Anda di halaman 1dari 17

MAKALA BAKTERIOLOGI KLINIK

DOSEN PENGAMPU
SELAMAT RIADI, S.Si, M.Si
DISUSUN OLEH :
KRISDAYANTI SIAGIAN

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKES KEMENKES MEDAN
T.A 2023/2024
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2

1
Bab I.....................................................................................................................................3

Mikobakterium.....................................................................................................................3

Mikobakterium Tuberculosis................................................................................................3

Mikobakterium Leprae.........................................................................................................5

Bab II....................................................................................................................................7

Haemophilus........................................................................................................................7

Bab III...................................................................................................................................10

Infeksi Saluran Kemih...........................................................................................................10

Bab VI...................................................................................................................................13

Leptospirosis........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................18

BAB I

2
A. MIKOBAKTERIUM
Mikobakterium adalah genus Aktinobakteria. Genus termasuk pathogen diketahui
menyebabkan penyakit serius pada mamalia, termasuk tuberkulosis dan leprosi. Latin dari
"miko" berarti baik fungi dan lilin; lilin disini berhubungan dengan komponen "lilin" di
diding sel.
1. MIKOBAKTERIUM TUBERCULOSIS

Mycobakterium tuberculosis spesies bakteri patogen dalam famili Mycobacteriaceae serta


menjadi penyebab dari tuberkulosis (TBC). Pertama kali ditemukan pada 1882 oleh Robert
Koch, M. tuberculosis memiliki permukaan sel berlilin yang tak biasa yang disebabkan
adanya asam mikolat. Pelapisan ini mempengaruhi pewarnaan Gram, sehingga M.
tuberculosis dikategorikan Gram positif lemah. Uji ketahanan asam seperti pewarnaan Ziehl–
Neelsen, atau pewarnaan fluoresensi menggunakan auramin dapat digunakan untuk
mengidentifikasi M. tuberculosis di bawah mikroskop. Fisiologi M.
tuberculosis bersifat aerob dan memerlukan banyak oksigen. Sebagai patogen sistem
pernapasan mamalia, bakteri ini menyerang paru-paru. Metode diagnostik yang cukup umum
adalah uji tuberkulin, ketahanan asam, kultur mikrobiologi, serta PCR.
Genom M. tuberculosis berhasil diurutkan tahun 1998.
Taksonomi Mycobacterium tuberculosis
Superdomain Biota
Superkerajaan Prokaryota
Kerajaan Bacteria
Subkerajaan Posibacteria
Filum Actinobacteria
Kelas Actinobacteria
Ordo Mycobacteriales
Famili Mycobacteriaceae
Genus Mycobacterium
Spesies Mycobacterium
tuberculosis
M. tuberculosis yang ditemukan pada tahun 2019 memiliki 9 sub spesies antara lain M.
tuberculosis sensu stricto, M. africanum, M. canetti, M. bovis, M. caprae, M. microti, M.
pinnipedii, M. mungi, dan M. orygis. Bakteri ini membutuhkan oksigen untuk tumbuh, tidak
menghasilkan spora, dan non motil. M. tuberculosis membelah setiap 18-24 jam. Pembelahan ini
sangat lambat jika dibandingkan bakteri lain yang cenderung membelah dalam beberapa menit.
Bakteri ini berbentuk basil kecil yang resistan terhadap disinfektan kadar rendah dan dapat
bertahan dalam lingkungan kering selama berminggu-minggu. Dinding sel M. tuberculosis
berbeda dari bakteri lainnya yang kaya akan lipid seperti asam mikolat dan kemungkinan besar
digunakan untuk bertahan dari kekeringan serta salah satu faktor virulensi.

3
 Mikroskopis
Pewarnaan bakteri lain biasanya diidentifikasi dengan mikroskop menggunakan pewarnaan
Gram. Namun asam mikolat pada dinding sel M.tuberculosis tidak dapat menyerap pewarna.
Oleh karena itu, untuk identifikasi M. tuberculosis biasanya digunakan pewarnaan Acid-
fast seperti Ziehl-Neelsen, atau pewarnaan fluoresens yang menggunakan auramine. Pada
pengamatan mikroskop akan teramati sel berbentuk batang melengkung dan terlihat terbungkus,
karena adanya asam lemak pada dinding sel yang saling menempel. Penampakan ini disebut
cording atau seperti untaian kabel yang membentuk tali. M. tuberculosis ditandai dalam jaringan
dengan mengaseasi granuloma yang mengadung Langhans giant cell, yang memiliki pola inti
"horseshoe".

