Anda di halaman 1dari 18

“INFLAMASI”

OLEH :

NAMA : RIZKI ULINA SARI

NIM : PO71201200029

MATA KULIAH : PATOLOGI

KO. MATKUL : Ns. Debbie Nomiko, S.Kep., M.Kep

PROGAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES JAMBI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-nya, akhirnya dapat
menyelesaikan MAKALAH PATOLOGI mengenai “INFLAMASI” yang di koordinasi oleh
ibu Ns. Debbie Nomiko,S.Kep., M.Kep.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena
keterbatasan kemampuan, pengalaman dan ilmu yang dimiliki ataupun kurangnya sumber
pustaka. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat di harapkan untuk penyempurnaan dengan
pengembangan makalh ke arah yang lebih baik. Semoga segala yang tertuang dalam makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, baik sekarang maupun di masa yang akan
datang.

Akhir kata, penulis mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapatbanyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima
kasih

Sarolangun, 19 Mei 2021

Rizki Ulina Sari


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................2

A. Pengertian dan patofisiologi Inflamasi


B. Sel-sel Inflamasi/Peradangan
C. Tanda-tanda Peradangan
D. Jenis-jenis Peradangan /Inflamasi
E. Mediator Kimia Inflamasi

BAB II PENUTUP...............................................................................................................12

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Inflamasi atau radang adalah respons protektif setempat terhadap cedera atau
kerusakan jaringan yang bertujuan menghancurkan, mengurangi, atau melokalisir agen
pencedera juga jaringan yang cedera. Inflamasi merupakan respons yang menguntungkan
dan sebagai pertahanan tubuh sehingga terjadi netralisasi dan pembuangan agen-agen
penyerang, jaringan nekrosis, sehingga tercipta keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan
dan pemulihan tubuh. Pada keadaan dimana jaringan mengalami cedera seperti terbakar,
teriris atau terinfeksi kuman, maka pada jaringan tersebut akan terjadi rangkaian reaksi
guna memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen
menyebar lebih luas. Respons tersebut merupakan sistem kekebalan terhadap infeksi yang
distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin dan prostaglandin) yang
dilepaskan oleh sel sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Sebagai hasil akhir respons inflamasi
yaitu jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru.

Inflamasi merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki vaskularisasi
akibat stimulus (rangsang) eksogen dan endogen. Dalam arti yang paling sederhana,
Inflamasi adalah suatu repons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab
awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan
asal.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan patofisiologi Inflamasi?
2. Sel-sel Inflamasi/Peradangan?
3. Tanda-tanda Peradangan?
4. Jenis-jenis Peradangan /Inflamasi?
5. Mediator Kimia Inflamasi?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan patofisiologi Inflamasi?
2. Untuk Mengetahui Sel-sel Inflamasi/Peradangan?
3. Untuk Mengetahui Tanda-tanda Peradangan?
4. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Peradangan /Inflamasi?
5. Untuk Mengetahui Mediator Kimia Inflamasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Patofisiologi Inflamasi

1. Pengertian Inflamasi / Peradangan


Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan
oleh faktor eksternal. (Robbins, 1995) Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya
dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya
mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang
akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan
demikian, inflamasi juga terkait erta dengan proses perbaikan, yang mengganti
jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan pengisian setiap
defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa (Kumala et al., 1998; Mitchel &
Cotran, 2003). Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah radang
yang berlansung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan
ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta
akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu
inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah
respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan
infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan
meliputi suatu suatu perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan
selular.(Sudiono,2003)
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah
lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan
permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam
ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh
fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan,
migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan
sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem
komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal
yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall,
1997).
2. Patofisiologi
a. Respon Inflamasi
Respon inflamasi adalah reaksi yang berfungsi untuk menetralkan dan
menghilangkan nekrotik serta membentuk sebuah kondisi yang mendukung
penyembuhan dan perbaikan.
b. Respons vaskular
Sesaat setelah cidera, vaskuler sekitar menjadi vasocontriction. Tetapi
setelah histamin dan bahan kimia disekresikan oleh sel maka vaskuler akan
menjadi vasodilatasi sehingga terjadi hiperemia. Selain itu terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi gerakan cairan dari kapiler ke jaringan
akibatnya terjadilah edema.
c. Respon selular
1. Neutrofil
Neutrofil adalah leukosit pertama merespons cidera dan melakukan
fagositosis terhadap bakteri dan benda asing lainnya. Masa hidupannya
singkat yaitu antara 24 sampai 48 jam menyebabkan neutrofil mati lalu
menumpuk menjadi nanah.
2. Monosit
Monosit adalah sel fagosit kedua yang merespons cideradan
peradangan. Pada saat berada di jaringan maka monosit akan berubah
menjadi makrofag.
3. Limfosit
Limfosit merespons peradangan dengan peran utamanya berhubungan
dengan respons humoral dan kekebalan tubuh.
4. Eosinofil dan basofil
memiliki peran dalam peradangan yaitu dengan melepaskan bahan
kimia yang bertindak untuk mengontrol efek histamin dan serotonin.
5. Pembentukan eksudat.
Eksudat terdiri dari cairan dan leukosit yang sifat dan kuantitasnya
tergantung pada jenis dan tingkat keparahan cedera dan jaringan yang
terlibat.
d. Respon sistemik
Respon sistemik yang menyertai reaksi yang terjadi pada peradangan di
antaranya adalah:
1. Demam Merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang
berasal dari neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu
pusat pengendali suhu tubuh yang ada di hipothalamus.
2. Perubahan hematologis. Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan
mempengaruhi proses maturasi dan pengeluaran leukosit dari sumsum
tulang yang mengakibatkan kenaikan leukosit yang disebut leukositosis.
3. Gejala konstitusional Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan
metabolisme dan endokrin yang menyolok. Reaksi peradangan lokal sering
diiringi oleh berbagai gejala konstitusional yang berupa malaise, anoreksia
atau tidak ada nafsu makan dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang
beratnya berbedabeda pada setiap orang bahkan sampai tidak berdaya
melakukan apapun.

