Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita, ada beberapa


diantaranya bermanfaat dan adapula yang merugikan. Salah satu teknik untuk
membiakan ( Menumbuhkan ) bakteri, yang menjadi padat dan tetap tembus pandang
pada suhu inkubasi. Media yang baik adalah agar, dapat dilarutkan dalam larutan
nutrien dan bilamana menjadi gel akan tetap padat dalam kisaran temperatur yang
luas. Mikroorganisme terdapat dimana-mana didalam lingkungan kita merekapun ada
pada tubuh kita dan disekeliling kita. Mereka merupakan komponen penting dalam
ekosistem. Dihabitat alamiahnya, mereka hidup dalam suatu komunitas yang terdiri
dari berbagai jenis mokroorganisme, bersama spesies-spesies biologi lainnya.
Didalam komunitas ini, satu spesies mikroba dapat mempengaruhi spesies lain
dengan berbagai cara-cara beberapa bersifat menguntungkan beberapa merugikan
( Pelezar,1988).

Mycobacterium merupakan kuman yang tersebar luas baik di tanah, air


maupun pada organism lain . Kuman ini pula yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya 2 jenis penyakit granuloma kronis yang membinasakan umat manusia
yaitu tuberculosis dan kusta. Penyakit tuberculosis kebanyakan menyerang oegan-
organ tubuh bagian dalam sedangkan kusta menyerang kulit dan meimbulkan
kelainan yang menakutkan . maka dari itu sejak dahulu dan sampai sekaang penyakit
kusta yang lebih banyak ditakuti daripada tuberculosis walaupun sebenarnya penyakit
tuberculosis yang lebih mudah menular dan lebih sering , menimbulkan kematian.
Bahkan sampai akhir abad yang lalu penyakit tuberculosis diberi nama Captain of All
the men of Death

Sebelum tahun1882 belum diketahui poenyebab penyakit tuberculosis dan


para ahli berlomba-lomba menemukan kuman penyabab itu . sampai pada satu malam
di suatu laboratorium kecil di Wollstein tiga orang ahli yaitu Koch,Gaffky dan Loffer
membuka sejarah baru dibidang lesehatan dengan penemuannya , basil tuberculosis.
Tanggal 24 maret 1882 merupakan hari yang bersejarah bagi umat manusia , pada
hari itu Robert Koch mempersentasikan hasil kerja da penemuannya di hadapan para
ahli Perhimpunan Fisiologi Berlin yang kemudian mengakui penemuan Robert
Koch . setelah penemuan Koch maka di temukan beberapa spesie lagi dari
mikobakteria yang ternyata ada yang pathogen terhadap manusia dan adapula yang
bersifat saprofit saja , oleh karenanya perlu dilakukan identifikasi untk membedakan
kuman yang pathogen dai yang saprofit. Hal ini tidak saja berguna bagi pa penderita,
tetapi juga bagi kepentingan epidemiologi. Sampai saat ini telah berhasil doisolasi
lebih dari 40 spesies mikobalteria dan diberi nama oleh Internal Working Group of
Mycobacteial Taxonomy. Akhir-akhir ini telah pula dipublukasi penemuan 54 spesies
baru dari mikobakteria golongan Rapid growers. Telah diketahui pula beberapa sifat ,
strukur pertumbuhan dan segi imunologinya terhadap manusia , teta[pi berdasarkan
pemeriksaan mikroskopik saja tidakmungkin dapa dibedakan antaa mikobakteria
yang pathogen dan yang saprofit.untuk membedkanya perlu dilakukan isolasi yang
baik, pemeriksaan biokimia an percobaan hewan serta pemeriksaan –pemeriksaan
lain. Dapat dikatakan bahwa telah banyak yang diketahui dari mikobakteria ini ,
tetapi sebenarnya hanya sedikit saja yang betul-betul di mengerti .

Sampai hari ini, penyakit TBC masih menempatkan Indonesia dalam tiga besar
negara dengan jumlah penderita terbanyak. Pada umumnya kegagalan pengobatan
TBC terjadi disebabkan terapi yang terputus karena pasien merasa sudah sembuh.
Kendala lain yang sering timbul adalah lamanya waktu pengobatan. Obat untuk TBC
harus dimakan sedikitnya enam bulan. Sementara biasanya setelah makan obat
selama dua bulan, pasien malas meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan
tidak merasakan gejala lagi. Padahal kalau pengobatan berhenti di tengah jalan, maka
bukan saja penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas, tetapi juga menyebabkan bakteri
TBC menjadi kebal terhadap obat yang digunakan. Ketiadaan biaya malah membuat
seseorang tidak berobat, karena tidak mengetahui program pemerintah yang
menggratiskan obat TBC di seluruh Puskesmas di Indonesia. Penyakit ini sering
dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja seperti biasa, namun tanpa
disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding dengan perjalanan
waktu dan menurunnya daya tahan tubuh.

1.2 Maksud dan Tujuan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Mycobacterium

Mycobacterium diangap sebagai bentuk transisi antara eubakteria dan


Aktinomisetes (Bakteri yang mempunyai sifat sepeti jamur ).Anggapan ini
didasarkan pada sifat mikobakteria yang selain memiliki sifat seperti
Eubakteria ada beberapa mikobakteria yang membentuk percabangan seperti
Aktinomisetes. Sebaliknya ada beberapa aktinomisetes (dari genus
Nokardia ) yang mempunyai sifat tahan asam dan ada yang membentuk
pleomorfik seperti mikobakteria , oleh karena itu klasifikasi Mikobakteria
disusun sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Ordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M . tuberculosis
: M . leprae
: M . bovis
: M . avium
: M . marinum
Dan masih banyak lagi yang lainnya
Telah lama di ketahui bahawa ada spesies mikobakteria yang dapat
menimbulkan penyakit seperti Mycobacterium Tuberculosis baik diparu-paru
maupun dilura paru-paru ., mikobakteria yang semacam ini dinamak
mikobakteria apitik . Untuk membedakan lebih jelas antara mikobakteria
atipik yang saprofit dan yan pathogen , maka pada tahun 1959 Runyon
mengusulkan satu cara klasifikasi yang sampai saat ini masih kita pakai .
dalam klasifikasinya Runyon menggolongkan mikobakteria tadi menjadi 4
kelompok yang didasarkan pada kemampuan membuat warna koloni dan
kecepatan pertumbuhan

Runyon I atau kelompok fotokromogen . mikobakteia dala kelompok


ini mempunyai kemampuan membentuk warna koloninya apabila
terkena cahaya . koloni muda yang disinari selama 1 jam dan
diinkubasi kembali di tempat gelap sudahmeampu membentuk warna
kuning muda dalam waktu 6-24 jam. Kelompok ini tumbuh sedikit
lebih cepat daripada M Tuberculosis dan ebnyakan pathogen terhadap
manusia . yang termasuk golongan ini misalnya : M marinum , M
kansasi, M simiae
Runyon II atau kelompok skotokromogen . kelomok ini mampu
membentuk warna kuning atau jingga pada koloninya dala keadaan
gelap dan warna yasemakin gelap bila tekena cahaya. Kelompok
skotokromogen sebagian besr tdak patogendan yang termasuk dalam
kelompok ini misalnya : M scrofulaceum, M szulgai , M gordonae
dan M flavescns .
Runyon III atau keompok Nonfotokromogen yang temasuk kelompok
runyon III adalah mikobakteria yang tidak mampu membentuk wna
sekalipun terkena cahaya dan tumbuh lebih cepat daripada kelompok
terdahulu . banyak strain dar kelompk ini yang virulen terhadap
manusia . contoh dai kelompok ini misalnya : M intracellulare, M
xenopi, M ulcerans dan gastri.
Runyo IV atau kompok Rapid Growers , keistimewahan kelompok ini
adalah tidak membentuk warna juga mempunyai kecepatan
pertumbuhan yang jauh lebih cepat dari kelompok lain yaitu sekitar 3
sampai 5 hari. Kebanyakan mikobakteria dalm kelompom ini adalah
saprofit yang resisten terhadap obat anti tuberculosis conto dari
kelompok ini misalnya : M fortuitum, M cholonei, Mphlei dan M
smegmatis

2.2 Gambaran Penyakit Tuberkulosis Paru.


Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang menyerang paru-
paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Miko
bakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora.
Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan
terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu
dinamakan bakteri tahan asam atau basil tahan asam.

Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab


tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau
produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga
yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian.Pada
penyakit tuberkulosis jaringan pang paling sering diserang adalah paru-paru
(95,9 %). Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang
mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir air ludah
beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam
parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (TB Paru).
Mycobacterium Tuberkulosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam
keadaan dingin, atu dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Ini dapat
terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant
ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan memungkinkan untuk dia
berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali. Pada penderita tuberkulosis
paru apabila sudah terpapar dengan agent penyebabnya penyakit dapat
memperlihatkan tanda-tanda seperti dibawah ini:
Batuk-batuk berdahak lebih dari dua minggu.
Batuk-batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah.
Dada terasa sakit atau nyeri.
Terasa sesak pada waktu bernafas.

Adapun masa tunas(masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah


mulai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, sedangkan waktunya
berkisar antara 4 - 12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada pulmonair
progressif dan extrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu yang
lebih lama, sampai beberapa tahun. Perioda potensi penularan, selama basil
tuberkel ada pada sputum (dahak). Beberapa kasus tanpa pengobatan atau
dengan pengobatan tidak adekwat mungkin akan kumat-kumatan dengan
sputum positif selama beberapa tahun. Tingkat atau derajat penularan
tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas
basil dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin dan berbicara
keras secara umum.
Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak
ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita.
Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari tiga tahun terendah pada anak akhir
usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua.

2.3 Morfologi dan Struktur

Adapun Morfologi Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman


batang lurus atau agak bengkok, berukuran panjang 1-4 µ dan lebar 0,2- 0,8 µ,
dapat ditemukan bentuk sendiri maupun berkelompok. Kuman ini merupakan
bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak, tidak berspora, dan
tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti manik-
manik atau tidak terwarnai secara merata. Kehidupan bakteri tergantung pada
kondisi lingkungan (Wikipedia, 2010).

Menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang


t a h a n a s a m d a r i p a d a b e n t u k y a n g  pathogen. Mikobakteria
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahanhidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Simbahgaul,
2008).

Merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus T B C


biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak
udaranya. M i k o b a k t e r i a mendapat energi dari oksidasi berbagai
senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianyatidak khas, dan laju
pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain
karenas i f a t n y a yang cukup kompleks dan dinding
s e l n y a y a n g i m p e r m e a b l e , s e h i n g g a  penggandaannya hanya
berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya
yang lamban, seringkali sulit untuk mendiagnostik
t u b e r c u l o s i s d e n g a n c e p a t . B e n t u k   saprofit cenderung tumbuh
lebih cepat, berkembangbiak dengan baik pada suhu 22-23
Berbeda dengan kuman –kuman lain yang dindingnya tidak
mengandung zat lilin , maka pewarnaan gram tidak lazim di
pergunakan untuk mewarnai mikobakteria . bila dilakukan
pewarnaan gram terhadap mikobakteria maka kuman ini Nampak
sebagai kuman gram positif lemah yng tidak teratur . dengan
mikroskop electron terlihat bahwa mikobakterium mempunyai
dinding yang tebal dan mengandung butir glikogen dan
polimetafosfat ( volutiin bodies ) . butir-butir ini yang
menyebabkan mikobakteria denga pewranaan gram , biasanya tidak
di butuhkan yodiumsebagai bahan penahan zat warna Gram pertama
( Kristal violet )
Seperti halnya dengan bakteri lain , dinding mikobakteria
juga mengandung glikopeptida tetapi konsentrasi lemak yang tinggi
(mencapai sekitar 60 % ) membedakannya dengan bakteri lain ,
seperti bakteri gram negative yang mempunyai konsentrasi lemak
lemak sekitar 20 % dan bakteri gram positif yang hanya
mengandung lemk 1 sampai 4 % saja . konsentrasi lemak yang
tinggi meyebabkan moikobakteria mempunyai sift khusus , yaitu
hidrifobik dn cenderung membentuk serpentine cord , tahan asam
dan sukar ditembus oleh zat waran , sulit dibunuh dengan asam atau
alkali , pada media artificial pertumbuhannya lambat , karena bahan
makanan sulit menembus diding selnya , dan tahan terhadap
serangan antibody dan komplemen dari hospes.

2.4 Mycobacterium tuberculosis

Kuman ini disebut jga basil dari Koch . kuman ini amat penting karena
menyebabkan penyakit tuberculosis . tuberculosis juga disebabkan oleh
mycobacterium bovis pada lembu . Mycobacterium tuberculosis biasanya
terdapat pada manusia yang sakit tuberculosis , penularan terjadi melalui
jalan pernapasan

2.5 Morfologi Mycobacterium tuberculosis secara mikroskopik

Pada jaringan tubuh kuman tuberculosis berbentuk batang halus


berukuran 3 x 0,5 um, dapat juga terlihat seperti berbiji-biji. Pada pembenihan
berbentuk kokoid dan berfilamen ,tidk berspora dan tidak bersimpai . pada
pewarnaan cara Ziehl- Neelsen atau tan thian hok kuman berwarna merah
denga latar belakang berwarna biru > pada pewarnaan

2.6 Sifat-sifat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis


Sifat-Sifat Biakan:
1. Kuman bersifat aerob yaitu organisme yang melakukan metabolisme dengan
bantuan oksigen.
2. Sifat pertumbuhan lambat (waktu generasi  2 sampai 6 minggu), sedangkan
koloninya muncul pada pembiakan 2 minggu sampai 6 minggu.
3. Suhu optimum pertumbuhan pada 37˚C dan pH optimum 6,4 sampai 7.
4. Tumbuh subur pada biakan (eugonik), adapun perbenihannya dapat diperkaya
dengan penambahan telur, gliserol, kentang, daging, ataupun asparagin
(Bakteriologi.com Featured, 2011).

