringkan pada rak pengering.

INTERPRETASI HASIL

NEGATIVE Tida di temukan BTA dalam 100 lapang pandang


POSITIVE Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang
POSITIVE 1 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang
POSITIVE 2 Ditemukan 1-10 BTA dalam 100 lapang pandang
POSITIVE 3 Ditemukan > 10 BTA dalam 100 lapang pandang

NILAI NORMAL
NEGATIVE : Tidak di temukan BTA dalam 100 lapang pandang
c. Tes Cepat Molekuler

TCM (tes cepat molekuler) atau yang disebut GeneXpert MTB/RIF merupakan
pemeriksaan yang disarankan untuk diagnostik awal tersangka TB paru dan pasien TB
paru dengan HIV atau dengan dugaan resistensi terhadap rifampisin. Pemeriksaan ini
dapat memberikan diagnosis TB yang akurat dan mendeteksi resistensi rifampisin hanya
dalam waktu 100 menit. Pemeriksaan ini dilakukan melalui pengukuran fluoresesi dan
algoritma perhitungan otomatis dengan menggunakan mesin. TCM mendeteksi ada
tidaknya DNA M.Tubercolosis dan resistensinya terhadap rifampisin, yaitu salah satu
obat TB. Untuk saat ini penegakkan diagnosis pasti TB masih berdasarkan klinis, rontgen
thorak, dan pemeriksaan BTA. Namun, saat ini GeneXpert/TCM telah banyak dilakukan
di berbagai RS sebagai alat diagnostik awal dan untuk mendeteksi adanya resistensi obat.
TCM dan BTA ini merupakan suatu metode pemeriksaan TBC, untuk menilai keparahan
penyakit, dilihat dari kondisi klinis pasien, daya tahan tubuh, kasus lama atau kasus baru,
dan kuman yang menyerang apakah resisten terhadap obat antituberkulosis atau tidak.

d. pemeriksaan darah

pemeriksaan darah rutin tidak menunjukkan secara spesifik TBC, LED


(laju endap darah) jam pertama dan jam ke dua di perlukan untuk indikator nilai
kestabilan pada penderita TBC.di gunakan untuk respon pengobatan dan tingkat
penyembuhan pada penderita.demekian juga kadar limfosit yang menggambarkan
daya tahan tubuh pada penderita

e. Uji tuberculin
Uji tuberculin merupakan salah satu Tes diagnostic TB untuk mendeteksi adanya infeksi
M. tuberculosis, TST hingga saat ini masih memiliki nilai tes diagnostik yang sangat
tinggi.pada anak menjadi pemeriksaat paling bermanfaat bertujuan mengetahui
pernah/sedang terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa yang sering di gunakan untuk
“screaning TBC”.efektifitas dari uji tuberculin dalam menemukan infeksi TBC 90%.Pada
anak yang berusia kurang dari 1 tahun penderita TBC aktif uji tubrtculin 100%,1-2 tahun
92%,2-4 tahun 78%,4-6 tahun 75%,dan umur 6-12 tahun 15%.

Prosedur test tuberculin


1) Mempersiapkan alat dan bahan
2) Baringkan pasien dengan posisi telentang,dan tangan pada posisi volar
3) Lakukan cuci tangan rutin,gunakan hand scoen yang steril
4) Ambil 0,1 ml (5 tuberculin unit) antigen PPD dengan menggunakan spuit 1cc.
5) Tentukan daerah injeksi,daerah yang bebas lesi dan jauh dari vena,bersihkan
dengan kapas alcohol
6) Injeksi antigen PPD secara intrakutan,dengan bevel yang menghadap ke
atas,injeksikan hingga berbentuk gelembung
7) Cabut jarum perlahan,buang jarum pada sampah infeksius

Interpretasi hasil
Lakukan interpretasi setelah 48-72 jam
Lakukan pengukuran diameter indurasi yang terbentuk / timbul

0-4 mm Negatife
5-9 Ragu – ragu
1o mm Positif

Gambar :

f. Pemeriksaan radiologis
Standar pemeriksaan nya adalah foto toraks.pemeriksaan lain atas indikasi CT
scan,oblik,lordotik,fotolatelar,top lordotik,tuberkulosis dan memberi macam macam
gambaran bentuk.

Gambaran radiologi yang di curigai lesi TBC aktif


2.1 Bayangan berawan atau nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2.2 Kapitas, terutama lebih dari satu di kelilingi bayangan berawan atau noduler
2.3 Bayangan bercak miler
2.4 Efusi pleura unilateral
Gambaran radiologi yang di curigai lesi TB inaktif
2.5 Fibrotik pada segmen apikal dan posterior lobus atas
2.6 Kalsifikasi atau fibrotik
2.7 Fibrothorak dan atau penebalan pleura

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.Namun
pada kondisitertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:
 1 dari 3 spesimen BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks
dada di perlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTApositif.
 Ketiga spesimen yang hasilnya negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon.
 Pasien yang di duga komplikasi sesak nafas berat dan
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma.

g. Pemeriksaan khusus

 PCR, pemeriksaan ini dapat mendetekni DNA,termasuk DNA


M.Tuberkolosis.pada pemerisaan ini berkemungkinan kontaminasi.PCR itu
sendiri bertujuan untuk menegakan diagnosis.penyebaran kuman pada
tuberkulosis pascaprimer terjadi secara bronkagen,sehingga penggunaan
sampel darah PCR tida di sarankan.
 BACTEC,pemeriksaan ini menggunakan teknik terbaru untuk
mengindentifikasi kuman TBC dengan lebih cepat,yaitu dengan menggunakan
metode radiometrik. M.Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang
kemudiam menghasilkan asam lemak yang akan menghasilkan CO2 yang
kemudian di deteksi growth indexnya oleh alat ini.
h. Pemeriksaan serologi

 Elisa,bertujuan mendeteksi respon humoral proses antigen dan antibodi yang


terjadi.kelemahan elisa adalah pengenceran serum yang tinggi.
 Ig G TB,mendeteksi antibodi igG antigen spesifik mikrobakterium
tuberkolosis
 PAP (Peroksidase anti peroksidase),uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi
 Mycodot,mendeteksi anti bodi antimikrobakterial pada tubuh
manusia,menggunakan lipoara yang di tempel pada alat yang berbentuk sisir
plastik.
 Immuno crhomotografi tuberculosis (ITC),tujuan dari ITC untuk
mendeteksi antibody M.Tuberkulosis dalam serum,uji dianostik ini
mengguanakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
M.Tuberkulosis.
i. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth
Indicator Tube) untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb).
E. Upaya Pencegahan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai