Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah Farmakoterapi ini kami membahas mengenai Tuberculosis
Paru. Kami selaku penyusun makalah ini berharap supaya makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat dipergunakan dengan baik dalam perkuliahan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman.

Pekanbaru, Oktober 2017

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah
kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit
(morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal
jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian,
sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999
WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia
terdapat 583.000penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA
positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat
Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah
penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.Sehingga kita harus
waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.

1.2 Rumusan Masalah


2. Apa yang di maksud dengan tuberculosis ?
3. Bagaimana etiologi tuberculosis?
4. Bagaimana gejala dari tuberculosis?
5. Bagaimanakah patofisiologis tuberculosis?
6. Bagaimana penyelesaian kasus untuk tuberculosis?

1.3 Manfaat Penulisan


1. Agar dapat mengetahui apa yang di maksud dengan tuberculosis
2. Agar dapat mengetahui bagaimana etiologi tuberculosis
3. Agar dapat mengetahui gejala dari tuberculosis
4. Agar dapat mengetahui patofisiologis tuberculosis
5. Agar dapat melakukan penyelesaian kasus untuk tuberculosis
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Tuberculosis

Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi


yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri
ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama
untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam
ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price,
2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius
utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam(Suriadi, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis
Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis,suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau
bagian lain dari tubuh manusia.

2.2 Etiologi Tuberculosis


Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan tebal 0,3
– 0,6 /um. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak lipid. Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kumandapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam
sifat dormant (tidur). Di dalam jaringan,kuman hidup sebagai parasit
intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebihtinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Departemen Kesehatan
RI, 2004).
Ada dua macam Mycobacterium Tuberculosis, yaitu
tipe Human yang bisa berada pasa droplet dan udara yang berasal dari
penderita TBC dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.
Dan tipe Bovin yang berada pada susu sapi yang menderita mastitis dan TB usus
(Wim De Jong). Selain itu mikroorganisme ini juga bersifat aerob yang menyukai
daerah yang lebih banyak oksigen, yaitu terutama terdapat pada apikal/apeks
paru (Somantri, 2009:67).
Dalam perjalanan penyakitnya,TB terdapat 3 fase, yaitu :
1.Fase 1 (Fase Tuberkuosis Primer),
Selama tahap pertama, mycrobacteria menyerang jaringan di
pelabuhan masuk (biasanya paru-paru)dan berkembang biak dalam waktu
sekitar 3 minggu. Mereka membentuk lesi inflamasi kecil di paru-paru
sebelum berpindah ke kelenjar getah bening regional dan seluruh tubuh,
membentuk lesi tambahan.Jumlah lesi bergantung pada jumlah bakteri yang
menyerang dan resistensi umum host. Tahap ini biasanya simtomatik
2.Fase 2 (Infeksi laten)
Limfosit dan antibodi meningkatkan respons fibroblastik terhadap
invasi yang membungkus lesi,membentuk granuloma noncaseating. Ini
menandai tahap laten, dimana individu tersebut mungkin tetap berada di
tahap ini selama beberapa minggu sampai bertahun-tahun, bergantung pada
kemampuan tubuh untuk mempertahankan resistensi spesifik dan
nonspesifik
3.Tahap 3 (postprimary).
Tahap ketiga terjadi ketika tubuh tidak dapat menahan infeksi, dan proses
nekrotik dan kavitasi dimulai pada lesi di port masuk atau pada lesi tubuh
lainnya. Kasus terjadi dan lesi bisa pecah, menyebarkan residu nekrotik dan
basil di seluruh jaringan di sekitarnya. Bakteri diseminata membentuk lesi
baru, yang pada gilirannya menjadi meradang dan membentuk granuloma
noncaseating dan kemudian mengaitkan rongga nekrotik. Paru-paru adalah
tempat yang paling umum untuk penyakit rekrudescent, tapi bisa terjadi di
manapun di tubuh. Penyakit yang tidak diobati memiliki banyak remisi dan
eksaserbasi.