2.7 Patogenesis

Infeksi biasanya terjadi melalui debu atau titik cairan (Droplet ) yang
mengandung kuman tuberculosis dan masuk ke jalan nafas. Penyakit timbul
setelah kuman menetap dan berkembang biak dalam paru-paru atau kelenjar
getah bening regional. Perkembangan penyakit tergantung pada :

a. Dosis kuman yang masuk


b. Daya tahan dan hipersensitivitas hospes

Ada 2 kelainan patologi yang terjadi

1. Tipe eksudatif
Terdiri dari inflamasi yang akut dengan edema , sel-sel leukosit
Polimorfonuklear dan menyusul kemudia sel-sel monosit yang
mengelilingi basil tuberculosis . kalainan ini terlihat terutama pada
jaringan parudan mirip pneumonia bakteri . penyembuhan dapat
terjadi secara sempurna sehingga seluruh eksudat diabsorbsi atau
dapat berkembang menjadi nekrosis yang luas atau berubah
menjadi tipe 2 ( tipe produktif ) . dalam masa eksudatif ini
tuberkolin adakah positif .
2. Tipe Produktif
Apabila sudah matang prosesnya lesi ini berbentuk granuloma yng
kronik, terdiri dari 3 zona :
- Zona sentral dengan sel raksasa yang berinti banyak dan
mengandung kuman tuberculosis.
- Zona tengah yang terdiri dari sel-sel epiteloid yang tersususn
radial .
- Zona luar yang terdiri dari fibroblast , limfosit dan monosit .

Lambat laun zona luar akan berubah menjadi fibrotic dan zna
sentral akan mengalami perkijuan . kelainan seperti ini disebut
tubrkel. Tuberkel yang berkiju dapat pecah kedalam bronkus dan
menjadi kaverna. Kesembuhan dapat terjdi melalui proses fibrosis
atau perkapuran .

2.8 Epidemiologi

Epidemiologi tuberculosis selain mencakup distribusi dari penyakit


(prevalensi), perkembangan dan penyebaran penyakit dikalangan masyarakat
(insidiensi), kematian karena tuberculosis (mortalitas) tetapi juga karena
keunikannya mencakup pula prevalensi dan insidensi dari infeksi tuberculosis
yang ditimbulkan, presentasi dari insidensi penyakit tersebut yang timbul dari
populasi yang terinfeksi ini rata-rata orang yang tertular penyakit tuberculosis
ini seorang penderita tuberculosis menular (Misnadiarly, hlm 71-72, 2006).
Styblo et, antara lain menyebutkan bahwa, mempelajari epidemiologi
tuberculosis berarti mempelajari 3 proses khusus yang terjadi pada penyakit ii, yaitu:

1. Penyebaran atau penularan dari kuman tuberculosis


Ini berarti kita harus berusaha untuk mengukur angka rata-rata resiko
penularan dari satu penderita tuberculosis paru menular kepada orang
lain. Sedangkan tujuan lainnya adalah untuk menentukan atau
memperkirakan prevalensi dari infeksi karena tuberculosis dan
kecenderungannya di masyarakat.
2. Perkembangan dari kuman tuberculosis paru yang mampu menularkan
pada orang lain setelah orang tersebut terinfeksi dengan kuman
tuberculosis.
Ini adalah upaya untuk menentukan angka rata-rata dan resiko
berkembangnya TB pada kelompok dengan Tuberkulin Test (-), dan pada
kelompok Tuberkulin Test (+), yang diukur pada saat infeksi ulang
(reinfeksi) diperiksa.
3. Perkembangan lanjutan dari kuman tuberculosis sampai penderita sembuh
atau meninggal karena penyakit ini.

Disini diukur rata-ratanya lamanya sakit sejak penderita didiagnosa


tuberculosis sampa penderita sembuh atau meninggal (Priyanti et al. Pelatihan
DOTS, 2008).

Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala


umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC
adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas,
terutama pada kasus-kasus baru (Anonim b, 2010).
Penyebaran bakteri TBC

Saat Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru,


maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan
berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh
sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentukdor m ant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen (Anonim d, 2010)

Perjalanan kuman tuberculosis dapat langsung melalui aliran limfe ,


aliran darah, melalui bronkus dan traktus digestivus. Pada mulanya, kuman
menjalar melalui saluran limfe kekelenjar getah bening . selanjutnya melalui
ductus thoracicus masuk kedalam aliran darah dan terus ke organ tubuh.
Dapat pula langsung dari proses perkijuan masuk kevena trus kealiran darah
atau proses perkijuan pacah kebronkus , disebar keseluruh paru-paru atau
tertelan ke traktus digestivus .

2.9 Pencegahan Mycobacterium tuberculosis


1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit,
seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini
bagi penderita, kontak suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluar hanya. Diulang 5 tahun kemudian
pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong
sapi, dan pasteurisasi air susu sapi.
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup udara
yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko
tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita,
petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.
2.10 Pengobatan Mycobacterium tuberculosis
Pengobatan TBC harus dilakukan secara tepat sehingga secara tidak langsung
akan mencegah penyebaran penyakit ini. Berikut adalah beberapa obat yang
biasanya digunakan dalam pengobatan penyakit TBC:
1) Isoniazid (INH)
Obat yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) ini
merupakan prodrug yang perlu diaktifkan dengan enzim katalase untuk
menimbulkan efek. Bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel
mikrobakteri.

2) Rifampisin / Rifampin
Bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah
transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel bakteri.

3) Pirazinamid
Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak
yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri.

4) Streptomisin
Termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba
dengan cara menghambat sintesis protein.

5) Ethambutol
Bersifat bakteriostatik. Bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel
bakteri dengan meningkatkan permeabilitas dinding.

6)Fluoroquinolone
Fluoroquinolone adalah obat yang menghambat replikasi bakteri M.
Dosis yang diberikan berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat
keparahan infeksi. Karena bakteri tuberkulosa sangat lambat pertumbuhannya,
maka penanganan TBC cukup lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk
membunuh seluruh bakteri secara tuntas. Pengobatan harus dilakukan secara
terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien telah merasa lebih baik / sehat.
Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri
menjadi resisten. Jika hal ini terjadi, maka TBC akan lebih sukar untuk
disembuhkan dan perlu waktu yang lebih lama untuk ditangani. Untuk
membantu memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan
benar, keterlibatan anggota keluarga atau petugas kesehatan diperlukan yaitu
mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat yang hendak dikonsumsi. Oleh
karena itu, perlunya dukungan terutama dari keluarga penderita untuk
menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan.
BAB III

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI

3.1 Pengambilan sampel Mycobacterium tuberculosis

Untuk pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis diperlukan sampel


dapat dilakukan dari specimen berupa pus atau nanah, liquor cerebrospinal
spinalis, sputum, cucian lambung, urine, tinja. Akan tetapi yang paling sering
dilakukan pemeriksaannya dari bahan sputum, sampel yang diperiksa harus
memenuhi kritetria pengambilan sampel.

Dalam pengambilan bahan pemeriksa (sampel) dari penderita harus


diperhatikan hal-hal sebagai berikut;

 Waktu pengambilan sampel


Waktu pengambilan sampel penting, agar supaya didapatkan hasil
yang benar dan menyakinkan. Waktu ini sesuai dengan kepentingan
dan tujuan pemeriksaan.
 Jumlah atau banyaknya sampel (bahan pemeriksaa)
Jumlah bahan ini penting agar pemeriksaan berhasil tetapi juga tidak
perlu banyak yang terbuang percuma.
 Alat-alat yang dipakai untuk pengambilan sample:
Alat-alat yang dipakai pada saat pengambilan sample dan tempat
sample harus steril untuk menghindari terjadinya infeksi dan kesalahan
hasil pemeriksaan.
 Sample Sputum
Macam-macam pengambilan sputum:
1. Sputum sesaat / spot sputum, yaitu sputum yang keluar pada saat penderita
memeriksakan diri.
2. Sputum pagi hari (Early morning sputum), yaitu sputum yang keluar pada
pagi hari.
3. Sputum tampung (Colletting sputum), yaitu sputum yang dikumpulkan
selama 24 jam.