 Struktur Dinding Sel


Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis unik diantara prokariota lain dan
merupakan faktor utama virulensi bakteri. Kompleks dinding sel mengandung peptidoglikan dan
juga terdiri dari lipid yang kompleks. Lebih dari 60% dinding sel bakteri ini adalah lipid. Fraksi
lipid dinding sel M. tuberculosis terdiri dari tiga komponen utama yaitu asam mikolat, cord
factor dan wax-D. Asam mikolat adalah lipid bercabang alfa unik yang ditemukan di dinding
sel Mycobacterium dan Corynebacterium. Asam mikolat membentuk 50% dari berat kering
selubung sel mikobakteri. Asam mikolat adalah molekul hidrofobik kuat yang membentung
cangkang lipid di sekitar bakteri dan mempengaruhi sifat permeabilitas pada permukaan sel.
Asam mikolat dianggap sebagai penentu virulensi yang signifikan pada M. tuberculosis karena
dapat mencegah serangan mikobakteri oleh protein kationik, lisozim, dan oksigen radikal dalam
granul fagositik. Asam mikolat juga mampu melindungi mikobakteri ekstraseluler dari
pengendapan komplemen dalam serum.
 Diagnostik
M. tuberculosis dapat ditumbuhkan di laboratorium. Dibandingkan dengan bakteri lain yang
umum dipelajari, M. tuberculosis memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat lambat. Media yang
umum digunakan untuk menumbuhkan bakteri ini yaitu medium liquid seperti Middlebrook 7H9
atau 7H12, medium padat egg-based seperti Lowenstein-Jensen (LJ), dan medium padat seperti
Middlebrook 7H11 atau 7H10. Kultur yang diinokulasi pada medium LJ tampak berwarna
coklat, koloni granular, kasar dan keras. Kultur harus diinkubasi sekitar empat minggu. Bakteri
ini juga dapat dibedakan dari mikobakteri lain dengan produksi katalase dan niacinnya. Tes lain
untuk identifikasi yaitu probe gen dan MALDI-TOF
 Patogenitas

4
Manusia adalah satu-satunya reservoir M. tuberculosis yang diketahui. M. tuberculosis tidak
ditularkan melalui berjabat tangan, bersentuhan dengan dudukan toilet, berbagi makanan atau
minuman, dan berbagi sikat gigi. Dahak bisa menjadi salah satu akar penularan bakteri ini.
Namun, penyebaran utama adalah melalui tetesan udara yang berasal dari seseorang yang
mengidap penyakit tuberkulosis baik melalui batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Ketika
seseorang terinfeksi bakteri TBC, bakteri tersebut dapat menetap di paru-paru dan mulai
berkembang biak. Kemudian bermigrasi melalui darah ke bagian tubuh lainnya seperti ginjal,
tulang belakang, dan otak. Penyakit TBC di paru-paru atau tenggorokan dapat menular. TBC di
bagian tubuh lain, seperti ginjal atau tulang belakang, biasanya tidak menular

2. MIKOBAKTERIUM LEPRAE
Mycobacterium leprae, juga disebut Basillus Hansen, adalah bakteri yang menyebabkan
penyakit kusta (penyakit Hansen). Bakteri ini merupakan bakteri intraselular. M.
leprae merupakan gram-positif berbentuk tongkat. Mycobacterium leprae mirip
dengan Mycobacterium tuberculosis dalam besar dan bentuknya.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Bacteria
Filum: Actinobacteria
Mycobacterium lepra
Ordo: Actinomycetales
Subordo: Corynebacterineae
Famili: Mycobacteriaceae
Genus: Mycobacterium
Spesies: M. leprae
Nama binomial
Mycobacterium leprae
Bakteri ini tahan asam , Gram-positif , bakteri berbentuk batang dan merupakan parasit
obligat intraseluler , yang berarti, tidak seperti kerabatnya Mycobacterium tuberkulosis ,
bakteri ini tidak dapat ditumbuhkan dalam media laboratorium bebas sel. Mycobacterium
leprae memiliki waktu penggandaan yang sangat lama (berkisar antara 12 hingga 14 hari
dibandingkan dengan 20 menit pada Escherichia coli ), serta ketidakmampuannya untuk
dibiakkan di laboratorium. Dinding sel yang kompleks dan unik yang membuat anggota
genus Mycobacterium sulit dihancurkan juga menjadi alasan tingkat replikasinya yang sangat
lambat.

