Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH SWAMEDIKASI

GANGGUAN MENSTRUASI DISMENORE

Disusun Oleh :
Bayu Suryono (1061711023)
Budhy Indriani (1061711024)
Charis Satun Nimah (1061711025)
Christoper W. Roy Y. (1061711026)
Dessilva Rachma Harto P. (1061711027)
Desy Ayu Arisca (1061711028)
Diah Ratih N. (1061711029)
Dian Maidita Yudi Pertiwi (1061711030)
Dian Wahyu Harmiyani (1061711031)
Dimas Alprima Winatra (1061711032)
Dinar Dibayu Nirwana (1061711033)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah tindakan yang dilakukan untuk

mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat

dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. Obat-obatan yang digunakan untuk

pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan obat tanpa resep atau

obat OTC (over the counter). Adapun definisi swamedikasi menurut WHO adalah

pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, mau pun obat tradisional oleh

seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. Swamedikasi

merupakan bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Dari data

World Health Organization, di banyak negara sampai 80% orang yang sakit

mencoba untuk melakukan pengobatan sendiri oleh penderita. Sedangkan data di

Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 60% masyarakat melakukan swamedikasi

dengan obat modern sebagai tindakan pertama bila sakit (Depkes RI, 1995).

Faktor-faktor seperti sosioekonomi, kemudahan akses pada produk obat,

manajemen penyakit dan rehabilitasi, demografi, epidemiologi, reformasi pada

sektor kesehatan dan juga ketersediaan produk-produk baru yang mudah

digunakan turut berperan meningkatkan perilaku swamedikasi. Namun bukan

berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai

dengan penyakitnya dan apotekerlah yang bisa berperan disini. Apoteker bisa

memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh

2
dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Pada praktek

swamedikasi untuk penyakit-penyakit ini tujuannya adalah untuk mengurangi atau

meminimalkan gejala yang terjadi.

Nyeri haid merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada wanita. Nyeri

saat haid menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktivitas fisik sehari-hari. Nyeri

haid dapat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid sekunder.

Nyeri haid primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang, dan terjadi saat

menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis. Nyeri haid sekunder

merupakan nyeri saat haid yang didasari oleh adanya kelainan patologik pada

pelvis (Dawood, 2006). Nyeri haid primer biasanya mulai saat usia remaja, saat

dimana siklus ovulasi mulai teratur. Penyebab nyeri haid primer sampai saat ini

masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan bahwa kontraksi

miometrium akan menyebabkan iskemia pada uterus sehingga menyebabkan rasa

nyeri. Kontraksi miometrium tersebut disebabkan oleh sintesis prostaglandin.

Prostaglandin disebut dapat mengurangi atau menghambat sementara suplai darah

ke uterus, yang menyebabkan uterus mengalami kekurangan oksigen sehingga

menyebabkan kontraksi miometrium dan terasa nyeri (Eby, 2006).

Gejala dari nyeri haid primer berupa rasa nyeri di perut bagian bawah,

menjalar ke daerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai mual, muntah,

diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur

hilang setelah darah haid keluar (Dawood, 2006). Penanganan awal pada

penderita nyeri haid primer adalah dengan memberikan obat-obatan penghilang

rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri haid

3
setelah minum obat penghambat prostaglandin (Speroff, 2005). Obat-obatan anti

inflamasi golongan non-steroid seperti ibuprofen, naproksen, asam mefenamat

dan aspirin banyak digunakan sebagai terapi awal untuk nyeri haid (Dawood,

2006).

Meskipun keluhan nyeri haid umum terjadi pada wanita, sebagian besar

wanita yang mengalami nyeri haid jarang pergi ke dokter, mereka mengobati

nyeri tersebut dengan obat-obat bebas tanpa resep dokter. Telah diteliti bahwa

sebesar 30-70% remaja wanita mengobati nyeri haidnya dengan obat anti nyeri

yang dijual bebas (Campbell dan Mc Grath, 1997).

4
BAB II

ISI

2.1 MENSTRUASI

2.1.1 Definisi

Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang

disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2005). Menstruasi

dimulai pada saat pubertas dan menandai kemampuan seseorang untuk

mengandung anak. Menstruasi biasanya dimulai dari umur 10-16 tahun,

tergantung pada berbagai faktor seperti : kesehatan wanita, status nutrisi, dan

berat relatif terhadap tinggi tubuh.

Menurut Bobak (2004), menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus

yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya darah

menstruasi ditetapkan sebagai hari pertama siklus endometrium. Lama rata-rata

menstruasi adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai enam hari) dan jumlah

darah rata-rata yang hilang ialah 50 ml (rentang 20 sampai 80 ml). Siklus

menstruasi mempersiapkan uterus untuk kehamilan. Bila tidak terjadi kehamilan,

maka terjadilah menstruasi.