2.3 Gejala Tuberculosis


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat badan
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar
getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
• Terdapat cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengankeluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
2.4 Patofisiologi

Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius


yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang
sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup
oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan
durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang
berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang
aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,
pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa
yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan
meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu
menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane
respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan
rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah.
Setelah terhirup, tetesan menular menetap di seluruh saluran udara. Sebagian
besar bacilli terjebak di bagian atas saluran napas dimana terdapat sel piala yang
mengeluarkan lendir. Lendir yang dihasilkan menangkap zat asing, dan silia di
permukaan sel terus-menerus mengalahkan lendir dan partikelnya yang terjepit ke
atas untuk diangkat.Sistem ini memberi tubuh pertahanan fisik awal yang
mencegah infeksi pada kebanyakan orang yang terpapar tuberkulosis.
Bakteri dalam tetesan yang melewati sistem mukosiliar dan mencapai alveoli
dengan cepat dikelilingi dan dilumpuhkan oleh makrofag alveolar,sel efektor imun
yang paling banyak terdapat di ruang alveolar. Makrofag ini, barisan pertahanan
tuan rumah berikutnya, adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan dan
memberi kesempatan bagi tubuh untuk menghancurkan mikobakteri yang
menyerang dan mencegah infeksi.
Makrofag adalah sel fagosit yang tersedia yang banyak melawan patogen
tanpa memerlukan paparan sebelumnya terhadap patogen. Beberapa mekanisme
dan reseptor makrofag terlibat dalam pengambilan
mikobakteri.Lipoarabinomannan mikobakteri adalah ligan kunci untuk reseptor
makrofag.
Sistem pelengkap juga berperan dalam fagositosis bakteri. Protein pelengkap
C3 berikatan dengan sel dinding dan meningkatkan pengenalan mikobakteri oleh
makrofag. Opsonisasi oleh C3 sangat cepat, bahkan di ruang udara dari seorang
host tanpa paparan Microbacteryum tuberkulosis sebelumnya.
Fagositosis berikutnya oleh makrofag memulai serangkaian kejadian yang
menghasilkan kontrol infeksi yang berhasil, diikuti oleh TB laten, atau
perkembangan. untuk penyakit aktif, yang disebut tuberkulosis progresif
primer.Hasilnya pada dasarnya ditentukan oleh kualitas pertahanan host dan
keseimbangan yang terjadi di antara pertahanan inang dan invasi mycobacteria.
Setelah dicerna oleh makrofag, mikobakteri terus berkembang biak
perlahan-lahan, dengan pembelahan sel bakteri terjadi setiap 25 sampai 32 jam.
Terlepas dari apakah infeksi menjadi terkontrol atau berlanjut, perkembangan awal
melibatkan produksi enzim proteolitik dan sitokin oleh makrofag di upaya untuk
menurunkan bakteri. Released sitokin menarik limfosit T ke situs, sel-sel yang
merupakan imunitas yang dimediasi sel. Makrofag kemudian menyajikan antigen
mikobakteri di permukaannya ke sel T.Proses kekebalan awal ini berlangsung
selama 2 sampai 12 minggu; mikroorganisme terus tumbuh sampai mencapai
jumlah yang cukup untuk mendapatkan secara maksimal respon imun yang
dimediasi oleh sel, yang dapat dideteksi dengan tes kulit.
Bagi orang dengan imunitas yang dimediasi oleh sel utuh, langkah defensif
berikutnya adalah pembentukan granuloma di sekitar organisme tuberkulosis M16 .
Lesi tipe nodular ini terbentuk dari akumulasi limfosit T dan makrofag aktif, yang
menciptakan lingkungan mikro yang membatasi replikasi dan penyebaran
mikobakteri. Lingkungan ini menghancurkan makrofag dan menghasilkan nekrosis
padat dini di pusat lesi. Namun, bakteri dapat beradaptasi untuk bertahan hidup.
Faktanya, organisme Microbacteryum tuberkulosis dapat mengubah ekspresi
fenotipe mereka, seperti regulasi protein, untuk meningkatkan kelangsungan hidup.
Pada 2 atau 3 minggu, lingkungan nekrotik menyerupai keju lunak, sering disebut
nekrosis caseous, dan ditandai dengan kadar oksigen rendah, pH rendah, dan
nutrisi terbatas. Kondisi ini membatasi pertumbuhan lebih lanjut dan menetapkan
latency. Lesi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang memadai umumnya
mengalami fibrosis dan kalsifikasi, berhasil mengendalikan infeksi sehingga bacilli
terkandung dalam lesi yang tidak aktif dan sembuh. Lesi pada orang dengan
kemajuan sistem kekebalan tubuh kurang efektif terhadap TB progresif primer.
Pemeriksaan penunjang
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml
Tween-stabilized liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah.
Dalam wkatu 48 – 72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur;
dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila
5-9 mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah
mendapat BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan
pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm harus
dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian
immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili,
varicella dan penyakit infeksi lain.
- Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapatmemberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer
paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus(pembesaran kelenjar nilus)
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
Nekrosis, paratrakeal, mediastinum, atelektasis, konsolidasi, Cavitasi (terutama
tampak pada foto posisi apical lordotik), Fibrosis dan retraksi region hilus,
Bronchopneumoni, Infiltrate interstitia,Pola milier, Gambaran ini merupakan
gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali
pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya
melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.
- Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya
dengan
1. Pemeriksaan BACTEC
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode
radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan
CO2 yang akan dideteksigrowth indexnya oleh mesin ini.
2. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,termasuk
DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar
dan sesuai dengan standar internasional.
- Pemeriksaan Serologi
a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral
berupa proses antigen antibodi yang terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini
adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk
mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.25
b. ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum.
Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik
yang berasal dari membran sitoplasmaM. Tuberculosis.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk
sisir plastik.
d. Uji peroksidase anti peroksidase
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
e.Uji serologi yang baru/ IgG TB
Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG
dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini
lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk
diagnosa TB pada anak.3
- Pemeriksaan darah
kurang spesifik Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai
(aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah
limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga
didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama
globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.
-Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman
BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
- Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi.
- Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis.