5
 Patogenesis

Masa inkubasi Mycobacterium leprae berkisar antara 9 bulan hingga 20 tahun. Bakteri ini
bereplikasi secara intraseluler di dalam histiosit dan sel saraf dan memiliki dua bentuk. Salah
satu bentuknya adalah "tuberkuloid", yang menginduksi respons yang dimediasi sel yang
membatasi pertumbuhannya, dan memiliki sedikit basil yang dapat dideteksi (paucibacillary).
Melalui bentuk ini, Mycobacterium leprae berkembang biak di tempat masuknya, biasanya di
kulit, menyerang dan menjajah sel Schwann . Bakteri kemudian menginduksi limfosit T-helper,
sel epiteloid, dan sel raksasainfiltrasi pada kulit, menyebabkan orang yang terinfeksi
memperlihatkan bercak besar dan rata dengan tepi merah yang menonjol dan meninggi pada
kulit mereka.

 Gejala infeksi Mycobacterium leprae

Gejala infeksi Mycobacterium leprae disebut juga kusta adalah luka pada kulit yang
berwarna pucat, benjolan atau benjolan yang tidak kunjung hilang setelah beberapa minggu atau
bulan, kerusakan saraf yang dapat mengakibatkan komplikasi pada kemampuan merasakan
perasaan. lengan dan kaki serta kelemahan otot. Gejala biasanya memerlukan waktu 3–5 tahun
sejak terekspos hingga muncul di dalam tubuh. Namun, beberapa orang tidak mulai
menunjukkan gejala sampai 20 tahun setelah terpapar penyakit ini. Masa inkubasi yang lama ini
membuat kemampuan untuk mendiagnosis dengan tepat ketika seseorang bersentuhan dengan
penyakit ini menjadi sangat sulit.

 METABOLISME
 Katabolisme
Ketidakmampuan Mycobacterium leprae untuk tumbuh di media axenic menunjukkan
ketergantungannya pada nutrisi dan zat antara dari inangnya. Banyak jalur katabolik yang ada
pada spesies Mycobacterium lainnya terganggu, karena tidak adanya enzim yang memainkan
peran kunci dalam degradasi nutrisi. Mycobacterium leprae telah kehilangan kemampuan untuk
menggunakan sumber karbon umum, seperti asetat dan galaktosa, dalam jalur metabolisme
energi pusatnya. Selain itu, degradasi lipid terganggu, dengan defisit enzim lipase utama, dan
protein lain yang terlibat dalam lipolisis. Jalur katabolik karbon fungsional terus ada pada
spesies, seperti jalur glikolitik, jalur pentosa fosfat, dan siklus TCA. Kekurangan ini secara luas
membatasi pertumbuhan mikroba pada sejumlah sumber karbon yang terbatas, seperti zat antara
yang berasal dari inang.
 Anabolisme
Jalur anabolik Mycobacterium leprae sebagian besar tidak terpengaruh oleh evolusi
reduktifnya. Spesies ini mempertahankan kemampuannya untuk mensintesis materi genetik,
seperti purin, pirimidin, nukleotida, dan nukleosida, serta sintesis semua asam amino, kecuali
metionin dan lisin.
BAB II

6
B. HAEMOPHILUS
Haemophilus influenzae adalah bakteri berbentuk kokobasil bersifat gram negatif,
berukuran kecil (1–2 mm) dan bersifat pleiomorfik.8 H. influenzae merupakan bakteri non-
motil yang terdapat dalam famili Pasteurellaceae yang umumnya hidup secara aerob atau
dibawah tekanan CO2
Klasifikasi bakteri Haemophilus influenzae :
Haemophilus sp
Kingdom :Bacteria
Phylum :Proteobacteria
Class :Gammaproteobacteria
Ordo :Pasteurellales
Family :Pasteurellaceae
Genus :Haemophilus
Species :Haemophilus influenzae