B. Sel-sel pada Inflamasi/Peradangan

Sel neutrofil adalah sel darah putih pertama yang melakukan migrasi dari
pembuluh darah ke tempat cedera. Fungsi neutrofil adalah untuk memfagositosis bakteri
dan debris selular. Neutrofil polimorfonuklear (PMN) tertarik ke daerah inflamasi oleh
faktor kemotaktik, yang dihasilkan oleh bakteri, komplemen (C5a), produk jalur
lipooksigenase (5-HETE dan leuktotrien B4) dan sitokin. Neutrofil juga melepaskan zat-
zat kimia yang yang menarik sel darah putih lain ke tempat peradangan, dengan proses
yang disebut kemotaksis (Robbins, 1995). Sel ini mempunyai inti bersegmen dalam
bentuk bermacam-macam, seperti kacang, tapal kuda, dan lain-lain. Sel ini memiliki
diameter 10-12 μm. Segmen/lobus dari inti berkisar 2-4 buah. Inti terisi penuh oleh butir-
butir khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu.
Makrofag merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi setelah
beremigrasi dari aliran darah (Sudiono,2003).
Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular, monosit berubah menjadi makrofag,
dan mampu mengadakan fagositosis terhadap bakteri dan sisa-sisa sel dalam jumlah yang
besar. Sel ini berukuran 10 sampai 30 μm dan umumnya memiliki inti lonjong atau
berbentuk ginjal yang terletak eksentris.(Brown,1998) Makrofag yang teraktivasi
menyebabkan ukuran sel bertambah besar, kandungan enzim lisosom menjadi meningkat,
metabolismenya lebih aktif, dan kemampuan membunuh mikroorganismenya lebih besar.
(Sudiono,2003). Limfosit muncul pada tingkat kronis reaksi inflamasi. Sel ini
berhubungan dengan sistem imun dan berfungsi untuk melepaskan zat antibodi.
(Brown,1998) Limfosit terdiri dari limfosit B, limfosit T dan sel pembunuh alami
(natural killer).(Robbins, 1995) Secara histologis limfosit memiliki ukuran sekitar 8-10
mikron, lebih kecil dari sel PMN. Intinya bulat, gelap yang hampir memenuhi seluruh sel,
sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit.(Brown,1998)
Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami
diferensiasi akhir. Sel ini menghasilkan antibodi untuk melawan antigen di tempat
radang.(Sudiono,2003) Sel ini berentuk bulat atau lonjong, inti yang terletak eksentris
dengan struktur seperti roda dan sitoplasma yang lebih banyak dan basofilik.
(Brown,1998). Sel lain yang ditemukan pada pulpa dan jaringan periradikular yang
terinflamasi adalah eosinofil, basofil, dan sel mast. Eosinofil ditemukan pada reaksi alergi
dan infeksi parasit.(Walton,2008) Tidak seperti neutrofil, sel ini tidak berperan dalam
pertahanan melawan bakteri. Sitoplasmanya mengandung granula yang kasar dan
berwarna merah terang. Bentuk dan besarnya mirip dengan neutrofil, tapi intinya lebih
sederhana dan sering hanya berlobus dua.(Brown,1998) Sel basofil memiliki granula
kasar dan berwarna biru kehitaman.(Brown,1998) Basofil bersirkulasi di dalam darah dan
apabila diaktifkan oleh cedera atau infeksi akan mengeluarkan histamin, bradikinin, dan
serotonin. Zat-zat ini meningkatkan permeabilitas kapiler dan aliran darah ke tempat
radang. Basofil mengeluarkan bahan alami anti pembekuan heparin. Sel ini juga terlibat
dalam pembentukan respon alergi.(Robbins, 1995)Sel mast adalah sel jaringan ikat
berbentuk bulat sampai lonjong, bergaris tengah 20-30 μm, sitoplasmanya bergranul kasar
dan basofilik. Intinya agak kecil, bulat, letaknya di pusat, dan seringkali tertutup oleh
granul sitoplasma. Sel mast adalah sel khusus yang berisi bahan kimia vasoaktif.
(Brown,1998) Sel ini dijumpai pada jaringan ikat longgar yang mengelilingi pembuluh
darah. Proses radang dimulai ketika sel mast membebaskan kandungan intraseluler
selama cedera jaringan, terpajan pada toksin, pengaktifan protein pada jenjang
komplemen, dan pengaktifan antigen antibodi. Proses pelepasan kandungan sel mast
disebut degranulasi sel mast yang akan menghasilkan histamin, serotinin, dan bahan lain
yang disintesis oleh sel mast. Zat-zat ini merupakan penyebab vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan agen kemotaktik sel darah putih dan trombosit ke daerah
radang.(Sudiono,2003)
C. Tanda-tanda Peradang

1. Rubor (Kemerahan) Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat
di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka
arteriol yang mensuplai daerah melebar sehingga lebih banyak darah mengalir. Kapiler-
kapiler yang sebelumnya kosong dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini
yang dinamakan hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal. Timbulnya
hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik
maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin.

2. Kalor atau rasa panas Terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi inflamasi akut.
Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37ᵒC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami inflamasi lebih banyak
daripada ke daerah normal.

3. Rasa Sakit (Dolor) Rasa sakit terjadi karena adanya rangsangan saraf. Rangsangan saraf
sendiri dapat terjadi akibat perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi ion-ion tertentu,
atau pengeluaran zat-zat kimia bioaktif lainnya. Selain itu, pembengkakan jaringan yang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal juga dapat menimbulkan rasa sakit.

4. Pembengkakan (Tumor) Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel


dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daerah inflamasi disebut dengan eksudat.

5. Fungsio Lasea Perubahan fungsi atau fungsio lasea adalah reaksi-reaksi inflamasi yang
telah dikenal. Sepintas mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri yang
disertai sirkulasi abnormal dari lingkungan kimiawi yang abnormal, berfungsi abnormal.
Namun sebetulnya tidak diketahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan
meinflamasi terganggu.