2.5 Kasus:
Seorang wanita usia 28 tahun datang ke poli Paru di RS. Dia mengeluh berat
badan turun 10 kg dalam 2 bulan ini. Batuk-batuk sejak lebih kurang 6 minggu,
batuk berdahak warna kekuningan, sesak nafas tidak ada. Dia sering merasakan
panas terutama dimalam hari. Makan dan minum berkurang. Sering merasa lemah,
letih dan lesu. Dia juga sedang hamil, usia kehamilan sudah 16 minggu. Dia cemas,
harusnya menurut dokter kandungan berat badan orang hamil biasanya naik.
Riwayat keluhan serupa tidak ada. Riwayat alergi tidak ada.

Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darahnya 100/70, nadi 96, suhu 38,5,
Dari pemeriksaan fisik, konjungtiva tampak anemis
Dari pemeriksaan torak terdengar rhonci di apex paru kanan.
Dari pemeriksaan darah :
HB 10, LED 100, leukosit 18000, hematokrit 31, trombosit 250000
Dari pemeriksaan dahak, didapatkan BTA S/P/S +/+/+
Mantoux test (+)
Pasien didiagnosa TB paru dan diberikan terapi OAT kategori 1
RHZE selama 2 bulan pertama :
Rifampisin 1 x 450 mg po
Isoniazid 1 x 300 mg po
Pirazinamide 1 x 1000 mg po
Etambutol 1 x 1000 mg po
dan direncanakan terapi RH 4 bulan selanjutnya,
Rifampisin 1 x 450 mg po
Isoniazid 1 x 300 mg po
Ambroxol tab 3 x 30 mg po
Paracetamol 3 x 500 po
Curcuma 3 x 1 tab po
Pasien dianjurkan kontrol setiap bulan.

2.5.1 Penyelesaian Kasus dengan Metode SOAP


SUBJEKTIF
Seorang wanita usia 28 tahun
Patient Medical History(Riwayat Medis Pasien)
Pasien mengeluh berat badan turun 10 kg dalam 2 bulan ini. Batuk-batuk sejak
lebih kurang 6 minggu, batuk berdahak warna kekuningan, sesak nafas tidak
ada. Pasien sering merasakan panas terutama dimalam hari. Makan dan
minum berkurang. Sering merasa lemah, letih dan lesu. Pasien juga sedang
hamil, usia kehamilan sudah 16 minggu. Riwayat keluhan serupa tidak ada.
Riwayat alergi tidak ada.