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,

hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran

pada saluran reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam

proses ini, karena bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan

siklik maupun lama siklus menstruasi (Greenspan et al., 1998).

5
2.1.2 Fisiologi Menstruasi

Usia normal bagi seorang perempuan mendapatkan menstruasi untuk kali

pertama adalah 12 atau 13 tahun. Namun kalau sampai usia 16 tahun belum juga

datang bulan perlu diwaspadai, mungkin terdapat kelainan.

Menstruasi akan berhenti saat perempuan memasuki masa menopause, yakni

sekitar usia 50 tahun. Namun sebelum memasuki masa menopause, menstruasi

tetap datang hanya jangka waktunya lama dan prosesnya cepat, paling hanya 2-3

hari. Siklus haid atau menstruasi pada perempuan (reproduksi) normalnya terjadi

setiap 21-35 hari sekali dengan lama haid berkisar 3-6 hari. Namun ada sebagian

perempuan yang mengalami haid tidak normal. Diantaranya mulai dari usia haid

yang datang terlambat, darah haid sangat banyak sampai harus berulang kali

mengganti pembalut wanita, nyeri atau sakit saat haid, gejala PMS (Premenstruasi

syndrom), siklus haid yang tidak teratur dan masih banyak lagi. Gangguan ini

jangan didiamkan karena dapat berdampak serius, haid yang tidak teratur

misalnya dapat menjadi pertanda seorang perempuan kurang subur (infertil).

Gangguan yang terjadi saat haid dinilai masih normal jika terjadi selama dua

tahun pertama setelah haid kali pertama. Artinya, bila seorang perempuan telah

mendapatakan haid pertamanya saat berusia 11 tahun, maka hingga usia 13 tahun

haidnya masih tidak teratur. Tapi bila setelah usia 13 tahun haidnya masih tidak

teratur juga, dipastikan ia mengalami gangguan haid. Haid dipengaruhi berbagai

hormon : GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) yang dikeluarkan oleh

hipotalamus dan memicu hipofisis anterior mengeluarkan hormon FSH. FSH

(Folikel Stimulating Hormon) memicu pematangan folikel diovarium, sehingga

6
terjadi sintesis estrogen dalam jumlah besar. Estrogen akan mengakibatkan

proliferasi sel endometrium (penebalan dari endometrium). Estrogen yang tinggi

memberi tanda kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon LH (Luteinizing

hormon). LH akan mengakibatkan ovulasi dan memicu korpus luteum untuk

mensintesis progesterone. Progesteron sendiri menyebabkan perubahan sekretorik

pada endometrium sehingga terjadi Fase sekresi / faseluteal. Fase sekresi selalu

tetap 14 hari, meskipun siklus haid/menstruasi bervariasi, yang berbeda adalah

Fase proliferasinya, sehingga harus berhati-hati menentukan masa subur.

2.1.3 Proses Terjadinya Menstruasi

Pada setiap siklus haid, FSH (follicle stimulating hormone) dikeluarkan oleh

lobus anterior hipofisis yang menimbulkan beberapa folikel primer yang dapat

berkembang dalam ovarium. Umumnya satu folikel, kadang lebih berkembang

menjadi folikel de graff yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi

FSH, sehingga lobus hipofisis anterior dapat mengeluarkan hormone

gonadotropin yang kedua, yakni LH (Luteinizing hormone). Produksi kedua

hormon gonadotropin (FSH dan LH) adalah dibawah pengaruh releasing hormone

(RH) yang disalurkan dari hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH ini

dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus.

Dipengaruhi pula oleh pengaruh dari luar seperti cahaya, bau bauan melalui

bulbus olfaktorius dan hal-hal psikologik.

Bila penyaluran RH berjalan normal, maka produksi makin lama makin

menjadi matang serta semakin banyak mengandung liquor folikuli yang

mengandung estrogen. Estrogen mempunyai pengaruh terhadap endometrium,

7
yang menyebabkan endometrium berproliferasi. Proses ini disebut masa

proliferasi. Di bawah pengaruh LH, folikel de graff menjadi lebih matang,

mendekati permukaan ovarium dan kemudian terjadilah ovulasi. Pada ovulasi ini

kadang terdapat sedikit perdarahan yang akan merangsang rasa sakit yang sering

disebut intermenstrual pain. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus luteum

dibawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormone). Korpus luteum

menghasilkan hormon progesteron. Progesterone mempunyai pengaruh terhadap

endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjar

berkelok-kelok dan bersekresi. Bila tidak ada pembuahan, korpum luteum

berdegenerasi dan mengakibatkan kadar estrogen dan progesterone menurun.

Menurunnya kadar estrogen dan progesteron menimbulkan efek pada arteri di

endometrium. Tampak dilatasi dan statis dengan hyperemia yang diikuti oleh

spasme dan iskemia. Sesudah itu terjadi degenerasi serta perdarahan dan

pelepasan endometrium yang nekrotik. Proses ini disebut menstruasi

(Wiknjosastro, 2008).

2.1.4 Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi merupakan umpan balik mekanisme biologis yang

melibatkan hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior, ovarium, dan lapisan

endometrium rahim dalam mengontrol siklus menstruasi, yaitu rata-rata selama 28

hari. Hipotalamus mensintesis gonadotropin-releasing hormon (GnRH) dan

mengeluarkan hormon tersebut dengan frekuensi yang berbeda-beda sepanjang

siklus menstruasi (biasanya setiap 60-90 menit). GnRH merangsang hipofisis

anterior untuk menghasilkan dan melepaskan Folicle Stimulating Hormone (FSH)

8
dan luteinizing hormon (LH). FSH penting untuk merangsang pertumbuhan

folikel ovarium dan LH adalah penting dalam produksi steroid untuk ovulasi. FSH

dan LH bertindak pada indung telur memproduksi estrogen dan progesteron.

Estrogen bertindak atas pengaruh hipotalamus dan hipofisis anterior dan

merupakan cara umpan balik negatif untuk menghentikan sekresi FSH dan LH.

Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium yang

mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang

mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol.

Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan

organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan

dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam

perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus.

Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus

selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling penting

untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang

melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan

sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk

mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan

oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam

perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita. Hari dimulainya

perdarahan diartikan sebagai hari pertama dalam siklus menstruasi. Perdarahan

biasanya terjadi dari hari 1 sampai 5 dari siklus menstruasi, Walaupun mungkin

lebih lama pada beberapa wanita.

9
Adapun rangkaian dari terjadinya menstruasi adalah sebagai berikut :

a. Siklus Endometrium

Menurut Hamilton (1995), Heffner (2008) dan Bobak (2004), Siklus

menstruasi endometrium terdiri dari empat fase, yaitu :

1. Fase Menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai

pendarahan dan la pisan yang masih utuh hanya stratum basale. Darah haid

mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam hemolisis

atau aglutinasi, sel-sel epitel dan struma yang mengalami disintegrasi dan otolisis,

dan sekret dari uterus, cervik, dan kelenjar-kelenjar vulva. Rata-rata fase ini

berlangsung selama lima hari (3-6 hari ). Pada awal fase menstruasi kadar

estrogen, progesteron, LH (Luteinizing Hormon) menurun atau pada kadar

terendah selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) mulai

meningkat.

2. Fase Proliferasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan, perlahan-lahan sembuh dan

ditutup kembali oleh selaput lendir yang tumbuh dari sel-sel endometrium. Fase

proliferasi berlangsung sejak sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke-10

siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan

endometrium secara lengkap kembali normal dalam sekitar empat hari atau

menjelang perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8-10 kali lipat (+

3,5 mm), yang berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi

estrogen yang berasal dari folikel ovarium.

10
Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu :

a) Fase proliferasi dini (early proliferation phase)

Berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenal dari

epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel.

b) Fase proliferasi madya (mid proliferation phase)

Berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk

transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk torak dan tinggi.

c) Fase proliferasi akhir ( late proliferation)

Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat

dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti

epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stoma bertumbuh aktif dan padat.

3. Fase sekresi/luteal

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum

periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius

yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan tertentu, endometrium

dipenuhi dengan darah dan sekresi kelenjar.

4. Fase iskemi/Premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari

setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum

yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar

estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai

darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional

terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.

11
b. Siklus hipotalamus-hipofisis

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan

progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini

menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone

(Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone

(FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi

estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu

hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai

puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi

fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh

karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi

(Bobak, 2004).

c. Siklus ovarium

1. Fase Folikuler

Dimulai dari hari hari 1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan

terjadi pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada saat ini

terjadi pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler,

kadar FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3-30

folikel yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang

terus tumbuh, yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium

dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan

progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan

tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan

12
menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah

dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3-7 hari, rata-rata selama 5

hari. Darah yang hilang sebanyak 28-283 gram. Darah menstruasi biasanya tidak

membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.

2. Fase Luteal

Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari.

Setelah melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan

membentuk korpus luteum yang menghasilkan sebagian besar progesteron.

Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase luteal dan

tetap tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan

untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan

hancur dan siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika

telur dibuahi, korpus luteum mulai menghasilkan HCG (hormone chorionic

gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang menghasilkan

progesterone sampai janin bisa menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan

didasarkan kepada adanya peningkatan kadar HCG. Rangkaian peristiwa

terjadinya menstruasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

13
14
15
Gambar 1. Skema siklus menstruasi ; hipofisis-hipotalamus, ovarium dan endometrium

(Bobak, 2004)

16
2.1.5 Faktor-Faktor Siklus Menstruasi

Beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi antara lain:

1.Faktor Hormonal

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang

langsung dialirkan dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ tertentu yang

disebut organ target (Syahrum et al., 1994). Hormon-hormon yang berhubungan

dengan siklus menstruasi ialah :

a. Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis meliputi :

1) Luteinizing Hormon (LH)

LH dihasilkan oleh sel-sel asidofilik (afinitas terhadap asam), bersama

dengan FSH berfungsi mematangkan folikel dan sel telur, merangsang terjadinya

ovulasi, pembentukan korpus luteum, serta sintesis steroid seks. Folikel yang

melepaskan ovum selama ovulasi disebut korpus rubrum yang disusun oleh sel-sel

lutein dan disebut korpus luteum (Syahrum et. al., 1994 dan Greenspan et. al.,

1998).

2) Folikel Stimulating Hormon (FSH)

FSH dihasilkan oleh sel-sel basofilik (afinitas terhadap basa). Hormon ini

mempengaruhi ovarium sehingga dapat berkembang dan berfungsi pada saat

pubertas. FSH mengembangkan folikel primer yang mengandung oosit primer dan

keadaan padat (solid) tersebut menjadi folikel yang menghasilkan estrogen

(Syahrum et. al., 1994 dan Greenspan et. al., 1998).

17
3) Prolaktin Releasing Hormon (PRH)

Secara pilogenetis, prolaktin adalah suatu hormon yang sangat tua serta

memiliki susunan yang sama dengan hormon pertumbuhan (Growth hormone,

Somatogotropic hormone, thyroid stmulating hormone, Somatotropin). Secara

sinergis dengan estradia, prolaktin mempengaruhi payudara dan laktasi, serta

berperan pada pembentukan dan fungsi korpus luteum (Syahrum et. al., 1994).

b. Steroid ovarium

Ovarium menghasilkan progesteron, androgen, dan estrogen. Banyak dari

steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat

dibentuk di jaringan perifer melalui pengubahan prekursor-prekursor steroid lain;

konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-hormon ini tidak dapat langsung

mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium.

1) Estrogen

Terhadap uterus, hormon estrogen menyebabkan endometrium mengalami

proliferasi, yaitu lapisan endometrium berkembang dan menjadi lebih tebal. Hal

ini diikuti dengan lebih banyak kelenjar-kelenjar, pembuluh darah arteri maupun

vena. Hormon estrogen dihasilkan oleh teka interna folikel. Estradiol (E2)

merupakan produk yang paling penting yang disekresi oleh ovarium karena

memiliki potensi biologik dan efek fisiologik yang beragam terhadap jaringan

perifer sasaran. Peninggian kadar estradiol plasma berkorelasi erat dengan

peningkatan ukuran folikel pra-ovulasi. Setelah lonjakan LH, kadar estradiol

serum akan mencapai kadar terendah selama beberapa hari dan terjadi

peningkatan kedua kadar estradiol plasma yang akan mencapai puncaknya pada

18
pertengahan fase luteal, yang akan mencerminkan sekresi estrogen oleh korpus

luteum. Studi kateterisasi telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar estradiol

plasma pada fase pra-evolusi dan pertengahan fase luteal dari siklus (Syahrum et.

al., 1994 dan Greenspan et. al., 1998).

2) Progesteron

Kadar progesteron adalah rendah selama fase folikuler, kurang dari 1 ng/ml

(3,8 nmol/l) dan kadar progesteron akan mencapai puncak yaitu antara 10-20 mg/

ml (32-64 nmol) pada pertengahan fase luteal. Selama fase luteal, hampir semua

progesteron dalam sirkulasi merupakan hasil sekresi langsung korpus luteum.

Pengukuran kadar progesteron plasma banyak dimanfaatkan untuk memantau

ovulasi. Kadar progesteron di atas 4-5 ng/ml (12,7-15.9 nmol/l) mengisyaratkan

bahwa ovulasi telah terjadi. Perkembangan uterus yang sudah dipengaruhi hormon

estrogen selanjutnya dipengaruhi progesteron yang dihasilkan korpus luteum

menjadi stadium sekresi, yang mempersiapkan endometrium mencapai optimal.

Kelenjar mensekresi zat yang berguna untuk makanan dan proteksi terhadap

embrio yang akan berimplantasi. Pembuluh darah akan menjadi lebih panjang dan

lebar (Greenspan et. al., 1998).