1. Metabolisme
Haemophilia influenzae menggunakan jalur Embden – Meyerhof – Parnas (EMP) untuk
glikolisis dan jalur pentosa fosfat , yang bersifat anabolik dan bukan katabolik . Siklus asam
sitrat tidak lengkap dan kekurangan beberapa enzim yang ditemukan dalam siklus yang berfungsi
penuh. Siklus yang berfungsi sebagian ini tidak hanya terjadi pada Haemophilus
influenzae . Enzim yang hilang dari siklus TCA adalah sitrat sintase , aconitate hydratase ,
dan isocitrate dehydrogenase . Haemophilus influenzaetelah ditemukan di lingkungan aerobik
dan anaerobik, serta lingkungan dengan pH berbeda.

2. Patogenisitas
Haemophilus influenzae memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap host nya, yaitu
manusia. Bakteri ini terdapat dalam tenggorokan dari sekitar 75 % anak– anak dan orang
dewasa yang sehat. Bakteri ini jarang ditemui di rongga mulut dan belum dapat ditemukan
pada selain manusia.17 Terdapat dua golongan serotipe dari H. influenzae, yaitu berkapsul
(encapsulated) dan tidak berkapsul.

3. Diagnosis
Diagnosis Haemophilus influenzae dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium
yaitu Latex Agglutination, PCR dan kultur. Latex Aglutination (LA) mendeteksi antigen dan
merupakan metode yang sensitif dan cepat untuk mendeteksi kapsul polisakarida22. PCR dapat
mendeteksi keenam serotipe kapsul H. influenzae dan merupakan rapid test yang memiliki
spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Pemeriksaan serotipe juga dapat membedakan bakteri
yang berkapsul maupun yang tidak berkapsul.22 Standar baku emas pemeriksaan laboratorium

7
H. influenzae adalah kultur. Bakteri ini memiliki kebutuhan yang kompleks dalam media
pertumbuhannya (fastidious) sehingga seringkali sulit untuk ditumbuhkan.

4. Kultur
Spesimen yang digunakan untuk kultur adalah cairan tubuh yang normalnya steril seperti
CSF (Cerebro Spinal Fluid) atau darah. Haemophilus influenzae merupakan organisme
fastidious yaitu memerlukan nutrisi dan kondisi khusus dalam pertumbuhannya. Haemophilus
influenzae membutuhkan nutrisi dan faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan adalah suatu
komponen organik yang dibutuhkan oleh suatu organisme, yang tidak dapat disintesis oleh
dirinya sendiri. Faktor pertumbuhan bakteri H. influenzae yaitu faktor X (hemin/hematin) dan
faktor V (Nicotinamide Adenine Dinucleotide).Tidak seperti spesies Haemophilus lain yang
hanya memerlukan salah satu faktor pertumbuhan, Haemophilus influenzae membutuhkan
keduanya.

5. Metode molekuler
Uji reaksi berantai polimerase (PCR) telah terbukti lebih sensitif dibandingkan uji LAT atau
uji kultur, dan sangat spesifik. Tes PCR ini dapat digunakan untuk pengetikan kapsuler dari
strain H. influenzae yang dienkapsulasi .
6. Patogenisitas

Haemophilus influenzae umumnya ditemukan di dalam dan di tubuh manusia, namun juga dapat
hidup di berbagai permukaan kering dan keras hingga 12 hari. Kebanyakan strain Haemophilus
influenzae adalah patogen oportunistik; Artinya, mereka biasanya tinggal di inangnya tanpa
menimbulkan penyakit, namun menimbulkan masalah hanya jika faktor lain (seperti infeksi
virus, penurunan fungsi kekebalan tubuh, atau jaringan yang meradang kronis, misalnya karena
alergi) memberikan peluang. Mereka menginfeksi inang dengan menempel pada sel inang
menggunakan adhesin autotransporter trimerik .