OBJEKTIF

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL


TD 100/70 120/80
NADI 96 60 – 100
SUHU TUBUH 38,5 36,7-37
Pemeriksaan torak Konjungtiva tampak anemis Tidak terdengar ronchi
Pemeriksaan fisik terdengar rhonci di apex paru kanan. Kemerahan
HB wanita hamil 10-15
gram/Dl, leukosit
180004500-10000
Pemeriksaan HB 10, LED 100, leukosit 18000,
sel/mm3, hematokrit
darah : hematokrit 31, trombosit 250000
wanita hamil 30-46%,
trombosit dewasa
150.000-400.000 sel/mm3
Pemeriksaan dahak Didapatkan BTA S/P/S +/+/+ (-)
Mantoux test (+) (-)
ASSESMENT
Berdasarkan riwayat pemeriksaan sputum pasien didiagnosa mengalami
Positif TB paru (klasifikasi TB Paru Tersangka, masuk dalam Kategori 2).
PLAN
Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Tujuan terapi jangka pendek :
· Mencegah berkembangnya kuman Mycobacterium tuberculosis.
· Merubah BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin
· Mencegah kekambuhan
· Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi perbaikan daya tahan imonologis.
· Mencegah penularan kuman dari pasien yang dicurigai terinfeksi TBC.
Tujuan terapi jangka panjang :
· Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
· Meningkatkan kualitas hidup pasien .
· Mencegah terjadinya resistensi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis.

2). Sasaran Terapi :


· Mengubah BTA (+) menjadi BTA (-) secepat mungkin dengan pengobatan kategori
kedua (Sukandar, 2008)

3). Strategi Terapi :


Terapi Farmakologi :
- Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari,
Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.
- Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin
500 mg, Pirazinamid 2500 mg.
Terapi Non Farmakologi :
- Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
- Memperbanyak istirahat (bedrest).
- Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk
membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.
- Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.
- Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang
baru.
- Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

GOALS
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.

2.5.2 Evaluasi Kerasionalan Obat Terpilih Memakai Metode 4T+1W

 TEPAT INDIKASI
RHZE selama 2 bulan pertama
Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan

Untuk terapi semua bentuk


tuberculosis aktif, Menghambat sintesis asam
disebabkan kuman yang mikolat, komponen terpenting
Isoniazid Tepat indikasi
peka dan untuk profilaksis pada dinding sel bakteri
orang beresiko tinggi (Sukandar, 2008).
mendapatkan infeksi.

Untuk obat anti


Menghambat aktivitas
tuberculosis yang
polymerase RNA yang
Rifampisin dikombinasikan dengan Tepat indikasi
tergantung DNA pada sel-sel
antituberkulosis lain untuk
yang rentan (Sukandar, 2008).
terapi awal dan ulang
Menjadi asam pirazinat oleh
Tuberculosis dalam
enzim pirazinamidase yang
Pirazinamid kombinasi dengan obat Tepat indikasi
berasal dari hasil TBC (Tjay,
lain.
2007).
Menghambat sintesis minimal
satu metabolit yang
Tuberculosis dalam
menyebabkan kerusakan pada
Etambutol kombinasi dengan obat Tepat indikasi
metabolism sel, menghambat
lain.
multiplikasi dan kematian sel
(Sukandar, 2008).

RH 4 bulan selanjutnya :

Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan

Untuk terapi semua bentuk


tuberculosis aktif, Menghambat sintesis asam
disebabkan kuman yang mikolat, komponen terpenting
Isoniazid Tepat indikasi
peka dan untuk profilaksis pada dinding sel bakteri
orang beresiko tinggi (Sukandar, 2008).
mendapatkan infeksi.

Untuk obat anti


Menghambat aktivitas
tuberculosis yang
polymerase RNA yang
Rifampisin dikombinasikan dengan Tepat indikasi
tergantung DNA pada sel-sel
antituberkulosis lain untuk
yang rentan (Sukandar, 2008).
terapi awal dan ulang
Analgetic (pereda nyeri)
Menghambat produksi
Paracetamol dan antipiretik (penurun Tepat indikasi
prostaglandin
panas/demam)

Penambah nafsu makan


Curcuma Tepat indikasi

 TEPAT OBAT
RHZE 1selama 2 bulan pertama

Nama obat Alasan sebagai drug of choice Keterangan

Derivat asam isonikotinat yang berkhasiat tuberkulostatis


paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam
fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang
Isoniazid Tepat Obat
sedang tumbuh pesat.

Untuk obat anti tuberculosis yang dikombinasikan dengan


anti tuberkulosis lain untuk terapi awal dan lanjutan. Maka
sangat penting untuk membasmi semua basil guna mencegah
Rifampisin Tepat Obat
kambuhnya TBC.