3.2. Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis

1. Secara Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk diagnostic adalah yang
termudah, tercepat dan termudah . untuk mendapat hasil yang sebaik-
baiknya, maka harus dibuat sediaan yang sebaik-baiknya dan diwarnai
dengan cara Ziehl- Neelsen dan Tan Thiam Hok ( kinyoun –Gabbet ) .
pada pewarnaan tahan asam akan terlihat kuman berwarna merah dan
latar belakang berwarna bir. Hasil positif ditentukan oleh jumlah kuman
5000-10.000/ml bahan . dapat mengerti bahwa hasil negative belum
tentu tidak ada kuman .

Daya mikroskop cahaya biasa sangat terbatas untuk dapat


mendeteksi jumlah kuman yang sedikit . dengan mikroskop fluoresens
daya melihat diperbesar sedikt dengan luas pandangan yang lebih besar
lensa objektif yang lebih besar dan gambar yang terlihat cukup jelas
karena berflouresensi zat warna auramin rhodamin. Hasil positif secara
mikroskop tentu saja tidak berarti diagnose definitive . harus dipastiakn
dengan cara pembenihan atau percobaan hewan
 Pembuatan Sediaan :
A. Sediaan langsung
- Apabila sediaan yang dibuat langsung dari specimen
- Apabila yang dibuat sediaan itu sputum , maka hasilnya dapat
dinilai derajat positifnya, sehingga dapat digunakan untuk
melihat sejauh mana seseorang sedang menderita atau sampai
dimana hasil pengobatan
B. Sediaan tidak langsung
- Adalah sediaan yang dibuat tidak langsung dari specimen ,
tetapi dibuat dari sediment setelah pengolahan ( homogenisasi /
dekontaminasi )
- Sediaan ini member kemungkinan hasil BTA (+) lebih besar
daipada sediaan langsung , tetapi tidak dapat dipakai untuk
mengukur penderitaan seseorang ataupun keberhasilan
pengobatan
C. Bara pembuatan
- Kaca objek yang bersih dan bebas lemak serta tidak ada bekas
goesan-goresan , diberi tanda tentang nomer specimen dan
daerah yang dipulas dengan specimen .
- Specimen yang akan diperiksa diambil secukupnya ,
mengunakan ose dipulaskan pada kaca objek yang sudah iberi
tanda tersebut diatas. Dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, sebaiknya ada bagian yang
dibuat tebal dan ada bagian yang dibuat tipis.
- Dibiarkan lering dengan sendirinya atau dipercepat denga
pemanasan diatas api spiritus , dengan cara khusus.
- Kalau sudah kering dapat difiksasi dengan melewatkan pada
nyala api spiritus sebanyak 3 kali
- Dibiarkan dingin sendiri , apabila sudah dingin baru boleh di
cat

 Pewarnaan :
A. Ziehl-Neelseen
- Sediaan yang sudah kering dan difiksasi , diletakkan pada
jembatan pengecatan , digenangi dengan cat Ziehl-Neelseen 1 (
Carbol Fuchsin ) , panaskan dengan api spiritus dibawah
sediaan sampai menguap tetapi jangan sampai mendidh ,
selama 5 menit .
- Cuci dengan air mengalir
- Larutkan warna merah pada sediaan sampai bersih dengan 3 %
asam alcohol
- Cuci dengan air mengalir
- Genangi dengan lerutan methylen biru selama 20-30 detik
- Cuci dengan air mengalir
- Keringkan , dengan penambahan oil imersi amati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1 objektif 100x
B. Tan Thian Hok ( Kinyoun Gabbet)
- Sediaan yang sudah kering , difiksasi dan ddinginkan ,
kemudian diletkkan di jembatan pewarnaan , genangi dengan
cat Kinyoun selam 3 menit
- Cuci egan air mengalir
- Genangi dengan cat Gabbet selama 1 menit .
- Keringkan , dengan penambahan oil imersi amati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1 objektif 100x
C. Auramin –Phenol Fluorochrome
- Sediaan yang sudah kering dan difiksasi , kemudia diletakkan
pada jembatan pewarnaan kemudian dicat dengan auramine
phenol selama 10 menit
- Cuci dengan air mengalir
- Genangi dengan asam alcohol selama 5 menit
- Cuci dengan air mengalir
- Genangi dengan larutan kalium permanganate 1% selama 30
detik
- Cuci dengan air mengalir
- Keringkan , dengan penambahan oil imersi amati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1 objektif 100x
 Pembacaan dan penilaian :

Pembacaan pengcatan Ziehl –Neelsen dan Kinyoun Gabbet :

- Sediaan yang sudah kering ditetesi dengan oil imersi dilihat


dengan mokroskop biasa dengan pembesaran objektif 100x dan
ocular 10 x
- Dicari adanya batang panjang / pendek atau terputus-putus
seperti streptococcus/ streptobasil, sendiri-sendiri , berderet-
deret atau berkelompok –kelompok yang berwarna merah
denga latar belakang jernih , bakteri lain berwarna biru .

Pembacaan pengecatan dengan fluorochrom

- Sediaan yang sudah kering dilihat dengan mikroskop


fluorescent objektif 20x atau 40x dan ocular 10x
- Dicari adanya bakteri batang panjang / pendek ,batang panjang
terputus-putus berwarna kuning berflouresent ( berpendar )
dengan latar belakang sedikit gelap atau sedikit ungu apabila
menggunakan filter UV

Penilaian pengecatan BTA

- BTA negative ( - ) : apabila didalam 100 LP atau 15 menit


pengamatan tidak ditemukan BTA
- BTA positif ( + ) : apabila didalam pengamatan diketemukan
BTA , untuk BTA positif , apanila sediaan dibuat dari sputum
dan diwarnakan dengan Ziehl-Neelsen atau Kinyoun Gabbet ,
maka dapat dilakukan penilaian sebagai berikut
Penilaian menurut Bronkhorst :
 Bronkhorst 1 (+1) : diketemukan sampai 10 BTA
setelah pengamatn selama 15 menit
 Bronkhorst 2 (+2) : diketumukan smapai 20 BTA
dalam 10 LP / penglihatan
 Bronkhorst 3 (+3) : diketemukan BTA sampai 60 BTA
dalam 10 LP / penglihatan
 Bronkhorst 4 (+4) : diketemukan sampai 120 BTA
dalam 10 LP / penglihatan
 Bronkhorst 5 (+5 ) : diketemukan lebih dari 120 BTA
dalam 10 Lp/ penglihatan .