7. Pencegahan

Vaksin yang efektif untuk Haemophilus influenzae serotipe b telah tersedia sejak awal tahun
1990an, dan direkomendasikan untuk anak di bawah usia 5 tahun dan pasien penderita
asplenik. Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan vaksin pentavalent , menggabungkan

8
vaksin terhadap difteri , tetanus , pertusis , hepatitis B dan Hib. Belum ada bukti yang cukup
mengenai seberapa efektif vaksin pentavalent ini dibandingkan dengan masing-masing vaksin.

BAB III

C. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Infeksi saluran kemih merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme di dalam saluran kemih manusia yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli,
ataupun uretra. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh berbagai macam bakteri diantaranya E.
Coli, klebsiella sp, proteus sp,providensiac, P.aeruginosa, acinobacter, dan enterococu faecali,
namun 90% disebabkan oleh E.Coli. Faktor faktor yang mempengaruhi antara lain adalah,
personal hygiene, menahan buang air kecil, dan kurangnya asupan air putih
Saluran kemih berfungsi untuk menyimpan sekaligus mengelola urine sebelum dikeluarkan
oleh tubuh. Proses ini dimulai dengan penyaringan zat sisa dalam darah oleh ginjal kemudian
dikeluarkan dalam bentuk urine. Selanjutnya, urine akan dialirkan dari ginjal melalui ureter
menuju kandung kemih. Kemudian, ditampung oleh kandung kemih dan dibuang melalui saluran
uretra.
Apabila seseorang mengalami infeksi saluran kemih, maka proses pengeluaran urine oleh tubuh
menjadi terhambat sehingga pembuangan urine menjadi tidak normal.

1. Jenis Infeksi Saluran Kemih

 Infeksi Saluran Kemih Atas


ISK atas adalah infeksi yang terjadi pada organ sistem kemih yang terletak sebelum
kandung kemih, yaitu ginjal (pielonefritis) dan ureter (ureteritis).

9
 Infeksi Saluran Kemih Bawah
ISK bawah adalah infeksi pada saluran kemih bagian bawah, seperti kandung kemih
(sistitis) dan uretra (uretritis).

2. Penyebab Infeksi Saluran Kemih

Secara umum, penyebab infeksi saluran kemih adalah karena bakteri yang masuk dalam
saluran kemih melalui uretra, kemudian berkembang di kandung kemih. Bakteri yang paling
sering menjadi penyebab infeksi saluran kemih adalah E. coli. Namun, ada beberapa jenis
bakteri lainnya juga seperti Klebsiella, Pseudomonas, dan Staphylococcus saprophyticus.
Bakteri-bakteri tersebut dapat masuk melalui uretra ketika sedang buang air kecil. Bakteri ini
akan menyebar ke atas hingga sampai pada ginjal dan kandung kemih. Apabila bakteri-bakteri
itu bertahan pada area tersebut dan terus tumbuh, maka infeksi saluran kemih bisa terjadi. Selain
bakteri, penyebab ISK juga dapat dipicu oleh gangguan pada ginjal, seperti batu ginjal.

3. Gejala Infeksi Saluran Kemih

Pada kasus yang sering terjadi, gejala infeksi saluran kemih ditandai dengan rasa nyeri saat
buang air kecil, meningkatnya frekuensi buang air kecil, dan warna urine keruh disertai darah.
Kondisi ini juga menyebabkan lapisan saluran kemih mengalami peradangan (iritasi) dan
menjadi merah.
Selain beberapa tanda di atas, infeksi saluran kemih juga dapat disertai gejala seperti berikut:

 Organ intim terasa terbakar saat buang air kecil.


 Punggung atau perut bagian bawah terasa nyeri dan tertekan.
 Urine berbau menyengat.
 Urine yang keluar sedikit.
 Merasa lelah dan gemetar.
 Demam dan menggigil.

4. Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih adalah kondisi yang rentan dialami oleh wanita. Hal ini karena wanita
cenderung memiliki uretra lebih pendek daripada pria, sehingga bakteri lebih mudah sampai ke
kandung kemih dan ginjal.
Namun, infeksi ini tetap bisa dialami oleh siapa saja. Beberapa faktor yang berpotensi
meningkatkan risiko terkena infeksi saluran kemih adalah sebagai berikut:

10
 Menopause.
 Aktif secara seksual.
 Memiliki kelainan saluran kemih.
 Masalah imun.
 Menggunakan kateter.
 Mengalami penyumbatan di saluran kemih.

5. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih

Cara mengatasi infeksi saluran kemih harus dimulai dari diagnosis dokter guna mendapat
penanganan yang tepat. Adapun beberapa prosedur tes yang biasanya digunakan untuk
mendiagnosis infeksi saluran kemih adalah sebagai berikut:

 Urinalisis
Urinalisis adalah prosedur yang dilakukan dengan menganalisis sampel urine untuk
mengidentifikasi sel darah merah, sel darah putih, atau bakteri.
 Kultur Urine
Prosedur ini bertujuan menentukan jenis bakteri agar dapat diberikan antibiotik yang tepat.
 Tes Pencitraan
Dalam prosedur tes pencitraan, dokter akan merekomendasikan USG, CT
scan atau MRI guna mengamati kondisi saluran kemih.

 Sistoskopi
Sistoskopi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan medis khusus yang
dimasukkan dari uretra untuk melihat ke dalam kandung kemih.

6. Cara Mengatasi Infeksi Saluran Kemih


Pengobatan infeksi saluran kemih umumnya dilakukan dengan memberi antibiotik pada
pasien. Antibiotik berguna membunuh bakteri, sehingga infeksi akan terhenti. Pasien harus
memastikan telah menghabiskan antibiotik yang diresepkan sebelumnya agar tubuh tidak
mengalami resistensi obat.

Agar pengobatan infeksi saluran kemih optimal, penderita juga disarankan untuk
memperbanyak asupan air putih. Apabila pasien mengalami keluhan nyeri dan demam, biasanya
dokter akan menyertakan resep obat untuk meredakan rasa nyeri dan penurun demam.
Jika gejala infeksi saluran kemih sering kambuh, misalnya dalam tiga kali setahun, dokter akan
memberikan rencana perawatan khusus, di antaranya yaitu:

11
 Mengonsumsi antibiotik selama 1-2 hari apabila gejala kambuh.
 Mengonsumsi antibiotik dosis rendah dalam jangka waktu lebih lama untuk mencegah
infeksi kambuh.

Selain pengobatan, upaya pencegahan ISK juga perlu dilakukan. Berikut beberapa cara agar
Anda terhindar dari infeksi ini:

 Rutin minum air putih kurang lebih 2 liter per hari.


 Tidak membiasakan menahan kencing.
 Menjaga kebersihan area intim.
 Menghindari pakaian dalam yang ketat karena dapat meningkatkan kelembapan pada area
tersebut.

BAB VI

D. LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini dapat
menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi. Beberapa hewan yang tergolong sebagai
perantara penyebaran leptospirosis adalah tikus, sapi, anjing, dan babi.
Gejala pada leptospirosis mirip dengan gejala penyakit flu, tetapi lebih berat serta disertai
dengan bengkak di kaki dan tangan, serta kulit menjadi kuning. Jika tidak diobati dengan tepat,
leptospirosis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam, bahkan mengancam nyawa.
1. Penyebab Leptospirosis
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang hidup selama beberapa
tahun di ginjal ginjal. Beberapa hewan yang dapat menyebarkan bakteri Leptospira adalah:

 Anjing
 Babi
 Kuda
 Sapi
 Tikus

Bakteri Leptospira sewaktu-waktu dapat keluar bersama urine sehingga mengontaminasi air
dan tanah. Di air dan tanah, bakteri ini dapat bertahan selama beberapa bulan atau tahun.
Sementara itu, penularan bakteri Leptospira ke manusia dapat terjadi akibat hal-hal berikut:

 Kontak langsung antara kulit dengan urine hewan pembawa bakteri

12
 Kontak antara kulit dengan air dan tanah yang terkontaminasi urine hewan pembawa
bakteri
 Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri

Bakteri Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka, baik luka kecil seperti
luka lecet, maupun luka besar seperti luka robek. Bakteri ini juga bisa masuk melalui mata,
hidung, mulut, dan saluran pencernaan. Leptospirosis bisa menular antarmanusia melalui ASI
atau hubungan seksual, tetapi kasus ini sangat jarang terjadi.