D. Jenis-jenis Inflamasi/Peradangan

Jenis Radang Jenis radang dikelompokkan berdasarkan jenis eksudat yang terbentuk,
organ atau jaringan tertentu yang terlibat, dan lamanya proses peradangan. Tata nama
proses peradangan memperhitungkan masing-masing variable ini.
a. Radang Kataral Terbentuk di atas permukaan membran mukosa di mana terdapat sel-sel
yang dapat mensekresi musin. Eksudat musin yang paling banyak dikenal adalah puck
yang menyertai banyak infeksi pernafasan bagian atas.

b. Radang Pseudomembran Istilah ini dipakai untuk reaksi radang pada permukaan selaput
lendir yang ditandai dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial,
mengandung endapan fibrin, sel-sel nekrotik dan sel darah putih. Sebagai contoh yaitu
radang membranosa sering dijumpai dalam orofaring, trachea, bronkus, dan traktus
gastrointestinal.

c. Ulkus Terjadi apabila sebagian permukaan jaringan hilang sedangkan jaringan


sekitarnya meradang.

d. Abses. Abses adalah lubang yang terisi nanah dalam jaringan. Abses adalah lesi yang
sulit untuk diatasi oleh tubuh karena kecenderungannya untuk meluas dengan
pencairan, kecenderungannya untuk membentuk lubang. Jika terbentuk abses, maka
obat-obatan seperti antibiotik dalam darah sulit masuk ke dalam abses. Umumnya
penanganan abses oleh tubuh sangat dibantu oleh pengosongannya secara pembedahan,
sehingga memungkinkan ruang yang sebelumnya berisi nanah mengecil dan sembuh.
Jika abses tidak dikosongkan secara pembedahan oleh ahli bedah, maka abses
cenderung untuk meluas, merusak struktur lain yang dilalui oleh abses tersebut.

e. Flegmon Flegmon adalah radang purulen yang meluas secara difuse pada jaringan.

f. Radang Purulent Terjadi akibat infeksi bakteri terdapat pada cedera aseptik dan dapat
terjadi dimana-mana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.

g. Radang supuratif Gambaran ini adalah nekrosis liqeuvaktifa yang disertai emigrasi sel
darah putih dalam jumlah banyak. Infeksi supuratif disebabkan oleh banyak macam
bakteri yang secara kolektif diberi nama piogen (pembentukan nanah). Perbedaan
penting antara radang supuratif dan radang purulen bahwa pada radang supuratif terjadi
nekrosis liquefaktiva dari jaringan dasar.
E. Mediator Kimia Inflamasi

Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai penting
antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera langsung
merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein dan cairan di
daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan dan/atau pengeluaran
zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat mengaktifkan mediator
endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip dari respon peradangan terhadap
berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang akut stereotip, tidak tergantung jenis
jaringan maupun agen penyebab pada hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang
sama yang tersebar luas dalam tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga
memberi mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki
mekanisme kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau
antagonis (Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal sebagai
mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan. Walaupun daftar
mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator yang lebih dikenal dapat
digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin dan serotonin), protease plasma
(sistem kinin, komplemen, dan koagulasi fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien
dan prostaglandin), produk leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam
mediator lainnya (misal, radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang
mengaktifkan trombosit) (Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).

1. Amina Vasoaktif
Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar histamin
disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel mast. Histamin tersebar
luas dalam tubuh. Histamin juga terdapat dalam sel basofil dan trombosit. Histamin yang
tersimpan merupakan histamin yang tidak aktif dan baru menampilkan efek vaskularnya bila
dilepaskan. Stimulus yang dapat menyebabkan dilepaskannya histamin adalah jejas fisik
(misal trauma atau panas), reaksi imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap
reseptor Fc pada sel mast), fragment komplemen C3a dan C5a (disebut anafilaktosin), protein
derivat leukosit yang melepaskan histamin, neuropeptida (misal, substansi P), dan sitokin
tertentu (misal, IL-1 dan IL-8) (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams,
1995).
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas
venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin bekerja dengan mengikatkan
diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang ada pada endotel pembuluh darah. Pada
perannya dalam fenomena vaskular, histamin juga dilaporkan merupakan bahan kemotaksis
khas untuk eosinofil. Segera setelah dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif
oleh histaminase. Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek
mediator dari histamin. Perlu diketahui bahwa obat antihistamin hanya dapat menghambat
tahap dini peningkatan permeabilitas vaskular dan histamin tidak berperan pada tahap
tertunda yang dipertahankan pada peningkatan permeabilitas (Mitchell & Cotran, 2003;
Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator vaasoaktif.
Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat granula (bersama dengan
histamin, adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin dilepaskan selama agregasi trombosit.
Serotonin pada binatang pengerat memiliki efek yang sama seperti halnya histamin, tetapi
perannya sebagai mediator pada manusia tidak terbukti (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins &
Kumar, 1995).