Bekerja sebagai bakterisida, sprektrum kerjanya sangat


sempit dan hanya meliputi Mycobacterium tuberculosis dan
Pirazinamid merupakan pengobatan kombinasi dalam kategori dua. Tepat Obat

Berkhasiat spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis.


Etambutol Tepat Obat

RH 4 bulan selanjutnya
Nama obat Alasan sebagai drug of choice Keterangan
Isoniazid Derivat asam isonikotinat yang berkhasiat tuberkulostatis Tepat Obat
paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam
fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang
sedang tumbuh pesat.

Rifampisin Untuk obat anti tuberculosis yang di kombinasikan dengan Tepat Obat
anti tuberkulosis lain untuk terapi awal dan lanjutan. Maka
sangat penting untuk membasmi semua basil guna
mencegah kambuhnya TBC.

Ambroxol tab Karena termasuk dalam kategori C,dimana studi pada TIDAK TEPAT
hewan percobaan memperlihatkan adanya side effect OBAT
terhadap janin. Namun,belum ada studi terkontrol pada
wanita hamil.
Paracetamol Pemakaian isoniazid bersamaan dengan Paracetamol TIDAK TEPAT
mengakibatkan meningkatnya konsentrasi isoniazid OBAT
sehingga menimbulkan resiko toksik
Curcuma Untuk menambah nafsu makan yang bisa saja hilang Tepat Obat
dikarenakan penyakit yang di derita

 TEPAT DOSIS
Nama Obat Dosis Standar Dosis yang Diberikan Keterangan

Isoniazid 300 mg 1x sehari, atau Tahap awal : 300 mg/hari di Tepat Dosis
900 mg 3x seminggu minum malam hari. Selama 2
(Dipiro, 2002) bulan.
Tahap Lanjutan : Isoniazid 300
mg/hari. Selama 4 bulan.

Rifampisin 600 mg 1x sehari, atau Tahap awal : 450 mg/hari di Tepat Dosis
600 mg 3x seminggu minum malam hari. Selama 2
(Dipiro, 2002). bulan.
Tahap lanjutan : 450 mg 3 x
seminggu. Selama 4 bulan.
Pirazinamid 15-30 mg/kg BB (maks. Tahap awal : 1000 mg/hari di Tepat Dosis
2 gram) 1x sehari minum malam hari. Selama 2
(Manjoer, 2000) bulan.
25–35 mg/kg per dose
3x seminggu (Dipiro,
2002).
Etambutol 15-30 mg/Kg (max. 2,5 Tahap awal : 1000 mg/hari Tepat Dosis
gram) 1x sehari mg/hari di minum malam hari.
(Manjoer, 2000). Selama 2 bulan.
Paracetamol 500mg-2g/hari Tahap lanjutan : 3 x 500 mg po. Tepat Dosis
Selama 4 bulan.

Ambroksol 3 x 30 mg Tahap lanjutan : 3 x 30 mg po. Tepat Dosis


Selama 4 bulan.

Curcuma 3 x 1/1-2 tablet Tahap lanjutan : 3 x 1 tab po. Tepat Dosis


Selama 4 bulan.

 TEPAT PASIEN
Nama Obat Kontra Indikasi Keterangan

Isoniazid Penyakit hati yang aktif, hipesensitifitas terhadap Tepat Pasien


isoniazid (Sukandar, 2008).

Rifampisin Hipersensitifitas, neuritis optik, kerusakan hati, ikterus. Tepat Pasien

Pirazinamid Gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitifitas Tepat Pasien


terhadap pirazinamid (Sukandar, 2008)

Etambutol Anak dibawah 6 tahun, neuritis optic, gangguan visual Tepat Pasien
(Sukandar, 2008)

Ambroxol Karena termasuk dalam kategori C,dimana studi pada Tepat Pasien
hewan percobaan memperlihatkan adanya side effect
terhadap janin. Namun,belum ada studi terkontrol pada
wanita hamil.
Paracetamol Pemakaian isoniazid bersamaan dengan TIDAK TEPAT
Paracetamolmengakibatkan meningkatnya konsentrasi PASIEN
isoniazid sehingga menimbulkan resiko toksik