2. Faktor risiko leptospirosis


Leptospirosis banyak ditemui di negara tropis dan subtropis, seperti Indonesia. Hal ini
karena iklim yang panas dan lembap bisa membuat bakteri Leptospira bertahan hidup lebih lama.
Leptospirosis juga lebih sering terjadi pada orang dengan kondisi berikut:

 Menghabiskan sebagian besar waktunya di luar ruangan, seperti pekerja tambang, petani,
atau nelayan
 Sering berinteraksi dengan hewan, seperti peternak, dokter hewan, atau pemilik hewan
peliharaan
 Memiliki pekerjaan yang terkait dengan saluran pembuangan atau selokan
 Tinggal di daerah rawan banjir
 Sering melakukan olahraga atau rekreasi air di alam bebas

3. Gejala Leptospirosis
Pada beberapa kasus, gejala leptospirosis tidak muncul sama sekali. Namun, pada
kebanyakan penderita, gejala penyakit ini bisa muncul 1–2 minggu setelah terpapar
bakteri Leptospira. Gejala leptospirosis sangat bervariasi pada setiap penderita dan awalnya
sering kali dianggap sebagai gejala penyakit lain, seperti flu atau demam berdarah. Tanda dan
gejala awal yang muncul pada penderita leptospirosis antara lain:

 Demam tinggi dan menggigil


 Sakit kepala
 Mual, muntah, dan tidak nafsu makan
 Diare
 Mata merah
 Nyeri otot, terutama pada betis dan punggung bawah
 Sakit perut
 Bintik-bintik merah di kulit yang tidak hilang saat ditekan

Keluhan di atas biasanya pulih dalam waktu 1 minggu. Namun, pada sebagian kasus,
penderita dapat mengalami penyakit leptospirosis tahap dua yang disebut dengan penyakit Weil.
Penyakit ini terjadi akibat peradangan yang disebabkan oleh infeksi. Penyakit Weil dapat
berkembang 1–3 hari setelah gejala leptospirosis muncul. Keluhan yang timbul bervariasi,
tergantung pada organ yang terinfeksi. Gejala dan tanda pada penyakit Weil antara lain:

13
 Demam
 Penyakit kuning
 Sulit buang air kecil
 Bengkak di tangan dan kaki
 Perdarahan, seperti mimisan atau batuk berdarah
 Nyeri dada
 Sesak napas
 Jantung berdebar-debar
 Lemas dan keringat dingin
 Sakit kepala dan leher kaku

 Kapan harus ke dokter


Periksakan diri ke dokter jika mengalami gejala yang disebutkan di atas. Gejala leptospirosis
terkadang mirip dengan gejala penyakit infeksi lain sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mengetahui penyebab pastinya sebelum terjadi komplikasi. Segera ke IGD rumah sakit terdekat
jika Anda mengalami gejala-gejala leptospirosis yang lebih parah, seperti:

 Penyakit kuning
 Sulit buang air kecil
 Tangan dan kaki bengkak
 Nyeri dada
 Sesak napas
 Batuk berdarah

Jika Anda terdiagnosis menderita leptospirosis, lakukan kontrol secara rutin selama
pengobatan. Tujuannya adalah agar dokter dapat memantau perkembangan kondisi penyakit dan
keberhasilan terapi yang diberikan.

4. Diagnosis Leptospirosis
Untuk mendiagnosis leptospirosis, dokter akan menanyakan gejala dan riwayat penyakit
pasien. Dokter juga akan bertanya mengenai riwayat perjalanan, kondisi tempat tinggal, dan
aktivitas yang dilakukan pasien selama 14 hari ke belakang.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan beberapa tes
penunjang, untuk memastikan diagnosis dan mengetahui tingkat keparahan leptospirosis. Tes
penunjang tersebut antara lain:

 Tes darah, untuk memeriksa fungsi hati, fungsi ginjal, dan kadar sel darah putih sebagai
penanda infeksi
 Tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau rapid test, untuk mendeteksi
antibodi di dalam tubuh
 Polymerase chain reaction (PCR), untuk mendeteksi keberadaan bakteri Leptospira di
dalam tubuh

14
 Tes aglutinasi mikroskopik (MAT), untuk memastikan keberadaan antibodi yang secara
spesifik terkait dengan bakteri Leptospira
 Pemindaian dengan CT scan atau USG, untuk melihat kondisi organ yang mungkin
terkena dampak peradangan akibat infeksi leptospirosis
 Kultur darah dan urine, untuk memastikan keberadaan bakteri Leptospira di dalam darah
dan urine