3) Androgen

Androgen merangsang pertumbuhan rambut di daerah aksila dan pubes serta

mampu meningkatkan libido. Androgen terbentuk selama sintesis steroid di

ovarium dan adrenal, sebagai pembakal estrogen. Androgen pada wanita dapat

berakibat maskulinisasi, maka pembentukan yang berlebih akan menyebabkan

gangguan yang berarti. Fase folikuler dan fase luteal kadar rata-rata testosteron

19
plasma berkisar antara 0,2 ng/mg-0,4ng/mg (0,69-1,39 nmol/l) dan sedikit

meningkat pada fase pra-ovulasi (Jacoeb et. al., 1994).

2.Faktor Enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim

hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan

asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam

pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian

bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang

berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah

berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-

zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi

ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan

menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu

timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi

endomentrium dan perdarahan (Praworohardjo, 1999).

3. Faktor Vaskuler

Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan system vaskularisasi dalam lapisan

fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula

arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena

serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi

nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun

dari vena. (Praworohardjo, 1999).

20
4. Status Gizi

Wanita yang mengalami gangguan gizi, terutama mengalami gangguan makan

bisa menyebabkan kegagalan hipofisis dalam melepaskan gonadotropin releasing

hormone dalam jumlah yang memadai untuk merangsang pelepasan gonadotropin

oleh kelenjar hipofisis sehingga mengakibatkan jumlah estrogen yang disekresi

ovarium sedikit. Bila wanita mengalami gizi baik, maka sebaliknya bisa

mempengaruhi menstruasi datang lebih awal (Henderson, 2005).

5. Kondisi Fisik

Aktivitas fisik yang berlebihan dapat menyebabkan siklus menstruasi

terganggu. Karena kelelahan fisik juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab

hormon gagal mematangkan sel telur (Cunningham, 2004).

6. Usia

Usia mempengaruhi menstruasi terutama antara umur menarche yaitu < 20

tahun dan masa menopause yaitu sekitar 45 tahun ke atas (Wiknjosatro, 2008).

7. Penyakit Ginekologi

Penyakit ginekologi juga sangat mempengaruhi pola menstruasi misalnya

endometriosis dan mioma (Wiknjosatro, 2008)

8. Kelainan Organ Reproduksi

Dalam pembentukan alat-alat kelamin dapat mengalami beberapa gangguan.

Kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan organ genitalia dapat

menimbulkan berbagai kelainan congenital diantaranya tidak terbentuknya bibir

kemaluan (labia mayora dan labia minora menyatu), hymen imperforate (selaput

dara tidak berlubang), tidak terbentuk vagina, septum vagina dan kelainan

21
lainnya. Sehingga seorang gadis terdiagnosa amenore primer (Wiknjosastro,

2008).

9. Gangguan Psikologi

Keadaan psikologi ada hubungannya dengan system metabolism tubuh.

Masing-masing wanita mengalami reaksi berbeda-beda. Ada yang jumlah darah

mentruasinya banyak saat mengalami stress tetapi ada yang sebaliknya atau

bahkan sampai amenore (Jones & L lewelyn, 2009).

2.1.6 Gangguan Menstruasi

Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa remaja.

Gangguan ini dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada pasien

maupun keluarganya. Faktor fisik dan psikologis berperan pada masalah ini

(Chandran, 2008).

Klasifikasi gangguan menstruasi menurut Prawirohardjo (2011:161) adalah

sebagai berikut :

a. Gangguan lama dan jumlah darah haid :

1) Hipermenorea atau menoragia

2) Hipomenorea

b. Gangguan siklus haid :

1) Polimenorea

2) Oligomenorea

3) Amenorea

22
c. Gangguan pendarahan di luar siklus haid :

1) Menometroragia

d. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid :

1) Dismenorea

2) Sindroma prahaid

2.2. DISMENORE
2.2.1. Pengertian
Dismenore adalah nyeri kram atau tegang di daerah perut, mulai terjadi pada

24 jam sebelum terjadinya pendarahan menstruasi dan dapat bertahan 24-36 jam.

Kram tersebut terutama dirasakan di daerah perut bagian bawah dan dapat

menjalar ke punggung atau permukaan dalam paha, yang terkadang menyebabkan

penderita tidak berdaya dalam menahan nyerinya tersebut (Hendrik, 2006).

2.2.2. Penyebab dan Faktor Resiko

Menurut Widjajanto (2005) penyebab dismenore primer belum jelas hingga

saat ini. Dahulu disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat

mempengaruhi hal ini. Namun penelitian terakhir menunjukkan adanya pengaruh

zat kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Dimana telah dibuktikan

bahwa prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh

termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah, dan kontraksi

uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan tertentu, dimana kadar

prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus akan bertambah. Hal tersebut

yang menyebabkan terjadinya nyeri yang disebut dismenore. Jadi prostaglandin

23
yang berlebih dapat menimbulkan gejala nyeri kepala, pusing, rasa panas, dan

dingin pada muka, diare serta mual yang mengiringi nyeri pada waktu haid.