Dengan adanya skala bronkhorst ini didapatkan korelasi dengan


kelainan yang terdapat pada paru-paru. Makin banyak kuman yang
ditemukan besar keungkinan didapatkan adanya kaverna dalam paru-
paru . hasil negative pada mikroskopik dengan bahan sputum dapat
diperbaiki dengan cara hemogenisasi dab cenrifugasi , cara hemogeissi
yang sering digunakan adalah car kubica yang dilakukan dengan
mencampurkab NaOH 4%
2. Secara Kultur
1. Tiga macam media yang paling sering digunakan untuk isolasi
pertama adalah media Lowenstein-Jensen, Media Kudoh dan media
Middlebrook 7H10 .
2. Sediment hasil pengolahan sampel diambil dengan piet Pasteur
steril ( gunakan dot karet , jangan dihisap dengan mulut ) ,
diteteskan pada permukaan media , kemudia diratakan
3. Atau sediment hasil pengolahan sampel diambil dengan lidi kapas
steril dipulaskan pada permukaan media sampai rata .
4. Setelah ditanami , tabung/petri media di tutup rapat
5. Kemudian diinkubasi pada suhu 370 C sampai 8 minggu
6. Pembacaan I dilakukan pada hari ke-5 setelah inkubasi (terutama
untuk melihat adanya rapid Growers ) pembacaan IIdan seterusnya
dilakukan setiap 1 minggu a kali , sampai 8 minggu .
3. Test Biokimia

Inti dari idenifikasi mikobakteria adalah pada pemeriksaan


biokimia tanpa pemeriksaan biokimia akan sulit sekali menentukan
spesies dari kuman yang berhasil diisolasi

Kuman yag tumbuh pada media isolasi harus terlebih dahulu


diperhatikan bentuk koloninya , kemudian koloni yang tersangka
sebagai koloni mikobakteria diuji secara biokimia untuk ditentuka
spesiesnya . tiap spesies mikobakteria menimbulkan reaksi tertentu
terhadap uji biokimia yang dilakukan terhadapnya

3.1 Percobaan Niasin


Dalam uji ini adalah bereaksinya prinidin ( niasin ) dengan
cyanogens bromide dan aniline yang membentuk senyawa
berwarna kuning .
Reagen yang di gunakan :
o Larutan aniline ( Niasin )
Anilin 4 ml
Alkohol 95 % 96 ml
o Larutan Cyanogen bromide
BrCN 5 gr

Cara kerja :

o Tuangkan 1 ml air suling steril pada kultur


o Tusuklah media dari kultur tesebut dengan jarum steril
( iasin biasanya diprooduksi oleh mikobakteria di atas
media dan bukan diatas koloninya ).
o Biarkan selama 15 menit
o Isap cairan dari kulut sebanyak 0,5 ml dan msukka kedalam
tabung reaksi yang bersih
o Teteskan 0,5 ml larutan niasin
o Tambahkan 0,5 ml larutan cyanogens bromide

Hasil :

Timbulnya warna kuning dalam sekejap , menunjukkan


hasil uji yang positif Mycobacterium tuberculosis . kalau tidak
ada perubahan warna berarti hasil uji negative

3.2 Uji reduksi Nitrat

Mikobakteria yang memproduksi nitrat reduktase


berkemampuan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Nitrit yang terjadi
bila bereaksi dengan sulfanilamide dan naphthylethylendiamine
dihidrochloride akan membentuk senyawa berwarna merah muda .
Reagen yang di gunakan :
o Substart
NaNO3 0,085 g
KH2PO4 0,117 g
Na2HPO4 12H2O 0,485 g
Air suling 100 ml
o Larutan HCl 50 %
o Larutan sulphanilamide
o Larutan naphthylethylendiamine

Cara :

o Buat emulsi koloni kuman dengan air suling steril dalam


tabung reaksi.
o Tambahkan 2 ml substrat
o Kocok lalu inkubasi pada suhu 370 C selam 2 jam
o Tambahkan satu tets larutan HCL 50 %
o Tambahkan larutan sulphanilamide sebanyak 2 tetes
o Teteskan tetes larutan sulphanilamide sebanyak 2 tetes .
o Teteskan 2 tees larutan naphthylendaimine.

Hasil :

Adanya perubahan warna menjadi merh muda sampai


merah menunjukka reaksi poditif . bila tidak ada perubahan
warna tambahkan sedikit sebuk seng (Zn) . bila kemudian
timbul warna merah setelah penambahan Zn berarti reasi
negative, bila tetap tidak berwarna berarti reaksi positif
3.3 Uji katalase.
Uji katalase merupakan uji gan yang penting untuk membedakan
M. tuberculosis yang ressten dan yang sensitive tehadap INH .
Mycobacterium tuberculosis yang sensitive terhadap INH
menunjukka hasil positif . Mycobacterium atipik umumnya
menunjuka hasil uji katalase yang sangat kuat sekalipun resisten
terhadap INH .

Reagen yang di perlukan :


o Larutan H2O2 30 %
o Larutan Tween 80
o Larutan Dapar fosfat M/15 pH 7

Ada tiga cara untuk melakukan uji katalase :

Cara 1 :

o Campurkan larutan H2O2 30 % dan larutan Tween 80 sama


banyak
o Teteskan 2 tetes campuran di atas pada koloni kuman.

Cara 2 :

o Dalam tabung reaksi isikan 0,5 ml larutan buffer fosfat


o Emulsikan beberapa koloni kuman ke dalamnya.
o Letakkan emulsi tadi di atas penangas air 680 C selam 20 menit
( suhu dan waktu harus tepat )
o Dinginkan disuhu kamar
o Tambahkan 0,5 ml campuran larutan H2O2 30 % dan Tween 80
sama banyak
o Perhatikan timbulnya gelembung gas dalam waktu 20 menit .

Cara 3 :

o Diperluan media tegak Lowenstein-Jensen dalam tabung reaksi


ukuran 18 -150 mm
o Diperlukan kultur mikobakteria alam media cair ( Dubos Broth
atau meia Middlebrook 7H9 ) yang berumur 7 hari
o Tanami permukan media tegak sulphanilamide dengan 0,1 ml
kultur mikobakteria dalam mediaair .
o Inkubasi pada suhu 370 C selama 2 minggu
o Teteskan 1 ml campuran larutan H2O2 30 % dan Tween 80
sama banyak
o Biarkan selama 5 menit di suhu kamar
o Ukuran tinggi gelembung gas yang terjadi dari permukaan
media dalam mm .

Hasil :

Pada cara 1 reaksi dikatakan positif bila timbul gelembung gas


dalam waktu 5 menit . cara positif jika timbul gemembung gas dalam
waktu 20 menit berarti reaksi positif . setelah 20 menit tidak timbul
glembung gas berarti negative . pada caa 3 , catat tinggi gelembung
gas yang terjadi dan tentukan apakah kurang dari45 mm atau lebih dai
45 mm.

3.4 Uji Peroksidase


Enzim peroksidase selain dapat menguraikan H2O2 dapat pula
menguraikan peroksida-peroksida lain sehingga umumnya uji ini lebih
peka daripada uji katalase.

Mycobacterium tuberculosis yang sensitive terhdap INH


member hasil uji yang positif sedang yang resisten terhadap INH
memberi hasil uji yang negative .

Reagen yang digunakan :

o Larutan Buffer asetat 0,2 M pH 4


Terdiri dari
Larutan A ( As.asetat glacial 11,80 ml + air suling ad 1000
ml ) dan larutan B ( Na.asetat anhidrid 16,41 g + air suling
ad ) campurkan 416 ml larutan A dengan 100 ml larutan B
o Larutan catechol 2 %
o Larutan H2O2 3 %
o Campurkan masing-masing 1 ml dari ketiga larutan di atas
untuk membuat larutan penguji.