5. Pengobatan Leptospirosis
Leptospirosis yang ringan umumnya tidak memerlukan penanganan khusus, bahkan bisa
sembuh dengan sendirinya dalam 7 hari. Pada kondisi yang berat, pengobatan ditujukan untuk
meredakan gejala dan mencegah komplikasi. Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang
bisa dilakukan untuk penderita leptospirosis yang bergejala berat:

 Pemberian obat-obatan
Jika gejala sudah timbul, dokter akan memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala dan
mengatasi infeksi bakteri. Beberapa obat yang akan diberikan adalah:

 Obat antibiotik, seperti penisilin, amoxicillin, ampicillin, doxycycline, atau azithromycin


 Obat penurun demam dan nyeri, seperti paracetamol atau ibuprofen

 Perawatan di rumah sakit


Perawatan di rumah sakit dilakukan bila infeksi telah berkembang makin parah dan
menyerang organ (penyakit Weil). Pada kondisi ini, antibiotik akan diberikan melalui infus.
Selain itu, dokter juga dapat melakukan beberapa penanganan tambahan berikut:

 Infus cairan, untuk mencegah dehidrasi pada pasien yang tidak bisa minum banyak air
 Pemberian vitamin K, untuk mencegah perdarahan
 Pemasangan ventilator jika pasien mengalami gagal napas
 Pemantauan terhadap kerja jantung
 Transfusi darah jika terjadi perdarahan berat
 Cuci darah, untuk membantu fungsi ginjal

Kemungkinan sembuh dari penyakit Weil tergantung pada organ yang terserang infeksi dan
tingkat keparahannya. Pada pasien leptospirosis yang parah, kematian bisa terjadi karena
perdarahan atau akibat komplikasi pada paru-paru atau ginjal.

6. Komplikasi Leptospirosis
Leptospirosis yang tidak diobati dengan baik dapat mengakibatkan penyakit Weil.
Komplikasi yang bisa terjadi akibat penyakit Weil antara lain:

 Gagal ginjal akut

15
 Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)
 Perdarahan saluran cerna
 Perdarahan paru-paru
 Stroke perdarahan (stroke hemoragik)
 Gagal hati
 Penyakit Kawasaki
 Kerusakan otot (rhabdomyolysis)
 Radang mata yang parah (Uveitis)
 Penggumpalan darah yang tersebar di seluruh tubuh
 Gagal napas atau acute respiratory distress syndrome (ARDS)
 Infeksi menyebar ke aliran darah (sepsis)
 Gagal jantung
 Keguguran pada ibu hamil

7. Pencegahan Leptospirosis
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi risiko penyebaran
infeksi leptospirosis, yaitu:

 Mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, sepatu bot, dan pelindung mata, saat
bekerja di area yang berisiko menularkan bakteri Leptospira
 Tidak berendam atau berenang di air danau, sungai, atau kubangan
 Mengonsumsi air minum yang sudah terjamin kebersihannya
 Mencuci tangan setiap sebelum makan dan setelah kontak dengan hewan
 Mencuci buah dan sayuran dengan air bersih sebelum mengolahnya
 Menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan lingkungan rumah bebas dari tikus
 Melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan dan ternak

16
DAFTAR PUSTAKA

Serrano-Coll H, Cardona-Castro N. 2022.Neuropathic ulcers in leprosy: clinical features,


diagnosis and treatment. Journal of Wound Care.
Singh P, Cole ST .2011. Mycobacterium leprae: genes, pseudogenes and genetic diversity.
Future Microbiology.
Gordon SV, Parish T. 2018. Microbe Profile: Mycobacterium tuberculosis: Humanity's deadly
microbial foe. Microbiology
Johnston, Jason W. 2010. "Laboratorium pertumbuhan dan pemeliharaan Haemophilus
influenzae" . Protokol Terkini dalam Mikrobiologi . Bab 6 : Unit 6D.1.
Fikry, Achmad. 2023. Infeksi Saluran Kemih.
Pittara. 2023. Leptospirosis.

17

Anda mungkin juga menyukai