Menurut Rahimian (2006) faktor resiko terjadinya dismenore primer adalah:

a. Menarche dini

Menarche pada usia lebih awal yaitu sebelum umur 12 tahun menyebabkan

alat-alat reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami

perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi.

b. Belum pernah hamil dan melahirkan

Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan saraf

yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta menyebabkan leher

rahim melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.

c. Lama menstruasi lebih dari normal (lebih dari 7 hari)

Lama menstruasi lebih dari normal yaitu lebih dari 7 hari dapat menimbulkan

adanya kontraksi uterus yang terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering

berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi

prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi

uterus yang terus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus terhenti dan

terjadi dismenore.

d. Umur

Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim

bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan.

24
e. Mengkonsumsi alkohol

Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati bertanggung jawab

terhadap penghancur estrogen untuk disekresi oleh tubuh. Fungsi hati terganggu

karena adanya konsumsi alkohol yang terus menerus, maka estrogen tidak bisa

disekresi dari tubuh, akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat

menimbulkan gangguan pada pelvis.

f. Tidak pernah berolahraga

Kejadian dismenore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selama

menstruasi dan kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah

dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi

oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri.

g. Stres

Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot

punggung bawah sehingga menyebabkan dismenore.

2.2.3. Klasifikasi

Menurut Prawirohardjo (2011:182) dismenore dapat dikelompokkan menjadi

dua yaitu :

a. Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan kelainan anatomis

genitalis yang dapat diidentifikasi. Dismenore primer berhubungan dengan siklus

ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia

akibat adanya prostaglandin yang diproduksi oleh endometrium pada fase sekresi.

Dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar usia 2-3 tahun setelah

25
menarche dan mencapai maksimal antara usia 15-25 tahun. Akan tetapi,

dismenore primer juga mengenai sekitar 50-70% wanita yang masih menstruasi.

Molekul yang berperan pada dismenore adalah prostaglandin F2, yang selalu

menstimulasi kontraksi uterus, sedangkan prostaglandin menghambat kontraksi

uterus. Terdapat peningkatan kadar prostaglandin di endometrium saat perubahan

dari fase proliferasi ke fase sekresi. Perempuan dengan dismenore primer

didapatkan kadar prostaglandin lebih tinggi dibandingkan perempuan tanpa

dismenore. Peningkatan kadar prostaglandin tertinggi saat haid terjadi pada 48

jam pertama. Hal ini sejalan dengan awal muncul dan besarnya intensitas keluhan

nyeri haid. Nyeri dismenore primer mirip seperti kejang spasmodik, yang

dirasakan pada perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha

dan pinggang bawah dapat juga disertai dengan keluhan mual, muntah, nyeri

kepala, rasa lelah, atau diare sering menyertai dismenore yang diduga karena

masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik.

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan berbagai

kelainan anatomis genitalis. Dismenore sekunder terjadi pada wanita berusia 30-

45 tahun dan jarang sekali terjadi sebelum usia 25 tahun. Nyeri dismenore

sekunder dimulai 2 hari atau lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya semakin

hebat serta mencapai puncak pada akhir menstruasi yang bisa berlangsung selama

2 hari atau lebih. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah

tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah,

atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi

26
normal dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala

ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab

dismenore sekunder seperti: endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis

serviks, penyakit radang panggul, perlekatan panggul, atau irritable bowel

syndrome.

2.2.4. Patofisiologi

Dismenore terjadi pada saat fase pramenstruasi (sekresi). Pada fase ini terjadi

peningkatan hormon prolaktin dan hormon estrogen. Sesuai dengan sifatnya,

prolaktin dapat meningkatkan kontraksi uterus. Hormon yang juga terlibat dalam

dismenore adalah hormon prostaglandin. Prostaglandin sangat terkait dengan

infertilitas pada wanita, dismenore, hipertensi, preeklamsi-eklamsi, dan syok

anafilaktik. Pada fase menstruasi prostaglandin meningkatkan respon miometrial

yang menstimulasi hormon oksitosin. Dan hormon oksitosin ini juga mempunyai

sifat meningkatkan kontraksi uterus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

dismenore sebagian besar akibat kontraksi uterus (Manuaba, 2006).

Mekanisme yang paling signifikan untuk dismenoria primer adalah pelepasan

prostaglandin dan leukotrien ke dalam cairan menstruasi, memulai respon

inflamasi dan mungkin vasopressin memediasi vasokonstriksi. Penyebab

dismenoria sekunder termasuk stenosis serviks, endometriosis, infeksi panggul,

con-panggul gestion sindrom, polip rahim atau leher rahim, fibroid rahim, genital

keluar saluran penghalang, dan perlengketan pelvis. kehamilan dan keguguran

harus dipertimbangkan dalam penanganan dismenorea.