Cara :

o Genangi koloni yang ada pada media LJ dengan larutan


penguji
o Biarkan selama 10 menit
o Perhatikan adanya perubahan warna

Hasil :

Timbulnya warna merah tengguli pada koloni dalam waktu 10 menit


menunjukka hasil uji positif.
3.5 Hidrolisis Tween 80 selama 10 hari
Pemeriksaan ini membuktikan kesanggupan kuman memproduksi
lipase. Enzim lipase menghidrolisa tween 80 menjadi asam oleat.
Indikato neutral red yang digunakan dalam pemeriksaan ini akan
berubah warna menjadi merah muda bila terjadi suasana asam
(adanya asam oleat )
Reagen yang digunakan :
o Larutan substrat
Dapar fosfat M /15 pH 7 100 ml
Tween 80 0,5 ml
Neutral red 0,1 % 2 ml

Cara :

o Inokulasi substrat dengan 1 sengkelit penuh koloni


o Inkubasi pada suhu 350 C
o Baca adanya perubahan warna menjadi merah muda setelah
inkubasi 24 jam , 5 hari dan 10-20 hari.

Hasil :

Perhatikan dan ctat adanya perubahan warna setelah 24 jam


inkubasi . bila terjadi warna merah muda pada cairan substrat ( bukan
endapannya ) berarti hasil uji positif . bila tidak terjadi perubahan
warna , inkubasikan lagi pada suhu 370 C dn periksa ulang setelah 5
hari atau 10-12 hari

Setelah lewat 12 hari tidk terjadi perubahan warna , hasil uji


dinyatakan negative .
3.6 Uji Arysulfatase

Arysulfatase banyak di produksi mikobakteria atipik.emzim ini


memecah senyawa sulfat dari aromatiknya ( tripotasium
phenolphthalein disulphate ) dan meepaskan fenolftalen yang
berwarna merah dalam suasana alkali . intensitas warna yang
dihasilkan tergantung pada jumlah enzim yang diproduksi . karena
fenolftalen yang dibebaskan mudah sekali didekolorisasi oleh
alkali yang kuat , maka dalam uji ini penambahan Na2Co3 harus
dilakukan secara perlahan –lahan .

Reagen yang digunakan :

o Larutan aromatic sulfat


o Media arilsulfat
o Larutan Na2Co3

Cara :

o Inokulasi medi Arysulphat dengan satu sengkelit penuh


mikobakteria
o Inokulasi pada suhu 370 C selama 3 hari
o Tetesi perlahan-lahan dengan 6 tetes laruan Na2Co3

Hasil :

Adanya perubahan warna setelah di tetesi Na 2Co3 menjadi


merah tua menunjukkan bahwa hasil uji ini positif . bila tidak ada
perubahan warna berarti hasil uji negative.

4. Tes Resistensi
Tes resistensi atau kepekaan kuman tuberculosis terhadap obat-obatan
anti tuberculosis penting dilakukan untuk pengobatan yang tepat . obat-
obatan yang di coba termasuk streptomisisin ,INH ,PAS, etembutol,
Pirazinamide, Rifampisin dan kanamisin yang biasa dipergunakan
diklinik . tes resistensi dapat secara langsung apabila jumlah kuman
didalah sputum cukup banyak yaitu ≥ Bronkhorst III , tetapi umumnya
dilakukan secara tidak langsung yaitu, kuman diisolasi dahulu sebelum
dilakukan tes
5. Tes serologi
Tes serologi yang dikenal hingga kini yang dapat membantu diagnose
tuberculosis adalah tes Takahashi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi
fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum sehingga dapat di tentukan
titernya . titer lebih dari 128 di anggap positif , yang berarti proses
tuberculosis masih aktif .
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Mycobacterium diangap sebagai bentuk transisi antara eubakteria dan


Aktinomisetes (Bakteri yang mempunyai sifat sepeti jamur ).Anggapan ini didasarkan
pada sifat mikobakteria yang selain memiliki sifat seperti Eubakteria ada beberapa
mikobakteria yang membentuk percabangan seperti Aktinomisetes. Sebaliknya ada
beberapa aktinomisetes (dari genus Nokardia ) yang mempunyai sifat tahan asam dan
ada yang membentuk pleomorfik seperti mikobakteria

Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam


keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi
apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila
suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman
tuberculosis ini dapat bangkit kembali.

4.2 Saran

Penting sekali bagi kita untuk lebih jauh dalam memahami tentang
Mycobacterium tuberculosis ,karena jenis nakteri ini merupakan salah satu bakteri
pathogen yang banyak di tengah masyarakat , hingga perlu ilmu pengetahuan yang
lebih untuk menghindari meupun mencegah terpaparnya tubuh kita dari bakteri
tersebut .

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun yang disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. (Regan et al, 2006) Meskipun World
Health Organization (WHO) telah mencanangkan program eliminasi kusta pada
tahun 2000 dan melaporkan 118 negara dari 122 negara telah eliminasi, namun
kenyataannya jumlah penderita kusta masih tinggi dan masih banyak temuan kasus
baru yang dilaporkan setiap tahunnya. (Sehgal et al,2008, Scollard,2008,
Worobec,2009).
Berdasarkan data WHO, awal tahun 2009 dilaporkan prevalensi kusta yang
tercatat di seluruh dunia sebesar 213.036, sedikit menurun dibandingkan prevalensi
awal tahun 2006 yang tercatat di seluruh dunia sebesar 219.286 kasus. Lima negara
teratas dengan jumlah kasus kusta terbanyak adalah Brazil, India, Indonesia, Nigeria
dan Republik Demokratik Kongo; dimana negara-negara ini termasuk dalam daerah
endemik kusta. (Williams et al 2005, WHO 2006, WHO 2009, Worobec, 2009)
Meskipun secara nasional Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada bulan Juni
2000, namun sampai saat ini jumlah penderita 17 kusta di Indonesia masih cukup
tinggi.
Hal ini terbukti dari prevalensi penderita kusta pada tahun 2008 sebesar
21.538 penderita, jumlah kasus baru yang terdeteksi sebanyak 17.441 kasus, 82,15%
diantaranya adalah penderita tipe multibasiler (MB). (WHO, 2009) Masih tingginya
tipe MB ini menunjukkan masalah epidemiologi dan implikasi klinis yang serius,
karena penderita MB merupakan sumber penularan kusta dan mempunyai risiko
terjadinya reaksi yang lebih tinggi serta timbulnya kecacatan akibat kerusakan saraf.
(Kumar and Dogra,2009). Beberapa propinsi dengan prevalensi kusta tertinggi di
Indonesia (>1/10.000 penduduk) diantaranya Maluku Utara, Papua, Sulawesi Selatan,
dan Sulawesi Utara.(Regan et al.,2006) Situasi kusta di Sulawesi Selatan, hampir
sama dengan pola nasional, dimana jumlah penderita dan angka prevalensi per 10.000
penduduk mengalami penurunan yang tidak signifikan dari tahun ke tahun.