1. Protease plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga faktor plasma
yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan komplemen. Seluruh proses
dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor Hageman (disebut juga faktor XII dalam sistem
koagulasi intrinsik). Faktor XII adalah suatu protein yang disintesis oleh hati yang
bersirkulasi dalam bentuk inaktif hingga bertemu kolagen, membrana basalis, atau trombosit
teraktivasi di lokasi jejas endotelium. Dengan bantuan kofaktor high-molecular-weight
kininogen (HMWK)/kininogen berat molekul tinggi, faktor XII kemudian mengalami
perubahan bentuk menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa dapat membongkar pusat serin aktif yang
dapat memecah sejumlah substrat protein (Mitchell & Cotran, 2003).
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan bradikinin. Bradikinin
merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai prekursor yang disebut HMWK.
Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim proteolitik kalikrein. Kalikrein sendiri
berasal dari prekursornya yaitu prekalikrein yang diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya
histamin, bradikinin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan
kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis untuk leukosit,
tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit. Bradikinin dapat bertindak
dalam sel-sel endotel dengan meningkatkan celah antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara
cepat oleh kininase yang terdapat dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi pada
tahap dini peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins &
Kumar, 1995).
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan aktivasi trombin
yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam sirkulasi menjadi gumpalan
fibrin. Faktor Xa menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit.
Trombin memperkuat perlekatan leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan
fibrinopeptida (selama pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular
dan sebagai kemotaksis leukosit (Mitchell & Cotran, 2003).
Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi sistem
fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan dengan cara memecah
fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa adanya fibrinolisis ini, akan terus
menerus terjadi sistem pembekuan dan mengakibatkan penggumpalan pada keseluruhan
vaskular. Plasminogen activator (dilepaskan oleh endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan
kalikrein adalah protein plasma yang terikat dalam perkembangan gumpalan fibrin. Produk
hasil dari keduanya yaitu plasmin, merupakan protease multifungsi yang memecah fibrin
(Mitchell & Cotran, 2003).
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan penting dalam
imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi biologi komplemen ialah
aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat terjadi oleh apa yang disebut ”jalur
klasik” yang tercetus oleh pengikatan C1 pada kompleks antigen-antibodi (IgG atau IgM)
atau melalui jalur alternatif yang dicetuskan oleh polisakarida bakteri (misal, endotoksin),
polisakarida kompleks, atau IgA teragregasi, dan melibatkan serangkaian komponen serum
(termasuk properdin dan faktor B dan D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya sistem
komplemen akan memakai urutan efektor akhir bersama yang menyangkut C5 sampai C9
yang mengakibatkan pembentukan beberapa faktor yang secara biologi aktif serta lisis sel-
sel yang dilapisi antibodi (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).
Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai fenomena radang akut,
yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan fagositosis. C3a dan C5a (disebut juga
anafilaktosin) meningkatkan permeabilitas vaskular dan menyebabkan vasodilatasi dengan
cara menginduksi sel mast untuk mengeluarkan histamin. C5a mengaktifkan jalur
lipoksigenase dari metabolisme asam arakidonat dalam netrofil dan monosit. C5a juga
menyebabkan adhesi neutrofil pada endotel dan kemotaksis untuk monosit, eosinofil, basofil
dan neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b, apabila melekat pada dinding sel bakteri akan
bekerja sebagai opsonin dan memudahkan fagositosis neutrofil dan makrofag yang
mengandung reseptor C3b pada permukaannya (Mitchell & Cotran, 2003).