27
2.2.5. Gejala

Menurut Kasdu (2005), gejala dismenore yang sering muncul adalah :

a. Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi.

b. Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai.

c. Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari, namun ada juga wanita

yang masih merasakan nyeri perut meskipun sudah dua hari haid.

d. Nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian

bawah dan tungkai.

e. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul

yang terus menerus.

f. Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing atau pening.

2.2.6. Derajat Dismenore

Karakteristik gejala dismenore berdasarkan derajat nyerinya menurut

Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Dismenore ringan

Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang

berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup

istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar

tetapi tetap berlokasi di daerah perut bawah.

b. Dismenore sedang

Dismenore yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri

saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah,

memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah

28
mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup

sehari-hari.

c. Dismenore berat

Dismenore berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat

menstruasi dan menyebar ke pinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing,

sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dismenore berat memerlukan istirahat

sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau

lebih, dan memerlukan pengobatan dismenore.

2.2.7. Penatalaksanaan

Ada beberapa pilihan pengobatan yang efektif untuk dismenoria. Mereka

termasuk opsi farmakologis (non hormonal dan hormonal) serta non

farmakologik. Pilihan pengobatan dapat dipengaruhi oleh keinginan untuk

kontrasepsi, tingkat aktivitas seksual pasien, potensi efek samping, dan biaya.

29
Terapi Farmakologis

Mengingat peran prostaglandin dalam patofisiologi dismenorea, NSAID

adalah pengobatan pilihan awal. Yang paling umum digunakan adalah naproxen

dan ibuprofen. Semua NSAID memiliki kecenderungan untuk menyebabkan

gangguan pencernaan dan ulserasi, sehingga mereka harus dihindarkan dengan

konsumsi makanan atau susu untuk meminimalkan efek ini. Telah disarankan

bahwa pemuatan dosis (dua kali dosis tunggal biasa) dari NSAID dapat

digunakan, diikuti dengan dosis biasanya dianjurkan sampai gejala hilang. Sebuah

rekomendasi alternatif adalah untuk menggunakan NSAID pada awal mens atau

mungkin pada hari sebelumnya dan melanjutkan perawatannya. Untuk pasien

30
yang mempunyai kontraindikasi pada penggunaan NSAID, agen hormonal harus

dipertimbangkan.

Kontrasepsi oral efektif dalam mengatasi dismenorea dengan menghambat

endometrium proliferasi jaringan. Penurunan dalam jaringan memberikan

kontribusi pada penurunan endometrium yang diturunkan prostaglandin yang

menyebabkan nyeri panggul. Pada Sebuah percobaan, 2 sampai 3 bulan dari dosis

OC diperlukan untuk menentukan apakah pasien akan merespon terapi. Perbaikan

signifikan dalam dismenorea ringan, sedang ,dan berat akan dicatat dengan

penggunaan kontrasepsi oral. Agen ini memiliki manfaat lain, seperti pencegahan

kehamilan, meningkatkan jerawat, dan mengurangi ovarium risiko kanker. Depot

MPA dapat dipertimbangkan untuk pengobatan dismenoria. keberhasilannya

adalah terhadap kemampuannya untuk membuat amenorrheic kebanyakan pasien

dalam waktu 1 tahun penggunaannya. Produk lain progesteron yang harus

diperhatikan dalam mengelola dismenoria adalah AKDR-LNG. Observasional

Data menunjukkan kemampuannya untuk mengurangi dismenorea dari 60%

menjadi 29% setelah 3 tahun penggunaan.sebagaimana diamati dengan depot

MPA, pengurangan ini mungkin adalah sekunder untuk efeknya dalam

mengurangi aliran menstruasi.

Obat Pengobatan pilihan Pertama

Beberapa faktor mempengaruhi lini pertama pilihan pengobatan yang dipilih

untuk mengobati dismenoria. Jika kontrasepsi yang diinginkan, maka pilihan

hormonal dapat dipertimbangkan dengan menggunakan alasan yang sama untuk

memilih itu seperti yang akan digunakan untuk memilih kontrasepsi (biaya,

31
kepatuhan masalah, efek samping). Jika kontrasepsi tidak diinginkan, maka

NSAID dijadwalkan dosis mulai 1 hari sebelum mens. Jika NSAID kontraindikasi

atau pasien memiliki riwayat gangguan saluran cerna yang akan menghalangi

penggunaannya, topical panas harus direkomendasikan.