Tahun 2006 jumlah penderita kusta yang terdaftar sebanyak 1.561 orang yang
terdiri dari 605 orang penderita tipe PB dan 1.355 penderita tipe MB dan prevalensi
penderita kusta sebesar 2,1 per 10.000 penduduk. Tahun 2007 jumlah penderita kusta
yang terdaftar sebanyak 1.634 orang dengan prevalensi 2,1 per 10.000 penduduk
dengan urutan 5 kabupaten/kota penderita kusta terbanyak adalah Jeneponto,
Makassar, Bulukumba, Wajo, dan Gowa.(Sudarianto et al.,2008) Pengobatan yang
adekuat merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam upaya mencegah
penularan kusta lebih lanjut dan mencegah kecacatan. Sejak monoterapi dapson
dilaporkan banyak menimbulkan resistensi, maka penggunaan multidrug therapy
(MDT) yang direkomendasikan oleh kelompok studi WHO tahun 1982 sangat luas
digunakan bahkan lebih dari 10 miliar penderita diseluruh dunia telah menyelesaikan
pengobatannya dengan rejimen MDT tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kusta atau Lepra atau disebut juga penyakit Morbus Hansen, penyakit
Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae. Sel leprae ini merupakan modifikasi dar monosit yang telah
dikenal pada tahun 1840 an oleh Danielsen. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tpi dan mukosa dari saluran pernafasan atas, lesi pada kulit
adalah tanda yang bisa diamati dari luar.

Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, penyebabkan kerusakan


pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di
masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah,
seperti pada penyakit tzaraath.

2.2 Klasifikasi

Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka tahap selanjutnya


menentukan tipe/klasifikasi penyakit kusta yang diderita. Penentuan tipe penyakit
kusta pada seorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta. Klasifikasi penyakit
kusta bertujuan untuk menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit, waktu
penderitadinyatakan Release from Treatment ( RFT).

2.2.1. Klasifikasi Internasional (Madrid,1953):

a. Indeterminate (I)

Terdapat kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat yang berjumlah 1 atau
2. Batas lokasi dipantat, kaki, lengan, punggung pipi. Permukaan halus dan licin.

b. Tuberkuloid (T)

Terdapat makula atau


bercak tipis bulat yang tidak
teratur dengan jumlah lesi 1
atau beberapa. Batas lokasi
terdapat di pantat,punggung,
lengan, kaki, pipi. Permukaan
kering, kasar sering dengan
penyembuhan di tengah.

c. Borderline (B)

Kelainan kulit bercak


agak menebal yang tidak teratur dan tersebar. Batas lokasi sama dengan Tuberkuloid.

d. Lepromatosa (L)

Kelainan kulit berupa bercak-bercak menebal yang difus, bentuk tidak jelas.
Berbentuk bintil-bintil (nodule), macula-makula tipis yang difus di badan, merata
diseluruh badan, besar dan kecil bersambung simetrik.

2.2.2. Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)


Klasifikasi ini banyak dipakai pada bidang penelitian yang mengelompokkan
penyakit kusta menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis,
histopatologi, dan imunologis.

a. Tipe Tuberkuloid tuberkuloid (TT)

Lesi berupa bercak makuloanestetik dan hipopigmentasi yang terdapat di


semua tempat terutama pada wajah dan lengan, kecuali: ketiak, kulit kepala (scalp),
perineum dan selangkangan. Batas lesi jelas berbeda dengan warna kulit disekitarnya.
Hipopigmentasi merupakan gejala yang menonjol. Lesi dapat mengalami
penyembuhan spontan atau dengan pengobatan selama tiga tahun.

b. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)

Gejala pada lepra tipe BT sama dengan tipe TT, tetapi lesi lebih kecil, tidak
disertai adanya kerontokan rambut, dan perubahan saraf hanya terjadi pembengkakan.

c. Tipe Mid Borderline (BB)

Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan beberapa hasil, dan tes lepromin


memberikan hasil negatif. Lesi kulit berbentuk tidak teratur, terdapat satelit yang
mengelilingi lesi, dan distribusi lesi asimetris. Bagian tepi dari lesi tidak dapat
dibedakan dengan jelas terhadap daerah sekitarnya. Gejala-gejala ini disertai adanya
adenopathi regional.

d. Tipe Borderline Lepromatous (BL)

Lesi pada tipe ini


berupa macula dan nodul
papula yang cenderung
asimetris. Kelainan syaraf
timbul pada stadium
lanjut. Tidak terdapat
gambaran seperti yang terjadi pada tipe lepromatous yaitu tidak disertai madarosis,
keratitis, uslserasi maupun facies leonine.

e. Tipe Lepromatosa (LL)

lesi menyebar simetris, mengkilap


berwarna keabu-abuan. Tidak ada
perubahan pada produksi kelenjar
keringat, hanya sedikit perubahan sensasi.
Pada fase lanjut terjadi madarosis (rontok)
dan wajah seperti singa, muka berbenjol-
benjol (facies leonine).

2.3 Morfologi

Mycobacterium leprae berbentink batang utuh solid , terputus-putus


( fragmented ), seperti titik-titik granuler gram (+) , ada yang disebut globus dan ada
yang disebu clumps ( bentuk granuler berkelompok seperti bola , tidak berspora dan
tidak berkapsul.

2.4 Patofisiologi

Mycobacterium leprae berbentuk batang atau sedikit bengkok, langsing,


kebanyakan kedua ujungnya tumpul, berukuran 2-8 um dan diameter 0,3 um, bersifat
tahan asam dan merupakan parasit obligat intraseluler. Letak susunan kuman tunggal
atau bergerombol/berkelompok padat atau merupakan kelompok yang sangat padat
sehingga tidak dapat dibedakan kuman yang satu dengan kuman yang lainnya,
kadang-kadang terdapat granula atau gram (+).
Mycobacterium leprae berprediksi di daerah – daerah tubuh yang relatif lebih
dingin. Sebenarnya Mycobacterium leprae mempunyai phatogenesis dan daya inuasif
yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman yang lebih banyak belum
tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh
respon imun yang berbeda yang mengubah timbulnya reaksi granuloma setempat atau
menyeluruh yang dapat kambuh sendri atau progresif.

Oleh karena itu penyakit leprae dapat disebut sebagai penyakit imunologik.
Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya dari pada intensitas
infeksinya.

2.5 Epidemiologi

Transisi leprosy sebagian besar mirip dengan kejadian keyika anak-anak


terpapar basil pada periode yang lama. Sekresi nasal sebagian besar menginfeksi
keluarga melalui kontak. Periode inkubasi 2-10 tahun. Tanpa profilaksi, sekitar 10 %
anak-anak yang terpapar dapat terjangkiti penyakit ini . pengobatan cenderung untuk
mengurangi dan mengakhiri infektifitas pasien. Secara alami infeksi armalindo telah
di temukan di Texas dan mexico tapi kemungkinan tidak berperan dalam transmisi
leprosies pada manusia .

2.6 Gejala

Bakteri penyebab leprae berkembang biak sangat lambat, sehingga gejalanya


baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi ( rata – rata muncul pada tahun ke 5-7
). Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita.
Jenis leprae menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin
terjadi dan kebutuhan akan antibiotik.

Leprae tuberkuloid ditandai dengan ruam kulit berupa satu atau beberapa
daerah putih yang datar. Daerah tersebut kebal terhadap sentuhan karena mikobakteri
telah merusak saraf-sarafnya. Pada leprae lepramatosa muncul benjolan kecil atau
ruam menonjol yang lebih besar dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi
kerontokan rambut tubuh, termasuk alos dan bulu mata. Leprae perbatasan
merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran keduan bentuk
leprae. Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai leprae tuberkuloid, jika
keadaannya memburuk, maka akan menyerupai leprae lepromatosa. Selama
perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi kekebalan
tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan
kelenjar getah bening, sendi, buah sakar, ginjal, hati, dan mata. Pengobatan yang
diberikan terganting pada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan kortikosteroid atau
talidomid.

Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf


tepi dan hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya
bakteri kedalam saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis.

Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas, dan dingin menurun,


sehingga penderita yang mengalami kerusakan pada saraf tepi tidak menyadari
adanya luka bakar, luka sayat, atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf
tepi juga menyebabkan kelemahan otot, yang menyebabkan jari-jari tangan seperti
sedang mencakar, dan kaki terkulai. Karena itu penderita leprae menjadi tampak
mengerikan.

Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran


udara dan hidung biasa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat
menyebabkan kebutaan. Penderi leprae lepromatosa dapat menjadi impoten dan
mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma
yang dihasilkan testis.

2.5 Diagnosa

Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit
lain. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta
secara tepat dan membedakannya dengan penyakit lain agar tidak membuat kesalahan
yang dapat merugikan penderita.(WHO 1998, Rea and Modlin,2008)
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda
kardinal (cardinal sign), yaitu : (Amiruddin et al.,2003, Regan et al.,2005
Rea and Modlin,2008,)
a. Bercak kulit yang mati rasa.
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi
(plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa
raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.
b. Penebalan saraf tepi.
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi
saraf yang terkena, yaitu :
1) Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
2) Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis
3) Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yang terganggu.
c. Ditemukan Basil Tahan Asam.
Bahan pemeriksaan adalah hapusan sayatan kulit cuping telinga dan
lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi
kulit atau saraf. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit
ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka
kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan penderita perlu diamati dan
diperiksa ulang setelah 3 – 6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan
atau disingkirkan.(Bryceson and E.Pfaltzgraff,1990, Moschella,2004,
Worobec,2009)

2.6 Pengobatan

Sampai pengembangan dapson, rifampisin, dan klofazimin. Pada 1940 an,


tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyala obat
bakterisidal ( pembasmi bakteri ) yang lemah terhadap Mycobacterium leprae.
Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal sehingga
pada tahun 1960an, dapson tidak digunakan lagi.

Kemudian, Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi kombinasi


denganrifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri.terapi multiobat
dan kombinasi tiga obat diatas pertama kali direkomendasikan oleh panitia ahli WHO
pada 1981. Cara ini menjadi stendar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak
digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.

Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk
kenegara endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia ( WHA ) ke-44 di jenewa 1991,
menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta sebagai masalah kesehatan
masyarakat pada tahun 2000,Dan berusaha untuk ditekan menjadi satu kasus per
100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan strategi penghapusan kusta.

Kelompok kerja WHO melaporkan kemoterapi kusta pada 1993 dan


merekomendasikan dua tupe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah
pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin,
dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan
rifampisin dan dapson.
Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapi kusta secara gratis pada
negar endemik, melalui kementrian kesehatan. Strategi ini akan berjalan sehingga
akhir 2010. Pengobatan multiobat nasih efektif dan pasien tidak lagi terinfeksi pada
pemakaian bulan pertama. Cara ini aman dan mudah. Jangka waktu pemakaian telah
tercantum pada kemasan obat.
BAB III

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI

1.1 Pengambilan sampel Mycobacterium leprae


1. Risa Serum (retis serum ) dan cuping/lesi-lesi kulit dapat dilakukan
dengan :
 Cuping/kulit dari mana akan di ambil risa serumnya dibersihkan
terlebih ahulu dengan kapas beralkohol untuk menghilangkan saprofit-
saprofit tahan asam. Tangguhkan sejenak agar bagian kulit yang
dibersihkan kering, petugas hendaknya memakai sarung tangan kaet.
 Jepitlah kulit antara jari telunjuk dan ibu jari ( alt penjpit yang telah
disediakan ) agar darah terdorong keluar dari kulit tersebut.
 Dengan skalpel steril dibuat insisi lurus dikulit sepanjang 2 mm dan
dalam 2 mm. tetesan darah yang keluar dihapus dengan kapas,
sementara kulit tetap dijepit.
 Skalpel diputar melintang dan kemudian dasar dan tepi insisi dikerok
untuk mendapatkan jarngan/risa serum dan bahan tersebut diulaskan
ke objek glass dengan ketebalan sebaik mungkin.
 Luka insisi ditekan dengan kapas atau di plaster agar darah tidak
menetes.
 Keringkan sediaan dan difiksasi.
 Scalpel yang telah dipergunakan di masukkan kedalan disenfektan,
kemudian dibersihkan dan disterilkan

2 . Selaput Lendir hidung :

 Petugas berdiri berdampingan dengan penerita, kemudian penderita


dengan keadaan menengadah diambil selaput lendir idung dengan
swab steril secara memutar swab tersebut.
 Ulaskan swab tersebut ke objek glass, keringkan dan fiksasi.
 Swab yang telah digunakan masukkan kedalan desinfektan.
1.2 Pemeriksaan Mycobacterium leprae
1 .Secara mikroskopik
Pada pemeriksaanmikroskopik perlakuan yang diberikan sama dengan
perlakuan pada Mycobaterium tuberculosis , yaitu dengan pewarnaan
Ziehl-Neelsen atau Kinyoun Gabbet dengan pembacaan dan penilaian
sebagai berikut :
Pembacaan :
Dilihat ada tidaknya BTA, menggunkan mikroskop dengan pembesaran
objektif 100x dan ocular 10x dengan perantara oil imersi :
- Solid : Batang utuh
- Fragmented : batang putus-putus
- Granuler : batang terbagi menjadi titik-titik
- Globus : Babtang berkelompok
- Clumps : Batang berkelompok dalam jumlah banyak
Penilaian :
- Negatif : tidak diketemukan BTA dalam 100 LP
- Positif ( + 1) : diketemukan 1-100 BTA dalam 100 LP
- Positif ( + 2 ) : diketemukan 1-10 BTA dalam 10 LP
- Positif ( + 3 ) : diketemukan 1-10 BTA dala 1 LP
- Positif ( + 4 ) : diketemukan ≤ 10 BTA dalam 1 LP
- Positif ( + 5 ) :diketemukan ≤ 100 BTA dalam 1 LP
- Positif ( + 6 ) : diketemukan ≤ 1000 BTA dalam 1 LP

2. Adapun cara pengidentifikasian secara kultur dan biokimia belumdapat


dilakukan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kusta atau Lepra atau disebut juga penyakit Morbus Hansen, penyakit
Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae. Sel leprae ini merupakan modifikasi dar monosit yang telah
dikenal pada tahun 1840 an oleh Danielsen. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tpi dan mukosa dari saluran pernafasan atas, lesi pada kulit
adalah tanda yang bisa diamati dari luar.

Pemeriksaan untuk Mycobakterium leprae untuk saat ini hanya dapat di


tegakkan secara mikroskopik , dan untuk biakan pada kultur dan uji biokimia belum
dapat dilakukan .

4.2 Saran

Mycobacterium leprae adalah jenis bakteri yang mempunyai masa inkubasi


cukup panjang , yaitu berkisar 2-10 tahun , dengan demikian jika seseorang terpapar
bakteri ini saat masih kecil penyakit yang di timbulkannya akan muncul pada saat ia
beranjak dewasa, sehingga sangat di butuhkan kehati-hatian dalam berkomunikasi
dengan orang yang mengidap penyakit kusta / lepra .

Anda mungkin juga menyukai