a. Metabolit asam arakidonat


Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon polyunsaturated fatty
acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan berada dalam tubuh dalam bentuk
esterifikasi sebagai komponen fosfolipid membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari
fosfolipid melalui fosfolipase seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau
fisik, atau oleh mediator inflamasi lainnya seperti C5a. Metabolisme asam arakidonat
berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan,
yaitu jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam arakidonat (disebut juga
eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah inflamasi. (Mitchell & Cotran, 2003).
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2), PGD2, PGF2?, PGI2
(prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut berasal dari PGH2 oleh
pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil
akhir biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan
tertentu. Misalnya, trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk
utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan
vasokonstriktor. Di sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi
banyak memiliki prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator
dan penghambat kuat agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit utama dari jalur
siklooksigenase pada sel mast. Bersama dengan PGE 2 dan PGF2?, PGD2 menyebabkan
vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin terlibat dalam patogenesis nyeri dan
demam pada inflamasi (Mitchell & Cotran, 2003).
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk bahan-bahan
proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim metabolit asam arakidonat utama
pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki karakteristik yang terbaik. 5-HPETE (asam 5-
hidroperoksieikosatetranoik) merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak
stabil dan direduksi menjadi 5-HETE (asam 5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai kemotaksis
untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien. Produk dari
5-HPETE adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan
agen kemotaksis kuat dan menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC 4, LTD4, dan LTE4
menyebabkan vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
(Mitchell & Cotran, 2003).
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis menggunakan
jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan
LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil.
Lipoksin mempunyai aksi baik pro- dan anti- inflamasi. Misal, LXA 4 menyebabkan
vasodilatasi dan antagonis vasokonstriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya
menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi perlekatan monosit
(Mitchell & Cotran, 2003).
b. Produk leukosit
Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit mengandung molekul
mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh karena peluruhan
selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang terhalang karena ukurannya
besar dan permukaan yang tidak dapat dicerna. Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom
menyebabkan pembentukan bradikinin. Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang
diperlukan untuk sintesis asam arakidonat (Robbins & Kumar, 1995).
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung bahan yang aktif
untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan radang kronik. Limfosit
yang telah peka terhadap antigen melepaskan limfokin. Limfokin merupakan faktor yang
menyebabkan penimbunan dan pengaktifan makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting
pada radang kronik (Robbins & Kumar).
c. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis dapat luruh
memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas yang sangat toksik
meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak endotel kapiler. Selain itu, ion-ion
superoksida dan hidroksil juga dapat menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim.
Akibatnya, akan dapat terbentuk lipid-lipid kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).

Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal ini karena
menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast. Selain sel mast, neutrofil
dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF. Aseter-PAF meningkatkan permeabilitas
vaskular, adhesi leukosit dan merangsang neutrofil dan makrofag (Robbins & Kumar, 1995
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan
Radang akan memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan
merintis jalan untuk pemulihan jaringan yang rusak. Untuk mencapai tujuan tersebut,
reaksi radang sering kali menimbulkan tanda dan gejala yaitu dolor, color, rubor,
tumor dan fungsio laesa. Patofisiologi peradangan terdiri dari berbagai respons yaitu
respon inflamasi, respoon vaskular, respon seluler yang terdiri dari neutrofil, monosit,
limfosit, eosinofil dan pembentukan eksudat. Selian itu juga ada respon sistemik yang
terdiri dari demam, perubahan hematologis dan gejala konstitusional. Jenis radang
terdiri dari radang kataral, radang pseudomembran, ulkus, abses, flegmon dan radang
supuratif.
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas sehingga hasilnya di manfaatkan


lebih lanjut,maka penulis memberikan saran sebagai berikut.
1.bagi pendidikan
2.bagi penelitian selanjutnya
3.bagi perawat/petugas kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

1. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Patologi-
Keperawatan-Komprehensif.pdf
2. https://www.academia.edu/19654679/Inflamasi_DOC
3. http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6209/BAB%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y
4. http://eprints.ums.ac.id/18767/2/BAB_I.pdf
5. https://repository.usd.ac.id/2370/2/048114049_Full.pdf

Anda mungkin juga menyukai