Upaya penanganan dismenore menurut Prawirohardjo (2011:183) yaitu :

a. Obat antiinflamasi nonsteroid/NSAID

NSAID adalah terapi awal yang sering digunakan untuk dismenore. NSAID

mempunyai efek analgetika yang secara langsung menghambat sintesis

prostaglandin dan menekan jumlah darah haid yang keluar. Seperti diketahui

sintesis prostaglandin diatur oleh dua isoform siklooksigenase (COX) yang

berbeda, yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagian besar NSAID bekerja menghambat

COX-2.

b. Pil kontrasepsi kombinasi

Bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan pertumbuhan jaringan

endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi prostaglandin

serta kram uterus. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk

mengatasi dismenore dan sekaligus akan membuat siklus haid menjadi teratur.

Progestin dapat juga dipakai untuk pengobatan dismenore, misalnya medroksi

progesteron asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2x10 mg mulai haid hari ke-5

sampai 25. Bila penggunaan obat tersebut gagal mengatasi nyeri haid sebaiknya

dipertimbangkan untuk mencari penyebab dismenore sekunder.

32
Terapi Nonfarmakologis

Beberapa intervensi non farmakologi digunakan untuk mengelola

dismenorea. Di antaranya, terapi panas topikal, olahraga dan diet vegetarian

rendah lemak. Perubahan pola makan dapat mempersingkat durasi dismenorea.

Aplikasi panas topikal melalui patch perut untuk 12 jam berturut-turut/ hari telah

terbukti sama efektifnya dengan 400 mg ibuprofen dosis tiga kali sehari. Karena

topikal panas, olahraga, dan perubahan pola makan tidak memberikan efek

sistemik, mereka terkait dengan sedikit resiko dibandingkan dengan pilihan

farmakologis yang tersedia. Non farmakologi pilihan lainnya yang dicadangkan

untuk digunakan setelah percobaan intervensi farmakologis gagal termasuk

stimulasi transkutan saraf listrik, akupunktur.

2.3 KASUS

Nn. Ratih 23 tahun datang ke apotek mengatakan saat ini sedang mestruasi

hari kedua dan merasakan nyeri hebat pada perut bagian bawah sehingga

mengganggu aktivitasnya. Setiap menstruasi pasien merasakan nyeri pada perut

bagian bawah tetapi tidak menganggu aktifitasnya dan akan mereda apabila

diberikan kompres air hangat dan istirahat.

ANALISIS BERDASARKAN SOAP

1. Subjektif

Nama : Nn. Ratih

Umur : 23 tahun

33
Keluhan : Rasa nyeri hebat pada perut bagian bawah sehingga

mengganggu aktivitas.

Riwayat penyakit : Setiap menstruasi pasien merasakan nyeri pada

perut bagian bawah tetapi tidak menganggu

aktifitasnya dan akan mereda apabila diberikan

kompres air hangat dan istirahat.

2. OBJEKTIF
-
3. ASSESMENT

Berdasarkan keluhan yang diderita, pasien menderita dismenore yang dapat

dilihat dari gejala dismenore yang mirip seperti keluhan yang dirasakannya

yaitu nyeri hebat ketika haid sampai tidak mampu melakukan aktivitas.

Pasien memiliki riwayat nyeri serupa yang timbul pada setiap siklus haid.

4. PLANNING

a. Terapi Non Farmakologi

- Memberikan kompres hangat (mengurangi rasa nyeri dan

memperlancar aliran darah).

- Mengajarkan strategi relaksasi (misalnya nafas berirama lambat,

nafas dalam).

- Olahraga mampu meningkatkan produksi endorphin (pembunuh rasa

sakit alami tubuh), dapat meningkatkan kadar serotonin.

- Memperbanyak istirahat.
b. Terapi Farmakologi

- Diberi Feminax (Parasetamol 500 mg, Ekstrak Hiosiamin 19 mg).

34
5. KIE

- Feminax digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri, diminum tiga kali

sehari satu tablet saat perut dan panggul terasa nyeri. Diminum setelah

makan.

- Istirahat yang cukup.

- Banyak minum air putih.

35
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Chandran. 2008. Menstruation Disorders: Overview. E-medicine Obstetrics and

Gynecology

Cunningham. 2004. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC

Dawood, Yusof. 2006. Primary Dysmenorrhea Advances in Pathologies and

Management. Clinical Expert Series. Vol.108, No. 2, Agustus 2006

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Depkes RI

Eby, G. 2006. Zink Treatment Prevents Dysmenorrhea. Medical Hypotheses

Elsevier

Hamilton. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Heffner, Linda J. 2008. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi Kedua. Jakarta:

Erlangga

Hendrik, H. 2006. Problema Haid (Tinjauan Syariat Islam dan Medis). Solo: Tiga

Serangkai

Kasdu, D. 2005. Solusi Problem Persalnan. Jakarta: Puspa Swara

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC

Manuaba. 2006. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.

Cetakan 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Praworohardjo, S. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono

36
Speroff. 2003. Pedoman Klinis Kontrasepsi. Edisi 2. Jakarta: EGC

Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

37

Anda mungkin juga menyukai