Curcuma Tepat Pasien

 WASPADA EFEK SAMPING OBAT

Nama Obat Efek Samping Obat Saran


Isoniazid Kerusakan hati, neuritis perifer, gatal-gatal, Menambahkan vitamin B6
ikterus, gangguan penglihantan, letih, anoreksia untuk menghindari neuritis
(Tjay, 2007) perifer.
Rifampisin Ikterus, kerusakan hati, gangguan saluran cerna, Jika mual atau muntah maka
mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut, dapat diatasi dengan
diare, gangguan SSP, dan reaksi penggunaan obat pada malam
hipersensitifitas (Tjay, 2007). hari sebelum tidur. Jika urine
berwarna merah berikan info
kepada pasien bahwa efek itu
hanya karena warna tablet
rifampisin. Dan tidak perlu
diobati.
Pirazinamid Hepatotoksik, demam anoreksia, hepatomegali, Lakukan pemeriksaan kadar
ikterus, gagal hati, mual, muntah, artralgia, SGPT, SGOT
anemia sideroblastik, urtikaria (Sukandar, 2008)

Etambutol Neuritis optic, gout, gatal, nyeri sendi (Manjoer, Nyeri sendi yang terjadi dapat
2000) diberikan Aspirin.
Ambroxol -Reaksi ringan gastro-intestinal, seperti nyeri
ulu hati, dispepsia, dan kadang-kadang mual,
dan muntahl. Reaksi alergi jarang terjadi,
terutama ruam kulit. Ada laporan kasus yang
sangat jarang, yaitu reaksi anafilaksis akut tipe
berat, tapi hubungannya dengan ambroxol
tidak pasti.
Paracetamol Jarang terjadi, hanya dilaporkan berupa
hipersensitivitas

 Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut

No. Monitoring Rencana Tindak Lanjut


1. Monitoring terhadap hasil -Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita
pemeriksaan sputum atau baru dengan BTA positif, hasil pemeriksaan
pemeriksaan BTA. sputumnya masih menunjukkan BTA positif maka
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1
bulan.
-Jika pemeriksaan BTA setelah melaksanakan fase
intensif menunjukkan hasil BTA (-) maka
pengobatan dilanjutkan selama 5 bulan (fase
lanjutan).

2. Monitoring fungsi hati -Melakukan pemeriksaan SGOT, SGPT setiap 1


bulan sekali.
-Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi kurkuma.

3. Monitoring fungsi paru -Melakukan foto thoraks untuk mengetahui apakah


masih ada infiltrat dan kavitas di lobus paru.

Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)


1. Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis,
aturan pakai dan cara penggunaan obat.
2. Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan
keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul
selama pengobatan.
3. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum
sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk
dokter/petugas kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa. Bila
lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya.
4. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap
hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika
waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat
waktu minum obat sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka
minum obat sesuaikan saja dengan waktu/dosis berikutnya.
5. Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal
yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya
pada pagi hari.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan
asam(Suriadi, 2001).
 Kasus yang terjadi pada wanita hamil tersebut sudah dapat di
selesaikan dengan metode SOAP dan penyelesain kasus dengan
4T+1W

3.2 Saran
Semoga pembaca dan penulis makalah selanjutnya dapat
memperbaiki agar lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi II, Jakarta :
Bakti Husada
Dexter JR, Wilkins RL. Tuberculosis, In : Wilkins RL, Dexter JR, Gold PM,
editors. Respiratory Disease A Case Study Approach to Patient Care ,
3rd edition. Philadelphia : F. A. Davis Company, 2007 : 442-440
LoBue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and Control
of Tuberculosis in the United States, In : Fishman AP, editor. Fishman’s
Pulmonary Diseases and Disorders, 4th edition. New York : The McGraw-Hill
Companies, 2008 : 2447-2457.
Hachem RR. Tuberculosis, In : Shifren A, Lin TL, Goodenberger DM, editors.
Washington Manual Pulmonary Medicine Subspecialty Consult, 1st edition.
Washington : Lippincott Williams & Wilkins, 2006 : 91-97
Leitch AG. Tuberculosis : Pathogenesis, Epidemiology and Prevention, In : Seaton A,
Seaton D, Leitch AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Diseases,
5th edition, volume 1. London : Blackwell Science Ltd, 2000 : 485-500
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Jakarta :
Gramedia
World Health Organisation. Global Tuberculosis Control – Epidemiology,
Strategy, Financing. Geneva : WHO 2007.

Anda mungkin juga menyukai